Debat Panas Mahmoud Ahmadinejad di Columbia University (Bagian Terakhir)


MODERATOR: John Coatsworth (Dekan Fakultas International and Public Affairs Columbia University). PENGANTAR: Lee Bollinger (Presiden Columbia University, New York City). WAKTU: 24 September 2007.

MR. COATSWORTH: Mr. Presiden, pernyataan-pernyataan Anda di sini hari ini dan di masa lalu telah memicu munculnya banyak pertanyaan yang saya akan sampaikan kepada Anda atas nama para mahasiswa dan fakultas yang sudah menyerahkan semua itu kepada saya. Izinkan saya mulai dengan pertanyaan…..

PRESIDEN AHMADINEJAD: Satu persatu, satu persatu.

COATSWORTH: Satu persatu, ya. (Tepuk tangan). Pertanyaan pertama adalah: Apakah Anda atau pemerintah Anda tengah mengupayakan penghancuran negara Israel sebagai sebuah negara Yahudi?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Kami mencintai semua bangsa. Kami bersahabat dengan orang-orang Yahudi. Terdapat banyak Yahudi di Iran yang hidup damai dengan aman. Anda harus memahami bahwa dalam konstitusi kami, dalam hukum kami, dalam pemilihan-pemilihan parlemen, bagi setiap 150,000 orang, kami mendapatkan satu wakil di parlemen. Bagi masyarakat Yahudi, seperlima dari jumlah itu saja, mereka sudah mendapatkan satu wakil mandiri di parlemen. Maka proposal kami kepada penderitaan bangsa Palestina adalah sebuah proposal yang demokratis dan berperikemanusiaan.

Apa yang kami katakan adalah bahwa untuk memecahkan persoalan 60 tahun ini, kita harus membiarkan orang-orang Palestina untuk memutuskan masa depan mereka sendiri. Ini sesuai dengan semangat Piagam PBB dan prinsip-prinsip pokok yang diabadikan di dalamnya. Kita harus membiarkan orang Yahudi-Palestina, Muslim-Palestina, dan Kristen-Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri melalui sebuah referendum yang bebas. Apa pun yang mereka pilih sebagai sebuah bangsa, maka semua orang harus menerima dan menghormatinya. Tidak boleh ada orang yang ikut campur dalam urusan-urusan bangsa Palestina. Jangan sampai ada orang yang menabur benih perselisihan. Tidak boleh ada siapa pun yang membelanjakan milyaran dollar untuk memperlengkapi dan mempersenjatai satu kelompok di sana.

Kami katakan biarkan bangsa Palestina untuk memutuskan masa depan mereka sendiri, untuk memiliki hak menentukan nasib sendiri. Ini adalah apa yang kami katakan sebagai bangsa Iran. (Tepuk tangan.)

MR. COATSWORTH: Mr. Presiden, menurut saya, banyak pendengar kita yang ingin mendengar sebuah jawaban yang lebih jelas kepada pertanyaan itu (disela oleh sorak-sorak, tepuk tangan). Pertanyaannya ialah: apakah Anda atau pemerintah Anda mengupayakan penghancuran negara Israel sebagai sebuah negara Yahudi? Dan saya pikir Anda bisa menjawab pertanyaan itu dengan satu kata sederhana, ya atau tidak. (Bersorak, tepuk tangan.)

PRESIDEN AHMADINEJAD: Maka Anda menghendaki jawaban dengan cara yang Anda ingin dengar. Well, ini bukan kebebasan arus informasi yang sesungguhnya. Saya hanya mengatakan kepada Anda di mana posisi saya dan apa pendapat saya. (Tepuk tangan). Saya bertanya kepada Anda, apakah isu Palestina merupakan isu internasional yang penting ataukah tidak? Tolong katakan, ya atau tidak. (Tertawa, tepuk tangan). Ada penderitaan sebuah bangsa.

MR. COATSWORTH: Jawaban atas pertanyaan Anda adalah ya (Tertawa).

PRESIDEN AHMADINEJAD: Baik, terima kasih atas kerja sama Anda. Kita mengakui ada masalah di sana yang terus berlangsung selama 60 tahun. Setiap orang menyampaikan solusi masing-masing, dan solusi kami adalah referendum yang bebas. Biarkan referendum ini terjadi, dan lalu Anda akan melihat apa hasilnya. Biarkan orang-orang Palestina dengan bebas memilih apa yang mereka inginkan untuk masa depan mereka. Dan, lalu apa yang Anda kehendaki di dalam pikiran Anda untuk terjadi, itu akan terjadi dan akan terealisasi. (Tepuk tangan).

MR. COATSWORTH: Yang diajukan Presiden Bollinger sebelumnya dan yang datang dari sejumlah mahasiswa, adalah mengapa pemerintah Anda menyediakan bantuan bagi teroris-teroris? Apakah Anda akan berhenti melakukan hal itu dan mengizinkan pemantauan internasional untuk menjamin bahwa Anda sudah menghentikannya?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Baik, saya akan ajukan satu pertanyaan di sini kepada Anda. Jika seseorang datang dan meletuskan bom di sekitar Anda, mengancam presiden Anda, para anggota pemerintahan Anda, membunuh para anggota senat atau kongres, bagaimana Anda akan memperlakukan mereka? Akankah Anda akan memberi mereka penghargaan atau Anda akan menyebut mereka kelompok teroris? Baiklah, itu jelas. Anda akan menyebut mereka teroris.

Sahabat saya yang terhormat, bangsa Iran adalah korban terorisme. 26 tahun yang lalu, di tempat saya bekerja, dekat dengan tempat saya bekerja, dalam sebuah operasi teroris, presiden dan Perdana Menteri yang dipilih bangsa Iran kehilangan hidup mereka dalam suatu ledakan bom.

Satu bulan kemudian, dalam operasi teroris yang lain, 72 anggota parlemen kami dan pejabat-pejabat tinggi kami, termasuk empat menteri dan delapan wakil menteri, tubuh-tubuh mereka hancurkan berkeping-keping sebagai hasil serangan teroris. Dalam enam bulan, lebih daripada 4,000 orang Iran tewas, dibunuh kelompok teroris, yang semua ini dilakukan oleh tangan satu kelompok teroris tunggal. Sangat disesalkan, kelompok teroris yang sama itu sekarang, hari ini, di dalam negeri Anda, sedang melakukan operasi-operasi dengan dukungan pemerintah Amerika Serikat, bekerja dengan bebasnya, mendistribusikan deklarasi-deklarasi dengan bebasnya. Dan kamp-kamp mereka di Irak didukung oleh pemerintah Amerika Serikat. Mereka dijamin aman oleh pemerintah Amerika Serikat.

Bangsa kami sudah dirugikan oleh aktivitas teroris. Kami adalah bangsa pertama yang menolak terorisme dan yang pertama menegakkan kebutuhan untuk melawan terorisme. (Tepuk tangan). Kita perlu menangani penyebab utama terorisme dan membasmi penyebab-penyebab utama itu.

Kami hidup di Timur Tengah. Bagi kami, adalah sungguh jelas kekuatan-kekuatan mana saja yang melahirkan teroris-teroris, mendukung mereka, dan mendanai mereka. Kami mengetahui hal itu. Bangsa kami, bangsa Iran, sepanjang sejarah, selalu membuka diri untuk persahabatan dengan negara-negara lain. Kami adalah bangsa yang berbudaya. Kita tidak perlu memohon pertolongan terorisme.

Kami sendiri adalah korban-korban terorisme, dan patut disesalkan bahwa orang-orang yang berkoar sedang melawan terorisme, alih-alih mendukung rakyat dan bangsa Iran, alih-alih memerangi teroris-teroris yang sedang menyerang mereka, mereka malah mendukung teroris-teroris dan kemudian menudingkan telunjuk kepada kami. Ini adalah hal paling disesalkan.

MR. COATSWORTH: Serangkaian pertanyaan lebih lanjut akan menantang pandangan Anda mengenai Holocaust. Karena bukti bahwa peristiwa ini terjadi di Eropa pada 1940-an sebagai hasil dari tindakan-tindakan pemerintah Nazi Jerman, karena bahwa—fakta-fakta itu dengan baik didokumentasikan, mengapa Anda meminta riset tambahan? Sepertinya tidak ada tujuan dalam melakukan hal itu, selain dari mempertanyakan apakah Holocaust benar-benar terjadi sebagai satu fakta historis. Dapatkah Anda menjelaskan mengapa Anda percaya lebih banyak riset diperlukan dalam kaitan dengan fakta-fakta yang tak dapat dipertentangkan?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Terima kasih banyak untuk pertanyaan Anda. Saya adalah seorang akademisi, dan Anda juga. Dapatkah Anda berpendapat bahwa meneliti suatu fenomena selesai untuk selamanya? Dapatkah kita menutup buku mengenai suatu peristiwa historis? Terdapat perspektif-perspektif yang berbeda yang muncul setelah setiap riset selesai. Mengapa kita menghentikan riset sama sekali? Mengapa kita harus menghentikan kemajuan ilmu dan pengetahuan? Anda seharusnya tidak bertanya kepada saya mengapa saya bertanya. Anda harusnya bertanya kepada diri Anda sendiri mengapa Anda berpikir bahwa peristiwa itu tidak perlu dipertanyakan lagi.

Mengapa Anda ingin menghentikan kemajuan ilmu dan riset? Apakah Anda pernah menemukan apa yang disebut absolut di dalam fisika? Kita mempunyai prinsip-prinsip di dalam matematika yang dinyatakan bersifat absolut selama lebih daripada 800 tahun, tetapi ilmu pengetahuan yang baru telah membebaskan absolutisme itu ke arah logika-logika yang berbeda dalam melihat matematika, dan hal semacam itu telah mengubah cara kita memandangnya sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara keseluruhan setelah 800 tahun. Jadi, kita harus membiarkan peneliti-peneliti, para ilmuwan, untuk menyelidiki segalanya, setiap fenomena—Tuhan, alam semesta, manusia, sejarah, dan peradaban. Mengapa kita harus menghentikan itu?

Saya tidak sedang mengatakan bahwa peristiwa itu tidak terjadi sama sekali. Ini bukan penilaian yang saya sampaikan di sini. Saya katakan pada pertanyaan saya yang kedua, jika memang ini terjadi, lalu apa hubungannya dengan bangsa Palestina? Ini pertanyaan yang serius. Terdapat dua dimensi. Dalam pertanyaan pertama, saya…

COATSWORTH: Izinkan saya memperdalam ini sedikit lebih jauh. Sulit untuk memulai suatu diskusi ilmiah jika tidak ada setidaknya beberapa dasar—beberapa dasar empiris, beberapa kesepakatan mengenai apa yang menjadi fakta-fakta. Jadi, menuntut riset terhadap fakta-fakta yang berkedudukan sangat kuat, menunjukkan tantangan terhadap fakta-fakta itu sendiri dan suatu pengingkaran bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi pada tahun-tahun tersebut di Eropa. (Tepuk tangan).

Izinkan saya melanjutkan ke…

PRESIDEN AHMADINEJAD: Izinkan saya. Bagaimanapun, Anda bebas menafsirkan apa yang Anda inginkan dari apa yang saya katakan. Tetapi apa yang saya katakan telah saya katakan dengan kejelasan.

Pada pertanyaan pertama, saya berupaya untuk membela hak-hak para ilmuwan Eropa. Dalam wilayah sains dan riset, tidak ada sesuatu yang diketahui sebagai absolut. Tidak ada sesuatu yang secara memadai dilakukan, bahkan dalam fisika sekalipun. Ada lebih banyak riset dalam fisika ketimbang yang dilakukan terhadap Holocaust, tetapi kita masih terus melakukan riset terhadap fisika. Tidak ada yang salah dalam melakukan hal itu. Inilah yang manusia kehendaki. Mereka ingin mendekati suatu topik dari sudut-sudut pandang yang berbeda. Para ilmuwan ingin melakukan itu. Khususnya, sebuah isu yang telah menjadi dasar dari begitu banyak perkembangan politik yang terjadi di Timur Tengah selama 60 tahun.

Mengapa kita harus menghentikannya sama sekali? Anda harus memiliki alasan yang dapat dibenarkan untuk melakukan hal itu. Fakta yang telah diteliti pada masa lalu tidak cukup menjadi justifikasi di dalam pikiran saya.

MR. COATSWORTH: Mr. Presiden, mahasiswa lain bertanya, wanita-wanita Iran kini tercerabut dari hak-hak dasar manusia, dan pemerintah Anda memaksakan hukuman-hukuman yang kejam, termasuk eksekusi terhadap warga Iran yang homoseks. Mengapa Anda melakukan berbagai hal itu?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Yang ada di Iran adalah kebebasan yang genuine. Rakyat Iran bebas. Wanita di Iran menikmati level paling tinggi dari kebebasan. Kami mempunyai dua deputi—dua wakil presiden yang adalah wanita pada level paling tinggi, demikian pula di parlemen, pemerintahan, dan universitas kami. Mereka hadir di bidang-bidang bio-teknologi dan teknologi. Ada ratusan ilmuwan wanita yang juga aktif di dunia politik.

Tidaklah benar jika beberapa pemerintahan, ketika mereka tidak setuju dengan pemerintah yang lain, mencoba menyebarkan kebohongan yang menyimpangkan kebenaran seutuhnya. Bangsa kami bebas. Ia memiliki level tertinggi dari keikutsertaan di dalam pemilihan-pemilihan . Di Iran, 80 hingga 90 persen rakyat memberikan suara mereka selama pemilihan, separuhnya—lebih dari separuhnya adalah wanita. Maka, bagaimana mungkin kita katakan bahwa wanita tidak bebas? Adakah ini kebenaran yang seutuhnya?

Dan, perihal eksekusi-eksekusi itu, saya ingin mengajukan dua pertanyaan. Jika seseorang datang dan membangun sebuah jaringan untuk perdagangan gelap obat-obatan yang menimbulkan dampak di Iran, Turki, Eropa, Amerika Serikat dengan memperkenalkan narkoba ini, akankah Anda memberi mereka penghargaan? Orang-orang yang menjalani hidup dengan menyebabkan kerusakan terhadap hidup ratusan juta anak muda di seluruh dunia, termasuk di Iran, dapatkah kita bersimpati kepada mereka? Tidakkah kalian juga mempunyai hukuman mati di Amerika Serikat? (Tepuk tangan).

Di Iran juga ada hukuman mati bagi para pedagang gelap obat-obatan terlarang, bagi orang-orang yang melanggar hak-hak orang-orang yang lain.

Jika seseorang mengambil senapan, memasuki sebuah rumah, dan membunuh sekelompok orang di sana, lalu mencoba untuk meminta tebusan, bagaimana Anda menghadapi mereka di Amerika Serikat? Akankah Anda memberi mereka penghargaan? Dapatkah seorang dokter membiarkan mikroba-mikroba menyebar di seluruh negeri? Kita mempunyai hukum. Orang-orang yang melanggar hak-hak publik dengan menggunakan senjata, membunuh, menciptakan kegelisahan, menjual narkoba, mendistribusikan narkoba pada level yang tinggi dihukum eksekusi di Iran, dan sebagian eksekusi ini—sangat sedikit—dilakukan di hadapan publik. Ini hukum yang berdasarkan atas prinsip-prinsip demokratis. Kalian menggunakan suntikan dan mikroba untuk mengeksekusi orang-orang seperti ini, dan mereka dieksekusi atau digantung, tetapi hasil akhirnya tetap membunuh.

MR. COATSWORTH: Mr. Presiden, pertanyaannya bukan tentang kriminal dan penyelundup narkoba tetapi tentang pilihan seksual dan wanita (Tepuk tangan).

PRESIDEN AHMADINEJAD: Di Iran, kami tidak mempunyai homoseks seperti di negeri Anda (Tertawa). Kami tidak memiliki itu di negeri kami Ccemooh). Di Iran, kami tidak mempunyai fenomena itu. Saya tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu kepada Anda bahwa kami mempunyainya (Tertawa).

Dan perihal wanita, mungkin Anda berpikir bahwa menjadi seorang wanita itu adalah suatu kejahatan. Bukanlah suatu kejahatan untuk menjadi wanita. Wanita adalah makhluk terbaik yang diciptakan Tuhan. Mereka merepresentasikan kebaikan dan kecantikan yang Tuhan tanamkan pada mereka. Wanita-wanita dihormati di Iran. Di Iran, setiap keluarga yang mempunyai seorang anak perempuan akan 10 kali lebih bahagia dibandingkan mempunyai seorang anak laki-laki. Wanita dihormati lebih daripada pria. Mereka dikecualikan dari banyak tanggung-jawab. Banyak tanggung-jawab hukum yang diletakkan di pundak pria di dalam masyarakat kami karena rasa hormat yang secara kultural diberikan kepada wanita, kepada para ibu masa depan. Di dalam kultur Iran, pria, anak laki-laki, dan anak harus terus mencium tangan ibu mereka sebagai simbol rasa hormat, suatu rasa hormat bagi wanita, dan kami bangga dengan kultur ini.

MR. COATSWORTH: Pertama, apa yang Anda harapkan dengan berbicara di Columbia hari ini? Kedua, apa yang akan Anda katakan jika anda diizinkan untuk mengunjungi lokasi tragedi 11 September?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Inilah saya tamu kalian. Saya diundang oleh Columbia, sebuah undangan resmi yang diberikan kepada saya untuk datang ke sini, tetapi saya memang ingin mengatakan sesuatu di sini.

Di Iran, ketika Anda mengundang seorang tamu, maka Anda menghormati mereka. Ini adalah tradisi kami yang dituntut oleh kultur kami, dan saya tahu bahwa orang-orang Amerika juga mempunyai kultur itu.

Tahun lalu, saya ingin mengunjungi lokasi tragedi 11 September untuk menunjukkan rasa hormat saya kepada korban-korban dari tragedi ini, menunjukkan simpati saya kepada keluarga-keluarga mereka, tetapi rencana-rencana kami molor dari jadwal. Kami terlibat dalam negosiasi-negosiasi dan pertemuan-pertemuan hingga tengah malam, dan mereka berkata akan sangat sulit mengunjungi lokasi itu pada jam-jam tengah malam. Maka saya mengatakan kepada teman-teman saya bahwa kami harus merencanakan hal ini pada tahun berikutnya, sehingga saya dapat pergi dan mengunjungi lokasi itu untuk menunjukkan penghormatan saya. Sayangnya, beberapa kelompok orang mempunyai reaksi-reaksi yang sangat kuat, reaksi-reaksi yang sangat buruk. Sungguh buruk bagi seseorang untuk mencegah seseorang yang ingin menunjukkan simpati kepada keluarga dari korban-korban 11 September—peristiwa yang tragis.

Ini adalah rasa hormat dari sisi saya. Beberapa orang mengatakan ini adalah penghinaan. Apa yang Anda katakan? Inilah cara saya untuk menunjukkan rasa hormat. Mengapa Anda berpikir demikian? Dengan berpikir seperti itu, bagaimana mungkin Anda bisa mengatur urusan-urusan dunia? Tidakkah Anda berpikir bahwa banyak permasalahan di dunia ini datang dari cara Anda memandang isu-isu, dari cara berpikir macam ini, dari pendekatan pesimistis semacam ini terhadap banyak orang, dan dari level tertentu egoisme. Semua itu harus dikesampingkan sehingga kita dapat menunjukkan rasa hormat kepada setiap orang, membiarkan sebuah lingkungan persahabatan untuk tumbuh, membiarkan semua bangsa untuk berbicara satu sama lain, dan bergerak ke arah perdamaian?

Saya ingin berbicara dengan pers. Ada 11 September—peristiwa tragis 11 September adalah peristiwa yang sangat besar. Ia menjadi sebab dari banyak kejadian lainnya setelah itu. Setelah 9/11, Afghanistan diduduki lalu Irak diduduki, dan selama enam tahun di wilayah kami, terjadi kegelisahan, teror, dan ketakutan. Jika penyebab utama 9/11 diuji dengan baik—mengapa itu terjadi, apa yang menyebabkannya, apa kondisi-kondisi yang mengarah kepadanya, siapa yang sungguh-sungguh terlibat—dan menyatukan itu semua secara bersama-sama untuk memahami bagaimana caranya mencegah krisis di Irak, memperbaiki masalah di Afghanistan dan Irak secara bersama-sama.

MR. COATSWORTH: Sejumlah pertanyaan sudah ditanyakan mengenai program nuklir Anda. Mengapa pemerintah Anda ingin memperoleh uranium yang diperkaya, yang juga bisa digunakan untuk senjata nuklir? Apakah Anda akan berhenti melakukan hal ini?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Program nuklir kami, terutama sekali, beroperasi dalam kerangka hukum, dan kedua, di bawah pemeriksaan-pemeriksaan IAEA, dan yang ketiga, sepenuhnya bersifat damai. Teknologi yang kita miliki adalah untuk pengayaan di bawah level 5 persen, dan setiap level di bawah 5 persen semata-mata adalah untuk menyediakan bahan bakar kepada pembangkit tenaga listrik. Laporan-laporan IAEA berulangkali secara tegas mengatakan bahwa tidak ada indikasi Iran sudah menyimpang dari program nuklir damai. Kami semua sadar bahwa isu nuklir Iran adalah isu politis. Ini bukan isu hukum.

IAEA sudah membuktikan bahwa aktivitas kami adalah untuk tujuan-tujuan damai. Tetapi ada dua atau tiga kekuatan yang berpikir bahwa mereka mempunyai hak untuk memonopoli semua sains dan pengetahuan. Dan mereka menginginkan bangsa Iran untuk meminta kepada pihak lain dalam mendapatkan bahan bakar, mendapatkan sains, dan mendapatkan pengetahuan. Lalu mereka tentu saja akan menahan diri dari memberikan semua itu kepada kami.

Jadi kami sungguh jelas mengenai apa yang kami butuhkan. Jika Anda sudah berhasil menciptakan generasi kelima bom atom dan malahan sedang mengujinya, maka mengapakah Anda mempersoalkan tujuan-tujuan damai dari orang-orang yang menghendaki energi nuklir? (Tepuk tangan). Kami tidak percaya akan senjata nuklir. Ia menentang seluruh prinsip umat manusia. Izinkan saya mengatakan kepada Anda sebuah lelucon di sini. Saya berpikir bahwa politikus-politikus yang memburu bom atom atau sedang mengujinya, secara politis mereka terkebelakang, kuno (Tepuk tangan).

MR. COATSWORTH: Saya tahu waktu Anda singkat dan Anda perlu untuk melanjutkan. Apakah Iran siap membuka diskusi-diskusi yang luas dengan pemerintah Amerika Serikat? Apa yang Iran harapkan dari diskusi-diskusi seperti itu? Bagaimana Anda melihat, di masa datang, resolusi pokok dari konflik antara pemerintah Amerika Serikat dengan pemerintah Iran?

PRESIDEN AHMADINEJAD: Dari awal, kami menyatakan siap untuk bernegosiasi dengan semua negara. Sejak 28 tahun lalu, ketika revolusi kami berhasil dan kami mapan—kami mengambil kebebasan dan demokrasi yang dibatasi oleh suatu pemerintahan diktator yang pro-Barat, kami mengumumkan kesiapan kami. Selain dua negara, kami siap mempunyai hubungan bersahabat dengan semua negara di dunia. Salah satu dari dua negara itu adalah rezim apartheid Afrika Selatan, yang sudah lenyap, dan yang kedua adalah rezim Zionis. Untuk semua orang selain itu di seluruh dunia ini, kami menyatakan bahwa kami ingin mempunyai ikatan persahabatan.

Bangsa Iran adalah bangsa yang berbudaya. Ia merupakan karakter yang beradab. Ia menginginkan pembicaraan dan negosiasi baru. Kami percaya bahwa dalam negosiasi dan pembicaraan, segalanya dapat dipecahkan dengan sangat mudah. Kami tidak membutuhkan ancaman, kita tidak perlu mengarahkan bom atau meriam, kita tidak perlu memasuki konflik jika kita bicara. Kita mempunyai logika yang jelas tentang itu.

Kami mempertanyakan cara dunia ditata pada hari ini. Kami percaya bahwa penataan seperti sekarang tidak akan mengarah kepada perdamaian dan keamanan yang sehat bagi dunia, itulah cara yang dijalankan pada hari ini. Kami mempunyai solusi-solusi berdasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan dan hubungan-hubungan antar negara. Dengan pemerintah AS, juga, kami akan bernegosiasi. Kami tidak mempunyai masalah tentang itu, tentu saja di bawah keadaan yang adil dan dengan rasa saling menghormati.

Anda lihat bahwa dalam rangka membantu keamanan Irak, kami telah melakukan tiga putaran pembicaraan dengan Amerika Serikat. Dan tahun lalu, sebelum datang ke New York, saya menyatakan siap, di Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk terlibat dalam sebuah debat dengan Mr. Bush, presiden Amerika Serikat, mengenai isu-isu internasional yang penting. Itu semua menunjukkan kita ingin berbicara, melakukan debat di hadapan publik dunia, di hadapan semua pendengar, sehingga kebenaran terungkapkan, sehingga kesalahpahaman dan mispersepsi dihilangkan, sehingga kita dapat menemukan alur yang jelas bagi hubungan-hubungan yang bersahabat. Saya berpikir jika pemerintah AS mengenyampingkan sebagian perilaku lamanya, maka ia dapat menjadi seorang teman yang baik bagi Iran, bagi bangsa Iran.

Selama 28 tahun, mereka secara konsisten mengancam kami, menghina kami, mencegah kemajuan ilmiah kami, setiap harinya di bawah satu dalih atau lainnya. Anda semua tahu Saddam, sang diktator itu, didukung pemerintah Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa ketika menyerang Iran. Dan ia melancarkan perang delapan tahun, suatu peperangan yang jahat. Lebih daripada 200,000 orang Iran tewas dan lebih daripada 600,000 lainnya luka-luka karena perang itu. Ia (Saddam) menggunakan senjata-senjata kimia, ribuan rakyat Iran adalah korban-korban senjata-senjata kimia yang ia gunakan terhadap kami. Hari ini, Mr. Nobal Vinh (ph), yang adalah seorang wartawan, wartawan resmi, wartawan internasional, yang dulu meliput laporan PBB selama bertahun-tahun, adalah salah satu korban senjata-senjata kimia yang digunakan Irak terhadap kami.

Dan sejak itu, kami telah terus berada dalam propaganda yang berbeda-beda, seperti embargo-embargo, sanksi-sanksi ekonomi, dan sanksi-sanksi politik. Mengapa? Karena kami menyingkirkan seorang diktator? Karena kami menginginkan kebebasan dan demokrasi yang kami dapatkan untuk diri kami sendiri? Tetapi kami tidak bisa selalu berbicara. Kami berpikir bahwa jika pemerintah AS mengakui hak-hak rakyat Iran, menghormati semua negara, dan mengulurkan tangan persahabatan dengan semua orang Iran, mereka juga akan melihat bahwa Iran akan menjadi salah satu sahabat yang baik.

Apakah Anda izinkan saya untuk berterima kasih kepada para pendengar sebentar?

Baiklah, ada banyak hal yang saya ingin sampaikan, tetapi saya tidak ingin menyita waktu kalian lebih lama lagi. Saya ditanya, akankah saya mengizinkan fakultas dan mahasiswa Columbia di sini datang ke Iran? Dari panggung ini, saya mengundang para anggota fakultas dan mahasiswa Columbia di sini untuk berkunjung ke Iran, untuk berbicara dengan para mahasiswa kami. Kalian secara resmi telah diundang (Tepuk tangan).

Kalian dinantikan untuk berkunjung ke universitas mana pun yang kalian inginkan di Iran. Kami akan menyediakan bagi kalian daftar universitas. Ada lebih daripada 400 universitas di negeri kami, dan Anda dapat memilih mana saja yang Anda ingin kunjungi. Kami akan memberi kalian podium yang sesungguhnya. Kami akan menghormati kalian 100 persen. Kami akan meminta para mahasiswa kami untuk duduk dan mendengarkan kalian, berbicara dengan kalian, mendengar apa yang kalian harus katakan.

Sekarang ini, di universitas-universitas kami, sehari-harinya, ada ratusan pertemuan seperti ini. Mereka mendengar, mereka berbicara, mereka bertanya, dan mereka menyambutnya.

Pada akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Columbia University. Saya mendengar bahwa banyak politikus di Amerika Serikat yang dididik di Columbia University, dan banyak orang di sini yang percaya akan kebebasan berbicara, dalam percakapan-percakapan yang jelas dan terus terang, saya juga berterima kasih kepada para manajer di sini, di Amerika Serikat—di Columbia University, orang-orang yang mengatur pertemuan ini dengan sangat baik hari ini. Saya ingin menyampaikan terima kasih yang dalam kepada para anggota fakultas dan para mahasiswa di sini. Saya memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa untuk menolong kita semua untuk bergandengan tangan dalam membangun perdamaian dan masa depan yang diisi dengan persahabatan, keadilan, dan persaudaraan. Semoga keberuntungan bagi segenap diri Anda sekalian (Tepuk tangan).

MR. BOLLINGER: Saya mohon maaf jika jadwal Presiden Ahmadinejad membuatnya harus meninggalkan acara ini sebelum ia sempat menjawab banyak pertanyaan yang kita tanyakan atau serahkan (Tertawa, tepuk tangan). Tetapi menurut saya, kita semua bisa senang karena penampilannya di sini menunjukkan komitmen Columbia terhadap kebebasan ekspressi dan debat. Saya ingin berterima kasih kepada semua karena telah ikut ambil bagian (Tepuk tangan). Terimakasih.

(Diterjemahkan oleh Irman Abdurrahman)

Banten, Kritik & Kenangan dalam Puisi-Puisi Toto ST Radik


oleh Sulaiman Djaya (Komite Sastra Dewan Kesenian Banten)

Pengantar
Tulisan ini merupakan upaya interpretasi dan pembacaan atas sejumlah puisi Toto ST Radik yang terkumpul dalam buku Kepada Para Pangeran. Penulis memilih judul Romansa Kampung Halaman setelah membaca dengan cermat sejumlah puisi-puisi dalam buku Kepada Para Pangeran tersebut, yang ternyata ‘berkisar’ dan ‘mengambil’ isu dan tema-nya tentang Banten, yang merupakan tanah kelahiran penyairnya.

Dalam upaya melakukan pembacaan dan interpretasi ini, penulis memposisikan diri sebagai seorang ‘penerima’ dan ‘pembaca teks’ yang bebas (yang nantinya melakukan pembacaan berdasarkan khazanah dan wawasan teoritik dan filosofis pembacaan teks yang dimiliki penulis) sendiri.

Bahasan
Sejumlah puisi Toto ST Radik yang terkumpul dalam buku Kepada Para Pangeran tersebut menurut ‘pembacaan’ dan ‘interpretasi’ penulis sangat kental sekali dipinjam (dijadikan media tulisan atau narasi tekstual) sebagai upaya ‘menarasikan’ kenangan penyairnya seputar tanah kelahiran dan kampung halamannya, yang dalam hal ini Banten, sembari berupaya melakukan kritik sosial dan politik ketika penyairnya berusaha melakukan ziarah atau perbandingan ke masa silam dalam upaya mengkontekstualisasikannya dengan ‘ke-sekarang-an’.

Hal itu terlihat ketika sejumlah puisinya, contohnya, bahkan menggunakan judul-judul seperti Kampung, Halaman, dan Kelahiran, yang bahkan hal itu ditunjukkan dengan puisi pertamanya dalam buku Kepada Para Pangeran tersebut, yang berjudul “Kampung Kesayangan”:

apa kabar, didi? dua belas tahun sudah kita tak lagi
bermain di lumpur sawah, saling berbantah, kemudian
mencuri bukubuku di toko dan perpustakaan kota
sambil mengkhayalkan kampung kesayangan yang lebih baik

Puisi yang yang berjudul ‘Kampung Kesayangan’ tersebut merupakan sebuah narasi tekstual yang ‘menjadikan’ dirinya sebagai upaya atau ikhtiar untuk mengisahkan kenangan dan romansa masa silam penyairnya, yang secara retorik diwujudkan dalam bentuk pertanyaan romantik kepada seseorang:

‘apa kabar, didi? dua belas tahun sudah
kita tak lagi bermain di lumpur sawah,
saling berbantah, kemudian mencuri bukubuku
di toko dan perpustakaan kota’,

yang pada saat bersamaan puisi tersebut juga berusaha membandingkan romansa dan kenangan masa silam yang disuarakan dan diujarkannya dengan kenyataan ‘kekinian’ tanah kelahiran si penyair (Banten):

‘sambil mengkhayalkan kampung kesayangan
yang lebih baik’,

yang tak ragu lagi ingin menyuarakan suatu harapan yang berbeda dengan masa silam bagi tanah kelahiran si penyair, yang dalam hal ini Banten, dan persis pada saat itulah, terkandung juga kritik sosial dan politik yang halus dalam puisi tersebut.

Dalam hal ini, puisi yang berjudul ‘Kampung Kesangan’ tersebut adalah contoh narasi puitik yang berhasil mengabungkan dan menyelaraskan suara-suara romantik dan kritik sosial-politik yang halus dan tidak verbal:

didi, aku ingin engkau percaya bahwa setiap kali
memandang sawah, membaca buku, bermimpi tentang kampung
kesayangan yang malang, dan menuliskannya dalam puisi
selalu kurasakan kehadiranmu. dekat sekali

Kita dapat membaca dengan intim dan akrab, sebagaimana dicontohkan oleh larik-larik selanjutnya dari puisi yang berjudul ‘Kampung Kesayangan’ tersebut, kenangan dan romansa si penyair ingin sekali dibagi dengan seseorang, yang dengan demikian, menghendaki dirinya menjadi narasi dialog atau dialog naratif, ketika puisi tersebut ingin berbicara tentang kenangan seputar tanah kelahiran dan mengujarkan kritik-sosial politik secara halus dan ‘tersembunyi’ pada saat bersamaan.

Begitu pun, bila dibaca secara intrinsik, puisi yang berjudul ‘Kampung Kesayangan’ tersebut adalah juga puisi yang berkisah tentang perjumpaan dengan diri si penyair itu sendiri dan sekaligus dengan ‘pengalaman historis’ –jika pengertian ‘historis’ di sini mencakup juga ‘pengalaman’ subjektif yang personal yang sifatnya bathin dan estetik.

Puisi yang juga tidak jauh berbeda secara muatan dan dari segi ‘pilihan isu dan temanya’ dengan puisi ‘Kampung Kesayangan’ adalah puisi yang berjudul ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’, yang bila dilihat secara naratif, pilihan diksi, dan retoriknya dapat dikatakan lebih halus dan lebih senyap, menebarkan teka-teki atau enigma yang akan mengundang pembacaan yang sunyi bagi kita sebagai pembacanya:

assalamu’alaikum wahai
pintupintu yang terkunci
inilah rebanaku
inilah sajakku

aku mengembara di jalanan katakata
menyapa semua yang masih sempat ada
dengan sayapsayap cinta aku terbang
mencari kampung halaman yang hilang

Sembari mengamsalkan dirinya akrab dan berbincang-bincang dengan benda-benda, dengan pintu-pintu yang terkunci, puisi berjudul ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’ itu seakan mendendangkan lagu-lagu rebana atau nyanyian kasidah romantik tentang nestapa yang sunyi seorang penyair, tentang ‘kampung halaman yang hilang’ yang berusaha dihadirkan kembali oleh penyairnya dalam konteks atau moment ‘ke-sekarang-an’ kehidupan si penyair ketika si penyair teringat kembali suatu konteks tertentu atau ‘era khusus’ dari suatu tempat dan waktu yang bernama ‘kampung halaman’ atau juga ‘tanah kelahiran’, yang dengan demikian pada saat bersamaan, ‘tempat dan waktu’ yang hilang itu ternyata masih saja ada, meski hanya dalam ingatan atau dalam ikhtiar pengimajinasiannya kembali oleh penyair.

Sebentuk ikhtiar dan upaya untuk ‘mengekalkan’ dan ‘mewujudkan kembali’ apa yang sudah retak dan tercecer di masa silam:

aku mengaji di sunyi sejati
mendaki malammalam paling nyeri
mencari kampung halaman yang hilang

Yang pada saat itu si penyair ingin mempersembahkan sajak dan lagu atau kasidah rebana malam-nya dengan gembira dan riang hati, meski dirundung kerinduan sunyi yang tak terobati.

Puisi berjudul ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’ adalah puisi elegi yang lahir dan terinspirasi dari suatu moment atau peristiwa yang dialami penyair di masa silam. Puisi ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’ dan ‘Kampung Kesayangan’ telah menunjukkan dengan sangat baik keterikatan penyairnya dengan tanah kelahiran yang ia maknakan dan ia kontekskan kembali sebagai ‘ruang dan waktu’ yang menjelama nada dan sajak, yang pada saat bersamaan dipinjam sebagai kritik sosial dan politik yang diutarakan dengan sindiran halus dan ironi yang sifatnya personal dan subjektif.

Yang membuat perbedaan tingkatan pemaknaan dan penafsiran yang berbeda antara dua puisi tersebut tak lain karena perbedaan retorik dan strategi naratif masing-masing, di mana puisi yang pertama, ‘Kampung Kesayangan’ dituturkan dengan dialog otobiografis atau semacam narasi diaris yang ingin bercerita tentang suatu kenangan bersama seseorang tentang sebuah ‘waktu’ dan ‘ruang’ di masa silam yang bernama tanah kelahiran, sedangkan puisi yang kedua, ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’, merupakan sebuah puisi yang telah ‘memperlakukan’ benda-benda, yaitu pintu-pintu rumah yang terkunci, sebagai personifikasi-metaforis yang hidup, yang pada akhirnya dapat menimbulkan ‘efek magis’ bagi pembacaan.

Menurut para teoritikus, utamanya kaum formalis, karena strategi narasi dan unsur retorik serta soal tetek-bengek bentuk yang lainnya inilah sastra menjadi ‘sastra’.

Terkait hal itu, ada banyak pandangan dan pendapat menyangkut apa yang kita sebut “sastra” dan bagaimana ia berbeda dengan teks atau narasi lainnya. Kaum Formalis Rusia (Michael Ryan 2007:1), misalnya, berpendapat bahwa sastra itu unik dan berbeda dengan narasi lainnya karena “bagaimana” sastra itu sendiri ditulis, dan bukan karena isi dan maknanya. Karena sastra dan bukan sastra bisa saja menulis isu dan tema yang sama, contohnya ketika sastra dan berita menggarap isu dan tema yang sama namun menghasilkan produk yang berbeda, dan karena itu yang membedakan sastra dan bukan sastra terletak pada strategi dan “cara” bagaimana sastra ditulis dan bagaimana sastra mengolah bahasa yang berbeda dengan bahasa berita, sebagai contohnya.

Dalam hal ini, bahasa sastra memang tidak menggunakan bahasa “umum”, namun mengolah bahasa dengan sejumlah perangkat retorik dan modus ujaran dan strategi wacana yang khusus bersifat “literer”, seperti memaksimalkan “retorika” dan metafora. Di sini, karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang membuat kita terusik, yang dalam bahasa alegorinya Kafka, “Kita tak perlu membaca buku yang tidak menyadarkan kita”, dan membawa kita keluar dari cara kita melihat dunia yang aus, rutin, dan biasa.

Dengan “membelokan” dan mengolah “kemungkinan bahasa dan peluang narasi alternatif”, atau dengan kata lain dengan membelokkan dan menemukan bahasa ke penggunaan yang baru dan cara yang baru dalam memandang dan memahami itulah, sastra menggugah kembali indra kita dan membuat dunia tidak lazim, tak jarang dunia dan keseharian kita kembali dipertanyakan. Sebagai contoh, narasi sastra acapkali merayakan paradoks, di mana menurut Cleanth Brooks, paradoks adalah satu-satunya cara mengekspresikan atau mendeskripsikan kesatuan pelbagai hal yang bersifat kekal maupun yang sementara, yang universal maupun yang sesaat (Michael Ryan 2007:4).

Senada dengan itu, Rene Wellek dan Austin Warren, mendefinisikan sastra hampir sama dengan ikhtiar estetik (seni), di mana sastra menurut kedua orang itu merupakan suatu kegiatan kreatif atau sebuah karya seni (Rene Wellek & Austin Warren 1977:3).

Selanjutnya, ketika mereka tiba pada bahasan wilayah bahasa sastra dan menyangkut strategi narasi, mereka menyatakan: “Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya merubah sikap pembaca”.

Bagi Rene Wellek dan Austin Warren itu, yang membedakan antara bahasa sastra dan bahasa ilmiah, misalnya, tak lain karena yang dipentingkan dalam bahasa sastra adalah simbolisme suara dari kata-kata, di mana karenanya, berbagai macam tekhnik diciptakan, contohnya aliterasi dan pola suara untuk menarik perhatian pembaca kepada kata-kata dalam karya sastra itu sendiri (Rene Wellek & Austin Warren 1977:3).

Demikian, berdasarkan kerangka teoritik yang telah disebutkan, perbedaan ‘bentuk’ naratif dan retorik antara puisi ‘Kampung Kesayangan’ dan ‘Mencari Kampung Halaman atawa Kasidah Malam’ telah juga melahirkan tingkat penafsiran dan pemaknaan yang tak sama, meski keduanya menarasikan kenangan tentang ‘tanah kelahiran’ sembari menjadikannya sebagai ‘medium’ dan ‘wacana’ kritik sosial-politik ketika penyairnya berusaha membandingkan dan mengkontekstualisasikannya dengan ‘ke-sekarang-an’ terkait dengan harapan si penyair untuk menghadirkan ‘kegemilangan’ Banten di masa silam dalam kondisi ‘Banten’ saat ini, yang menurut si penyair, mengalami dekadensi secara sosial dan politis, sebagaimana dapat kita baca dalam puisi ‘Aku Datang dari Masa Depan’:

aku datang dari masa depan
menembus gelap rahim seorang ratu
di desa singarajan yang garing
asin dan udik
……………………………………..
berdiri di reruntuhan baluwarti
kusaksikan keraton itu terbakar
hangus, rubuh

di langit cahaya berpatahan
kehilangan simpul
dan watu gigilang menggigil
diterkam sepi senja
yang mengulur kelam
dan kemarau sejarah

Dengan demikian, kenangan ‘masa silam’ dan ‘romansa tanah kelahiran’ yang dinarasikan dalam sejumlah puisi Toto ST Radik sebagaimana yang terkumpul dalam buku Kepada Para Pangeran itu adalah juga ‘diskursus sejarah’, yang dalam hal ini adalah Sejarah Kesultanan Banten, ketika narasi kenangan dan ‘upaya’ melihat dan atau mengaktualkan kembali isu tanah kelahiran dan ‘romansa kenangan masa silam’ dalam puisi-puisinya itu, juga dipinjam dalam rangka melakukan atau menarasikan kritik yang sifatnya sosial-politik terkait fenomena dan kenyataan ‘ke-sekarang-an’ Banten saat ini, yang dilihat oleh penyairnya, mohon maaf, sebagai Banten yang dekaden dan merosot –sehingga sang penyair berusaha mengajak para pembaca puisinya, untuk membandingkan Banten saat ini dengan ‘Kegemilangan dan Kejayaan Banten di masa silam’ yang dikenang dan ‘diratapinya’, melalui sejumlah puisinya yang bernuansa historis dan romantik dalam buku ‘Kepada Para Pangeran’ itu –untuk para pangeran saat ini agar berkaca dan bercermin kepada para pangeran di masa silam

Konteks, Waktu & Tempat
Sebagaimana yang telah sama-sama kita ketahui, sastra (dan juga seni) tidak-lah lahir dari ‘ruang kosong’, atau tidaklah lahir dari luar kondisi dan situasi kultural dan historis di mana sastra (dan seni) itu lahir dan ditulis, meski seorang sastrawan dan seniman acapkali bekerja secara individual secara kognitif dalam perenungan dan pergulatan bathin dan intelektual subjektifnya.

Hal itu tak lain karena seorang sastrawan atau pun seniman hidup di dunia yang nyata, dalam sebuah dunia yang ‘terkondisikan’ oleh keadaan sosial-budaya dan pengalaman historis, yang mana hal itu semua merupakan ‘lanskap’ eksternal yang nantinya juga akan ‘mengisi’ karya atau tulisan (puisi-puisinya), yang katakanlah, merupakan ‘sumur’ atau ‘sumber’ inspirasi bagi karya dan tulisan-tulisannya.

Karya-karya dan tulisan-tulisannya ‘merupakan’ anak yang lahir dari perjumpaannya dengan pengalaman ‘historis’ dan ‘perjumpaan’ bathin yang sifatnya individual dan sosial dengan hidup itu sendiri.

Terkait hal ini, ketika membaca sejumlah puisinya Toto ST Radik yang terkumpul dalam buku Kepada Para Pangeran meniscayakan juga untuk ‘memahami’ konteks historis, sosial-politik dan kultural sejauh menyangkut ‘apa’ dan ‘siapa’ Banten itu, yang tak jarang ‘dipertanyakan’ kembali oleh beberapa puisinya menjadi kritik yang sifatnya sosial dan politik, acapkali menantang dan menggugat, seperti tercermin dalam puisinya yang berjudul ‘Telah Bersimbah Luka’:

tapi kampungkampung telah bersimbah
luka. tak siang tak malam senantiasa gelisah
penuh serapah dan amarah

ah, ingin ingin aku menulis tentang kampung yang
bahagia. tapi batu dan api dan parang
terus meradang dalam hatimu yang bimbang.

(Sumber: Majalah Sastra Kandaga Kantor Bahasa Banten, Edisi I, Mei 2016 halaman 10-14)