Abdus Salam dan Rahasia Mikrokosmos Quantum (Bag. 2)




Oleh Dr. Yulduz N. Khaliulin (Moscow)

Rahasia Mikrokosmos Quantum
Ketika pada tahun 1946 Abdus Salam, pemuda berusia duapuluh tahun dari sebuah desa Punjab di pinggiran Kemaharajaan Inggris tiba di kota London yang porak poranda, dalam rangka mencari ‘kebenaran ilmiah,’ seluruh Eropa berada dalam keadaan puing-puing setelah Perang Dunia Kedua yang dahsyat itu. Perang ini tidak ada padanannya dalam sejarah kemanusiaan. Tak lama kemudian merebak ‘Perang Dingin’ di antara blok Barat dan Timur. Para ahli fisika dari kedua blok itu terseret ke dalam proyek-proyek rahasia untuk mengembangkan senjata nuklir dan hidrogen.

Para ahli fisika tersebut tidak bisa berkomunikasi secara bebas, tidak bisa bertemu, berdiskusi atau pun menyelenggarakan konferensi internasional. Akibatnya adalah minimnya publikasi serius di bidang ilmiah. Sebagaimana dimaklumi, tanpa interaksi di antara para ahli seperti itu maka kemajuan ilmiah menjadi suatu hal yang mustahil. Padahal tidak lama sebelum pecahnya Perang Dunia Kedua, ilmu mekanika quantum telah melompat jauh ke depan berkat usaha bersama dari ratusan dan ribuan cendekiawan dari seluruh dunia. Kemajuan tersebut telah merubah total paradigma ilmiah serta sudut pandang para ilmuwan mengenai metoda pengenalan dan penataan dasar dari alam semesta. Mekanika Quantum laiknya harus permisi dari para pencetus mekanika klasik seperti Newton dan Galileo, karena menawarkan suatu sistem kaidah baru yang mengatur dunia kita. Disadari perlunya mengedepankan mekanika quantum ke tingkat yang lebih tinggi.

Berkat rahmat Tuhan, dari tahun 50-an sampai 70-an, Profesor Abdus Salam sedang tenggelam menekuni riset teoretikal lanjutan yang mengungkapkan bahwa sejumlah besar phenomena dan proses alamiah seperti pembelahan nukleus, formasi bintang-bintang neutron, pembentukan komposisi kimiawi dan struktur dari spiral DNA, cara kerja transistor semikonduktor, laser dan berbagai hal lainnya, semuanya itu mengikuti kaidah Mekanika Quantum.

Dengan keimanan yang kuat pada kekuasaan Allah s.w.t. serta berbekal aparatus matematika yang paling presisi ditambah ajaran Al-Qur’an, maka ilmuwan muda ini menjadi sepenuhnya terbenam dalam penelitian tentang mikrokosmos rahasia dari partikel-partikel elementer. Hasilnya terungkap tidak lama kemudian. Bahkan riset awal pun sudah mengemukakan konklusi yang di luar dugaan. Ia mengajukan teori tentang neutrino dua komponen. Abdus Salam adalah juga orang pertama yang memprediksi decay (peluruhan) dalam rangkaian interaksi nuklir lemah. Saya telah mengutarakan di atas bahwa sebagai sebutan dari phenomena ini, Profesor Abdus Salam mengajukan istilah baru yaitu ‘Electroweak’ ke dalam perbendaharaan kata fisika nuklir.

Dari tahun 1970 sampai 1980, Profesor Abdus Salam bersama dengan ilmuwan India yang juga profesor dari Maryland University, Amerika Serikat, yaitu Jagesh Pata, menggeluti masalah interaksi tiga daya kekuatan elektromagnetik, daya lemah dan daya kuat dari nuklir. Untuk tujuan ini mereka harus ‘membantah’ secara tepat teori matematika salah satu postulat fisika nuklir modern yang diterima umum tentang kekuatan dan ketidakterbaginya proton yang merupakan komponen utama dari nukleus nuklir. (Catatan: sebagaimana dimaklumi nukleus nuklir merupakan inti sebuah atom yang volumenya hanya satu per triliun tetapi massanya lebih dari 99%. Sebuah nukleus terdiri dari partikel-partikel dua jenis yaitu proton dan neutron, dimana jadinya nukleus biasa disebut nukleon. Nukleon membentuk nukleus nuklir dan terikat bersama oleh kekuatan atraksi atau tarik-menarik mutual yang disebut sebagai interaksi kuat daya kekuatan nuklir).

Sebagai hasil dari riset ini kedua ilmuwan kondang dari sub benua Indo-Pakistan telah mengajukan suatu hipotesa yang berani. Menurut teori ini bahkan proton (yang menyimpan kekuatan nukleus dari sebuah atom) bisa saja mengalami disintegrasi. Hanya saja durasi dari peluruhan proton ini memerlukan periode waktu yang astronomis yaitu 1032 tahun.

Keagungan Ruhani
Sebagai seorang cendekiawan yang mempunyai minat ilmiah beragam dan memiliki pengetahuan yang amat luas, Profesor Abdus Salam tetap saja tertarik pada sejarah dan problema modern tentang sains di dunia Muslim. Ia adalah salah seorang dari segelintir ilmuwan di abad terakhir yang berdasar analisis berkesinambungan atas sumber-sumber historikal, telah mampu mempelajari hampir semua bentuk perkembangan dalam sains alamiah di dunia Muslim sejak awalnya di abad ketujuh sampai dengan akhir abad keduapuluh.

Banyak artikel dan renungan ilmiah brilian dari para ilmuwan tentang masa lalu dan masa depan dunia Muslim yang telah menjadi saksi akan hal tersebut. Mayoritas dari artikel-artikel itu termaktub dalam koleksi karyanya yang berjudul Ideals and Realities. Buku ini telah terbit dalam beberapa edisi selama masa hidup si pengarang. Koleksi ini diterbitkan dalam bahasa-bahasa Barat (Inggris, Perancis, Italia dan Romania) serta bahasa di Timur seperti Cina, Arab, Parsi, Benggala, Punjabi dan Urdu, dimana tiga yang terakhir digunakan sebagai rujukan oleh pengarang ini.

Monograf Profesor Abdus Salam lainnya yang menarik adalah Revival of Science in Islamic Countries yang diterbitkan di Singapura pada tahun 1994. Para pengarang berbagai artikel yang mengkhususkan diri mempelajari kehidupan dan kinerja Profesor Abdus Salam menyatakan bahwa dalam abad keduapuluh, ia adalah wakil pertama yang unik dari dunia Islam yang mendapatkan Hadiah Nobel atas keberhasilan akbar di bidang ilmiah. Memang benar apa yang dikemukakan itu namun rasanya perlu memahami hal ini dari perspektif yang lebih luas.

Bisa jadi, lebih dari yang lain-lainnya para cendekiawan kontemporer, ia memahami kebutuhan mutlak pengembangan ilmiah di negara berkembang. Hanya melalui kerjasama saling menguntungkan di antara Utara dan Selatan, disertai kerjasama yang telah berkembang selama berabad-abad antara Timur dan Barat, yang akan bisa menolong kebudayaan modern menghindari konfrontasi yang telah membayang. Profesor Abdus Salam pada dasarnya adalah seorang yang taat beragama. Ia melakukan shalat lima waktu setiap harinya, kapan dan di mana pun ia berada. Ia menggabungkan keterampilan intelektual dengan sisi keruhanian dirinya. Dalam pernyataan publik serta artikel-artikelnya ia menekankan bahwa terdapat 750 ayat dalam Al-Qur’an sebagai firman Tuhan yang memerintahkan manusia untuk mempelajari alam serta mencari sarana guna mengendalikannya. ‘Aku telah mengabdikan seluruh hidupku untuk menerapkan perintah Al-Qur’an tersebut’ katanya.

Di tahun 1979 Profesor Abdus Salam mentilawatkan beberapa ayat dari Al-Quran dalam pidatonya di aula Nobel Hall. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah aula itu diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian dalam pidato Nobelnya, Profesor Abdus Salam mensitir ayat yang lain. Ia menyatakan: ‘Nyatanya Islam merupakan keimanan semua ahli fisika karena memberikan inspirasi dan dorongan bagi kami semua. Bertambah dalam kami mencari, bertambah kagum kita dibuatnya tetapi juga bertambah banyak misteri baru yang muncul.’

Pahlawan Pakistan
Sebagian besar umur Profesor Abdus Salam dihabiskan jauh dari tanah air. Ia disibukkan dengan riset ilmiah di London dan Trieste serta berkeliling ke seluruh dunia untuk mengikuti berbagai konferensi dan forum ilmiah internasional. Meski selama 40 tahun hidup di negeri asing di tengah bangsa yang mayoritas Kristen, ia tetap saja merupakan seorang Muslim yang taat. Walaupun didekati melalui berbagai cara, ia tidak mau berpindah menjadi warga negara dari negeri dimana ia tinggal. Ia tetap saja menganggap dirinya warga Pakistan dan tidak pernah kehilangan hubungan dengan tanah airnya. Ia selalu mengingat dan menghormati akar jati dirinya (negeri ibu bapaknya, teman-teman Muslim dan kolega akademisi) serta selalu berusaha membantu negerinya untuk ‘melepaskan diri dari kemiskinan.’

Selama periode panjang tahun 1958-1974 ia adalah anggota dari Komisi Tenaga Atom Pakistan dimana ia memberikan sumbangan ilmiahnya dalam pendirian stasion tenaga atom dekat Karachi. Dari tahun 1961 sampai 1974 ia adalah Penasihat Utama (Chief Scientific Advisor) dari Presiden Pakistan. Pada kesempatan pertama kembali ke Pakistan, ia memberikan kuliah-kuliah dan mencoba meyakinkan para pemimpin Pakistan tentang perlunya mendidik para spesialis dalam sains serta menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan teknologi. Sedapat mungkin ia memberikan bantuannya di bidang ini. Hanya saja tidak semua hal bisa dikendalikannya, dan lebih sering lagi struktur pemerintahan yang tidak memahami upaya dan tawaran ilmiahnya yang tulus.

Pertemuan di Moskow
Profesor Abdus Salam mengunjungi Moskow lebih dari satu kali dan ia merupakan peserta yang dinantikan pada konferensi ilmiah akbar dan perayaan ulang tahun akademi-akademi yang diadakan di sini. Ia dianggap tokoh yang mumpuni di kalangan ilmuwan Uni Soviet. Para ahli teoritis dan fisika Soviet mengenal dan mengagumi karya-karya ilmiahnya. Jauh sebelum dianugrahi Hadiah Nobel, pada tahun 1971 Profesor Abdus Salam secara aklamasi terpilih sebagai anggota dari USSR Academy of Science. Kemudian pada tahun 1983 ia memperoleh penghargaan Lomonosov Gold Medal yang merupakan penghargaan tertinggi dari USSR Academy of Science. Di tahun 1995 ia mendapat penghargaan Maxwell di Inggris serta medali emas yang diberikan oleh Akademi Pekerja Kreatif Rusia. Tahun 1992, Rektor dari St. Petersburg University secara khusus berkunjung ke Trieste, Italia, untuk menyampaikan diploma honorer Doctor of Science dari universitas tersebut kepada Profesor Abdus Salam.

Sebagai seorang ilmuwan humanis, penganut paham demokrasi dan pengikut keimanan yang luhur, ia selalu menanggapi serius tekanan moral dan politis atas kaum ilmuwan. Secara khusus ia bertemu dan berbicara di muka umum dengan akademisi A. Sakharov ketika yang bersangkutan sedang dijauhi oleh para koleganya sendiri akibat tekanan pemerintah Soviet. Dengan cara itulah Profesor Abdus Salam memberikan sokongan moril. Setelah A. Sakharov dikucilkan ke Gorky, Profesor Abdus Salam mengiriminya sebuah surat bersahabat dan beberapa artikel ilmiah. Mereka bertemu ketiga kalinya pada tahun 1987 ketika A. Sakharov kembali ke Moskow. ‘Aku selalu terpesona oleh pengetahuan Sakharov yang demikian komprehensif. Sebagai pribadi mau pun sebagai seorang ilmuwan, ia patut mendapat penghargaan dan menjadi legenda di masa hidupnya’ demikian tulis Profesor Abdus Salam ketika ilmuwan Rusia itu meninggal secara mendadak.

Pada tahun 1987 Profesor Abdus Salam mengambil bagian dalam sebuah konferensi internasonal yang besar di Moskow mengenai pengurangan senjata nuklir. Ia secara tegas mendukung larangan atas senjata pemusnah massal. Ia selalu menghimbau komunitas dunia untuk memanfaatkan potensi studi tenaga nuklir hanya untuk tujuan damai dan konstruktif saja.

Memori Generasi
Tidak lama setelah esai ini selesai, saya bermimpi indah bahwa setelah tigapuluh tahun saya kembali ke Lahore sebagai seorang turis asing. Segala sesuatu terasa seperti dalam film dokumenter. Penunjuk jalan saya adalah seorang wanita Pakistan yang berpakaian seperti pramugari penerbangan PIA dan ia menawarkan route turis istimewa melalui kota Lahore ‘Mengikuti jejak sejarah dari fisika quantum’ katanya. Saya tidak mengerti benar kombinasi aneh Lahore dan Fisika Quantum demikian tetapi setuju saja untuk melihat sesuatu yang istimewa.

Wanita ini membawa saya dengan sebuah becak bermotor sepanjang jalan raya Abdus Salam sampai ke gerbang Kolese Pemerintah dari Abdus Salam Punjab University. Penunjuk jalan ini secara kompeten dan bergegas menjelaskan bahwa nama Abdus Salam diterakan pada universitas itu sejalan dengan Peraturan Khusus Pemerintah Pakistan saat ulang-tahun ke 80 dari ilmuwan kondang tersebut. Ia ini lulusan universitas tersebut dan adalah seorang profesor. Dari sinilah ia memulai layangan jauhnya ke puncak sains dunia.

Sambil diiringi tepuk tangan para mahasiswa, kami berjalan ke perpustakaan ilmiah Abdus Salam ke arah aula luas dimana terdapat ukiran tembaga bertuliskan bahasa Inggris dan Punjabi: ‘Dari tahun 1951 1954 Profesor Abdus Salam, ahli fisika yang terkenal di seluruh dunia yang memimpikan sekolah fisika teoretikal bagi Pakistan, pernah memberikan kuliah matematika tinggi di aula ini.’

Miss Nahid mengumumkan bahwa akhir dari tour ini adalah kubah makam Abdus Salam yang terletak tidak jauh dari Lahore yaitu dekat kota Rabwah. Hanya ada dua makam modern demikian di Pakistan, salah satunya adalah mausoleum dari pendiri Pakistan, Mohammed Ali Jinnah di Karachi dan yang kedua adalah mausoleum pendiri dan pengilham sains Pakistan di Rabwah. Kemudian saya terbangun dari mimpi itu. Tetapi rasanya mimpi itu patut menjadi kenyataan di masa depan. Pakistan berhutang banyak pada putra agungnya ini yang telah mengharumkan nama negerinya di dunia sains abad keduapuluh. (Penterjemah: A.Q. Khalid)

Abdus Salam dan Rahasia Mikrokosmos Quantum (Bag. 1)


Oleh Dr. Yulduz N. Khaliulin (Moscow)

Cendekiawan Pakistan yang terkenal, seorang primadona dari antara para ahli fisika teoritis dari abad yang baru saja lalu, pemenang Hadiah Nobel yaitu Profesor Abdus Salam (1926-1996) secara abadi telah menorehkan namanya di kalangan sains dunia sebagai seorang periset akbar mengenai hukum interaksi partikel nuklir elementer dan strukturnya. Ia telah memberikan kontribusi besar bagi penelitian dan pemahaman dunia yang multi kompleks dan bersifat probabilistik sedemikian rupa dimana ia telah mencapai tingkatan saatnya teori mekanika klasik Newton berakhir dan kaidah-kaidah Fisika Quantum mulai berperan.

Profesor Abdus Salam merupakan salah seorang pencipta dari ‘model standar’ modern dari struktur atom. Konsep paling modern dari fisika teoritis (untuk mana Profesor Abdus Salam beserta dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu S. Gleshou dan S. Vajnberg mendapat Hadiah Nobel tahun 1979) menghasilkan gambaran konstruksi dari suatu teori yang menggabungkan elektromagnetisme dengan interaksi lemah dari partikel nuklir. Albert Einstein yang terkenal tidak berhasil sepanjang hidupnya untuk menciptakan teori tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seorang ilmuwan Muslim telah sampai di tubir pengungkapan kaidah-kaidah fundamental yang berlaku umum baik dalam suatu mikrokosmos atau pun makrokosmos. Kaidah yang ditemukan menjelang abad 21 telah membawa fajar baru dalam pemahaman filosofis Ketunggalan Alam Semesta.

Sosok penata ilmu dengan nama yang diakui seluruh dunia, pendiri dan selama periode tigapuluh tahun telah menjadi pemimpin dari International Centre of Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, Profesor Abdus Salam sekarang ini diakui sebagai ikon dan sumber ilham dari kebangkitan kembali sains di dunia Islam. Tidak saja di dunia Islam, tetapi juga di semua negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Menurut perkiraan terakhir, lebih dari 70.000 ilmuwan muda dari 80 negara di dunia, umumnya dari negara-negara berkembang, telah lulus dari Sentra Ilmiah yang diberi nama menurut Profesor Abdus Salam. Berkat upayanya yang sangat luar biasa, dalam waktu singkat Sentra ini telah menjadi ‘tempat menempa’ beberapa generasi ahli fisika. Di sini mereka bisa menggeluti dan bercengkerama dengan tokoh-tokoh utama dari dunia sains.

Jalan Menuju Puncak Ilmu
Ahli fisika terkenal di masa depan itu lahir pada tanggal 26 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil pedusunan yang terletak di barat laut perbatasan India. Sejak tahun 1947, daerah ini menjadi bagian dari Punjab, salah satu dari empat provinsi Pakistan. Profesor Abdus Salam meninggal dunia dalam bulan November 1996 dan sesuai dengan wasiatnya, ia dimakamkan tidak jauh dari kota asalnya di sebuah pemakaman Muslim di kota Rabwah, berdekatan dengan makam orang-tuanya.

Di antara dua tanggal tersebut terentang periode dimana 50 tahun di antaranya dicurahkan dalam kerja riset berkesinambungan di berbagai tempat di dunia. Tahun-tahun tersebut dipenuhi dengan keberhasilan kreativitas, kekecewaan politis, ketegangan dramatis tetapi juga kedamaian ruhaniah. Dan hasil akhirnya memang suatu yang akbar. Profesor Abdus Salam menulis berpuluh-puluh buku dan monograf ilmiah disamping lebih dari tigaratus artikel mengenai problema paling kompleks dari fisika nuklir serta permasalahan aktual mengenai persiapan ilmuwan muda di negara-negara berkembang.

Sebagai hasil akhir dari penelitian fundamental di bidang fisika nuklir ini telah menghasilkan kemenangan dalam bentuk pengakuan dan ketenaran dunia. Bukti daripada itu adalah dimana Profesor Abdus Salam ditunjuk sebagai anggota dari sekitar 50 lembaga ilmiah akademisi disamping beberapa asosiasi ilmiah dunia. Ia mendapat duapuluh penghargaan internasional dan medali emas di bidang fisika, termasuk Hadiah Nobel itu sendiri. Sebagai pengakuan atas kontribusi besar bagi perdamaian dunia dan pengembangan kerjasama ilmiah internasional, ilmuwan ini mendapat 14 penghargaan utama dari organisasi-organisasi internasional. Ia juga memperoleh gelar Doctor Honoris Causa dari lebih 40 universitas terkenal di lima benua.

Sedikit sekali ahli fisika di abad duapuluh yang pernah menerima penghargaan dan pengakuan dunia seperti yang diterimanya, yaitu tiga di antaranya merupakan pendahulu dirinya seperti Albert Einstein, Ernest Rutherford dan Niles Bore. Menurut para ahli sejarah keilmuan, Profesor Abdus Salam sebagai pengarang dari teori universal tentang elektromagnetisme dan interaksi lemah dari partikel nuklir, sesungguhnya patut menjadi salah satu bintang dalam konstelasi para cendekiawan terkemuka.

Jalannya menuju puncak ketenaran di bidang ilmiah sebenarnya agak luar biasa sehingga perlu ditengok sepintas perjalanan hidup dari awal, rintangan-rintangan serius yang harus diatasi, dari sejak ia masih bocah kecil dari sebuah desa di Punjab yang secara gradual beralih warna menjadi seorang ilmuwan dunia yang terkemuka. Di rumah ia memperoleh pendidikan Islam yang solid di antara sekian banyak anak-anak. Ibunya secara teratur membacakan doa-doa Islam kepada anak-anaknya. Ibunya inilah yang pertama kali menyadari kemampuan ingatan phenomenal dari anaknya tersebut. Abdus Salam dengan mudah dan sangat tepat menghafal keseluruhan surah-surah Al-Qur’an. Ayahnya, Hazrat Mohammad Hussein, sebagai seorang guru segera menyadari bahwa sekolah lokal tidak akan menambah banyak pada pendidikan putranya. Karena itulah ia berusaha sekuat tenaga guna mengirim putranya ini ke akademi negeri untuk studi intensif.

Karena itu pada tahun 1938, Abdus Salam yang berusia dua belas tahun dikirim ke Lahore yang merupakan kota pusat kebudayaan dan politik yang besar di sub-benua India. Kota ini juga terkenal karena mahakarya di bidang arsitektur Muslim abad pertengahan. Pada tahun 1940 di kota ini dicanangkan Deklarasi Lahore yang menjadi rintisan jalan menuju pembentukan negara Pakistan di tahun 1947.

Hanya saja ketika Abdus Salam sebagai seorang anak kecil pertama kalinya tiba di Lahore dari desa terbelakang (qasba) dimana ia baru pertama kalinya melihat lampu listrik, ternyata ia mempunyai pikiran dan pandangan yang lain. Ia secara tekun mulai mempelajari hukum dasar dari elektromagnetisme yang pertama kali ditemukan oleh Faraday dan Maxwell lama sebelumnya. Anak lelaki ini harus mempelajari formula paling sulit dalam matematika dan subyek-subyek lainnya. Tak lama kemudian ia akan mencengangkan dunia ilmiah dengan penemuan dirinya sendiri dalam bidang ruang lingkup pengetahuan yang lebih kompleks. Muncul istilah baru yaitu ‘Electroweak’ (electro weak interaction interaksi lemah elektro) dalam dunia fisika nuklir. Konsep ini pertama kalinya diperkenalkan Abdus Salam di kota London yang menjadi tempat kelahiran para ahli fisika terkemuka, dan memperoleh tempat mencolok di lingkungan ilmiah modern.

Abdus Salam menjadi pemenang pertama dari Premium Maxwell dan medali Maxwell yang diberikan oleh Scientific Organisation of the United Kingdom. Berikutnya adalah penghargaan-penghargaan dan nominasi lainnya yang tidak kalah prestisenya seperti Premium Robert Oppenheimer (1971), medali Einstein (UNESCO, Paris), Birla Premium (India), medali emas Lomonosov (USSR Academy of Sciences) dan banyak lagi lainnya.

Ia merupakan siswa yang rajin dari Punjab University, dari mana ia lulus dengan pujian pada tahun 1946. Ia tercatat sebagai yang teratas dalam segala mata ujian akhirnya. Keberhasilan dalam studi telah memberinya kesempatan untuk memperoleh beasiswa guna melanjutkan pendidikan ke Inggris di Cambridge University yang terkenal ke seluruh dunia. Dalam tahun 1949 ia memperoleh gelar MA dengan pujian tertinggi di bidang matematika dan fisika.

Dari tahun 1950 sampai 1952, cendekiawan muda ini sibuk dengan penelitian awal dalam bidang Fisika Quantum di Laboratorium Cavendish yang terkenal, sebuah lembaga yang sejak pertengahan abad ke duapuluh telah menjadi pusat utama dari fisika teoretikal. Laboratorium ini telah menghasilkan selusin pemenang Hadiah Nobel. Pernah bekerja di laboratorium ini antara lain beberapa ilmuwan akbar seperti Ernest Rutherford dari New Zealand, Niles Bore dari Belanda, Peter Kapitsa dari Rusia dan banyak ahli fisika dunia yang terkenal lainnya.

Cendekiawan Muslim muda dari Pakistan, yang nama negerinya baru saja muncul dalam peta politik dunia, secara tak terduga melesat masuk ke dalam konstelasi dunia ahli fisika teoretikal. Dalam tahun 1952 ia berhasil mendapatkan gelar doktor dalam fisika teoretikal. Thesis yang dikemukakannya adalah tentang elektrodinamika quantum dan untuk itu ia mendapat penghargaan premium Smith, justru sebelum thesis itu disetujui secara formal. Setelah ini maka jalan menuju ‘Ilmu’ dengan huruf besar serta pintu-pintu gerbang laboratorium riset terbaik dunia menjadi terbuka bagi Abdus Salam.

Dengan dipublikasikannya thesis tersebut maka Abdus Salam menjadi bintang baru di bidang fisika teoretikal. Pendekatan orisinil dan baru yang dilakukannya atas topik penelitian dan aparatus matematikal sempurna yang digunakan ilmuwan muda ini telah menempatkan dirinya sebagai fokus perhatian seluruh komunitas fisika internasional. Untuk itu ia memperoleh berbagai penawaran menggiurkan di Eropa.

Namun dengan adanya semua kesempatan menguntungkan demikian, ia memutuskan kembali ke tanah airnya sendiri. Ia menjadi profesor pengajar Matematika di State College yang merupakan bagian dari Punjab University. Abdus Salam berusaha keras namun tidak berhasil untuk menciptakan kelompok nasional para ahli teoritis di bidang fisika di Pakistan. Segera ia menyadari dengan lingkungan seperti itu, tidak akan ada kesempatan baginya untuk mewujudkan visinya. Ditambah lagi ia memahami bahwa jauh dari sentra-sentra riset Eropa yang terkemuka maka ia tidak akan bisa melanjutkan studinya dalam fisika teoretikal.

Pada tahun 1954, Profesor Abdus Salam kembali ke Cambridge dimana ia mengajar Matematika. Selama 35 tahun berikutnya (1957-1993) ia menjabat sebagai profesor fisika teoretikal di London University. Secara aktif ia meretas jalan ke riset berbagai bidang fisika modern. Studi yang dilakukannya mendapat penghargaan berbagai premium internasional. Kota London dimana ia menghabiskan 40 tahun dari usianya, bagi Profesor Abdus Salam merupakan tempat yang nyaman guna refleksi atau renungan keilmiahan. Ia selalu mengunjungi kota ini setiap bulan bahkan ketika ia memimpin lembaga Centre of Theoretical Physics di Trieste. (Bersambung ke Bag. 2)

Kamera & Lanskap

Pelita Biru Malam. 
Di Raksa Budaya, Kota Serang, Banten. 
Di Raksa Budaya, Kota Serang, Banten (Original). 
Di Teras Budaya, Kota Cilegon, Banten. 
Lontar, Tirtayasa, Serang, Banten. 
 Lukisan Karya Mikki Senkarik.

Abu Dzar Sepeninggal Nabi Saw (Bag. 5)




Oleh Dr. Ali Syari’ati

Abu Dzar dan Ummu Dzar tinggal sendirian. Kemiskinan, lapar dan usia tua telah sangat melemahkan Abu Dzar. Pada suatu hari ia merasa bahwa kekuatannya telah berakhir. Lapar mengganggu dia. Ia berkata kepada Ummu Dzar, “Bangunlah. Barangkali di gurun ini kita akan mendapatkan beberapa lembar daun untuk sedikit menenangkan rasa lapar kita.” Wanita dan pria, sampai sangat jauh dari lingkungan kemah itu, mencari dan tidak mendapatkan apa-apa. Ketika mereka kembali, Abu Dzar telah kehabisan tenaganya. Tanda-tanda kematian menunjukkan diri di hadapan wajahnya.

Ummu Dzar mengerti, dan, dengan cemas, bertanya, “Apa yang sedang terjadi atas diri engkau, Abu Dzar?” “Perpisahan telah dekat! Tinggalkan mayat saya di jalan, dan mintalah pertolongan para musafir untuk membantumu menguburkanku.” “Musim haji telah berlalu, tidak ada musafir.” “Tak mungkin. Berdiri dan pergilah ke atas bukit itu. Ada orang yang mau datang untuk kematianku.” Ummu Dzar, dari puncak bukit itu, melihat tiga orang penunggang yang sedang datang dari jauh. Ia memberi isyarat kepada mereka. Mereka datang mendekat.

“Semoga Allah memberkati engkau. Seorang laki-laki sedang menghadapi kematian. Tolonglah saya menguburkan dia dan terimalah upahnya dari Allah.” “Siapakah dia?” “Abu Dzar.” “Sahabat Nabi?” “Ya” “Semoga ibuku dan ayahku dikuburkan untuk engkau, wahai Abu Dzar!” Mereka berdiri di hadapannya. Ia masih hidup. Ia meminta kepada mereka, “Siapa di antara kamu yang petugas pemerintah, mata-mata, atau tentara, janganlah ia menguburkanku. Apabila aku dan istriku mempunyai secarik kain untuk kafanku, tidak akan ada sesuatu keperluan.”

Hanya seorang pemuda [25] di antara kaum Anshar itu yang tidak berprofesi dalam pemerintahan, yang mengatakan, “Saya mempunyai kain ini, yang ditenun oleh ibu saya.” Abu Dzar berdoa untuknya dan mengatakan, “Kafanilah aku dengan kain itu.” Pikirannya tenang, segala sesuatu segera akan berakhir. Ia menutup matanya dan tidak pernah membukanya lagi.[26] Para musafir itu menguburkannya di bawah pasir gurun Rabadzah yang panas. Si Anshar yang muda usia itu berdiri di samping kuburnya, berbisik di bawah napasnya, “Nabi Allah menyatakan dengan benar, Ia berjalan sendirian, meninggal sendirian dan akan dibangkitkan sendirian!”

“Bilamana?” “Pada kebangkitan di Hari Kiamat.” “Dan, juga, pada kebangkitan di setiap zaman dan di tengah setiap generasi.” “Dan sekarang, sekali lagi, Abu Dzar, yang termasuk di antara semua wajah-wajah yang terkubur di dalam pekuburan sejarah yang tidak bertepian ini, di zaman kita dan di antara kita, akan dibangkitkan sendirian.”

Catatan:
11. Saqifah: suatu balai di Madinah yang dahulunya digunakan oleh dua suku utama, Aus dan Khazraj, untuk menyelesaikan persengketaan-persengketaan mereka di jaman Jahiliah. Pada zaman Islam, saqifah itu terbengkalai, persengketaan- persengketaan diselesaikan di Masjid Nabi, tidak lagi di saqifah. Pada waktu wafatnya Nabi, suatu kelompok, yang bertindak bertentangan dengan kehendak dan wasiat Nabi, pergi ke saqifah untuk memilih seorang khalifah. Karena Nabi belum lagi dimakamkan dan masih terbaring di masjid, mereka tidak dapat mengadakan pertemuannya di masjid, sementara Ali sedang membuat persiapan upacara yang terakhir bagi Nabi Allah. Pertemuan di saqifah ini adalah pertanda pertama kembalinya zaman Jahiliah.
12. Inklinasi Islam serta bergesemya dari asal ― yang dimulai di saqifah ― ditekankan dengan pengetahuan para organisator dan orang-orang yang mengambil keuntungan daripadanya. Ibn Khaldun secara hati-hati memberikan pendapatnya bahwa Umar tidak berniat untuk secara mendasar menolak suatu sistem kerajaan; dan Mu’awiyah, dalam jawaban yang diberikannya kepada Muhammad bin Abu Bakar, putra dari khalifah yang pertama itu, memberikan sorotan penerangan pada seluruh peristiwa itu. Yang berikut ini adalah terjemahan dari teks yang asli dari surat Muhammad bin Abu Bakar serta jawaban Mu’awiyah, dikutip dari Murujudz Dzahab, oleh Mas’udi.
Ketika Ali memberhentikan Qays bin Sa’ bin Ubadah dari jabatan sebagai penguasa Mesir, ia mengutus Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya. Ketika sampai di Makkah, Muhammad bin Abu Bakar menulis surat kepada Mu’awiyah, sebagai berikut:
“Dari Muhammad bin Abu Bakar, kepada Mu’awiyah yang telah tersesat. Allah, dengan keagungan-Nya dan kekuasaan- Nya menciptakan manusia menurut Kebijaksanaan-Nya; Kekuasaan-Nya tiada taranya. Ia tidak memerlukan apa-apa dari hamba-hamba-Nya; malah ia menciptakan mereka untuk mengabdi (kepada-Nya), memberi petunjuk kepada mereka, menyesatkannya, memberikan keberuntungan dan kemalangan kepada mereka, dan kemudian, melalui pengetahuan. Ia memilih Muhammad, shalawat Allah dan salam atas beliau dan keluarga beliau, dari antara mereka. Ia memilih beliau dengan pengetahuan-Nya sendiri; Ia memilih beliau untuk risalah-Nya, sebagai pengemban amanat Risalah-Nya. Ia menugaskan beliau sebagai seorang Rasul yang menyampaikan berita gembira dan ancaman ketakutan. Orang pertama yang menerima beliau, yang menaati, beriman, membenarkan, menyerah dan menerima Islam, adalah saudara misannya, Ali bin Abi Thalib, yang membenarkan yang gaib. Ia lebih mencintai Nabi daripada semua orang lainnya. Dengan jiwanya melindungi beliau dari setiap ancaman bahaya. Ia berjuang melawan musuh-musuh beliau. Ia bersahabat dengan sahabat- sahabat beliau. Siang dan malam, dalam saat-saat ketakutan dan kelaparan, ia menawarkan hidupnya sampai pada titik bahwa keutamaan haknya menjadi jelas. Tidak ada orang yang setara dengan dia di antara para pengikut itu.
“Saya melihat engkau sebagai orang yang mencoba hendak mengatasinya (Ali), tetapi engkau adalah engkau dan ia adalah orang yang mukhlis, anak-anaknya lebih baik dari semua orang lainnya; istrinya pun lebih baik dari semua orang lainnya; saudara sepupu Muhammad lebih baik dari semua orang lainnya; saudaranya (Ja’far) mengorbankan nyawanya pada perang Mu’tah, dan pamannya (Hamzah) adalah orang yang, pada perang Uhud, menjadi penghulu syuhada’. A yahnya adalah penyokong Nabi Allah, shallalaahu ‘aalaii wa ‘alaa aalihi wa sallam. Tetapi engkau adalah anak yang terkutuk dari yang terkutuk. Engkau dan ayahmu terus menerus menghalang- halangi jalan Nabi. Engkau berusaha untuk memadamkan cahaya Allah. Engkau membentuk kelompok-kelompok untuk tujuan ini. Engkau mengerahkan harta kekayaan, dan engkau menghasut manusia menentang beliau. Ayahmu mati di jalan ini dan anda menggantikan ia dalam pekerjaan ini. Orang-orang yang tertinggal dari antara berbagai partai dan para pemimpin kaum munafiqin, yang melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah dan yang mencari perlindungan padamu, menjadi saksi akan kata-kata ini; dan orang-orang yang memberi kesaksian kepada Ali serta kebajikannya yang terus-menerus, yang jelas, adalah sahabat-sahabatnya dan yang termasuk di antara para Anshar dan Muhajirin yang kebajikan-kebajikannya telah disebutkan Allah, dan Ia telah memuji mereka. Mereka bersama Ali, kelompok demi kelompok, dan mereka mengakuisuara parau menentang penindasan sebagai kebenaran untuk mengikutinya, dan keburukanlah yang menentang dia. Celakalah engkau! Bagaimana maka engkau memandang dirimu setara dengan Ali, sedang ia adalah pewaris dan Nabi Allah Saw, ia adalah ayah dari putra-putrinya dan ia adalah pengikut Islam yang pertama dan lebih dekat dari siapa pun kepada beliau. Nabi menyampaikan kepadanya rahasia- rahasia beliau, dan beliau memberitahukan kepadanya akan pekerjaan beliau, tetapi engkau adalah musuh beliau dan anak dari musuh beliau.
“Tiada peduli apa pun keuntungan yang engkau peroleh dari kefasikanmu di dunia ini dan bahkan apabila Ibn ‘Ash menghanyutkan engkau dalam kesesatanmu, akan nampak bahwa waktumu telah berakhir dan kelicikanmu tidak mempan lagi. Maka akan menjadi jelas bagimu kepunyaan siapa mas a depan yang mulia. Engkau tidak mempunyai harapan akan pertolongan Allah, yang tidak engkau pikirkan, yang kepada- Nya engkau berbuat licik. Ia sedang menunggu untuk menghadang engkau, tetapi kesombonganmu membuat engkau menjauh dari Dia! Salam bagi orang-orang yang mengikuti petunjuk yang benar.”
Sebagai jawaban atas surat Muhammad bin Abu Bakar itu, Mu’awiyah menulis sebagai berikut:
“Dari Mu’awiyah kepada yang mencela ayahnya sendiri, Muhammad bin Abu Bakar: Saya menerima suratmu di mana engkau berbicara tentang keagungan, kebenaran dan kekuasaan Allah dan salam atas beliau dan keluarga beliau dan kata-kata lain; engkau memperlihatkan kelemahanmu dan kerendahan derajat ayahmu, tentang kebajikan-kebajikan anak Abi Thalib, latar belakang sebelumnya, kedekatannya kepada Nabi Allah, salawat Allah atas beliau, dan bahwa pada saat ketakutan dan bahaya, ia melindungi beliau dan menawarkan jiwanya kepada beliau, dan kesalahan yang engkau timpakan terhadap diri saya untuk membuktikan kebajikan orang-orang lain ― bukan kebajikanmu ―dan saya menyembah kepada Allah Yang mengambil kebajikan-kebajikan ini dari engkau dan memberikannya kepada orang-orang lain. Ayahmu dan saya, jelas dan memang semestinya, mengetahui hak dan kebajikan- kebajikan dari anak Abi Thalib. Ketika sampai janji Allah kepada Nabi Saw, dan Ia menunjukkan bukti-Nya, dan ia mengambil beliau ke sisi-Nya, ayahmu dan Umar adalah orang- orang pertama yang merebut hak-haknya (hak-hak Ali) dan membuat kekeliruan, dan dalam hat ini, mereka telah sepakat dan berbicara serupa dan merekameminta dia untuk memberi- kan bai'atnya kepada mereka. Ia mundur dan menolak. Mereka berlaku kasar kepadanya dan mereka mempunyai maksud- maksud buruk kepadanya. Kemudian ia memberikan bai'atnya dan menyerah, tetapi mereka tidak membolehkan dia untuk ikut serta. Mereka tidak mengatakan kepadanya tentang rahasia-rahasia mereka, dan orang yang ketiga dari mereka, Utsman, juga mengikuti jalan dan metode mereka. Engkau dan temanmu berbicara tentang kerusakan-kerusakannya (Utsman) agar orang-orang yang berdosa di propinsi-propinsi mengembangkan maksud-maksud buruk terhadapnya, dan engkau bangkit melawannya. Engkau menunjukkan permusuhanmu kepadanya untuk mencapai keinginan- keinginanmu sendiri. Hai, putra Abu Bakar, berhati-hatilah atas apa yang kau lakukan. Jangan merentangkan dirimu melebihi apa yang engkau urusi. Engkau tidak dapat menemukan seseorang (mengenai dirinya sendiri) yang mempunyai kesabaran yang lebih besar dari gunung, yang tidak pernah menyerah kepada sesuatu peristiwa, yang tiada seorang pun dapat mencapai kedalaman-kedalamannya, tiada seorang pun yang dapat menyamainya. Ayahmu bekerja sama dengan dia dan mengukuhkan kekuasaannya. Apabila apa yang sedang engkau lakukan adalah benar, ayahmu mengambil alih kekuasaannya. Apabila yang sedang engkau lakukan adalah bellar, ayahmu mengambil alih kekuasaan ini dan kami menjadi sekutunya. Apabila ayahmu tidak melakukan hat ini, maka kami tidak akan sampai menentang anak Abi Thalib, dan kami akan sudah menyerah kepadanya. Tetapi kami melihat bahwa ayahmu memperlakukan ilia seperti ini di hadapan kami, dan kami pun mengikutinya; maka cacat apa pun hendak engkau dapatkan, arahkanlah itu terhadap ayahmu sendiri, atau berhentilah dari turut campur. Salam bagi dia yang kembali.
13. Muhajirin: Para sahabat nabi yang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Bentuk tunggalnya ialah muhajir.
14. Anshar (Anshor): Para sahabat nabi yang tinggal di Madinah dan yang membantu beliau berhijrah dari Makkah ke Madinah dan orang-orang penclucluk Madinah yang membantu beliau menegakkan sistem pemerintahan Islam di Madinah.
15. Nama-nama dan sebagian kekayaan beberapa individu dari suatu grup di zaman Utsman, dan melalui perantaraannya, menumpuk kekayaan, diuraikan di bawah ini. Sebagian dari orang-orang ini juga memegang kekuasaan. Sebelum menyebutkan orang-orang ini, perlulah kita perhatikan bahwa mata uang sebelum Islam, dan juga pada zaman Islam, adalah mata uang dirham dan dinar. Mata uang dinar tersebut dari emas, sedang dirham terbuat dari perak. Dinar terbuat dari emas seberat kira-kira 4,55 gram ― dan yang tidak lama kemudian sekitar 4,25 gram (Da’rat al-Mu’arif, dinar). Satu dinar bernilai sepuluh dirham, dan kadang-kadang nilainya naik sampai tiga belas atau lima belas dirham. (Jorji Zaidan, Tarikh Tamaddun Islam, jilid I, hal. 101).
Apabila kita bandingkan nilai mata uang pada masa itu (zaman Utsman) dengan nilainya pada abaci ketiga Hijriah (abad kesepuluh M.), dan apabila kita pertimbangkan surat-surat pembelian Ja’far bin Qudamah, yang menyangkut transaksi dalam tahun 225 H. (847M.), harga setiap enam ton campuran gandum wheat dan barley adalah 30 dinar. Berdasarkan harga ini maka 200 kilogram gandum berharga satu dinar. (Tarikh i Tamaddun Islam, jilid II hal. 246 dan 282). (Catatan: Dengan mempertimbangkan bahwa satu dinar terdiri dari 4,25 hingga 4,55 gram emas, dan harga emas setiap gramnya Rp. 22.300,- maka satu dinar sama nilainya dengan 4,25 sampai 4,55 x Rp 22.300 = Rp 94.775,- sampai Rp. 101.465,- atau rata-rata 1 dinar = Rp 98.120,-; dan satu dirham (dinar perak) bernilai 1/15 sampai 1/10 dari nilai dinar tersebut di atas, yakni minimal Rp. 6.541,- sampai Rp. 10.146,- atau rata-rata 1 dirham = Rp. 8343,-. Perhitungan nilai ini berdasarkan harga emas dan kurs rupiah pada 20 Oktober 1986).
Dengan mempertimbangkan nilai-nilai mata uang ini, maka besarnya kekayaan orang-orang dalam grup Utsman ini dapat dibayangkan. Dalam pada itu, nilai-nilai yang dikutip di atas itu dapat dibandingkan dengan dua kenyataan ini: “Nabi, menjelang sakitnya, mempunyai sedikit uang. Beliau mengirimkan uang itu kepada Ali untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan; menurut hadis-hadis, uang itu berjumlah tujuh atau enam dinar.” (Zarinkub, Bamdan-i-Islam, hal. 51, dikutip dari Al-Sirat al-Halibiyah, jilid III, hal. 390). “Sering terjadi, pada Ali, tidak terdapat apa-apa selain apa yang dipakainya. Di musim dingin ia biasa menggigil kedinginan... dan kadang-kadang ia membawa pedangnya ke pasar dan menjualnya. Disebutkan bahwa ia berkata,
“sekiranya saya mempunyai empat dirham untuk membeli gandum, saya tidak akan terpaksa menjual pedang saya ini.” (Bamdad-i-Islami, hal. 111).
Sekarang, marilah kita lihat kekayaan orang-orang dalam grup Utsman:

a. Marwan bin Hakam, penasihat Utsman dalam setiap urusan. Ketika Armenia ditaklukkan, Utsman mengambil khums dari sana dan memberikan semua khums itu kepada Marwan. Selain itu, Fadak, yang adalah warisan Fathimah s.a., dan yang diambil Abu Bakar daripadanya, diberikan kepada Marwan, dan kemudian Utsman memberikan lagi kepadanya 1.000 dirham. Ketika khums dari Afrika dikirimkan ke Madinah, Marwan membelinya dengan harga 500.000 dinar, tetapi Utsman mengembalikan uang itu kepada Marwan.

b. Hakam bin ‘Ash. Orang ini termasuk di antara orang- orang yang telah diusir oleh Nabi. Utsman memanggilnya kembali ke Madinah. Ketika menemui Utsman, pakaiannya robek-robek. Ketika pergi lagi, ia memakai baju bulu yang mahal; Utsman memberikannya uang 100.000 dirham.

c. Harits bin Hakam. “Utsman memberikan kepadanya pasar di Madinah, yang dahulunya telah diberikan oleh Nabi kepada fakir miskin. Ketika Harits kawin dengan putri Utsman, selain apa yang telah diberikan kepadanya sebelumnya, Utsman memberikan lagi kepadanya 100.000 dirham serta pengurusan zakat dari Qad’ah. Dan sini ia beroleh pendapatan tiga juta dirham. (Jardaq; Ali, jilid V, hal. 145; Khulafah dar Pisygah-i-Idalat, hal. 223 dan Jardaq, jilid IV, hal. 247).

d. Abu Sufyan. Ketika Utsman memberikan 100.000 dirham kepada Marwan, ia juga memberikan kepada Abu Sufyan uang sebanyak 100.000 dirham.

e. Bani Umayyah. Utsman mengambil padang rumput di sekitar Madinah yang telah diberikan Nabi untuk daerah penggembalaan umum kaum Muslimin, dan menjadikannya area penggembalaan untuk peternakan Bani Umayyah. Di samping itu, juga Utsman memberikan sejumlah besar harta yang dikirim dari lrak ke Madinah, dibagi-bagikan di kalangan Bani Umayyah (Jardaq, jilid V; hal. 145, 146).
f . Abdulah bin Khalid bin Asidah Umayyah. Ketika ia meminta bantuan kepada Utsman, Utsman memberikan kepadanya 400.000 dirham, (Khulafah, Muhammad Ali: Zindigani-i-Zindigani-i-‘Ali, hal. 158).

g. Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Ia adalah saudara angkat Utsman, dan menjabat kedudukan gubemur di Mesir. Utsman memberikan kepadanya semua harta rampasan perang di Mesir, penguasaan tanah dari Mesir ke Tigris, tanah kaum Muslimin, ke dalam tangan Abdullah bin Sarh. Abdullah bin Sarh termasuk tokoh pemimpin Jahiliah sebelum memeluk agama Islam, dan sesudah itu pernah kembali murtad.

h. Sa’ad ibn Abi al-‘Ash. Utsman memberikan kepadanya 100.000 dirham. (Khulafah dar Pisygah ‘Idalat, hal. 220).

i. Thalhah. Ia menerima sejumlah 2.000 dinar dan 50.000 dirham yang diberikan Utsman kepadanya dari baitul mal. Ia membangun sebuah istana di Kufah, yang terkenal tiga ratus tahun kemudian ― menurut Mas’udi dalam Murujudz Dzahab ― dengan nama Dar al-Tarhatain. Pendapatan Thalhah dari hasil pertanian di daerah Kinas di Irak adalah 1.000 dinar setiap harinya. Menurut Mas’udi, tercatat bahwa ia menerima lebih banyak lagi dari Shara. Di Madinah ia mempunyai sebuah rumah yang serupa dengan rumah kediaman Utsman, yang dibangunnya dan semen stucco, batu bata dan kayu hitam, (Jardaq, jilid V, hal. 146, Ibn Khaldun, Muqaddimah, jilid I, hal. 404, Khulafah, hal. 226).

j. Zubair. Utsman memberikan kepadanya 6.000 dinar. Dengan uang itu ia membangun rumah yang ia sewakan. Ia mempunyai 15 rumah di Madinah, 2 rumah di Basra, 1 rumah di Mesir. Menurut Mas’udi, dalam masa pemerintahan Utsman, Zubair mempunyai seribu orang budak laki-laki dan seribu orang budak perempuan, dan harta bendanya yang tertinggal setelah matinya, adalah pula 50.000 dinar. Selain itu ia meninggalkan seribu ekor kuda. (Jardaq, jilid V; hal. 147; Ibn Khaldun, jilid I, hal. 403; Khulafah, hal. 229).

k. Abdur-Rahman bin Auf. Ia mempunyai banyak rumah dengan seratus ekor kuda pada setiap kandangnya. Jumlah kudanya seribu ekor, unta seribu ekor dan biri- biri sekitar beberapa puluh ribu ekor. Uang tunainya lebih dari 3.000.000 dinar.

l. Zaid bin Tsabit. Setelah mati, ia meninggalkan demikian banyak balokan emas dan perak, sehingga, menurut Mas’udi, mereka membelahnya dengan kapak. Ia juga mempunyai banyak harta dan kebun. Harta bendanya mencapai 100.000 dinar dan uang tunai sebesar 100.000 dinar ketika ia meninggal (Jardaq, jilid V, hal. 147; Ibn Khaldun, jilid I, hal. 403; Khulafah, hal. 229).

m. Yali bin Manbah. Ketika ia meninggal, ia mempunyai kekayaan senilai 50.000 dinar dan sejumlah besar uang tunai yang berasal dari orang-orang fakir miskin. Ia juga meninggalkan banyak kebun. (Ibn Khaldun, jilid I, hal. 404; Jardaq, jilid B, hal. 147).
n. Sa’ad ibn Abi Waqqas. Ia membangun sebuah rumah di ‘Aqiq, yang berloteng tinggi, dan ia memberikan ruangan khusus di sekelilingnya dan membangun sebuah kubah yang indah di depannya. (Ibn Khaldun, jilid I, hal. 404).

16. Kafir: bentuk tunggal dari kufaar. Orang yang mempraktekkan kepercayaan-kepercayaannya syirk (syirik, politeisme) dalam bentuknya yang menutupi atau menyangkal kebenaran agama (kufur).
17. Imamah: “Imamah merupakan suatu tugas yang sangat penting dalam hal memimpin, membimbing, menjaga dan mendorong masyarakat dan perorangan dari ‘apa yang ada’ ke ‘yang semestinya ada’, dengan kurban apa pun, tetapi bukan menurut keinginan-keinginan dari Imam itu sendiri, melainkan didasarkan pada suatu akidah yang permanen yang dipatuhi juga oleh Imam itu sendiri melebih setiap orang lainnya, dan yang untuk itu Imam bertanggung jawab. Di sinilah letak perbedaan antara imamah dan sistem diktator, dan kontradiksi serta perlawanan yang timbul antara kepemimpinan seorang cendekiawan revolusioner serta kepemimpinan seorang individu yang despotik...” (dan: Kumpulan Karya Ali Syari’ati, jilid XXVI: Ali!, hal. 521).

18. Tatslits: trinitas, tritunggal (despotisme, emas, penipuan): “Definisi ilmiah zaman sekarang tentang tatslits ialah ketuhanan ganda tiga. Tatslits berarti tiga tiran despotik yang sombong. Segi tiga bencana di mana semua nabi, para pencari keadilan dan para syahid kemanusiaan dikuburkan, sesuatu jimat bencana yang, seperti perbudakan, telah menimpa tengkuk umat manusia, telah membelenggu para pelayan tuhan dunia serta dewa-dewa masyarakat. Jimat bencana bersisi tiga itu: tiga serikat dalam satu usaha; yang pertama (depotisme) merantai kepala manusia; yang kedua (emas) mengosongkan kantong mereka; dan yang ketiga (penipuan) ― satu anggota serikat, bersama yang dua lainnya ― dalam wajah seorang agamawan dan dengan kata-kata surgawi, berbisik ke telinga-telinga mereka: sabarlah, saudaraku seiman; tinggalkanlah dunia ini kepada manusia-manusia duniawi; jadikanlah laparmu sebagai modal bagi pengampunan dosa-dosa Anda... inilah ketiga konspirator, tiga sekutu dalam kejahatan. Ka’in dalam tiga samaran ―tiga dewa yang terus menerus ― dari tritunggal itu. Baik dalam baju kufur atau dalam jubah Islam, dalam pakaian syirk atau pakaian tauhid, mereka menguasai watak dan nasib manusia ― di mana pun dan di zaman apa pun ― atas nama agama, sepanjang masa, di seluruh rentangan bumi; ketiga tiran yang sombong, despotik, adalah tiga wajah dari Kain. Ketiga thagut ini adalah tiga berhala yang berdiri sendiri- sendiri. Masing-masing mempunyai nama, gelar, dan basis operasi sendiri, tetapi ketiga-tiganya adalah pelaku kejahatan yang sama; ketiganya berada dalam satu garis, ketiganya berdiri di hadapan jalan pribadi yang bertanggung jawab dan orang yang dalam jalan itu.
“Lebih penting dari segala-galanya, ketiga-tiganya, sementara pada saat yang sama mereka merupakan tiga wujud yang berdiri sendiri-sendiri, ketiganya adalah manifestasi dari satu wujud: Iblis. Hanya ada satu wujud, dan, pada saat yang sama, ada tiga: tiga wujud dan sementara itu adalah juga satu! Alangkah ganjilnya. Inilah definisi ilmiah zaman sekarang tentang tritunggal- tiga dewa! Di kalangan Judaisme zaman sekarang: tiga klan; di kalangan lain: Bapak, Anak, dan Roh Kudus; di Yunani, tiga wajah dalam satu kepala. Dalam Hinduisme, Manu dalam tiga hakikat: kepala, tangan dan dana; dan di Persia kuno: Ahura Mazda dalam tiga api di Gashsh, Istakh dan Barzinemerh.
Maksud saya : tritunggal yang subyektif adalah reaksi terhadap tritunggal obyektif. (Umpamanya, dalam satu agama masa kini). Tuhan itu Satu, satu Hakikat, satu Prinsip, satu Kekuasaan, satu Pusat, namun dalam tiga wajah yang berbeda- hecla, yang sama dengan tritunggal kelas: kelas penguasa adalah satu, satu Kekuasaan, satu Pusat, namun dalam tiga wajah yang berbeda-beda, yang sama dengan tritunggal kelas: Kelas penguasa adalah satu, satu hakikat, satu prinsip, satu kekuasaan, satu pusat, tetapi dalam tiga wajah: emas, despotisme, penipuan.
Kelas penguasa, sepanjang sejarah, berubah dari satu kekuasaan yang tunggal, yang merupakan satu-satunya ‘pemilik’ dan ‘majikan’, pemegang uang dan kekuasaan, sebagai suatu akibat dari transformasi manusia dan pengetahuan, perkembangan ekspresi, tipuan, munafik, kelicikan, teknik, agama, dan obat penawar, menjadi berdimensi tiga; kekuatan yang berkuasa yang merupakan sang tuan dan memegang pecut di tangannya, dan tiada lagi selain pecut, mengembangkan dan mengambil alih rakyat dalam tiga cara. Wajah yang satu menjadi manifestasi dari kekuasaan ekonomij yang satu lainnya dalam bentuk manifestasi kekuasaan politik, dan yang ketiga, dalam bentuk manifestasi kekuasan dalam keagamaan.
Sebelum ini, orang yang menggunakan cambuk ini, juga berkewajiban untuk merampok, mendisiplinkan dan mendidik orang-orang liar, yang teragitasi dan tidak beradab; dan tiga tindakan dilakukan pada saat yang sama. Kemudian, berangsur-angsur dengan perkembangan segala hal, kelas yang disatukan ini muncul sebagai suatu kekuatan kelas yang bermuka tiga, dan kemudian, dewa syirik yang berada di puncaknya dimanifestasikan dalam bentuk tritunggal dan menjadi bermuka tiga untuk membenarkan sistem dua kelas, mustadh’afin (kaum yang dilemahkan dan tertindas) dan mustakbarin (kaum yang sombong dan menindas). (Kumpulan Karya, jilid VI: Analisa tentang Ibadah Haji, hal. 173, 202, 205-208 dan Jilid IV: Kembali kepada Diri Sendiri, hal. 381).
19. Adil (keadilan); salah satu prinsip agama dalam Syi’ah.
20. Al-Qur’an, surah at-Taubah ayat 34-35,
21. Al-Qur’an, surah at-Taghaabun ayat 17.
22. Al-Qur’an, surah Ali ‘Imran ayat 96.
23. Al-Qur’an, surah at-Taubah ayat 34 (lihat catatan no. 9).
24. Menurut ‘jihad ofensif’ untuk menaklukkan negara-negara lain dalam rangka membawanya kepada Islam, dilarang, dalam keadaan tidak hadirnya Imam suci; tetapi ‘jihad defensif’ wajib saat ada atau tidak adanya Imam suci, atau bahkan ada atau pelanjut Imam suci itu.
25. Si pemuda Anshar itu, menurut sebagian riwayat, adalah Malik al-Asytar.
26. Abu Dzar meninggal pada tahun 32 atau 31 H. (652-653 M.) dengan meninggalkan banyak hadis dan riwayat. Tiga tahun sepeninggalnya, rakyat Madinah bangkit, dan Utsman terbunuh oleh mereka, dihadapan anak-anaknya. Setelah terbunuhnya Utsman, hal-hal yang berikut ini dikatakan tentang harta kekayaan yang ditinggalkannya: 150.000 dinar emas, 1.000.000 dirham perak dalam tangan bendahara pribadinya. Harga dari harta miliknya di Hunain Cantara Makkah dan Tha’if) dan Wadi al-Qurah (dekat Madinah) serta tanah-tanah lainnya adalah senilai 200.000 dinar. Selain itu, ia meninggalkan 1.000 ekor unta dan ban yak kuda. Permata-permata dan perhiasan, digunakan sebagai kalung di leher putrinya. Ketika rakyat menyatakan keberatannya atas hal ini, Utsman berang. Dari atas mimbar ia mengatakan: “Kami mengambil apa yang kami perlukan dari Baitul Mal, sekalipun sebagian orang tidak menyenanginya. Semoga hidungnya digosokkan di tanah.” Utsman telah membangun sebuah rumah besar di Madinah yang pintu-pintunya terbuat dari kayu hitam. (Ibn Khaldun, jilid I, hal. 403; Jardaq, jilid V; hal. 148, 162, 163; Khulafah, hal. 230).

Sumber: Dr. Ali Syari’ati, Abu Dzar, Muthahhari Paperbacks, April 2001/Muharram 1422