Nabi Yusuf (as) dalam al Qur’an (Bag. 1)


Kisah Nabi Yusuf terdapat dalam satu surah penuh yang juga bernama surah Yusuf. Disebutkan bahwa sebab turunnya surah Yusuf adalah karena orang-orang Yahudi meminta kepada Rasulullah saw untuk menceritakan kepada mereka kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf telah mengalami perubahan pada sebagiannya dan terdapat penambahan pada sebagiannya. Lalu Allah SWT menurunkan satu surah penuh yang secara terperinci menceritakan kisah Nabi Yusuf. Allah SWT berfirman: "Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan-)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahuinya" (QS. Yusuf: 3).

Kisah dalam surah tersebut bermuara dari awal sampai akhir pada satu bentuk di mana Anda akan merasakan adanya kekuasaan Allah SWT dan terlaksananya perintah-Nya meskipun banyak manusia berusaha menentangnya: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya" (QS. Yusuf: 21).

Nabi Yusuf mendapatkan berbagai ujian dalam hidupnya. Beliau menghadapi persekongkolan jahat yang justru datang dari orang-orang yang dekat dengannya, yaitu saudara-saudaranya. Mereka merencanakan untuk membunuhnya. Rencana itu mereka buat saat Yusuf masih kecil. Kemudian Yusuf dijual di pasar budak di Mesir lalu ia dibeli dengan harga yang sangat murah. Kemudian beliau menghadapi rayuan dari istri seorang lelaki yang memiliki jabatan penting. Ketika ia menolak rayuannya, ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Dalam beberapa waktu, beliau menjadi tahanan di penjara. Meskipun mendapatkan berbagai kehinaan ini, pada akhirnya beliau mampu menduduki tampuk kepemimpinan di Mesir. Beliau menjadi menteri dari raja yang pertama. Ia memulai dakwahnya di jalan Allah SWT dari atas panggung kekuasaan. Ia melaksanakan rencana Allah SWT dan menunaikan perintah-Nya. Demikianlah kandungan dari kisahnya.

Kisah tersebut seolah-olah menggambarkan suatu adegan film yang sangat mengagumkan, episode demi episode. Disamping itu, Anda akan dihadapkan pada satu bagian dari bagian-bagian peristiwa yang membuat Anda tercengang dan cukup mengganggu daya imajinasi Anda. Itu adalah kisah seni yang sangat mengesankan yang tidak mampu diungkapkan oleh seniman mana pun dari kalangan manusia.

Pada mulanya kisah itu mengungkap mimpi dan pada akhirnya menakwilkan mimpi ini. Mimpi para nabi pasti selalu berisi kebenaran, di mana Allah SWT menyingkapkan di dalamnya berbagai peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal kisah, kita tidak mengetahui bahwa Yusuf adalah seorang Nabi. Begitu juga konteks Al-Qur'an terkesan menyembunyikan nama ayahnya, yaitu Nabi Yakub sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Jadi, kita berhak untuk merenungkan mimpi tersebut dengan penuh keheranan. Layar akal pertama-tama menampilkan pemandangan mimpi. Perhatikanlah film yang dimulai dengan mimpi. Mimpi identik dengan tidur, dan permulaan kisah apa pun yang dimulai dengan tidur tidak terlepas dari rasa kantuk. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor daya tarik cerita itu sendiri. Al-Qur'an menceritakan bagaimana Nabi Yusuf menyampaikan mimpinya kepada ayahnya, "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku" (QS. Yusuf: 4).

Amatilah bentuk tantangan yang diwujudkan oleh adanya mimpi yang membangkitkan daya khayal. Perhatikanlah potensi imajinasi bagaimana ia menjalankan aktivitasnya. Sesungguhnya otak manusia merupakan sumber masalah di mana ia menciptakan di dalamnya suatu gambar dari sujudnya matahari, bulan dan bintang. Dengan gambaran mukjizat ini yang menantang imajinasi para ahli seni dan film, kisah Nabi Yusuf dimulai. Atau, dimulailah video visual dari kisah Nabi Yusuf sebagaimana yang diceritakan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya.

Nabi Yusuf melihat mimpi dan ia sekarang membeberkannya kepada ayahnya, "Ayahnya berkata: Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya Setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia" (QS. Yusuf: 5).

Si ayah mengingatkannya agar jangan sampai ia menceritakannya kepada saudara-saudaranya. Sesungguhnya saudara-saudara Nabi Yusuf tidak mencintainya dan tidak menyukai kedekatannya dengan ayahnya, dan mereka juga tidak simpati dengan perhatian si ayah padanya. Yusuf bukanlah saudara kandung mereka di mana Nabi Yakub menikahi istri kedua yang tidak melahirkan baginya anak-anaknya dan lahirlah darinya Yusuf dan saudara kandungnya. Yusuf bin Yakub dan Yakub bin Ishak bin Ibrahim. Silsilah suci dalam rotasi suci.

Ketika mendengar mimpi anaknya, Nabi Yakub merasa bahwa anaknya itu akan mengemban suatu urusan besar, yaitu rotasi kenabian yang berada di sekitarnya. Sebagian ulama berkata: "Nabi Yakub merasa bahwa Allah SWT memilih Yusuf melalui mimpi ini", "Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan di ajarakan-Nya kepadamu sebagian dari tabir mimpi-mimpi" (QS. Yusuf: 6).

Makna takwil adalah mengetahui akhir dari sesuatu dan kemampuan untuk menyingkap suatu kesimpulan, juga mengetahui rahasia yang belum terjadi. Lalu apa yang dimaksud dengan ahadist? Mereka mengatakan bahwa ia adalah mimpi. Nabi Yusuf akan mampu menafsirkan mimpi dimana melalui simbol-simbolnya yang tersembunyi, ia mampu melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Ada yang mengatakan bahwa ‘ahadist’ adalah peristiwa-peristiwa. Nabi Yusuf akan mengetahui kesudahan dari suatu peristiwa, baik dari permulaannya dan akhirannya. Allah SWT akan memberikan ilham padanya sehingga ia mengetahui takwil mimpi. "Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. Yusuf: 6).

Pada akhir pembicaraannya, Nabi Yusuf mengembalikan ilmu dan hikmah kepada Allah SWT. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut bukan termasuk bagian dari dialog Nabi Yakub bersama anaknya Yusuf, namun ia merupakan pujian dari Allah SWT terhadap Yusuf. Perkataan tersebut dimasukan dalam rangkaian kisah sejak permulaannya, padahal ia bukan bagian darinya. Jadi, sejak semula Nabi Yusuf dan Nabi Yakub tidak mengetahui takwil dari mimpinya. Kami memilih pendapat ini (pendapat ini dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam tafsirnya, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an.

Kalau begitu, kita memahami dialog dalam bentuk pemahaman yang lain. Sesungguhnya Allah SWT menceritakan di sini bagaimana Dia memilih Yusuf. Ini berarti proses kenabian Yusuf, dan bukan mengajarinya untuk menakwilkan mimpi serta memberitahunya tentang hakikat simbol-simbol yang ada dalam kehidupan atau dalam mimpi, selain mukjizat-mukjizatnya sebagai seorang nabi. Dan Allah SWT Maha Mengetahui kepada siapa agamanya diserahkan. Nabi Yakub mendengarkan mimpi anaknya dan mengingatkannya agar jangan menceritakannnya kepada saudara-saudaranya. Yusuf memenuhi permintaan ayahnya. Ia tidak menceritakan pada saudara-saudaranya apa yang dilihatnya. Yusuf berprasangka bahwa mereka membencinya sampai pada batas di mana sulit baginya untuk merasa nyaman bersama mereka, dan kemudian menceritakan kepada mereka rahasia-rahasianya yang khusus dan mimpi-mimpinya. Tersembunyilah penampilan Nabi Yakub dan anaknya, lalu layar film menampilkan kejadian lain, yaitu saudara-saudara Nabi Yusuf yang membuat persengkokolan:

"Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita ada dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu (daerah yang tidak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik. Seorang di antara mereka berkata, 'Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dalam sumur, supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat" (QS. Yusuf: 7-10).

Di dalam lembaran-lembaran Perjanjian Lama disebutkan bahwa Nabi Yusuf menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Tidak terdapat isyarat Al-Qur'an yang menunjukkan hal itu. Kalau memang demikian, niscaya saudara-saudaranya akan menceritakan hal itu dan kedengkian mereka akan semakin bertambah sehingga mereka segera membunuhnya. Yusuf percaya dengan pesan ayahnya dan ia tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Meskipun demikian, saudara-saudaranya tetap merencanakan konspirasi dan niat jahat padanya.

Salah seorang mereka berkata: "Mengapa ayah kita lebih mencintai Yusuf daripada kita?" Saudara yang kedua berkata: "Barangkali karena ketampanannya." Saudara ketiga berkata: 'Yusuf dan saudaranya kedua-duanya mendapat tempat di hati ayahnya." Saudara yang pertama berkata: "Sungguh ayah kita telah sesat." Salah seorang mereka mengusulkan sebuah solusi: "Kalau begitu bunuhlah Yusuf." "Mengapa kita membunuhnya? Lebih baik kita membuangnya di bumi yang jauh. Mengapa kita tidak membunuhnya, lalu kita merasa tenang." Salah seorang di antara mereka berkata: "Mengapa ia harus dibunuh? Apakah kalian ingin menghindar darinya? Kalau begitu, lebih baik kita membuangnya ke dalam sumur yang di situ menjadi tempat lewatnya para kafilah. Maka kafilah itu akan mengambilnya dan membawanya ke tempat yang jauh sehingga ia jauh dari wajah ayahnya. Dengan jauhnya Yusuf, maka tujuan kita tercapai. Kemudian setelah itu, kita bertaubat dari kejahatan kita dan kita kembali menjadi orang-orang yang baik."

Dialog tersebut terus berlanjut setelah timbul ide untuk memasukan Yusuf ke sumur. Namun mereka tetap kembali pada ide-ide itu karena ia dianggap sebagai ide yang paling aman. Ide untuk membunuh diurungkan. Kemudian timbullah ide untuk menjauhkan dan membuang Yusuf. Itu dianggap ide yang paling cemerlang. Dari sini kita memahami bahwa saudara-saudara Yusuf, meskipun kejahatan mereka dan kedengkian mereka sangat kental, namun dalam hati mereka masih tersisa titik-titik kebaikan. Akhirnya, ide untuk membuangnya ke sumur diputuskan. Kemudian mereka sepakat untuk melaksanakan rencana itu:

"Mereka berkata, 'Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkan dia pergi bersama kami esok pagi, agar ia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.' Berkata Yakub, 'Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkankanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya. Mereka berkata, 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi'" (QS. Yusuf: 11-14).

Terjadilah dialog antara mereka dan ayahnya dengan penuh kelembutan dan dendam yang tersembunyi. Mengapa engkau tidak merasa aman ketika kami pergi dengan Yusuf? Apakah Yusuf dapat menjadi saudara kandung kami, lalu mengapa engkau khawatir kepada kami jika kami membawanya. Bukankah kami mencintainya dan nanti akan menjaganya. Mengapa engkau tidak membiarkannya pergi bersama kami besok untuk bersenang-senang dan bermain. Bukankah ketika ia pergi dan main-main, itu dapat menghiburnya? Lihatlah wajahnya tampak pucat karena ia sering berdiam di rumah, seharusnya ia harus bermain agar tampak ceria.

Masalahnya adalah Yakub khawatir terhadap serigala-serigala gurun. Apakah yang dimaksud Yakub adalah serigala-serigala yang ada dalam diri mereka atau serigala-serigala hakiki, yaitu binatang yang buas? Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Mereka membujuk ayahnya agar mengizinkan Yusuf pergi dengan mereka. Akhirnya, mereka berhasil meyakinkan ayahnya yang sangat khawatir kalau-kalau Yusuf dimakan oleh serigala. Apakah ini masuk akal? Kami sepuluh orang laki-laki, maka mana mungkin kami yang banyak ini lalai darinya? Sungguh kami akan kehilangan sifat kejantanan kami seandainya terjadi peristiwa itu. Kami jamin bahwa tidak ada seekor serigala pun yang akan memakannya. Karena itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Si ayah berdiri di bawah tekanan anak-anaknya. Mereka pun berhasil menemani Yusuf pada hari berikutnya dan pergi dengannya ke gurun.

Mereka menuju tempat yang jauh yang belum pernah mereka berjalan sejauh itu. Mereka mencari sumur yang di situ sering dilewati oleh para kafilah dan mereka berencana untuk memasukan Yusuf ke dalam sumur itu. Allah SWT mengilhamkan kepada Yusuf bahwa ia akan selamat, maka ia tidak perlu takut. Allah SWT menjamin bahwa Yusuf akan bertemu dengan mereka pada suatu hari dan akan memberitahu mereka apa yang mereka lakukan kepadanya.

Salesailah satu adegan dan akan dimulai adegan yang lain. Kita bisa membayangkan bahwa Yusuf sempat melakukan perlawanan kepada mereka namun mereka memukulnya dan mereka memerintahnya untuk melepas bajunya, lalu mereka menceburkannya ke dalam sumur dalam keadaan telanjang. Kemudian Allah SWT mewahyukan kepadanya bahwa ia akan selamat dan karenanya ia tidak perlu takut.

Di dalam sumur itu terdapat air, namun tubuh Nabi Yusuf tidak terkena hal yang membahayakan. Ia sendirian duduk di sumur itu, kemudian ia bergantungan dengan batu: "Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Yakub berkata, 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.'" (QS. Yusuf: 16-18). Peristiwa ini terjadi di malam yang gelap. Tetapi kegelapan itu segera dipecah oleh tangisan sepuluh orang lelaki. Sementara itu, si ayah duduk di rumahnya lalu anak-anaknya masuk menemuinya di tengah-tengah malam di mana kegelapan malam menyembunyikan kegelapan hati dan kegelapan kebohongan yang siap ditampakkan. Nabi Yakub bertanya, "Mengapa kalian menangis? Apakah terjadi sesuatu pada kambing? Mereka berkata sambil meningkatkan tangisannya,

"Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau sekali-kali tidak akan pernah percaya kami, walaupun kami adalah orang-orang yang benar" (QS. Yusuf: 17). Setelah kembalinya kita dari adu lari, kita dikagetkan ketika melihat Yusuf telah berada di perut serigala. Kita tidak menemukan Yusuf. Mungkin engkau tidak percaya kepada kami meskipun kami jujur, tetapi kami menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Kita tidak berbohong kepadamu. Sungguh Yusuf telah dimakan oleh serigala. Inilah pakaian Yusuf. Kita menemukan pakaian Yusuf berlumuran darah sedangkan Yusuf tidak kita temukan: "Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu" (QS. Yusuf: 18).

Mereka menyembelih kambing atau rusa lalu melumurkan darah palsu ke pakaian Yusuf. Mereka lupa untuk merobek-robek pakaian Yusuf. Mereka malah membawa pakaian sebagaimana biasanya (masih utuh) tetapi hanya berlumuran darah. Mereka melemparkan pakaian Yusuf di depan ayahnya yang saat itu sedang duduk. Nabi Yakub memegang pakaian anaknya. Lalu ia mengangkat pakaian itu dan memperhatikannya di bawah cahaya yang terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu di tangannya namun ia mendapatinya masih utuh dan tidak ada tanda-tanda cakaran atau robek.

Serigala apa yang makan Yusuf? Apakah ia memakannya dari dalam pakaian tanpa merobek pakaiannya? Seandainya Yusuf mengenakan pakaiannya lalu ia dimakan oleh serigala, niscaya pakaian tersebut akan robek. Seandainya ia telah melepas bajunya untuk bermain dengan saudara-saudaranya, maka bagaimana pakaian tersebut dilumuri dengan darah sementara saat itu ia tidak menggunakan pakaian? Melalui bukti-bukti itu, Nabi Yakub mengetahui bahwa mereka berbohong. Yusuf tidak dimakan oleh serigala. Si ayah mengetahui bahwa mereka berbohong. Ia mengungkapkan hal ini dalam perkataannya, "Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan'" (QS. Yusuf: 18).

Demikianlah perilaku nabi yang bijaksana. Ia meminta agar diberi kesabaran dan memohon pertolongan kepada Allah SWT atas apa yang mereka lakukan terhadap anaknya. Selanjutnya, terdapat kafilah yang berjalan menuju ke Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan cukup jauh sehingga dinamakan ‘sayyarah’. Semua kafilah itu menuju ke sumur. Mereka berhenti untuk menambah air. Mereka mengulurkan timba ke sumur. Lalu Yusuf bergelantungan dengannya. Orang yang mengulurkannya mengira bahwa timbanya telah penuh dengan air lalu ia menariknya. Tiba-tiba, "Oh ini anak kecil."

Di zaman itu ditentukan bahwa siapa yang menemukan sesuatu yang hilang, maka ia akan memilikinya. Demikianlah undang-undang yang ditetapkan saat itu. Mula-mula orang yang menemukannya gembira tetapi ia berpikir tentang tanggung jawab yang harus dipikulnya, dan kemudian timbullah rasa khawatir dalam dirinya. Kemudian untuk menghindar darinya ia menetapkan untuk menjualnya saat ia tiba di Mesir. Akhirnya, ketika ia sampai di Mesir ia segera menjualnya di pasar budak dengan harga yang sangat murah di mana ia dibeli oleh seorang lelaki yang mempunyai kepentingan dengannya,

"Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: 'Oh; kabar gembira, ini seorang anak muda!' Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya hepada Yusuf. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, 'Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.' Dan demikianlah Kami berikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir) dan agar Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya" (QS. Yusuf: 19-21).

Perhatikanlah bagaimana Allah SWT mengungkap kandungan cerita yang jauh pada permulaannya, "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya" (Bersambung ke Bag. 2). 


Tidak ada komentar: