Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah (2)





Hubungan Amirul Mukminin as dengan Abu Bakar betul-betul dingin dan tidak ada kenangan apapun yang tercatat dalam sejarah. Adapun dengan Umar, ada banyak cerita yang sampai kepada kita, umumnya berkaitan dengan bantuan yudikatif (kehakiman) beliau terhadap Umar dan juga jawaban beliau terhadap konsultasi-konsultasi Umar yang akan kita bawakan di pembahasan mendatang. Umar berusaha menghindari sikap kurang ajar yang terang-terangan terhadap Amirul Mukminin as, dan kemungkinan besar beliau pun menghargai sikap tersebut. Berbeda dengan Utsman. Dia tidak tahan menyaksikan Amirul Mukminin as menuangkan gagasan-gagasan beliau. Sampai-sampai pernah dia berkata kepada beliau, "Kamu di sisiku tidak lebih baik dari pada Marwan Bin Hakam!"  

Abbas mengingatkan dan meminta Utsman untuk hati-hati terhadap Amirul Mukminin as. Tapi Utsman malah menjawab, "Pernyataan pertamaku padamu adalah kalau Ali menginginkan dirinya sendiri saja (tidak sampai mengusik yang lain), ketahuilah, tidak seorang pun yang lebih mulia di sisiku selain dia." Sudah barang tentu, Amirul Mukminin as tidak sudi menutup mata dari penyelewengan yang sedang terjadi hanya karena Utsman dan pershabatan dengannya. Oleh karena itu, dari satu sisi hubungan beliau dengan Utsman sangat dekat sebagai seorang sahabat dan di sisi lain tegas karena menyangkut kepentingan umum.  

Pernah suatu ketika ada seorang wanita dari Anshar bertikai dengan salah satu wanita dari Bani Hasyim, dan akhirnya yang menang secara hukum adalah wanita Anshar itu. Utsman berkata kepada wanita itu, "Ini adalah pendapat misananmu sendiri, Ali!"

Perlawanan Amirul Mukminin as terhadap pemerintahan yang berkuasa adalah sebuah kerja yang sangat berat, khususnya pada tahun-tahun pertama. Dengan mengucilkan diri, beliau berusaha untuk menghindari bentrokan face to face dengan pemerintah. Sa'd Bin 'Ubadah adalah salah satu pengalaman terbaik untuk itu. Dia tidak berbaiat kepada pemerintah, dan tiba-tiba pada masa kekhilafahan pertama dan kedua tersebar berita bahwa makhluk-makhluk halus (jin) telah membunuhnya. Pada topik pembahasannya sendiri dapat kita sadari bersama bahwa berdasarkan referensi-referensi historis yang akurat, pembunuhan itu berlatar belakang politik.  

Ibn Abil Hadid bercerita, "Saya pernah bertanya kepada Abu Ja'far Naqib (Yahya bin Abi Zaid), 'Yang saya herankan dari Ali as adalah bagaimana beliau bisa bertahan hidup selama itu setelah wafatnya Rasulullah saw, padahal Quraisy sangat dengki tehadap beliau?' Abu Ja'far menjawab, 'Apabila beliau tidak mengecilkan diri sekecil mungkin dan tidak mengucilkan diri di pojok rumahnya, sungguh beliau telah diteror. Namun beliau telah mendelete file tentang dirinya dari memori masyarakat dan menyibukkan diri dengan ibadah, shalat dan membaca Al-Qur'an. Beliau telah keluar dari gaya pertamanya. Beliau melupakan pedang seperti halnya perajurit pemberani yang bertaubat dan merasuk ke dalam bumi atau menjadi biarawan di gunung-gunung. Karena beliau "menuruti" pemerintah waktu itu dan merendahkan diri sebisa mungkin, maka beliau pun dibiarkan. Andai saja beliau tidak berbuat demikian, niscaya mereka telah menerornya.'"  Kemudian dia menjelaskan rencana serius Khalid untuk membunuh beliau as. Mukmin ath-Thaq juga berpendapat sama bahwa sikap vakum dalam politik beliau pada masa itu karena kekhawatiran jangan sampai makhluk-makhluk halus tadi membunuhnya (sebagaimana yang telah terjadi menimpa Sa'd).  

Sudah barang tentu, hal ini bukan berarti Amirul Mukminin as sama sekali menyia-nyiakan kesempatan yang sesuai untuk menjelaskan dan mempertahankan hak-haknya yang terampas. Contoh, periode pertama beliau menolak untuk berbaiat yang berlangsung beberapa bulan lamanya. Bahkan, di hari-hari pertama, beliau menggandeng tangan istri dan anak-anaknya dibawa ke depan rumah-rumah Anshar untuk berusaha mengembalikan haknya yang terampas. Kegetolan beliau sampai batas beliau dituduh sebagai orang yang rakus terhadap khilafah. Beliau berkata, "Ada seorang yang mengatakan kepadaku, 'Wahai putera Abu Thalib! Betapa rakusnya dirimu terhadap Khilafah!' Kukatakan kepadanya, 'Tidak, Demi Allah! Kalianlah yang rakus terhadap khilafah. Kalian lebih jauh dari Rasulullah saw sementara aku sangat spesial di sisi beliau. Aku hanya menghendaki hakku, tapi kalian tidak mengizinkan, bahkan kalian halangi aku untuk sampai pada hak yang sebenarnya.'"

Sering beliau berargumentasi seperti di atas. Contoh lain, "Wahai masyarakat Quraisy! Sesungguhnya kami, Ahlulbait, lebih berhak daripada kalian atas hal ini (khilafah Islam). Apa tidak ada di tengah kita orang yang bisa membaca Al-Qur'an? Apa tidak ada di tengah kita orang yang memeluk agama yang benar?"  

Mengenai penilain beliau terhadap tiga khalifah sepeninggal Rasulullah saw, harus dikatakan bahwa Amirul Mukminin tidak pernah bebas untuk mengungkapkan penilannya terhadap khalifah pertama dan kedua. Berbeda dengan Utsman. Beliau dengan leluasa dapat mengungkapkan pandangannya tentang dia kapanpun ada kesempatan yang tepat untuk itu. Alasannya adalah karena bala tentara yang beliau pimpin di Kufah masih menerima mereka berdua. Hanya sebagian kecil saja yang menolaj mereka. Oleh karena itu, Amirul Mukminin as tidak bisa secara leluasa berbicara tentang khalifah pertama dan kedua di tengah-tengah mereka. Sekali pernah ada peluang. Beliau segera mengungkapkan sakit hati yang dipendamnya selama ini. Namun tak lama berselang, beliau berhenti untuk melanjutkan pembicaraan. Ketika Ibn Abbas bersikeras agar beliau meneruskan curah hatinya, beliau hanya menjawab, "Tidak wahai Ibn Abbas! Yang kamu dengar tadi adalah nyala api yang tumpah."  

Kendatipun Amirul Mukminin as sudah sangat berhati-hati, akan tetapi beliau tidak menerima persyaratan Abdurrahman Bin Auf  berkaitan dengan khilafah. Ibn Auf pernah mensyaratkan, "Apabila Ali bertindak sesuai dengan sunah dua khalifah pertama dan kedua, maka akan kuserahkan khilafah kepadanya." Amirul Mukminin as menegaskan, "Aku akan bertindak sesuai dengan pandanganku." Ini menunjukkan bahwa beliau secara terang-terangan menolak sunah dan logika tindakan dua khalifah tersebut. Menurut beliau, banyak tindakan mereka yang bertentangan dengan sunah Rasulullah saw dan hanya berlandaskan ijtihad yang menyeleweng. Kalaupun terkesan Amirul Mukminin as menuruti Abu Bakar dalam beberapa hal, tidak lain karena di sebagian hal itu terkandung juga ketaatan kepada Allah SWT. Jadi beliau melakukannya bukan karena menuruti khalifah pertama, tapi karena Allah menghendaki beliau untuk mengambil langkah demikian.  

Ucapan-ucapan Amirul Mukminin as di masa khilafahnya dan juga langkah-langkah beliau dalam menyikapi berbagai masalah menjelaskan kepada kita bahwa beliau tidak menerima cara-cara yang diberlakukan oleh khalifah-khalifah sebelum beliau.  

Lama setelah itu, Muawiyah menuliskan dalam suratnya kepada Amirul Mukminin as, "Kamu iri terhadap khalifah-khalifah sebelummu dan kamu telah berlaku zalim atas mereka!" Amirul Mukminin as menjawab, "Kamu beranggapan bahwa aku hanya menghendaki keburukan khalifah-khalifah dan iri dengki terhadap mereka. Kalaupun memang demikian (apa yang kamu katakan itu benar), memangnya kamu ini siapa sehingga berhak menuntut sesuatu? Tidak pernah mereka berbuat jahat terhadap dirimu sehingga mereka mesti mohon maaf kepadamu …. Sementara kamu sendiri menyatakan bahwa aku diberlakukan seperti unta yang hidungnya telah dijinakkan sehingga dengan mudah mereka dapat menyetirku untuk berbaiat. Demi Tuhan, kamu ingin mencela, tapi memuji, kamu hendak menjatuhkan, tapi kamu jatuhkan dirimu sendiri. Apa kekurangan muslimin sehingga mereka terzalimi dan tidak tahu lagi akan agama. Keyakinannya kokoh dan terlepas dari dua hati ... dan aku tidak akan minta maaf atas perlawananku terhadap Utsman lantaran bid’ah-bid’ah yang telah dia karang."  

Dengan adanya kritik tajam Amirul Mukminin as terhadap khalifah sebelumnya, khususnya sikap tegas beliau di tengah-tengah Dewan Syura, maka tidak bisa seseorang—dengan beralasan hubungan kekeluargaan beliau dengan Umar dan Utsman—untuk mengatakan bahwa beliau meyakini kebenaran pemerintahan mereka. Bahkan, apabila terlihat beliau memuliakan sebagian khalifah dibandingkan dengan khalifah yang lain, sama sekali bukan berarti beliau menerima prinsip utama mereka dalam memerintah.  

Ketika Amirul Mukminin as sadar akan kelemahannya melawan partai yang sedang berkuasa, dan tidaklah maslahat bagi Islam apabila beliau memulai perlawanan terhadap mereka, maka beliau memilih jalan damai. Di berbagai kondisi dan kesempatan, Amirul Mukminin as menjelaskan dan meluruskan bahwa bai'at dan penerimaan beliau terhadap Abu Bakar sebagaimana umumnya Muhajirin dan Anshar tidak lain karena keharusan dan menjaga persatuan muslimin. Terkadang beliau juga membawakan pendekatan untuk penjelasannya di atas dengan ucapan nabi Harun as kepada nabi Musa as, "Aku takut kau katakan bahwa aku telah memecah belah Bani Israel." (QS. Thaha : 94) Beliau berkata tentang Saqifah, "Bahkan aku sendiri sadar bahwa hakku telah dirampas dan aku tinggalkan hakku untuk mereka. Semoga Allah SWT mengampuni mereka."  

Dulu, Ahlusunah tidak menerima bahwa Ahlulbait as meyakini diri mereka lebih layak memerintah dari pada khalifah pertama, kedua dan ketiga. Namun sekarang ada beberapa golongan Ahlussunah yang tercerahkan yang menerima bahwa alasan Ali as berbaiat kepada Abu Bakar tidak lain adalah menjaga persatuan di saat beliau mengungkapkan hanya dirinya orang yang layak dan berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah saw.  

Bagaimanapun juga, kehidupan terpencil Amirul Mukminin as di tengah masyarakat merupakan sikap beliau dan para khalifah sendiri tahu kalau mereka tidak bisa bertemu, dalam artian mendukung satu sama lain, khususnya berhubungan dengan persoalan khilafah. Kendatipun demikian, pulang dan pergi ke masjid, bahkan jalinan kekeluargaan  seperti pernikahan Umar dengan Ummu Kultsum adalah sesuatu yang biasa. Pernikahan ini terjadi karena Umar bersikeras untuk menikahinya. Pada mulanya Amirul Mukminin as menolak, tapi pada akhirnya beliau terima. Seperti juga yang pernah terjadi antara beliau dan Abu Bakar. Amirul Mukminin as menikahi istri Abu bakar, Asma' binti Umais, sepeninggalnya, dan beliau mendidik putera Abu Bakar, yaitu Muhammad bin Abu Bakar, di rumah beliau sendiri.

Bai'at Massa Terhadap Ali

Tanpa diragukan lagi bahwa semasa kepemimpinan tiga khalifah, Amirul Mukminin as tidak berperan aktif di kancah politik yang sedang berjalan saat itu. Beliau hanya menyempatkan diri untuk menyelesaikan konsultasi yudikatif yang sampai kepada beliau. Dengan kata lain, beliau tidak menjadi anggota di formasi pemerintahan khalifah-khalifah sebelumnya. Sampai batas-batas tertentu bisa dikatakan bahwa kemenangan Ali as  setelah periode Utsman berakhir berarti kemenangan lawan-lawan Quraisy dan garis anti Umawi. Lawan-lawan ini dilindungi oleh suku-suku Irak dan para pendatang dari Mesir, didukung juga oleh kebersamaan Anshar dan pribumi Madinah. Tapi ada juga kelompok Muhajirin yang tergolong di dalam kelompok mereka, kelompok yang salah satu pembesarnya adalah Ammar Bin Yasir. Semua ini baru sebagian dari orang-orang yang menentang Utsman. Ada juga kelompok Quraisy yang ikut serta melawan Utsman, karena mereka merasa diabaikan oleh Utsman dan dia hanya memperhatikan keturunan Umayyah. Para pembesar kelompok oposisi Quraisy ini adalah Thalhah, Zubair dan 'Aisyah. Amr Bin 'Ash juga aktif melawan Utsman lantaran dia disingkirkan dari pemerintahan Mesir. Yang jelas, dakwaan mereka semua sama, yaitu Utsman telah mengambil jarak dari sunnah Rasulullah saw. Oleh karenanya, arah global dari demonstrasi anti Utsman tadi adalah kembali pada sunnah Rasulullah saw, yaitu keadilan dan kebijakan serta membumihanguskan kezaliman yang telah menimpa masyarakat.  

Sejak awal arus perlawanan massa terhadap Utsman ini dimulai, Amirul Mukminin as memainkan peran sebagai mediator dan juru bicara dua kelompok di atas yang menyampaikan kritik masyarakat kepada Utsman. Dalam peran ini, beliau juga menjaga keseimbangan dan keadilan kedua belah pihak. Kendatipun beliau menentang beberapa perlakuan Utsman yang tidak pantas, akan tetapi selaku mediator dan penengah kedua belah pihak massa dan Utsman, di samping menjaga hak penentang dan juga hak Utsman, beliau meminta Utsman berjanji untuk memperhatikan (menjaga) situasi para penentang. Dengan demikian, beliau juga telah menjaga mereka tetap tenang dan tidak berbuat kegaduhan. Akan tetapi, ketika Utsman terbunuh dan Ali as memimpin, secara otomatis Bani Umayyah dan sebagian dari sayap Quraisy menuduh beliau sebagai pelaku pembunuhan khalifah Utsman, padahal beliau sama sekali tidak punya peran dalam tragedi ini. Banyak pula dari sahabat dekat Amirul Mukminin as yang turut menentang Utsman, dan mereka juga tertuduh sebagai orang yang berperan dalam pembunuhan khalifah secara langsung. Semua orang yang mengutamakan Ali as adalah anti Utsman, dan sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, ini adalah awal mula kematangan gerakan tasyayyu' (pengikut setia Ali as) di tengah masyarakat Kufah. Aktifitas politik mereka yang utama bermula dari perlawanan terhadap Utsman sebagai pemimpin kala itu. Tapi umumnya mereka masih menerima Abu Bakar dan Umar.  

Kekuatan pendukung Amirul Mukminin as sangat kuat dan tersusun dari kalangan Anshar, mayoritas sahabat Rasulullah saw dan para qari' dari kota Kufah. Begitu solidnya kekuatan ini sehingga sama sekali ia tidak memberikan kesempatan kepada Thalhah dan Zubair untuk muncul ke permukaan. Begitu juga dengan Sa'd bin Abi Waqqash yang sama sekali tidak disebut oleh massa.  Lanjutan riwayat panjang Sa'id Bin Musayyib tentang pembunuhan Utsman tadi menyatakan, setelah terbunuhnya Utsman, Ali as pulang ke rumah dan kerumunan massa berbondong-bondong mendatangi rumah beliau. Mereka berunjuk rasa demi manyatakan Ali sebagai khalifah, dan meminta Ali as untuk mengulurkan tangan demi menyambut bai'at mereka. Amirul Mukminin as menjawab permintaan mereka, "Bai'at tidak ada hubungannya dengan kalian. Bai'at adalah hak para sahabat yang telah ikut dalam perang Badar. Siapapun yang mereka yakini sebagai khalifah, ia akan menjadi khalifah." Tak lama kemudian, semua sahabat yang pernah ikut dalam perang Badar yang masih hidup mendatangi Amirul Mukminin as dan berharap untuk membai'at beliau. 

Tidak ada komentar: