Dongeng Insomnia II (Jenderal Roshtam) oleh Sulaiman Djaya (2015-2016)

Sulit dibayangkan akankah dunia tanpa perang dan senjata adalah dunia yang tidak akan melahirkan cinta dan ketulusan? Melahirkan pengorbanan dan pembuktian solidaritas. Ataukah cinta dan ketulusan memang lahir dan diuji dari kekejaman dan kejahatan? Seperti orang-orang yang dibersihkan di Neraka Purgatorio-nya Dante Alighieri itu, kasih-sayang justru menjadi nyata dalam situasi yang mencekam, dan ketulusan manusia acapkali justru terbukti dan dibuktikan dalam situasi-situasi yang sulit. 

Kita tinggalkan sebentar kehidupan di Negeri Telaga Kahana demi mengetahui apa yang dilakukan para pemimpin Bangsa Amarik di negeri mereka..... 

Di Negeri Amarik yang megah dan canggih itu, pemimpinnya, yaitu Jarjus Bushan yang tolol tapi ditaati para menteri, para korporat, dan para senat negeri tersebut, tampak sedang mengadakan rapat tertutup dengan sejumlah anggota ordo rahasia. Tampak dalam rapat itu hadir pimpinan ordo tersebut, yaitu Mayar Rother, yang terkenal cerdik dan kaya-raya hingga rumahnya lebih menyerupai istana megah, dan memiliki banyak pembantu lelaki dan perempuan. 

Rapat tersebut rupanya rapat sepihak yang tidak boleh bocor di kalangan menteri dan para anggota senat negeri itu. Hanya pimpinan dinas rahasia yang dilibatkan, selain para anggota ordo rahasia yang merupakan inisiator rapat tersebut. Dan Jarjus Bushan sendiri, tanpa sepengetahuan rakyat Negeri Amarik, adalah juga anggota ordo rahasia tersebut. 

Salah-satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah bagaimana agar mereka dapat mengendalikan sejumlah negeri-negeri lain dengan jalan mengendalikan para pemimpin negeri-negeri yang ingin mereka kuasai, dan kalau cara ini tak berjalan alias tidak berhasil sebagaimana yang mereka inginkan, maka langkah yang akan mereka tempuh adalah dengan kekuatan senjata dan militer, alias dengan membuat kerusuhan di negeri orang lain alias bangsa lain atau menciptakan perang di negeri-negeri yang ingin mereka taklukkan, sehingga bangsa-bangsa itu menjadi lemah dari dalam terlebih dahulu sebelum mereka sendiri yang akan melancarkan serangan. 

Salah-satu kekuatan utama ordo tersebut terletak pada kekuasaan finansial mereka yang mengendalikan ekonomi dan kehidupan Negeri Amarik dan sejumlah negeri yang berada dalam kuasa dan kendali mereka, melalui korporasi-korporasi yang mereka jalankan dan mereka operasikan di banyak negeri lain. Sementara itu, untuk menghidupkan korporasi-korporasi dan pabrik-pabrik persenjataan mereka di Negeri Amarik tersebut, mereka membutuhkan banyak bahan mentah dan sumber daya alam yang tidak tercukupi dari negeri mereka sendiri, dan karena itulah mereka harus mendapatkannya dari negeri-negeri yang berada dalam kekuasaan mereka, atau dari negeri-negeri yang mereka jarah dengan kekuatan senjata dan perang. 

Cara lain untuk melebarkan kekuasaan mereka adalah dengan jalur doktrin dan pendidikan, contohnya dengan banyak menyekolahkan orang-orang dari luar negeri mereka di sekolah-sekolah mereka agar mereka dapat mendoktrin orang-orang tersebut dengan doktrin mereka, dan pada akhirnya akan menjadi orang-orang yang dikendalikan tanpa mereka sadar bahwa mereka telah menjadi agen-agen kekuasaan mereka ketika mereka berhasil mendoktrin orang-orang dari luar negeri mereka yang dididik di Negeri Amarik. 

Tentu saja, para anggota ordo rahasia tersebut juga dikenal sebagai para otak intelektual sejumlah perang, agar senjata-senjata mereka terjual dan dapat digunakan jika ada perang, yang dengan sendirinya akan mendatangkan keuntungan dan kekayaan bagi mereka di Negeri Amarik tersebut. Bagi mereka, selain dapat menguntungkan secara ekonomi dan finansial untuk berjalannya korporasi mereka, perang juga merupakan ajang uji-coba dan eksperimentasi bagi senjata-senjata yang mereka ciptakan. 

Mereka adalah otak di balik setiap perang yang terjadi di dunia, selain mereka juga tak segan-segan memerangi negeri-negeri yang tidak mau dikontrol oleh keuangan dan perdagangan mereka. Banyak negeri yang telah menjadi korban siasat kotor dan kejahatan mereka, seperti Negeri Lubyan, Negeri Suryan, Negeri Yumnan, dan banyak negeri lainnya. Ada dua negeri yang menjadi sekutu setia Negeri Amarik dalam segala hal, yaitu Negeri Asrail yang dipimpin Ziva si cantik jelita dan Negeri Najdan yang dikendalikan seorang kaya raya bernama Pangeran Wilad Nibtalal. 

Rakyat yang hidup di Negeri Amarik terbilang makmur, meski acapkali terjadi kejahatan dan ketidak-adilan, semisal perkosaan dan perkelahian antar penduduknya, atau juga kejahatan bersenjata di sekolah-sekolah. 

Begitulah, hanya ada satu negeri yang tidak sanggup mereka kuasai secara penuh, yaitu Negeri Farisa, selain Bangsa dan Negeri Rumantium yang merupakan lawan terberat mereka, meski negeri Farisa pun sempat mereka kuasai ketika Negeri Farisa dipimpin oleh seorang raja bernama Shah Raza. Namun kemudian rakyat Negeri Farisa tersebut memberontak karena kala itu rakyat Negeri Farisa tahu bahwa banyak kekayaan Negeri Farisa yang dibawa ke Negeri Amarik, sementara hidup mereka menderita dalam kekuasaan Shah Raza yang merupakan boneka-nya Bangsa Amarik dan Bangsa Asrail. Tapi sekarang Negeri Farisa dipimpin oleh seorang yang bersahaja yang bernama Duhmam Nejad Ahmadi. 

Selepas Negeri Farisa merdeka dari cengkeraman Negeri Amarik, negeri tersebut memiliki pasukan yang kuat dan persenjataan yang juga tak kalah canggihnya dengan persenjataan Negeri Amarik dan Bangsa Rumantium. Dan dahulu kala, Negeri Farisa dijuluki sebagai Negeri Bulan Sabit Subur karena sebagian wilayah negeri itu mirip Negeri Sunda yang masyhur yang kini telah lenyap akibat gempa maha-besar yang menghancurkan kemegahan Negeri Tersebut. 

Negeri Farisa inilah yang tengah dituju oleh Misyaila, Siswi Karina, Hagar, Ilias, dan Sophia dengan sebuah kereta yang membawa mereka tanpa merasakan kelelahan karena keajaiban kuda-kuda putih bertanduk indah yang mirip Unicorn yang menarik kereta tersebut dengan kecepatan super jet. Adakalanya kereta tersebut seperti terbang, dan yang lebih aneh lagi adalah bahwa kuda-kuda dan kereta tersebut dapat melintasi laut tak ubahnya berlari di daratan. Dan tenaga yang membuat kuda-kuda melakukan hal itu adalah kekuatan cinta.



Seperti kita ketahui, cinta membuat seseorang memiliki keteguhan, tekad dan kesabaran ketika menghadapi dan mengalami kesulitan dan rintangan, demikian kata para pujangga, filsuf, dan ahli hikmah. Cinta membuat seseorang menjadi ikhlas dalam menjalani hidup –apa pun yang mereka jalani dan yang miliki di dunia. Tetapi kisah ini tak hendak bercerita tentang hal itu, melainkan tentang ambisi, keserakahan dan hasrat berkuasa dalam diri manusia yang tak pernah hilang atau padam. Mungkin kita akan bicara tentang cinta di waktu dan kesempatan selanjutnya, tetapi marilah kita baca kisah selanjutnya, yang kali ini tengan tokoh kita yang lain dalam kisah dan dongeng kita ini, yaitu tentang Jenderal Roshtam.

Sementara pasukan khusus berkuda yang dilatihnya tengah menempuh perjalanan panjang mereka menuju negeri Suryan dengan harus melewati Gunung Damawand, negeri Kira dan kawasan-kawasan lainnya, Jenderal Roshtam mempersipkan diri untuk berangkat ke negeri Suryan, dan ia sengaja tidak mengatakan rencananya tersebut kepada para prajurit pilihannya demi pendidikan dan ujian loyalitas, kesetiaan dan pelatihan secara langsung kepada para prajuritnya.

Sebagai seorang Jenderal dan ahli strategi perang yang jenius dan berdedikasi, Jenderal Roshtam adalah tipikal seorang Jenderal yang senantiasa turun di medan peperangan, entah secara rahasia atau diketahui para prajurit dan kolega-koleganya. 

Selain memiliki wibawa yang besar dan kharismatik, Jenderal Roshtam juga dikenal sebagai lelaki yang berani sekaligus sabar, rendah-hati, dan sederhana. Kualitas-kualitas dirinya itulah yang membuat Raja Duhmam Nejad Ahmadi di negeri Farisa mempercayai masalah-masalah ketahanan negeri dan hubungan negeri Farisa dengan negeri-negeri lain kepadanya.

Sejak datangnya utusan khusus Ilias kepadanya itu, Jenderal Roshtam maphum bahwa anak didik kesayangannya itu tengah menghadapi bahaya yang cukup besar, di saat Ilias baru pertama-kali terjun dalam medan pertempuran yang sesungguhnya, dan karena itu ia memutuskan untuk memantau langsung medan pertempuran di negeri Suryan tersebut, meski tak mesti menyatakan niatnya tersebut kepada Ilias yang telah didapuknya menjadi seorang Jenderal.

Saat itu, setelah mengenakan pakaian khusus terbaiknya, ia pun menuju ke tempat rahasia yang hanya ia ketahui sendiri, ke tempat burung besar Dagaru kesayangannya berada, yaitu di lembah Wantan yang cukup jauh dari ibukota Negeri Farisa, dengan mengendarai kuda. Ia lesatkan kuda kesayangannya demi mendatangi Lembah Wantan di mana burung tunggangannya itu berada, dan tak butuh waktu lama, ia pun telah sampai di Lembah Wantan, dan segera ia menuju sebuah gua rahasia tempat burung Dagaru, yang kebetulan tengah beristirahat di saat kedatangannya itu.

Menyadari kedatangan sahabatnya itu, si Burung Dagaru pun segera bangun dan menggerak-gerakkan sepasang sayapnya yang sangat lebar dan besar, hingga menghempaskan gerakan angin yang terasa menghantam ke tubuh Jenderal Roshtam. Ia telah paham bahwa kedatangan Jenderal Roshtam itu menandakan sebuah situasi khusus yang membutuhkan bantuan dan keterlibatan dirinya sebagai seorang sahabat.

Tanpa harus menunggu perintah Jenderal Roshtam, ia pun segera merebahkan dan merendahkan diri agar Jenderal Roshtam dapat segera naik dan duduk di lehernya, dan setelah Jenderal Roshtam naik serta duduk di lehernya sembari berpegangan erat itu, ia pun segera mengepakkan sepasang sayapnya dan melesat cepat menuju arah langit yang tampak tidak terlalu panas saat itu.

Mirip sebuah pesawat tempur modern saat ini, si burung besar Dagaru itu pun tampak lebih mirip meluncur ketimbang terbang, karena kecepatan gerakan sepasang sayapnya. Bahkan sesekali ia tetap melesat, meski ia tak mengepakkan sepasang sayapnya yang perkasa dan seakan tak kenal letih itu.

Mereka terbang melintasi hutan-hutan, samudra, gunung-gunung, dan lembah-lembah di bawah mereka yang tampak seperti lukisan di mata mereka yang berada di atas, di antara gugusan awan dan mega itu. Dan tentu saja, perjalanan mereka itu lebih cepat daripada perjalanan sepuluh pasukan khusus berkuda yang diutus Jenderal Roshtam.

Dengan mengendarai si burung Dagaru itu, Jenderal Roshtam tentu juga dapat menghemat 100 kali lipat rute yang harus ditempuh sepuluh pasukan khusus berkuda yang dikirimnya ke negeri Suryan itu. Namun entah kenapa, mereka memutuskan untuk singgah ke negeri Rimela dalam perjalanan mereka tersebut, sebuah negeri di mana ibunda Jenderal Roshtam berasal meski ayahnya adalah orang Farisa.

Ternyata memang maksud singgahnya mereka ke negeri Rimela, tepatnya di desa Mazan itu, Jenderal Roshtam memang berniat mengunjungi ibundanya yang masih hidup meski usianya telah mencapai 90 tahun lebih, dan usia dirinya 50 tahun lebih, sementara ayahnya telah tiada beberapa tahun lalu.

Di sebuah tepi sungai Lina itu, si Burung Dagaru pun mendarat, dan tak jauh dari tepi sungai Lina itu terdapat sebuah rumah yang tampak bersahaja meski tak buruk, yang agak sedikit menjauh dari sejumlah rumah dan hunian yang berkerumun dan berbaris di desa itu. Tanpa ditemani si Burung Dagaru yang dimintanya untuk menunggu di dekat sebuah pohon besar di tepi Sungai Lina itu, Jenderal Roshtam pun berjalan menuju rumah ibundanya tersebut.

Itulah sebuah rumah di mana dulu Jenderal Roshtam dilahirkan dan menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya, sebelum keluarganya pindah ke negeri Farisa atas keinginan ayahnya setelah seorang penguasa negeri Farisa kala itu, yaitu Radim Khan Ahmet, meminta ayahnya menjadi seorang Perdana Menteri di negeri Farisa. Hanya saja, setelah ayahnya meninggal, ibunda Jenderal Roshtam memutuskan untuk kembali ke negeri Rimela karena terluka dengan kewafatan suaminya yang baginya terlalu cepat, meninggal dalam sebuah pertempuran kolosal melawan bangsa Loghom yang bengis dan kejam, yang kala itu menyerang negeri Farisa tanpa diduga sebelumnya. 


Tidak ada komentar: