Khusraw dan Shirin (Bagian Pertama)


Syapur kelelahan setelah semalaman suntuk ikut pesta bersama pangeran muda Khusraw. Syapur coba mencari pasangan yang tepat unutk Khusraw, dan dia merasa puas dengan upayanya semalam. “Kugunakan trik tertua yang ada di buku, “pikirnya, menyeringai pada dirinya sendiri sambil naik ke pembaringan. “Dan Khusraw terperangkap! Semakin banyak semakin baik untuknya.” Dengan lebih serius, Syapur membayangkan, ‘Yah, tinggal menunggu waktu hingga dia menemukan seseorang dan tenanglah hidupnya. Sampai kapan dia akan terus hidup bersenang-senang tanpa tanggung jawab?”

Apa yang sudah dilakukan oleh sepupu dan pejabat istana pangeran Khusraw tersebut adalah menceritakan seorang putri yang pernah dilihatnya di Armenia dengan penuh semangat. Di akhir pesta, Khusraw telah begitu terpana oleh pesona putri tersebut sehingga dia langsung jatuh cinta pada bayangannya semata. Syapur sendiri kagum dengan gambaran yang keluar dari bibirnya, sulit dipercaya bahwa dia dapat menciptakan bayangan yang sangat memikat semacam itu. Obyek fantasi Khusraw, yakni Syirin, tidak tahu sama sekali tentang rencana Syapur. Seandainya tahu pun, Syirin tidak akan peduli. Gadis muda ini terlalu mandiri untuk membiarkan masalah pernikahan mengganggu pikirannya. Barangkali justru jiwa bebasnya ini yang membuatnya sangat menarik. Dia dibesarkan sebagai satu-satunya pewaris tahta Armenia. Bibinya, Sang Ratu Agung Mahin, tidak memiliki anak, yang membuat Syirin menjadi penerusnya. Mungkin, karena itulah Syirin mencurahkan energinya untuk mempelajari pelbagai keahlian yang biasanya tidak menarik minat kaum wanita di zamannya, seperti menunggang kuda, berburu, dan seni perang. Tetapi bukan berarti Syirin tidak memiliki kualitas feminine, justru sebaliknya. Dia sangat cantik: matanya yang biru laut tampak bersinar, pipinya yang begitu merona tampak luar biasa, memberinya kulit terang; rambutnya bergelombang, tebal dan gelap, menari liar membingkai wajahnya. Benar-benar kecantikan yang sempurna, sehingga pujian Syapur yang berlebihan pun sebetulnya masih wajar.

Pangeran Khusraw begitu ingin melihat Syirin, maka Syapur pun berangkat ke Armenia dengan maksud untuk membawa sang putri bersamanya. Musim panas dengan cuacanya yang cerah dan bunga-bunga yang bermekaran, telah membawa kebahagian bagi Armenia. Kebiasaan Putri Syirin selama musim panas adalah menghabiskan waktu seharian di daerah pedalaman. Tempat khususnya merupakan sebuah tempat peristirahatan di dekat air terjun yang dikelilingi semak belukar lebat, terlindung dari pandangan orang, di mana dia dan dayang-dayangnya dapat bebas berenang. Biasanya dia juga ditemani sahabat-sahabatnya.

Ketika Syapur tiba di ibukota Armenia, dia mendapat kabar bahwa putri sedang berpesiar ke luar kota. Syapur langsung melaju ke daerah pedalaman. Di jalan dia membuat rencana untuk menarik perhatian Syirin kepada Khasraw. Hari sudah sore ketika Syapur tiba di tempat peristirahatan kerajaan. Dia turun dari kudanya dan berjalan mengendap-endap. Sejenak dia mengamati putri dan para sahabatnya yang sedang bergembira dari balik sebuah pohon. Kemudian dia melihat sekelilingnya dan menemukan pohon kenari yang sempurna untuk menjalankan rencananya. Dengan hati-hati dia mengambil sebuah gambar dari kantung sadelnya dan membawa gambar itu menuju pohon kenari.

Seorang seniman berbakat telah membuat gambar tersebut, gambaran hidup yang begitu mirip dengan sang pangeran tampan. Dalam lukisan itu Khusraw mengenakan jubah satin berwarna biru gelap yang diberi ornamen intan dan safir, tangan kanannya bertumpu pada sebuah pedang yang menyembul dari ikat pinggangnya. Mata hitam Khusraw yang ekspresif menatap langsung mata orang yang melihat lukisan itu. Beberapa ikal hitam berantakan menghias keningnya, memberi kesan liar. Dengan hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tegas, gambar itu sangat menarik perhatian.

Syapur memajang lukisan itu pada pohon kenari, dan duduk menunggu di tempat yang agak jauh. Akhirnya Syirin berpisah dari teman-temannya. Dia berjalan perlahan, menghirup tiupan angin sepoi-sepoi dan wangi segar rerumputan. Ketika dia mendekati pohon kenari, langkahnya terhenti dan dia menutup mata, coba membebaskan pikirannya dari masa lalu atau pun masa yang akan datang. Pikirannya jernih, dia berdiam diri selama beberapa menit. Sambil tersenyum dia membuka matanya –dan terpaku pada lukisan yang bergantung pada pohon kenari. Penasaran, dia mendekati gambar tersebut dan mengamatinya. Lukisan itu adalah gambar seorang lelaki paling tampan yang pernah dilihatnya. “Gambar siapa ini?” pikirnya. Dia mengambil gambar itu lalu menatap linglung sesaat, merasakan pusaran di perutnya. Apa yang terjadi padanya?

Dia kembali ke tempat peristirahatan sambil menyembunyikan gambar itu di balik pakaiannya. Acara jalan-jalan yang tadinya akan dilakoninya, telah terlupakan. Sepanjang hari Syirin duduk di tepi sungai, menatap permukaan air. Dia tidak berbicara kepada siapa pun; bahkan tidak menjawab pertanyaan teman-temannya yang terkejut melihat perubahan suasana hatinya yang mendadak. “Ayolah, Syirin, ada apa denganmu?” Tanya mereka. “Engkau terlihat seperti orang yang barusan bertemu hantu.” Bukannya menjawab, Syirin berbalik menuju tendanya, mengeluarkan gambar itu, lalu memandanginya dalam- dalam. Abigail, pengasuh Putri Syirin, sudah mengenal baik perubahan suasana hati tuannya, tetapi kali ini kok ia tidak seperti biasanya. Dengan penuh rasa ingin tahu dia mengamati Syirin dari kejauhan. Ketika Syirin memasuki tendanya, Abigail mengikuti. Dengan hati-hati dia mengintip ke dalam tenda dan melihat Syirin yang sedang menatap sebuah gambar. Saat Syirin tertidur, Abigail berjingkat masuk, lalu perlahan-lahan menarik lukisan itu dari bawah kasur Syirin. Karena terlalu khawatir terhadap tuannya, Abigail membawa lukisan itu kepada teman-teman Syirin dan menceritakan apa yang sudah dilihatnya. Setelah membahas perubahan aneh yang terjadi, teman-teman Syirin menyimpulkan bahwa Syirin, entah bagaimana menderita sakit karena cinta kepada lukisan yang ditemukannya.

Sore itu juga mereka mendatangi Syirin dan menasihatinya agar melupakan semuanya. “Bagaimana jika bibimu mengetahuinya?” salah satu dari mereka bertanya. “Apa yang akan kauceritakan? Bahwa kau telah jatuh cinta kepada sebuah gambar?” Namun tiada guna mengalihkan perasaan Syirin. Gambar itu telah menjerat hatinya. Betapa Syirin dan Khusraw sudah saling jatuh cinta pada bayangan masing-masing-padahal bertemu pun mereka belum pernah bertemu! Ironis bukan?

Syirin kembali pohon kenari beberapa kali, berharap menemukan secuil berita tentang orang yang ada di dalam gambar itu. Dia meminta dayang-dayangnya mencari di sekitar tempat itu dan melihat apa yang bisa mereka temukan. Dayangnya menemukan Syapur, yang sedang bersandar di sebuah pohon tidak jauh dari tempat peristirahatan tersebut. Syapur dibawa menghadap sang putri. Setelah menyuruh dayangnya pergi, Syirin menanyai tentang siapa dirinya dan apa yang dilakukan Syapur di tempat peristirahatan Kerajaan Armenia. Syapur mengenalkan dirinya, menenteramkan hati sang putri dengan kehormatannya, dan menerangkan bahwa dia hanya seorang pengembara yang kebetulan lewat. Syirin menyipitkan mata dan menatap Syapur, “Adakah orang yang telah menggantungkan gambar asing pada pohon di dekat sini,” katanya. Lalu Syirin memperlihatkan gambar itu kepada Syapur, “Apakah engkau melihat orang lain di sekitar sini?” Syapur memandang gambar itu, pura-pura terkejut. “Kenapa? Ini lukisan Pangeran Khusraw dari Persia!” Syapur menatap Syirin dengan ekspresi penuh kekaguman, “Dia orang yang paling berani.” Dia meletakkan lukisan itu dan berkata, “Hamba pernah mendapatkan kehormatan berada di dalam istananya dan menemaninya selama bertahun-tahun. Hamba juga kerabatnya.”

Terlupakan akan tujuan semula untuk mengetahui dari mana gambar tersebut berasal, Syirin mendesak Syapur bercerita lebih banyak tentang sang pangeran. Dengan cara yang sama ketika dia menceritakan sang putri kepada Khusraw, Syapur menggambarkan sepupunya kepada Syirin. Syapur membujuk Putri Syirin supaya berangkat ke Persia sesegera mungkin untuk menemui Khusraw. “Hamba yakin pengeran akan tersanjung menemui tuan putri."

Syirin berpikir cepat. Bepergian ke Persia? Tetapi bagaimana dia bisa menjelaskan alasan kepergiannya kepada bibinya? Bagaimana jika dia pergi sendirian? Dia akan memikirkan beberapa alasan dan menulis surat kepada bibinya begitu dia tiba di Persia dan telah menemui pangerannya. Barangkali saat itu ada berita baik yang dapat disampaikan! “Aku tidak membiarkan seorang pun tahu atas kepergianku,” kata Syirin kepada Syapur, “karena bibiku mungkin akan mengirimkan orang-orangnya untuk menyusulku.” Syapur menjamin bahwa dia akan mengalihkan perhatian para dayang sehingga Syirin dapat melarikan diri dengan aman. Dia akan bergabung dengan putri kemudian, dan memastikan tidak ada seorang pun yang mengikuti mereka. Dia menyarankan agar putri berpakaian seperti seorang laki-laki demi menjaga keamanan. Dia akan memberikan putri seperangkat pakaiannya dari kantung sadelnya.

Dan, begitulah, Syirin memacu kudanya, Syabdiz, yang merupakan kuda terbaik dan tercepat di Armenia. Tak seorang pun dapat berharap mengejar Syirin bila dia sedang menunggangi Syabdiz! Bahkan Syapur yang menyusul hanya dua jam setelah Syirin, tertinggal bermil-mil di belakang. Pada saat bibi Mahin mengetahui Syirin menghilang, gadis itu terada berada sangat jauh. Dan tak seorang pun tahu ke mana tujuan Syirin.

Sementara itu di Persia, Raja Hurmuz mengadakan lawatan singkat. Memanfaatkan kepergian ayahnya, Khusraw memutuskan untuk membuat koin-koin baru yang bergambar dirinya sebagai pengganti sang raja. Ketika Hurmuz kembali ke Mada’in, ibukota Kerajaan Persia, dia sangat marah terhadap kelakuan putranya yang kurang ajar. “Apa yang dia pikirkan- 'sekarang ayahku pergi, akulah Raja Persia?”’ ujarnya dengan marah kepada penasihatnya. “Aku ingin dia keluar dari ibukota. Dia tidak akan pernah kembali lagi ke sini!” Tetapi bahkan sebelum titah raja disampaikan, Khusraw sudah pergi ke Armenia. Sahabat-sahabat Khusraw di istana telah memperingati Khusraw tentang kemarahan raja. Di samping itu, kesabarannya menipis, menunggu berita yang tak kunjung tiba dari Syapur. Dia memutuskan untuk mencari Syirin sendiri.

Di dalam perjalanan, Khusraw berhenti di sebuah sungai untuk beristirahat. Namun, dia merasakan bahwa dia tidak sendirian. Dengan hati-hati dia membawa kudanya bersembunyi di balik semak belukar. Tampak seorang gadis yang sedang berenang di sungai. Tubuhnya yang seperti di pahat dengan kulit putih-pualam bergerak mulus seperti seekor ikan di dalam air, dan rambutnya yang kusut, tampak liar melekat pada wajah dan bahunya, memberinya kecantikan yang alami. Khusraw menahan napas melihatnya. Entah bagaimana, dia merasa pernah melihat gadis itu sebelmnya, tetapi dia tidak ingat di mana atau kapan. Ketika gadis itu muncul dari air lalu mengenakan pakaian yang anehnya, Khusraw mwmalingkan muka, merasa jengah melihat tubuhnya yang telanjang.

Mendengar suara kuda meringik, pangeran kembali memalingkan muka dan hanya menemukan bahwa gadis itu telah lenyap secepat angin. Khusraw berkuda mengelilingi daerah tersebut, tetapi tidak menemukan jejak gadis itu. “Kuda macam apa yang dapat berlari begitu kencang?” tanyanya heran di dalam hati. Pangeran Khusraw masih harus berusaha menempuh jarak bermil-mil sebelum akhirnya tiba di ibukota Armenia ketika dia melihat seseorang berkuda di kejauhan. Ternyata orang itu adalah Syapur. Khusraw menyambut Syapur dengan gembira dan menceritakan semua peristiwa yang terjadi di Persia ketika Syapur pergi, dan menambahkan bahwa dia sedang dalam perjalanan mencari suaka kepada Mahin. Syapur, pada gilirannya, mengabarkan berita tentang pelarian Syirin ke Persia. Khusraw baru menyadari bahwa gadis mempesona yang tadi dilihatnya berenang di sungai itu pastilah Syirin yang justru ingin ia temui.

Sayangnya, mereka tidak mungkin kembali, karena Khusraw telah membuat ayahnya murka. Tanpa dukungan dan perlindungan ayahnya, hidup Khusraw terancam oleh anggota-anggota istana yang oportunis. Dia sudah mencurigai bahwa ada pegawai istana yang sedang berencana merebut takhta, tetapi Khusraw tidak dapat membuktikannya kepada ayahnya. Yang lebih buruk, kepergian Khusraw dari istana akan memudahkan orang-orang itu menyerang raja. Khusraw mengkhawatirkan yang terburuk, tetapi sementara ini sebaiknya dia menjauh. Begitu kemarahan ayahnya reda, dia akan kembali dan meminta maaf. Maka Khusraw pun memacu kudanya terus ke Armenia.

Ketika Syirin tiba di Mada’in, dia baru tahu bahwa pangeran telah melarikan diri. Apa yang harus dia lakukan? Di satu sisi dia menyesal telah datang ke Persia, tetapi di sisi lain, dia tidak punya keberanian untuk kembali ke Armenia dan menghadapi bibinya. Ketika Raja Hurmuz diberitahu tentang identitas sang putri dan alasannya datang ke Persia, raja memperlakukan putri dengan sangat baik, bahkan ia memerintahkan membangun rumah besar di permukiman Khusraw yang berada tidak jauh dari Mada’in. Sejumlah besar dayang ditunjuk untuk melayani putri Syirin. Syirin pun tinggal di dalam rumah besar itu dengan 100 orang pelayan, tetapi dengan hati yang sepi.

Di Armenia, Mahin menyambut hangat kedatangan Khusraw dan Syapur. Pangeran ditempatkan di sebuah villa kerajaan. Ketika Khusraw yakin bahwa Syirin tidak akan kembali dengan sendirinya, dia mengirim Syapur untuk menjemput putri kembali ke Armenia. Namun takdir menyimpan permainan lain bagi kedua pencinta tersebut. Belum sehari Syapur pergi, sebuah pesan datang dari Persia, mengabarkan bahwa Raja Hurmuz telah wafat. Khusraw diharapkan kembalike Mada’in untuk menerima takhta. Oleh karena itu Khusraw berangkat ke Persia. Menjelang kematiannya, hubungan Raja Hurmuz dengan Syirin berkembang dengan baik, raja memberinya keakraban yang cair dan sedikit jenaka, dan Syirin menikmati dukungan raja yang kebapakan, serta tentu saja, keakraban mereka.

Setelah kematian sang raja, Syirin merasa lebih kesepian lagi. Syirin dan dayang-dayang Khusraw yang dikirim ke tempat tinggalnya tidak begitu akrab. Para dayang wanita itu, yang sebelumnya menjadi obyek cumbuan pangeran tidak menyukai Syirin. Mereka berpikir bahwa Khusraw akan jatuh cinta kepada Syirin bila keduanya bertemu. Didorong rasa cemburu, mereka berusaha menciptakan ketidaknyamanan bagi Syirin. Sindiran-sindiran kedengkian mereka wujudkan mulai dari menyediakan air mandi yang terlalu panas atau terlalu dingin, menyobek jahitan gaun sang putri sehingga melahirkan “kecelakaan”, hingga menyembunyikan bangkai tikus di dalam makanan sang putri. Syirin berusaha mengendalikan situasi. Ketika usahanya gagal, hatinya hancur brantakan, Syirin begitu sedih dan rindu pulang.

Di saat-saat seperti itu, Syirin menyesali keputusan yang tidak memberitahu bibinya ke mana dia pergi atau menjelaskan kepergiannya yang tergesa-gesa dari Armenia. Alasan apa yang dapat dia berikan, terutama karena pangeran tidak berada di Persia? Merundang- rundunglah kerinduan Syirin dan berharap ia tidak pernah meninggalkan Armenia. Oleh karea itu, ketika Syapur datang menjemputnya kembali ke Armenia, Syirin sudah jauh lebih dari siap untuk pulang. Sayangnya, keduanya tidak menyadari bahwa Khusraw sedang dalam perjalanan menuju Persia. Dia mengambil jalan pintas dan bukannya jalan utama, sehingga tidak bertemu dengan Syirin dan Syapur. Mahin yang lega melihat keponakannya selamat, menyambut Syirin dengan terbuka. Syirin kemudian menjelaskan kepada bibinya tentang alasan kepergiannya. “Nasib, nasib, begitu lucunya,” kata Mahin. “Tahu tidak, ketika kamu sedang mencari pangeranmu, eh, dianya berada di sini. Dan sekarang, ketika kamu kembali di sini, dia sudah ada di Persia.” Mahin merenung sejenak. “Apa pun bisa terjadi. Aku ingin engkau berjanji.” Syirin mengangguk tanda setuju. “Berjanjilah, bila tiba saatnya engkau bertemu dengan pangeranmu, engkau akan berhati-hati untuk bergaul lebih jauh dengannya. Aku takut ia hanya mengejar kesenangan dunia. Ini sungguh membuatku cemas.” Dengan ayunan tangannya Mahin menghentikan Syirin yang ingin membantah. “Ya. Aku tahu dia orang cakap, lincah, dan tampan, namun jika nanti engkau bertemu dengannya, jangan pernah menyetujui apa pun kecuali menikah dengannya.” Sudah jelas Mahin tidak akan menerima bantaahan yang ingin dikatakan Syirin, jadi dengan patuh Syirin berjanji pada bibinya.

Beberapa hari setelah kedatangan Khusraw di Mada’in, Khusraw dianugerahi mahkota. Meskipun dia telah memperoleh kekuasaan duniawi yang tinggi, ia sangat berkonsentrasi pada kesempatan yang agung tersebut. Dia tidak berdaya, pikirannya tertuju pada Syirin. Kapan mereka akan bertemu?

Di antara anggota kerajaan, ada seorang yang bernama Bahran, jenderal yang tidak menginginkan Khusraw memegang tampuk kekuasan dan tidak menyetujui cara Khusraw memerintah. Bahram menulis surat kepada para petinggi tentara kerajaan, yang isinya menuduh Khusraw telah membunuh ayahnya sendiri dengan tangan dingin untuk memperolah mahkota kerajaan, dan penilaian bahwa Khusraw tidak becus mengurus Negara, serta hubungan cinta Khusraw. Dia menyebarkan rumor bahwa Khusraw telah jatuh cinta kepada gadis asing –jelaslah, katanya secara tidak langsung, semua raja muda hanya cakap membuang waktu untuk urusan roman picisan. Bahram kemudian menyarankan kudeta militer untuk mengambil alih Negara dari pemuda yang berbahaya dan tidak berguna tersebut. Para petinggi kerajaan setuju, dan tidak lama kemudian, pihak militer di bawah pimpinan Bahram mengambil alih ibukota Persia. Khusraw yang tidak memperoleh dukungan dari sahabat-sahabat ayahnya, melarikan diri ke Armenia, tempat yang dia tahu akan menerimanya. Sementara itu Bahram menduduki takhta Persia. (Bersambung)

Tidak ada komentar: