BSB 12 DKB, Musik dan Teologi


Berbicara tentang musik adalah juga berbicara tentang upaya manusia menerjemahkan keberadaan mereka. Secara historis dan kultural, musik dan agama ada bersama dengan kehadiran manusia itu sendiri dalam kehidupan. Manusia, dalam kehidupan dan keseharian mereka, senantiasa melakukan tafsir artistik dan estetik dalam rangka mengafirmasi dan melegitimasi kebutuhan badani dan rohani mereka.

Musik, yang bila kita meminjam telisik dan tafsir filologisnya Friedrich Wilhelm Nietzsche dalam bukunya yang bertajuk The Birth of Tragedy itu, adalah saudara kembarnya puisi, diciptakan dan dikonstruksi atas dasar nada yang melahirkan keindahan dan penghiburan bagi para penyimak dan penikmatnya, selain sebagai tafsir ‘Sang Ada’ dan modus mengada manusia itu sendiri dalam kehidupan dan keseharian.

Sebagaimana seni itu sendiri secara umum, yang bila kita menggunakan pandangan filosofisnya Aristoteles yang berfungsi sebagai katarsis sekaligus sebagai kerja intelektual, seperti halnya teater, musik memiliki fungsi profanik dan teofanik, sekular dan sakral. Ia bisa diciptakan hanya untuk memenuhi kebutuhan penghiburan semata, namun juga bisa menjadi tafsir dan media yang sifatnya religius, sebagaimana musik-musik meditatif religius kaum sufi.

Dulu kala, musik tak terpisahkan dengan praktik-praktik dan ritus-ritus keagamaan, dipraktikkan dan dipentaskan dalam upacara-upacara dan ritual-ritual keagamaan. Secara historis dan kultural, Islam sendiri memberikan ‘makna’ dan ‘tafsir’ baru bagi musik, diabdikan untuk tujuan-tujuan sakral dan maksud-maksud yang sifatnya religius, seperti tembang-tembang yang menyenandungkan sholawat dan pujian, dengan iringan instrumen-instrumen musik tertentu. Hingga, seperti kita kenal sekarang, Islam datang dan Bangsa Persia membuatnya sebagai gerakan intelektual dan artistik, dan melahirkan Qiroah Shab’ah.

Memang, haruslah diakui pula, dalam dunia dan sejarah Islam, sikap dan pandangan terhadap musik memiliki ragam varian, dari mulai yang ekstrem hingga yang moderat. Kelompok ekstrem mengharamkan musik, sedangkan yang moderat terbagi antara membolehkan dan menganggapnya sebagai makruh. Meski senantiasa berada dalam polemik, perkembangan musik dalam sejarah Islam tidak pernah mati, malah memberikan warisan dan pengaruh bagi musik dunia, semisal kepada Eropa ketika Islam hadir di Peninsula Iberica.

Dunia Islam pun dikenal sebagai penemu sejumlah instrumen musik, semisal Gitar dan sejumlah instrumen musik petik (senar) lainnya. Tentu juga instrumen-instrumen perkusi. Bahkan Dunia Islam pula yang mempraktikkan musik sebagai terapi dan pengobatan, seperti yang dilakukan oleh Al-Kindi, Ibn Sina, dan Al-Farabi. Nama filsuf yang terakhir dikenal sebagai praktisi dan teoritikus musik dunia, yang risalah-risalahnya tentang musik menginspirasi para sarjana dan para komposer dunia, terutama sekali di Dunia Eropa.

Di Indonesia sendiri, yang ketika hadirnya Islam menjadi semacam terminal perlintasan ragam budaya dan adaptasinya dengan khazanah lokal Indonesia, telah melahirkan jenis dan gagrak tersendiri, semacam hibrida, termasuk musik-musik Religius Islam di Banten. Inilah dasar dipilihnya Musik Religius Islam di Banten untuk Tema dan Materi Bengkel Seni Budaya #12 Dewan Kesenian Banten 30 September 2017 pukul 15.30-Selesai, yang diisi dengan kajian dan pentas Musik Religius Islam di Banten.

SULAIMAN DJAYA
Ketua Program Dewan Kesenian Banten 
Fotografer: Ade Wahyu.