Evolusi dan Perubahan dalam Sejarah


Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)

Pembahasan kita sejauh ini berkenaan dengan satu dari dua problem penting sejarah. Masalah yang sejauh ini dibahas adalah apakah karakter esensial sejarah itu materialistik atau bukan. Masalah penting lainnya adalah masalah evolusi sejarah. Kita tahu bahwa kehidupan sosial bukan saja terjadi pada manusia. Ada beberapa makhluk hidup lain yang lebih kurang menjalani kehidupan sosial yang didasarkan pada kerja sama dan pembagian kerja serta tanggung jawab di bawah naungan hukum dan aturan yang sistematis.

Kita semua tahu bahwa lebah madu termasuk makhluk hidup seperti itu. Namun ada satu perbedaan asasi antara eksistensi sosial makhluk hidup lain dan eksistensi sosial manusia. Eksistensi sosial makhluk hidup lain selalu statis. Sistem kehidupannya tak mengalami perubahan atau perkembangan, atau dalam kata-kata Morris Metterlink, budayanya—jika ungkapan ini benar—tak mengalami perubahan atau perkembangan.

Sebaliknya, kehidupan sosial manusia bukan saja mengalami perkembangan dan perubahan, namun juga berangsur-angsur semakin cepat dan kuat. Itulah sebabnya sejarah kehidupan sosial manusia, dari sudut-sudut yang berbeda, terbagi menjadi periode-periode, dan antara periode yang satu dan yang lain ada perbedaannya. Misal, dari sudut pandang sarana penghidupan, dibagi menjadi periode berburu, periode bertani, periode industri. Dari sudut pandang sistem ekonomi, dibagi menjadi periode komunisme primitif, periode perbudakan, periode feodalisme, periode kapitalisme dan periode sosialisme. Dari sudut pandang politik, dibagi menjadi periode kekuasaan suku, periode despotisme, periode aristokrasi, dan periode demokrasi. Dari sudut pandang jenis kelamin, dibagi menjadi periode matriarki dan periode patriarki. Dan seterusnya.

Kenapa perkembangan seperti ini tak terjadi pada kehidupan sosial binatang? Faktor asasi mana yang menyebabkan manusia beralih dari satu periode sosial ke periode sosial yang lain? Dengan kata lain, apa yang menyebabkan kehidupan manusia mengalami kemajuan sedangkan kehidupan binatang tidak? Bagaimana mekanisme kemajuan ini? Dalam hubungan ini para filsuf sejarah biasanya melontarkan pertanyaan. Mereka bertanya apakah ke­hidupan sosial manusia memang mengalami kemajuan dalam sejarah, dan jika ya, bagaimana kriterianya supaya kita dapat mengukurnya dan meyakininya.

Sebagian sosiolog ragu kalau perubahan yang terjadi bisa disebut kemajuan atau evolusi. Sebagian sosiolog lainnya berpendapat bahwa sejarah bergerak melingkar. Menurut mereka, sejarah bergerak dari satu titik, dan setelah melewati beberapa tahap, sampai lagi pada titik yang sama, dan kemudian sekali lagi mulai bergerak dengan cara seperti sebelumnya. Misal, sistem suku dibentuk oleh suku pengembara yang memiliki kemauan dan keberanian. Pemerintahan suku melahirkan aristokrasi. Perbuatan diktatorial pemerintah aristokrasi berpuncak pada revolusi umum dan berdirinya demokrasi. Kemudian kekacauan yang terjadi akibat terlalu banyak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah demokratis sekali lagi melahirkan despotisme bersemangatkan suku.

Sekarang kami tidak akan membahas masalah ini, karena masalah ini akan dibahas pada kesempatan lain. Sebagai basis untuk telaah lebih lanjut, kami beranggapan bahwa pada umumnya sejarah bergerak maju dan membuat kemajuan. Dapat dikemukakan bahwa mereka yang berpendapat bahwa sejarah itu berjalan ke depan mengakui bahwa gerakan sejarah yang ke depan itu tidak berarti bahwa masa depan semua masyarakat dalam semua keadaan lebih baik dibanding masa lalunya, bahwa masyarakat selalu dan tanpa henti bergerak ke depan, dan bahwa tak ada peluang untuk bergerak ke belakang.

Tak syak lagi bahwa masyarakat bisa berhenti, mundur, belok ke kiri atau ke kanan, dan akhirnya lenyap. Namun, pada umumnya masyarakat bergerak ke depan. Masalah mengenai bagaimana kekuatan pendorong sejarah dan faktor perkembangan sosial, biasanya pembahasannya dalam buku-buku filsafat sedemikian rupa sehingga kesalahan deskripsinya jadi jelas kalau kita sedikit menelaahnya. Mengenai masalah ini biasanya dikemukakan pandangan-pandangan berikut ini:

Teori Rasial

Menurut teori ini, ras-ras tertentu terutama bertanggung jawab atas kemajuan sejarah. Beberapa ras dianggap mampu membentuk budaya dan peradaban, sedangkan beberapa ras lain tidak. Sebagian ras dapat melahirkan ilmu pengetahuan, filsafat, etika, seni dan teknologi. Sedangkan sebagian ras lain hanya menjadi konsumen komoditas-komoditas ini, bukan menjadi produsennya.

Karena itu kesimpulannya adalah harus ada pembagian kerja di antara berbagai ras. Ras-ras yang memiliki kemampuan politik, kemampuan untuk melakukan pendidikan dan memproduksi budaya, seni dan teknologi inilah yang harus bertanggung jawab atas aktivitas manusia yang tinggi. Di pihak lain, ras-ras yang tidak memiliki kemampuan seperti itu supaya dibolehkan untuk tidak memasuki aktivitas-aktivitas ini dan sebagai gantinya supaya dipasrahi pekerjaan manual dan semi-binatang yang tidak butuh pemikiran yang tinggi dan ketinggian cita rasa. Inilah pertimbangannya kenapa Aristoteles yang berpandangan seperti itu memandang sebagian ras mampu untuk memiliki sahaya dan ras-ras lain tidak.

Sebagian pemikir percaya bahwa hanya ras-ras tertentu sajalah yang mampu menciptakan progresi sejarah. Misal, mereka mengatakan bahwa ras-ras utara dalam hal ini lebih unggul dibanding ras-ras selatan. Ras-ras utaralah yang mendorong ke depan budaya manusia. Count Gobino, filosof Francis kenamaan, yang tiga tahun menjadi duta besar Prancis untuk Iran sekitar seratus tahun silam, mendukung teori ini.

Teori Geografis

Menurut teori ini, lingkungan alam tertentu melahirkan budaya, pendidikan dan industri. Misal, daerah-daerah beriklim sedang melahirkan temperamen sedang dan otak yang tangguh. Pada bagian pertama Qanun, Ibnu Sina membahas panjang lebar efek lingkungan alam pada mental dan temperamen manusia.

Menurut teori ini, yang mendorong sejarah bergerak ke depan bukanlah faktor ras dan darah. Bukan ras tertentu yang mendorong sejarah bergerak ke depan di setiap iklim dan daerah, sedangkan ras lain, di mana pun tinggalnya, tak memiliki kemampuan seperti itu. Perbedaan kemampuan pada berbagai ras terjadi akibat perbedaan lingkungan mereka. Karena terjadi penyebaran ras, maka kemampuan mereka pun menyebar. Karena itu daerah tertentulah yang menciptakan progresi sejarah dan perkembangan baru. Sosiolog Prancis abad ke-17, Montesquieu, dalam bukunya yang terkenal, "De Lesprit des lois" (Semangat Hukum), mendukung teori ini.

Teori Raksasa Intelektual

Menurut teori ini, semua perkembangan sejarah, baik itu ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, teknik atau moral, terjadi berkat orang-orang yang luar biasa cerdas. Dalam hal ini manusia beda dengan makhluk lainnya. Spesies lain secara biologis hampir sama kemampuannya. Setidak-tidaknya tak ada perbedaan yang berarti. Sebaliknya, kemampuan di antara manusia sering terlihat sangat berbeda. Orang-orang jenius ada di setiap masyarakat. Karena or­ang-orang jenius ini memiliki akal, cita rasa, kemauan atau prakarsa yang luar biasa, maka mereka inilah yang melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan, teknik, moral, politik atau militer. Menurut teori ini, kebanyakan manusia tak punya prakarsa dan kreativitas. Mereka hanya ikut dan menjadi konsumen gagasan dan produk industri.

Sesungguhnya, kurang lebih selalu, dalam setiap masyarakat ada minoritas yang kreatif pikirannya. Minoritas ini memiliki prakarsa, pikiran-pikirannya orisinal, dan berada di depan yang lain. Minoritas inilah yang membawa kemajuan sejarah dan membawa sejarah ke tahap baru. Filosof Inggris ternama, Thomas Carlyle, percaya bahwa sejarah dibentuk oleh individu-individu cemerlang. Dalam bukunya, "On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History ", dia menyebutkan seperti berikut ini mengenai Nabi Muhammad saw: "Sejarah setiap bangsa merupakan perwujudan satu atau lebih dari satu pribadi cemerlang. Lebih tepatnya, sejarah setiap bangsa merupakan perwujudan personalitas dan kejeniusan satu atau lebih dari satu pahlawan. Misal, sejarah Islam merupakan perwujudan personalitas Nabi Muhammad; sejarah Perancis modern merupakan perwujudan personaliias Napoleon; dan sejarah Soviet enam puluh tahun silam merupakan perwujudan personalitas Lenin."

Teori Ekonomi

Menurut teori ini, ekonomi adalah kekuatan pendorong sejarah. Segenap urusan sosial dan historis bangsa, entah itu urusan budaya, politik, militer atau masyarakat, mencerminkan metode produksi dan hubungan produksi masyarakat itu. Yang mengubah struktur masyarakat adalah perubahan basis ekonomi. Perubahan basis ekonomi ini mendorong kemajuan masyarakat. Orang-orang yang cemerlang pikirannya yang disebutkan di atas hanyalah perwujudan kebutuhan ekonomi, politik dan sosial masyarakat, dan kebutuhan ini disebabkan oleh perubahan alat produksi. Karl Marx, kaum Marxis pada umumnya dan terkadang bahkan se­bagian non-Marxis, mendukung teori ini. Barangkali teori ini yang paling populer di zaman kita.

Teori Tuhan

Menurut teori ini, apa saja yang terjadi di bumi, merupakan urusan langit yang turun ke bumi sesuai dengan kearifan tinggi Allah. Semua perubahan sejarah dan perkembangan sejarah merupakan perwujudan kehendak dan kearifan-Nya. Karena itu, kehendak Tuhanlah yang mendorong kemajuan sejarah dan yang mewujudkan perubahan sejarah. Sejarah merupakan skenario kehendak Tuhan. Bishop Bossuet, seorang sejarahwan terkenal dan tutor Louis XV, mendukung teori ini. Teori-teori ini biasanya dibahas dalam buku-buku filsafat sejarah dalam kaitannya dengan sebab-sebab yang menggerakkan sejarah.

Dan sudut pandang kami, semua teori ini menunjukkan posisi yang faktual, dan semuanya merupakan hasil dari kekacauan. Kami akan pelajari sebab-sebab yang menggerakkan sejarah, meskipun teori-teori ini pada umumnya tidak relevan dengan keinginan kami. Misal, teori ras tak lebih dari teori sosiologi. Teori ini baru relevan kalau pertanyaannya adalah apakah beragam ras manusia yang berbeda memiliki atau tidak memiliki beberapa kemampuan turunan, dan apakah semua ras itu sama tingkat intelektualnya atau tidak. Jika sama, itu artinya bahwa semua ras sama-sama berperan dalam gerakan sejarah atau setidak-tidaknya secara teoretis dapat. Jika tidak sama, itu artinya bahwa sebagian ras saja yang dapat berperan dalam proses kemajuan sejarah. Sejauh ini teori ini sudah pas rumusannya, meski tidak memecahkan misteri filsalat sejarah. Misal saja kita akui bahwa semua perkembangan sejarah terjadi karena ras tertentu. Namun masih saja ada problem yang tak terpecahkan, karena kita masih belum tahu kenapa kehidupan manusia atau kehidupan ras manusia tertentu berkembang sedang­kan kehidupan binatang tetap statis. Masalah apakah faktor kemajuan adalah satu ras atau semua ras, tidak memecahkan misteri gerakan sejarah.

Begitu pula dengan teori geografi. Teori ini ada manfaatnya, dan berhubungan dengan masalah penting sosiologi. Teori ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan efektif dalam pertumbuhan mental, intelektual, temperamental dan fisik manusia. Sebagian lingkungan membuat manusia tetap berada di dalam atau mendekati batas-batas binatang, dari sebagian lagi membuat manusia jauh dan beda dari binatang. Menurut teori ini, sejarah hanya bergerak di kalangan penduduk daerah-daerah tertentu saja. Di daerah-daerah lain sejarah statis dan monoton. Namun masalah utamanya masih tetap di mana itu. Misal, lebah madu dan binatang lain yang suka hidup berkelompok tak ada gerakan sejarahnya, sekalipun di daerah-daerah yang kondusif untuk pertumbuhan mental. Lantas apa sebenarnya penyebab perbedaan antara dua jenis makhluk hidup ini yang satu jenis tetap statis, sedangkan jenis yang lain bergerak dari satu tahap ke tahap lain?

Teori Tuhan lebih tidak konsisten dibanding teori lain. Apakah sejarah saja yang merupakan perwujudan Kehendak Tuhan? Sesungguhnya dunia, sejak awal hingga akhir, termasuk segenap sebab dan gangguan, merupakan perwujudan Kehendak Allah. Kehendak Tuhan sama hubungannya dengan semua sebab di dunia ini. Kalau kehidupan manusia yang berkembang dan berubah merupakan perwujudan Kehendak Tuhan, maka kehidupan lebah yang statis dan monoton pun merupakan perwujudan Kehendak-Nya juga. Pertanyaannya adalah sistem apa itu, yang dengan sistem ini Kehendak Tuhan menjadikan kehidupan manusia berkembang, sementara kehidupan binatang statis karena tak adanya sistem itu.

Teori ekonomi tak ada aspek teknisnya, dan tidak diajukan sebagai prinsip. Teori ekonomi menjelaskan karakter asasi sejarah saja dan menunjukkan bahwa karakter asasinya material dan ekonomi, dan bahwa segala urusan lainnya sama saja dengan bentuk-bentuk atau kekhasan yang tak asasi. Konsekuensinya, semua urusan masyarakat pun mengalami perubahan. Namun semua itu adalah masalah "jika". Masalah yang sebenarnya masih saja belum terjawab. Meskipun kita mengakui bahwa ekonomi adalah infrastruktur masyarakat dan kalau ekonomi berubah maka segenap masyarakat pun berubah, masalahnya adalah kenapa begitu. Apa faktor yang mengubah seluruh suprastruktur bila infrastruktur berubah? Mungkin saja ekonomi menjadi infrastruktur masyarakat, namun itu tidak berarti bahwa ekonomi merupakan kekuatan pendorong sejarah juga. Jika saja pendukung teori ini, bukannya menggambarkan ekonomi sebagai infrastruktur masyarakat, namun menggambarkannya sebagai kekuatan pendorong sejarah, menganggap materialitas sejarah cukup untuk membuat sejarah dinamis, menekankan masalah kontradiksi dalam masyarakat, dan mengatakan bahwa sesungguhnya kekuatan pendorongnya adalah kontradiksi antara infrastruktur dan suprastruktur masyarakat atau kontradiksi antara dua aspek infrastruktur (alat produksi dan hubungan produksi), tentu teori itu akurat penyampaiannya.

Tak dapat dipungkiri bahwa tujuan pendukung teori di atas dalam bentuknya yang seperti itu adalah mengatakan bahwa sebenarnya penyebab semua gerakan sejarah adalah kontradiksi antara alat produksi dan hubungan produksi. Namun perhatian kita adalah keakuratan penyampaian teori itu, bukan bagaimana isi benak para pendukung teori itu.

Teori raksasa intelektual, terlepas dari fakta benar atau tidak, berhubungan langsung dengan filsafat sejarah atau faktor pen­dorong sejarah. Sejauh ini kita hanya memahami dua teori tentang kekuatan yang menggerakkan sejarah. Salah satunya adalah teori raksasa, yang menurut teori ini sejarah dibentuk oleh orang-orang cemerlang. Sesungguhnya, teori ini mengklaim bahwa sebagian besar anggota masyarakat atau hampir semua anggota masyarakat tak memiliki inisiatif, orisinalitas dan kemampuan memimpin. Mereka tak bisa membawa perubahan dalam masyarakat. Namun dari waktu ke waktu muncul minoritas sangat kecil yang luar biasa imajinatif dan kreatif. Mereka mengambil inisiatif, membuat rencana, mengambil keputusan dan menarik dukungan orang. Dengan begitu mereka menciptakan perubahan. Orang-orang heroik ini merupakan produk dari fenomena yang luar biasa, baik fenomena alamiah maupun turun-temurun, namun bukan produk kondisi sosial atau kebutuhan material masyarakat.

Teori kedua adalah teori kontradiksi antara infrastruktur dan suprastruktur masyarakat. Teori ini tepatnya dapat disebut teori motivitas ekonomi. Ini sudah dibahas, jadi tak perlu dibahas lagi.

Ada teori ketiga, yaitu teori kekhasan bawaan. Fitrah manusia adalah sedemikian sehingga dia memiliki kekhasan bawaan yang membuat kehidupannya evolusioner. Salah satu kekhasan ini adalah kemampuannya menghimpun dan melestarikan pengalaman. Apa pun pengetahuan dan informasi yang didapat manusia melalui pengalamannya, dia simpan dalam pikirannya, dan dia gunakan sebagai basis bagi pengalamarinya lebih lanjut.

Kekhasan lain manusia adalah manusia mampu belajar melalui lisan dan tulisan. Melalui lisan dan tulisan, manusia dapat me­nyampaikan pengalamannya. Pengalaman satu generasi disimpan demi kepentingan generasi selanjutnya melalui lisan dan tulisan, dan dengan demikian pengalaman manusia terus terakumulasi. Itulah sebabnya Al-Qur'an memandang sangat penting lisan dan tulisan. Al-Qur'an mengatakan: Yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Qur'an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara (QS. ar-Rahmân: 1-4). Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena (QS. al-'Alaq: 1-4)

Kekhasan ketiga pada diri manusia adalah manusia diberi kekuatan akal dan inisiatif. Melalui kekuatan misterius ini manusia dapat menciptakan sesuatu, karena manusia adalah perwujudan kekuatan kreatif Allah. Kekhasan keempat pada diri manusia adalah manusia memiliki hasrat bawaan untuk melakukan sesuatu yang orisinal. Dengan kata lain manusia bukan saja memiliki kemampuan kreatif, namun juga dapat menciptakan sesuatu bila diperlukan. Bukan saja itu, kecenderungan untuk mencipta ini sudah tertanam dalam karakter esensialnya.

Kemampuan manusia untuk mengingat dan menyimpan pengalaman, kemampuannya untuk menyampaikan pengalaman, dan kecenderungan bawaannya untuk mencipta, semuanya itu merupakan kekuatan yang selalu mendorong kemajuan manusia. Pada diri binatang tak ada kemampuan untuk mengingat pe­ngalamannya dan menyampaikan pengalamannya kepada binatang lain,[1] tak ada orisinalitas dan inisiatif, juga tak keinginan kuat untuk mencipta. Itulah sebabnya kenapa binatang statis sedangkan manusia bergerak main. Kini akan kita telaah teori-teori ini.

Peran Personalitas dalam Sejarah

Sebagian orang menyatakan bahwa sejarah merupakan pergulatan antara kemampuan mencipta dan batas-batas wajar. Orang kebanyakan mendukung situasi yang sudah biasa bagi mereka, sedangkan orang jenius ingin mengganti situasi yang ada dengan situasi yang lebih baik. Carlyle mengklaim bahwa sejarah diawali oleh orang jenius dan pahlawan. Sesungguhnya teori ini didasarkan pada dua anggapan:

Pertama, masyarakat tidak memiliki karakter esensial dan personalitas. Individu-individu yang membentuk masyarakat tidak melahirkan satu senyawa yang nyata. Antara individu yang satu dan individu yang lainnya tak ada ketergantungan. Mereka berbuat dan bereaksi, namun mereka tidak membentuk satu senyawa yang ada jiwa kolektifnya sendiri, personalitas, karakter esensial dan hukum-hukum khasnya sendiri. Mereka semua memiliki mentalitas dan pola berpikirnya sendiri-sendiri. Semua individu ini sama hubungannya dengan masyarakat, seperti pepohonan dengan hutan. Peristiwa sosial tak lain adalah total dari peristiwa individual. Karena itu masyarakat terutama diatur oleh sebab-sebab universal dan umum.

Kedua, manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga manusia yang satu dengan manusia lainnya ada perbedaan. Meskipun pada umumnya manusia, menurut terminologi filsuf, adalah binatang yang berpikir, namun hampir semua manusia tak memiliki daya cipta dan kreativitas. Kebanyakan manusia adalah konsumen budaya dan peradaban, bukan produsennya. Dalam hal ini manusia beda dengan binatang hanya karena binatang tak dapat menjadi konsumen budaya. Semangat mayoritas adalah semangat meniru, mengadopsi begitu saja dan memuja pahlawan.

Namun minoritas sangat kecil manusia adalah pahlawan, orang jenius, pemikir hebat, yang bersemangat mencipta dan kreatif, dan yang kuat kemauannya. Mereka beda dengan mayoritas. Kalau saja tak ada pahlawan dan orang yang jenius di bidang ilmu pengctahuan, filsafat, seni, politik, sosial, etika dan teknik, tentu umat manusia tak akan melangkah maju dan tentu akan statis dan kondisinya akan seperti pada awal eksistensinya. Dari sudut pandang kami, anggapan-anggapan ini lemah. Mengenai anggapan pertama, ketika membahas masyarakat sudah dibuktikan bahwa masyarakat ada personalitas, karakter esensial, hukum dan normanya sendiri, dan semua kejadian berlangsung menurut tradisi umumnya. Tradisi ini sendiri progresif dan evolusioner. Karena itu harus dikesampingkan anggapan ini dan kemudian dilihat apakah—meskipun fakta menunjukkan bahwa masyarakat ada personalitas, karakter esensial dan tradisinya sendiri—personalitas individu dapat berperan dalam peristiwa demi peristiwa. Masalah ini akan dibahas nanti.

Mengenai anggapan kedua, kendatipun tak dapat dinafikan bahwa manusia diciptakan sedemikian rupaya sehingga manusia yang satu dengan manusia yang lain ada perbedaannya, namun salah kalau mengatakan bahwa hanya pahlawan dan orang jenius saja yang memiliki daya kreatif sedangkan yang lainnya konsumen budaya dan peradaban. Sesungguhnya semua manusia kurang lebih memiliki kemampuan kreatif, sehingga semua orang atau setidak-tidaknya kebanyakan dapat ikut dalam aktivitas produktif dan kreatif, meski­pun andil mereka tidak seberarti andil orang jenius.

Berbeda sekali dengan teori bahwa tokoh menciptakan sejarah, ada teori lain yang menyatakan bahwa sejarahlah yang menciptakan tokoh. Dengan kata lain, sesungguhnya kebutuhan sosial yang ada itulah yang menciptakan tokoh. Montesquieu mengatakan, "Orang besar dan peristiwa penting merupakan tanda dan akibat dari peristiwa yang lebih penting dan lebih besar." Hegel berkata, "Orang besar tidak menciptakan sejarah, melainkan membidaninya." Orang besar merupakan simbol, bukan penyebabnya. Menurut pemikiran orang-orang yang, seperti Durkheim, percaya bahwa semangat kolektif merupakan hal pokoknya, dan bahwa individu-individu seperti itu sama sekali tak memiliki personalitas dan mereka meminjam personalitas mereka dari masyarakat, maka individu-individu seperti tokoh-tokoh besar tak lain adalah perwujudan semangat kolektif masyarakat. Dalam kata-kata Mahmud Syabistari, mereka adalah kasa jendela semangat kolektif.

Dari sudut pandang orang-orang yang seperti Marx menganggap persepsi individu sebagai perwujudan kebutuhan material kolektif, tokoh tak lain hanyalah perwujudan kebutuhan material dan ekonomi masyarakat.

Catatan:  

[1] Sebagian binatang dapat berbagi pengetahuan, namun hanya pada tataran kejadian sehari-hari, bukan pada tataran pengalaman ilmiah. Al-Qur'an juga mengisyaratkan fakta ini ketika mengatakan: Hingga apabila mereka (tentara Sulaiman) sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, "Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarangmu, agar kamu lidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari. " (QS. an-Naml: 18)




Tidak ada komentar: