Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya seluruh kebaikan hanya dimengerti oleh akal.” (Tuhaful Uqul 54;
Biharul Anwar 77:158).
Rasulullah bersabda:
“Mintalah petunjuk kepada akal, niscaya kamu akan mendapatkannya. Dan jangan
menentangnya, niscaya kamu akan menyesal.” (Ushul Kafi 1:25).
Imam Ali bin Abi Thalib as
berkata: “Akal adalah sumber pengetahuan dan pengajak kepada pemahaman” (Ghurar
al Hikam karya al-Amudi 1:102).
Dari Imam Ja’far as Shadiq
as: “Akal adalah petunjuk orang mukmin” (Ushul Kafi 1:25).
Selain peran dan nilai akal dalam menguak alam semesta, riwayat-riwayat ke-Iislaman menegaskan bahwa Allah berhujjah kepada para hamba-Nya melalui akal. Argumentasi ilahi dengan akal dan berbagai implikasinya berupa, siksaan dan tanggung jawab, menunjukkan kepada kita betapa agungnya nilai akal dalam kehidupan manusia dan dalam agama Allah.
Imam Musa al Kazhim bin Imam
Ja’far as Shadiq as juga berkata: “Allah benar-benar telah menyempurnakan
hujjah-hujjah-Nya pada manusia melalui akal, membukakan (akal mereka) dengan
al-bayan (penjelasan) dan menunjukkan mereka pada rububiyyah-Nya dengan
berbagai dalil (bukti)” (Biharul Anwar 1:132).
Nabi Muhammad saww, pernah ditanya, “Apakah Akal itu?” Beliau menjawab: “Ia adalah (alat) untuk ketaatan kepada Allah. Karena, orang-orang yang taat kepada Allah adalah orang-orang yang berakal” (Biharul Anwar 1:131).
Imam Ja’far as-Shadiq as pernah ditanya apakah akal itu. Beliau menjawab: “Akal adalah alat yang digunakan untuk menyembah (beribadah) kepada Ar-Rahman , Allah dan untuk memperoleh surga-Nya” (Bihar ul Anwar 1:116).
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata lebih lanjut mengenai akal ini: “Akal adalah pedang yang tajam. Bunuhlah hawa nafsumu dengan senjata akalmu. Jiwa memendam berbagai hasrat nafsu, akal berfungsi untuk mencegahnya. Hati memendam berbagai hasrat jelek, sedangkan akal selalu menahannya. Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan hawa nafsunya dan orang yang tidak menukar akhiratnya dengan dunianya. Orang yang berakal adalah orang yang meninggalkan hawa nafsunya dan yang membeli dunianya untuk akhiratnya. Orang berakal adalah musuh kelezatan dan orang bodoh adalah budak syahwatnya. Orang yang berakal adalah orang yang melawan nafsunya untuk taat kepada Allah. Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya. Orang yang berakal adalah orang yang mematikan syahwatnya dan orang kuat adalah orang yang menahan kesenangannya.”
Nabi Muhammad saww, pernah ditanya, “Apakah Akal itu?” Beliau menjawab: “Ia adalah (alat) untuk ketaatan kepada Allah. Karena, orang-orang yang taat kepada Allah adalah orang-orang yang berakal” (Biharul Anwar 1:131).
Imam Ja’far as-Shadiq as pernah ditanya apakah akal itu. Beliau menjawab: “Akal adalah alat yang digunakan untuk menyembah (beribadah) kepada Ar-Rahman , Allah dan untuk memperoleh surga-Nya” (Bihar ul Anwar 1:116).
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata lebih lanjut mengenai akal ini: “Akal adalah pedang yang tajam. Bunuhlah hawa nafsumu dengan senjata akalmu. Jiwa memendam berbagai hasrat nafsu, akal berfungsi untuk mencegahnya. Hati memendam berbagai hasrat jelek, sedangkan akal selalu menahannya. Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan hawa nafsunya dan orang yang tidak menukar akhiratnya dengan dunianya. Orang yang berakal adalah orang yang meninggalkan hawa nafsunya dan yang membeli dunianya untuk akhiratnya. Orang berakal adalah musuh kelezatan dan orang bodoh adalah budak syahwatnya. Orang yang berakal adalah orang yang melawan nafsunya untuk taat kepada Allah. Orang yang berakal adalah orang yang mengalahkan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya. Orang yang berakal adalah orang yang mematikan syahwatnya dan orang kuat adalah orang yang menahan kesenangannya.”
Prajurit-Prajurit Akal
Tugas akal yang sulit telah dibantu Allah dengan dianugerahkannya sejumlah kekuatan dan perangkat yang dapat mendukung jerih payahnya itu. Dalam etika Islam ada yang namanya Junud al ‘aql (prajurit-prajurit akal), yaitu merupakan sejumlah faktor pendukung.
Dari Sa’d dan Al-Humairi dari Al-Baqi dari Ali bin Hadid dari Sama’ah (bin Mahran) berkata: “Saya pernah hadir dalam majlis Abu Abdillah (Imam Ja’far as Shadiq as), di sana juga hadir sebagai murid yang lain. Majlis itu membahas tentang akal dan kejahilan. Kemudian Abu Abdillah berkata, ‘Kamu hendaknya mengetahui akal beserta bala tentaranya dan kejahilan serta bala tentaranya agar kamu mendapat petunjuk’. Kemudian Sama’ah berkata, maka aku bertanya, ‘Semoga jiwaku jadi tebusanmu, saya tidak mengerti kecuali apa yang Anda jelaskan.”
Abu Abdillah (Imam Ja’far as Shadiq as) menjawab: “Sesungguhnya Allah mengatakan Akal sebagai makhluk pertama yang bersifat ruhani. Saat itu akal terletak di samping kanan arsy yang tercipta dari Nur-Nya". Kemudian Allah berfirman kepada akal: “Menghadaplah!” Akalpun menghadap. Allah berfirman: “Berpalinglah!” kemudian ia pun berpaling. Kemudian Allah berfirman: “Kuciptakan kamu sebagai ciptaan yang agung. Kumuliakan kamu di atas seluruh ciptaan-Ku.”
Beliau (Imam Ja’far as Shadiq as) melanjutkan: “Allah menciptakan jahl (kejahilan) dari laut asin yang dhulmani (gelap gulita). Kemudian Allah menyuruhnya berpaling dan ia pun berpaling. Kemudian Allah menyuruhnya menghadap, tetapi kejahilan tetap tidak mau menghadap. Allah berfirman kepadanya: “Kau congkak?” Lalu Allah mengutuknya. Kemudian Dia menciptakan 75 tentara akal.”
Melihat hal itu dengan nada permusuhan, kejahilan berkata: Tuhan, akal adalah makhluk-Mu sebagaimana juga aku. Mengapa ia Engkau muliakan dengan kekuatan sedang aku lawannya tidak mempunyainya? Berilah aku kekuatan seperti dia. Lalu Allah berfirman: “Baiklah. Tetapi apabila engkau beserta bala tentaramu bermaksiat, maka akan Kukeluarkan kamu sekalian dari Rahmat-Ku. Kejahilan menjawab: “Saya terima janji itu.” Allah kemudian memberinya 75 tentara. Adapun 75 tentara akal dan kejahilan itu adalah:
TENTARA AKAL >< TENTARA JAHL
1. Kebajikan (menteri akal) >< Kejahatan (menteri jahil) 2. Iman >< kufur 3. percaya >< ingkar 4. harapan >< putus asa 5. keadilan >< kezaliman 6. rela >< tidak rela / murka 7. syukur >< ingkar nikmat 8. gemar kebaikan >< putus ikhtiar 9. tawakal >< ambisius 10. lemah lembut >< lalai (ghirrah) 11. kasih sayang >< amarah (ghadhab) 12. ilmu >< bodoh (jahl) 13. cerdik >< dungu (humq) 14. menjaga diri >< ceroboh (tahattuk) 15. zuhud >< hasrat (raghbah) 16. sopan >< kasar 17. waspada >< gegabah (jur’ah) 18. rendah hati >< takabur 19. kalem (ta’uddah) >< tergesa-gesa 20. bijaksana >< konyol (safah) 21. pendiam >< pengoceh (hadzar) 22. menyerah >< menentang 23. mengakui >< membandel 24. lunak >< keras (qaswah) 25. yakin >< syak 26. sabar >< meronta (jaza’) 27. pemaaf (shafh) >< pendendam 28. kaya (ghina) >< fakir 29. tafakur >< lalai (sahw) 30. hapal (hifzh) >< lupa (nisyan) 31. penyambung >< pemutus 32. kanaah >< ingin tambahan (hirsh) 33. emansipasi >< isolasi diri 34. rasa sayang >< rasa permusuhan 35. memegang (wafa’) >< melepas 36. taat >< maksiat 37. khudhuk >< arogansi 38. selamat >< bencana 39. cinta (hubb) >< marah 40. jujur >< bohong 41. hak >< batil 42. amanat >< khianat 43. murni >< noda (syaub) 44. cekatan >< lamban 45. cendikia >< tolol 46. pengetahuan >< penyangkalan 47. pengukuhan >< penyingkapan 48. menjaga aib orang lain >< makar 49. menjaga rahasia >< ekspose 50. shalat >< penyia-nyiaan 51. puasa >< iftar 52. jihad >< lari dari jihad 53. haji >< ingkar janji 54. menjaga omongan >< membongkar skandal 55. bakti kepada orang tua >< durhaka 56. realitas >< riya’ 57. makruf >< tabu 58. menutup aurat >< bersolek 59. taqiyyah >< mengobral perkataan 60. jalan tengan (inshaf) >< fanatisme 61. kebaktian >< onar 62. bersih >< kotor 63. malu >< bugil 64. terarah (qashd) >< bablas (‘udwan) 65. relaks >< lelah (ta’ab) 66. kemudahan >< kesukaran 67. berkah >< binasa 68. afiat >< petaka (bala’) 69. normal >< berlebih 70. hikmah >< hawa nafsu 71. bahagia >< nestapa 72. taubat >< berkeras kepala 73. istiqhfar >< pongah (ightirar) 74. mawas diri >< lengah (tahawun) 75. berdoa >< berpaling (istinkaf)
Ke-75 bala tentara ini tidak akan dipersatukan kembali kecuali pada seorang Nabi, penerus Nabi (washi) atau seorang mukmin yang hatinya telah lulus ujian. Selain mereka, mempunyai sebagian. Dan dalam perjalanannya nanti, dia akan menyempurnakan bala tentara akal dalam jiwanya sambil selalu mewaspadai bala tentara jahil. Setelah itu, baru manusia dianggap sederajat dengan para Nabi dan washy.
Tentunya, sebelum mencapai
apapun, manusia mesti mengerti dan mengenal akal dan bala tentaranya.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita semua untuk berlaku taat
dan mendapat ridha-nya” (Bihar ul Anwar 1:109-111 bagian Kitab Al-Aql wa
Al-Jahl). Maka dapat diambil kesimpulan: Tuhan Maha Kuasa, dan karena roh
“berasal dari perintah Tuhan-ku”, salah satu ciri utamanya adalah pengetahuan
dan kesadaran. Namun nafs menyeret jauh dari cahaya kesadaran roh itu, dan
seperti jasad, ia tidak dapat menangkap kilauan cahaya yang bersinar dari balik
kegelapannya.
Roh memiliki kualitas
pemahaman yang disebut AKAL. Dan tingkatan manusia itu dibedakan oleh kekuatan
cahaya akal dalam menembus selubung nafs. Memang selalu terjadi pertengkaran
yang sengit antara akal dan nafs, dan sayangnya bagi sebagian besar orang, nafs
lah yang menang. Sedangkan bagi nabi dan orang-orang suci, akal lah yang
menang.
Rumi berkata: Dua ekor rajawali dan elang dalam satu sangkar; mereka saling mencakar...... O Dalam setiap desahan nafas kita, akal berjuang melawan godaan nafs. Keterpisahaan dari Sumber telah menyebabkan mereka terpuruk. Jika desakan nafs keledai telah kalah, akal akan menjadi Messiah (penyelamat). Sungguh akal dapat melihat setiap akibat, nafs tidak. Akal yang telah dikalahkan nafs menjadi nafs—Yupiter bertekuk lutut pada Saturnus, mungkinkah? oAkal adalah cahaya yang mencari kebaikan. Mengapa kegelapan nafs dapat mengalahkannya? Nafs memiliki rumahnya sendiri, dan akal adalah musafir. Di depan pintunya, seekor anjing begitu tunduk pada singa.”
Sumber: Al Hawa fi Hadis Ahl al Bayt oleh Muhammad Mahdi al-Ashify, Majma’ al-Alami li Ahl al Bayt.
Rumi berkata: Dua ekor rajawali dan elang dalam satu sangkar; mereka saling mencakar...... O Dalam setiap desahan nafas kita, akal berjuang melawan godaan nafs. Keterpisahaan dari Sumber telah menyebabkan mereka terpuruk. Jika desakan nafs keledai telah kalah, akal akan menjadi Messiah (penyelamat). Sungguh akal dapat melihat setiap akibat, nafs tidak. Akal yang telah dikalahkan nafs menjadi nafs—Yupiter bertekuk lutut pada Saturnus, mungkinkah? oAkal adalah cahaya yang mencari kebaikan. Mengapa kegelapan nafs dapat mengalahkannya? Nafs memiliki rumahnya sendiri, dan akal adalah musafir. Di depan pintunya, seekor anjing begitu tunduk pada singa.”
Sumber: Al Hawa fi Hadis Ahl al Bayt oleh Muhammad Mahdi al-Ashify, Majma’ al-Alami li Ahl al Bayt.