Standar Ganda Kedubes Amerika dalam Kasus Pembunuhan Munir




Oleh Tim Redaksi Islam Times

Setidaknya ada 94 telegram yang memuat nama Munir dalam kawat diplomatic (yang dibocorkan Wikileaks-nya Julian Assange) yang bersumber dari Kedutaan Amerika di Jakarta. Jumlah itu menggambarkan ‘kegigihan’ Kedutaan Amerika untuk menggunakan kasus pembunuhan Munir sebagai pintu masuk untuk mempererat hubungan dengan sejumlah institusi negara – senyampang mengarahkan tombak mematikan ke tubuh Badan Intelijen Negara (BIN), pihak yang mereka sebut patut diduga berada di balik pembunuhan Munir. Dalam sebuah telegram bertajuk “Munir Case: Ambassador Signals Continued U.s. Focus On Justice; Widow Plans Second Visit To Dc”, dikawatkan pada 13 April 2006, tertulis kalau Duta Besar Hume mengundang Suciwati ke kedutaan pada 11 April “untuk mendiskusikan nasib almarhum Munir, yang mati diracun pada September 2004”. Suciwati, kata telegram, datang ditemani empat aktivis hak asasi: Usman Hamid (Kontras); Rachland Nashidik (Imparsial); Rafendi Djamin (Koalisi HAM); Binny Buchori (Infid). Telegram bilang ini adalah pertemuan kedua Hume dan Suciwati, lepas yang pertama pada November 2004. Hume, kata telegram, mempertegas sokongan Amerika agar Suciwati dapat keadilan, termasuk usahanya mengeluarkan “pertanyaan keras” selepas Pollycarpus dinyatakan bersalah pada Desember 2005. Hume, kata telegram lagi, juga bilang kalau dia telah mengungkapkan keprihatinannya sekaitan kasus Munir ke Presiden Yudhoyono dan boss polisi, Jenderal Sutanto.

Telegram selanjutnya menyebut rencana Suciwati berkunjung ke Amerika pada sekitar 23 April untuk “mempertahankan perhatian masyarakat internasional pada kasus” Munir sekaligus untuk bertemu dengan anggota dan staf di Kongres Amerika. Telegram bilang, Suciwat ingin bertanya ke Kongres “adakah mereka telah mendapatkan respon dari Presiden Yudhoyono atas surat mereka (terkait kematian Munir, red. Islam Times) di awal tahun.

“Meski masih menimbang pendekatan yang bakal dia pilih,” kata Hume dalam telegram, “Suciwati berpikiran kalau Amerika Serikat bisa memberi tekanan “dengan meninjau ulang bantuan pada polisi dan militer Indonesia”. Lepas itu, tertera respon Hume yang “menasehati Suciwati untuk menarik diri dari meminta pembatasan bantuan Amerika (atas polisi dan militer Indonesia, red.Islam Times) dan tetap fokus pada tujuan mendapatkan keadilan untuk suaminya yang terbunuh.

(Catatan Islam Times: Agak aneh sebenarnya membaca ‘kepedulian’ Kedutaan Amerika pada kasus Munir. Ini bila mengingat Kedutaan pernah menolak visa perjalanan almarhum Munir ke Amerika Serikat hanya karena dia pernah ikut berdemo membela Palestina dan mengecam Israel dan Amerika di depan Kedutaan Amerika di Jakarta. Di sisi lain, ada banyak telegram yang mengungkap keengganan Kedutaan untuk mengikutkan Kopassus dalam program kerjasama militer antarnegara dengan dalih Kopassus “pernah terlihat pelanggaran hak berat”. So, orang kini bisa melihat betapa Kedutaan Amerika menerapkan standar ganda. Densus 88 dan “Team Bomb”, dua tim kontraterorisme bentukan Amerika, kerap membunuh para tersangka kasus-kasus terorisme tanpa izin pengadilan; sebuah laku kontroversial yang belakangan bahkan mengundang kritik tajam langsung dari Kepala Badan Intelijen Strategis TNI. Tapi alih-alih menarik diri, menjauh dan menghentikan dukungan pada Densus 88, seperti halnya yang mereka lakukan pada Kopassus, Kedutaan Amerika justru ‘menasehati’ Suciwati untuk tak bicara apapun soal “penghentian bantuan ke polisi”.)

(Catatan Islam Times: masih dalam telegram yang sama yang merekam pertemuan Hume dan Suciwati, ada tertera informasi kalau kalau diplomat Amerika punya hubungan mesra dengan penyidik Anton Charilyan. Kode “protect” setelah penyebutan nama Anton dalam telegram nampaknya mengisyaratkan kalau dia kerap membagi informasi rahasia ke Kedutaan Amerika. Telegram bilang, pejabat kedutaan “bertemu Anton Charilyan (protect) pada 22 Maret lalu membangun komunikasi lagi pada 12 April. Anton merespon via sms, sebagai berikut: “Terhadap kasusnya (Munir), hingga saat ini kami masih menyelidiki secara intensif, tapi kami melakukan ini dengan sangat rahasia karena kami tidak berhadapan dengan (tersangka) orang biasa. Suciwati, di lain pihak, ingin kami mengumumkan setiap perkembangan. Jika ini dilakukan seperti dalam fase investigasi terakhir, hanya sebagai sarana untuk mengangkat popularitas individu tertentu, maka pada akhirnya ini bakal menyibak ke musuh-musuh kami setiap langkah penyelidikan polisi. Kami sudah mengungkap jalan cerita utama, tapi kami masih berupaya mendapatkan saksi-saksi pendukung dan bukti-bukti lain, masih minim hingga saat ini, agar nantinya kesimpulan kami bisa menjadi bukti legal yang kuat di pengadilan. Dan kerja-kerja ini, tentu saja, tak bisa diselesaikan dalam tempo yang singkat. Lebih jauh, jika ada tenggat waktu yang ditetapkan untuk investigasi ini, ini akan menciptakan kesulitan tersendiri bagi kami.” Telegram yang lain bilang kalau belakangan Kedutaan Amerika kehilangan kontak dengan Anton yang disebutkan resah di tengah banyak kabar informasi yang terbagi ke pihal lain.) 


Tidak ada komentar: