Engkau Harimau, Bukan Kambing

Membaca Arthasastra

“Si harimau kecil, setelah tahu ia berhadapan dengan si raja hutan, menatap si raja hutan yang memiliki bulu-bulu lebat yang pirang itu dengan perasaan heran karena tak menerkamnya”

Dalam waktu beberapa bulan, setelah kemarau yang cukup panjang di sebuah hutan di lereng bukit gunung Himalaya nun jauh, hanya sedikit binatang-binatang yang bertahan hidup karena kekurangan makanan dan sedikitnya air yang tersedia. Saat itu telah lama hari-hari yang sulit berlangsung. Si harimau betina yang masih berusia muda itu telah hamil tua sejak ia memadu cintanya yang indah bersama kekasihnya yang kini telah tiada karena tak kuasa melawan kelaparan di sebuah musim kemarau yang panjang.

Ia terus melangkahkan keempat kakinya, meski hari itu ia merasa amat lelah setelah cukup lama tak menjumpai binatang-binatang yang hendak ia buru. Hari itu, si harimau betina yang tengah hamil tua itu hampir putus-asa di saat ia sangat merasa lapar setelah beberapa hari harus puasa dan hanya minum sedikit dari sisa-sisa air yang dijumpainya berkat keuletannya sebagai seorang calon ibu. Namun, saat ia hampir putus asa itu, ia melihat sekelompok kambing liar ketika ia mengarahkan kedua matanya yang murung dan sayu itu ke sudut sebuah hutan yang daun-daunnya sudah banyak yang berjatuhan.

Dengan sekuat tenaga ia berlari ke arah kawanan kambing liar tersebut. Tetapi tanpa ia sadari dan karena terdorong rasa tak sabarnya itu, gerakan tangkasnya yang tiba-tiba itu membuat bayi yang dikandungnya seketika keluar dari rahimnya, dan seketika ia pun tewas, hanya dua detik setelah bayi yang dikandungnya itu hadir di dunia, meski dengan cara terjatuh.

Sementara itu, sekawanan kambing liar yang awalnya tercerai-berai karena aksi si harimau betina yang telah tewas itu, merasa iba dengan seekor bayi harimau yang baru dilahirkan dan langsung menangis di sisi mayat ibunya. Dan cerita pun berlanjut, seperti laiknya sebuah kisah fabel, kawanan kambing liar itu pun memutuskan untuk merawat dan membesarkan si harimau kecil yang baru lahir dan belum lama hadir ke dunia tersebut.

Setelah dilakukan sebuah undian ala para kambing liar itu, terpilih-lah salah seorang kambing dari mereka yang sebenarnya sudah hampir renta dan telah memiliki anak. Si kambing yang terpilih menjadi ibu bagi si harimau kecil itu pun menyusui dan merawat si harimau kecil tak ubahnya anaknya sendiri. Mengajaknya bermain dan melindunginya dengan penuh kasih sayang.

Setelah itu, laiknya sebuah kisah, hari-hari pun berganti bulan, dan bulan-bulan berganti tahun, si harimau kecil tumbuh bersama kawanan kambing liar tersebut, hingga ia hidup layaknya para kambing: memakan rumput dan mengembik sebagaimana yang cukup lama ia pelajari dari kawanannya itu. Memang, mulanya ia merasa kesulitan ketika ia harus memakan rumput dengan gigi-giginya yang runcing, tetapi lambat-laun toh ia dapat juga melakukannya. Karena kebiasaannya itulah, tanpa ia sadari tubuhnya menjadi ramping dan wataknya menjadi lembut, berbeda dengan para harimau umumnya.

Dan akhirnya, di suatu ketika, saat si harimau kecil itu telah menjadi seorang harimau remaja yang tak lama lagi menjadi seorang harimau lelaki dewasa, seekor harimau jantan dewasa yang ganas menyerang kawan kambing liar yang telah menjadi ibu dan keluarga si harimau kecil. Semua kambing liar itu berlari ketakutan, tetapi tidak si harimau kecil yang tetap berada di tempatnya dengan tenang, dan tentu saja membuat si harimau jantan tua yang ganas itu menjadi kagum sekaligus merasa aneh bahwa ada seekor harimau remaja di antara kawanan kambing liar itu.

Si harimau kecil, setelah tahu ia berhadapan dengan si raja hutan, menatap si raja hutan yang memiliki bulu-bulu lebat yang pirang itu dengan perasaan heran karena tak menerkamnya. Tanpa ia sengaja, si harimau kecil itu mengembik layaknya kambing, yang segera membuat si harimau tua yang ganas itu merasa jijik sekaligus heran dan bertanya-tanya, terbelalak seketika. “Apa yang sedang kau lakukan di sini bersama kambing-kambing itu, hah calon jagoan!?” Tanya si raja hutan dengan garang sembari meledek si harimau kecil.

Si harimau kecil itu malah kembali mengembik hingga membuat si raja hutan semakin geram dengan tingkahnya itu. “Mengapa kau meniru-niru suara bodoh tersebut!” Bentak si raja hutan kepada harimau kecil. Karena terdorong rasa marah sekaligus ingin menunjukkan jati diri si harimau kecil, si raja hutan itu pun memaksa menarik dan mengajak si harimau kecil ke tempat si raja hutan.

Dan kini mereka berdua telah sampai di tempat si raja hutan, dan si raja hutan itu segera mengajak si harimau kecil ke sebuah kolam dan memaksa si harimau kecil itu mendekati kolam dan membungkukkan badan dan wajahnya ke air kolam yang jernih tersebut. “Sekarang kau tahu kan, calon jagoan, bahwa kau lebih mirip denganku, ketimbang dengan kambing-kambing itu!” Bentak si raja hutan ketika mereka berdua sama-sama memandang wajah mereka yang muncul dari balik kejernihan air kolam itu. “Nah, sekarang kau tak boleh lagi mengembik atau memakan rumput. Karena kau bukan mereka!” Ujar si raja hutan kepada harimau kecil, yang seakan-akan seorang murid baru yang tengah dilatihnya.

Saat itu, si harimau kecil memang tak dapat menjawab dan hanya bisa diam sembari terus memandangi wajahnya yang memang lebih menyerupai wajah si raja hutan, bukan dengan ibu asuhnya atau kambing-kambing lainnya yang telah menjadi keluarganya sejak kematian ibunya dalam perburuan yang berani itu.

Persis ketika itulah si harimau kecil menjadi gelisah, sementara si raja hutan menjadi puas dengan kejadian dan rasa gelisah murid barunya itu. Tanpa sengaja, si harimau kecil itu pun mulai mengaum, yang tentu saja membuat si raja hutan tertawa girang. Dan segera saja si raja hutan menarik dan mengajak si harimau kecil itu ke sebuah sudut lain, dan sesampainya di sebuah sudut rumahnya itu, si raja hutan menyuguhkan sekerat daging kepada si harimau kecil.

“Sekarang, makanlah makananmu itu!” Perintah si raja hutan. Tetapi lagi-lagi si harimau kecil malah mengembik dan langsung membuat si raja hutan marah. “Makan!” Demikian si raja hutan kembali memerintah, yang kali ini dengan membentak. Si harimau kecil menolak untuk memakan daging itu, namun dengan sigap si raja hutan malah menjejalkan ke mulut si harimau kecil.

Sontak saja, sekerat daging yang memang getas dan alot itu telah menyulitkan mulut si harimau kecil ketika dia berusaha mengunyah dan menelannya. Tetapi pelan-pelan ia merasakan ada rasa nikmat dan rasa ingin tahu yang muncul bersama-sama, dan akhirnya si harimau kecil merasakan sebentuk kepuasan setelah berhasil mengunyah dan menelan sekerat daging pemberian si raja hutan itu. Setelah itu, mereka terlelap bersama-sama karena lelah setelah berdebat selama setengah hari sampai seperempat malam itu.

Keesokan harinya, si harimau kecil terbangun dan menguap. Si raja hutan yang memperhatikan dirinya saat baru terbangun dari tidurnya langsung merasa puas dan gembira ketika si jagoan kecil itu telah menyadari siapa sesungguhnya dirinya, yang telah beberapa tahun ia lupakan. Si harimau kecil itu pun mulai mengaum, dan merasakan adanya kepuasan ketika ia melakukan hal tersebut. Si raja hutan pun kembali tersenyum dan gembira ketika memandang si harimau kecil yang ternyata tak butuh lama untuk menyadari siapa dirinya itu. “Nah, karena kau sudah sadar siapa dirimu, sekarang waktunya untuk berburu bersama-sama!” Kata si raja hutan.

Sulaiman Djaya

Tidak ada komentar: