Allamah Hilli


Oleh Muhammad Hasan Amani. Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)

Lembaran-lembaran emas kehidupan Allamah Hilli telah dihiasi oleh kejujuran, ketulusan, cinta dan rasa tanggungjawab. Dialah pejuang kebangkitan yang membela fikih dan ajaran Ahli Bait as. di bawah panji wilayah mereka yang berkibar. Baik sekali jika kita mempelajari kehidupan bintang yang gemilang ini dan menyoroti ruhnya yang menjulang, imannya yang dalam, khazanah ilmu dan keutamaan spiritual serta takwanya.

Asal Usul

Menurut sebagian riwayat, suatu saat di perjalanan menuju kota Kufah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. memilih jalur bukit-bukit Babul, kemudian dia berdiri di atas bukit besar dan menunjuk ke arah semak-semak belukar seraya berkata “Di sini adalah kota dan bukan sembarang kota!”. Asbagh bin Nabatah, salah satu sahabat dia bertanya Wahai Amirul Mukminin! Engkau berbicara tentang sebuah kota di sini, apa dahulu kala di sini ada kota dan sudah punah. Beliau menjawab “Tidak! Di sini nanti akan terbangun sebuah kota yang diberi nama Hullah Saifiyah,[1] kota ini dibangun oleh seorang dari keturunan Asad, dan di kota ini akan muncul orang-orang yang berjiwa suci, bersih, dekat di sisi Allah swt., dan terkabulkan doa-doa mereka”. [2]

Malam 29 bulan Ramadan tahun 648 H, di kota ini lahir seorang anak dari keturunan yang bersih dan dekat di sisi Allah swt., dia bernama Hasan dan dikenal dengan penggilan Ayatullah Allamah Hilli, ibunya seorang putri yang baik hati dan suci; anak dari Hasan bin Yahya bin Hasan Hilli [3] dan saudara perempuan Muhaqiq Hilli, ayahnya bernama Syekh Yusuf Sadidudin; salah satu ulama dan pakar fikih pada waktu itu.

Jika dilihat dari sisi ayah, silisilah Allamah Hilli bersambung kepada Alu Mutahhar (Keluarga Mutahhar) yang merupakan keluarga yang berjiwa bersih, besar, alim, mulia dan bertakwa. Banyak sekali karya-karya peninggalan mereka yang berharga dan sampai sekarang pun masih sering digunakan oleh para peneliti. Alu Mutahhar ini berasal dari Bani Asad yang merupakan klan arab terbesar di kota Hullah dan yang pernah memerintah di sana untuk berapa waktu. [4]

Pendidikan

Rumah Syekh Sadidudin yang mulia dan penuh takwa dianugerahi seorang anak kebanggaan. Hasan, putra Syekh yang baru menginjak usianya yang dini diarahkan oleh ayahnya agar pergi ke rumah belajar dan mempelajari cara membaca al-Qur’an. Dengan bekal potensi yang besar dan usaha yang keras, putra Syekh tidak membutuhkan waktu lama untuk belajar membaca al-Qur’an, dalam waktu yang singkat sekali dia sudah mampu membaca al-Qur’an secara baik dan benar. Walau demikian, putra Syekh ini tidak merasa puas dengan pelajaran di rumah belajar tersebut, itulah sebabnya dia mencari guru privat dan akhirnya menemukan seorang guru yang bernama Muharram, kepadanya dia belajar menulis dan dalam waktu yang singkat pula dia berhasil menguasainya. [5]

Setelah Hasan putra Syekh Yusuf menguasai cara membaca dan menulis al-Qur’an, secara bertahap kesiapan dia untuk mempelajari disiplin-disiplin ilmu yang lain semakin kuat, dia lalui jenjang-jenjang pertama pendidikan mencakup persiapan dan dasar-dasar pengetahuan bersama ayahnya yang juga seorang ulama dan fakih, besar sekali prestasi dan keutamaan yang dia raih sementara dia masih anak-anak sehingga dia dijuluki dengan Jamaluddin yang berarti hiasan dan keindahan agama.

Menghadapi Topan

Belum sepuluh tahun dari usia Jamaludin Hasan, gempuran dahsyat bangsa Mongol membuat rasa takut mencekam hampir seluruh kawasan-kawasan muslim. Iran terbakar hangus oleh api peperangan bangsa Mongol dan jilatan-jilatan api itu kapan saja bisa mengancam daerah-daerah di sekitarnya. Pada saat itu, penduduk negeri Irak betul-betul panik, karena kapan saja ada kemungkinan balatentara Mongol bergerak dari Iran menuju Irak dan menaklukkan satu persatu kota di Irak. Pada saat itu juga, kekuasaan Dinasti Abbasi sedang menjalani detik-detik terakhir sebelum tumbang, dan karena ketakutan maka para penduduk setempat segera mengosongkan kota-kota mereka dan berlindung di sahara.

Orang-orang Syi’ah dan penduduk kota-kota suci seperti Karbala, Najaf dan Kadzimain berkumpul di pemakaman imam-imam suci, mereka berlindung di haram Ahli Bait as. dan mendapatkan ketentangan di sana.

Penduduk kota Hullah juga berusaha menyelamatkan diri dengan pergi ke sahara dan kawasan semak belukar, sebagian dari mereka ada juga yang berlindung di Karbala dan Najaf, tapi ada juga segelintir orang yang memilih tetap tinggal di dalam kota, di antaranya adalah tiga ulama yang bernama Syekh Yusuf Sadidudin, Sayid Mujaladudin bin Thawus, dan Fih bin Iz. Para alim ini berkumpul di satu tempat untuk membicarakan solusi apa kiranya yang dapat menyelematkan kota-kota suci Karbala, Najaf dan Kufah serta kota Hullah. Setelah pertukaran pendapat yang cukup panjang, akhirnya mereka sampai kepada kesimpulan bahwa solusi yang terbaik untuk saat itu adalah mengirim surat kepada Hulaku Khan raja Mongol dan meminta jaminan keamanan dari dia untuk kota-kota suci Irak.

Pada tahun 657 H., Baghdad berhasil ditaklukkan oleh Hulaku Khan dan Mu’tashim khalifah terakhir dari Dinasti Abbasiah juga digulingkan, pada kala itu juga pusat terbesar pendidikan Islam dan mazhab Syi’ah di ibukota Irak dihancurkan, perasaan takut terhadap kebengisan balatentara Mongol mencekam seluruh kota-kota di Irak. Jika dilihat dari sisi kebengisan, kekejaman dan kebiadaban tentara Mongol, sepertinya tidak mungkin ada satu kota pun di negeri Irak yang akan aman, akan tetapi karena jerih payah dan tekad bulat ulama’ Syi’ah di kota Hillah –khususnya Yusuf Sadidudin; bapak Jamaludin Hasan- dan tentunya berkat pertolongan Allah swt. maka keamanan kembali menyelimuti kota Hillah dan kota-kota suci di Irak lainnya, dan kota Hillah sendiri menjadi pusat perlindungan bagi para ulama pada saat itu. [6]

Sejak saat itu sampai penghujung abad kedelapan, kota Hillah menempati posisi penting sebagai salah satu pusat pendidikan terbesar mazhab Syi’ah yang menyedot banyak murid dan guru dari berbagai penjuru, begitulah singkat perjalanan bagaimana negeri Jamaludin Hasan menjadi lahan yang sangat baik, aman, dan terkendali bagi dia dan juga bagi pelajar-pelajar yang lain.

Menimba Ilmu dari Ulama

Jamaludin menjalani hidupnya di kota Hillah dan telah menimba banyak ilmu, etika dan kejiwaan yang menjulang dari para ulama fikih, teolog dan filsuf terkemuka. Dia telah menghiasi dirinya dengan ilmu dan kesucian diri serta mempersenjatainya dengan berbagai ketrampilan dan disiplin ilmu sehingga dia pun berhasil mendapatkan ijasah resmi ijtihad dan periwayatan hadis dari mereka. Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa guru dia.

Syekh Yusuf Sadidudin (bapaknya sendiri), Muhaqiq Hilli (602-676 H), Khowjeh Nasirudin Thusi (597-672 H), Sayid Radhiyudin Ali bin Thawus (589-664 H), Sayid Ahmad bin Thawus (wafat pada tahun 673 H), Yahya bin Sa’id Hilli (wafat pada tahun 690 H), Mufidudin Muhammad bin Jaham Hilli, Ali bin Siliyan Bahrani, Ibnu Maitsam Bahrani (626-679 H), Jamaludin Husein bin Iyazi Nahwi (wafat pada tahun 681 H), Muhammad bin Muhammad Kassyi (615-695 H), Najmudin Ali bin Umar Katibi (wafat pada tahun 675 H), Burhanudin Nasafi, Syekh Faruqi Wasithi, dan Syekh Taqiyudin Abdullah bin Ja’far Kufi. [7]

Cemerlang

Jamaludin Hasan adalah bintang gemilang keluarga Mutahhar dan kota fikih yang bernama Hillah, dengan modal bakat yang diberikan oleh Allah swt. kepadanya dan juga keinginan yang besar dia berhasil menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahun dalam jangka waktu pendidikan yang singkat; seperti ilmu fikih, hadis, teologi, filsafat, usul fikih, logika, matematika dan geometri, serta memperoleh pengalaman yang memadai. Berita keutamaan dan kemuliaan dia cepat sekali tersebar di berbagai kota, dan nama dia selalu disebut dengan penuh penghormatan di majlis-majlis ilmu serta lingkungan budaya, dia biasa disebut dengan pangillan Allamah.

Allamah Hilli bagaikan matahari yang terang benderang di langitan fikih sehingga semua orang diuntungkan oleh cahayanya. Dia mendirikan pusat pendidikan di kota Hillah dan banyak sekali pecinta ilmu Ahli Bait as. yang datang ke sana dari berbagai penjuru untuk mendapatkan kepuasan dari lautan ilmu yang disampaikan olehnya. Salah seorang ulama mengatakan Tidak ada orang yang dapat menandingi Allamah Hilli, baik sebelum maupun setelah dia. Pelajar yang duduk di bangku pelajaran dia sekitar lima ratus mujtahid. [8]

Nama-nama berikut ini adalah nama ulama terkemuka yang belajar kepada Allamah Hilli dan mendapatkan ijasah resmi ijtihad dan periwayatan hadis. Putra jenius dia sendiri yang bernama Muhammad bin Hasan bin Yusuf Hilli yang dikenal dengan sebutan Fakhrul Muhaqqiqin (628-771 H), Sayid Amidudin Abdul Mutthalib dan Sayid Dhiyaudin Abdullah Huseini A’raji Hilli (keponakan-keponakan Allamah Hilli), Tajudin Sayid Muhammad bin Qasim Hasani yang dikenal dengan sebutan Ibnu Ma’iyah (wafat pada tahun 776 H), Radhiyudin Abul Hasan Ali bin Ahmad Hilli (wafat pada tahun 757 H), Qutbudin Razi (Wafat pada tahun 776 H), Sayid Najmudin Mihna bin Sinan Madani, Tajudin Mahmud bin Maula, Taqiyudin Ibrahim bin Husein Amuli, dan Muhammad Ali Jurjani.

Marja’ Taklid

Tahun 676 Hijriah adalah tahun wafatnya Muhaqiq Hilli yang merupakan pemimpin dan marja’ bagi orang-orang Syi’ah pada waktu itu, maka saat itu juga murid-murid unggulan dia dan ulama lain kota Hillah mencari seorang fakih dan mujtahid yang memenuhi keriteria-keriteria pemimpin dan marja’ untuk kemudian mereka umumkan kepada masyarakat, ketika itu mereka tidak menemukan orang selain Allamah Hilli yang merupakan murid istimewa Muhaqiq Hilli dan diakui oleh seluruh ulama, padahal pada waktu itu dia masih berusia 28 tahun. Kenyataan ini menunjukkan kejeniusan sekaligus kepribadian dia yang mulia sehingga dalam usia yang masih relatif muda dia telah menguasai semua ilmu yang diperlukan dan menyandang keutamaan-keutamaan yang sempurna serta lebih istimewa daripada ulama yang lain, dan karena itu pula dia dibebani tanggungjawab untuk memimpin dan menjadi marja’ taklid.

Itulah kronologi perpindahan posisi marja’ taklid dari Muhaqiq Hilli ke Allamah Hilli, amanat besar Ilahi ini akhirnya harus dipikul oleh Allamah Hilli. Itulah sebabnya dia dikenal dengan julukan mulia Ayatullah, dan pada zaman itu tidak ada seorang pun yang dipanggil dengan julukan itu kecuali dia, setiap kali ada orang yang menyebut Ayatullah berarti maksudnya adalah Allamah Hilli.

Era Allamah Hilli

Era Allamah Hilli harus dinyatakan sebagai era perkembangan Syi’ah, fikih dan kebenaran Ahli Bait as. di samping perkembangan peradaban dan pengetahuan di berbagai penjuru dunia Islam. Hal itu karena Allamah Hilli tanpa mengenal lelah terus berusaha keras untuk menyebarluaskan fikih dan ilmu-ilmu Islam lainnya yang berpondasikan kepada ajaran Ahli Bait as., dan dia telah membawa perubahan serta metode yang baru di dalam disiplin ilmu fikih. Dialah fakih pertama yang memasukkan matematika sebagai salah satu ilmu di dalam fikih dan melakukan penyempurnaan di bidang argumentasi hukum. [9]

Pada waktu itu, kekuasaan Irak dan khususnya ibu kota Bagdad dipegang oleh dinasti Juwaini, meskipun mereka diangkat oleh raja-raja Mongol akan tetapi selama lebih dari tiga puluh tahun masa kekuasaan mutlak mereka tidak pernah menolak untuk melakukan penyebaran agama Islam, penghormatan terhadap ulama, penyebaran ilmu, dan pemulihan tempat-tempat yang rusak akibat ulah balatentara Mongol. Singkat kata, andaikan dinasti Juwaini tidak ada maka besar kemungkinan peradaban Islam di Irak dan sekitarnya tidak akan ada yang tersisa. [10] Begitu pula halnya dengan Iran, meskipun penguasa-penguasa Mongol memerintah secara langsung dalam waktu yang cukup lama di sana akan tetapi lambat laun kebiadaban dan kezaliman mereka berkurang akibat pengaruh budaya Iran dan Islam serta kepiawaian politik menteri-menteri yang layak seperti Khowjeh Nasirudin Thusi; pembela wahyu dan akal serta guru Allamah Hilli.

Kehadiran ulama besar yang peduli terhadap peradaban Islam dan masyarakat di dalam pemerintahan Mongol telah berperan penting dalam menyebarluaskan ilmu dan mencegah ulah-ulah jahat penguasa Mongol seperti perusakan pusat-pusat budaya dan pembakaran perpustakaan, ulama-ulama besar itu sudi terbakar bagaikan lilin untuk memainkan peran-peran penting tersebut.

“Kisah Allamah Hilli dan Uljaito”

Allamah Hilli adalah ulama terkenal yang gaungnya sampai ke berbagai penjuru dunia. Salah satu penguasa yang hidup pada zaman dia adalah Sultan Muhammad Uljaito, dia adalah raja Mongol yang berkuasa di Iran dari tahun 703 sampai 716 H. Pada tahun 706 H., Uljaito mendirikan kota baru di kawasan yang berjarak lima farsakh dari Ubuhar, Ubuhar adalah kawasan hijau yang merupakan muara sungai kecil Ubuhar dan Zanjan, kota itu kemudian diberi nama Sultaniah. Pembangunan kota itu menghabiskan waktu sepuluh tahun, dan tepatnya pada tahun 713 H. berdirilah kota baru yang besar dan memiliki bangunan-bangunan megah. Di sana, Sultan Uljaito membangun istana dan mendirikan sekolahan besar yang mirip dengan sekolahan Mustanseriah di Baghdad, dan dia mengundang guru-guru serta ulama Islam dari berbagai kawasan.

Suatu hari, karena emosi yang memuncak, Sultan Uljaito menceraikan istrinya dengan tiga ceraian dalam satu pertemuan, tak lama kemudian Uljaito menyesali tindakannya itu dan menanyakan hukum perceraian itu kepada ulama istana yang bermazhab Ahli Sunnah, mereka menjawab Wanita itu bukan lagi istri baginda! Salah satu menteri Uljaito mengatakan di kota Hillah, ada fakih yang berfatwa bahwa perceraian seperti itu adalah batil atau tidak sah. Fakih yang dimaksud oleh menteri ini adalah Allamah Hilli. Mendengar berita itu, Uljaito segera ingin mengundangnya, maka dia mengirim utusan ke kota Hillah agar jangan pernah kembali ke istana kecuali bersama dengan Ayatullah Hilli. Meskipun tanggal kepergian Allamah Hilli ke Iran tidak tercatat secara teliti, akan tetapi yang jelas kepergian itu terjadi setelah tahun 705 H.

Setelah memasuki negeri Iran, Allamah Hilli menghadiri pertemuan yang diadakan oleh Sultan Uljaito, dia tanpa terpengaruh oleh kemegahan majlis istana menghadapi seluruh ulama Ahli Sunnah dari empat mazhab yang berbeda-beda secara ilmiah dan memberikan jawaban-jawaban yang akurat serta memuaskan bagi seluruh kritik dan pertanyaan yang mereka ajukan sehingga pada akhirnya mereka pun menyerah dan menerima pandangan Allamah. Adapun berkenaan dengan perceraian yang dilakukan oleh Sultan, Allamah mengatakan perceraian itu tidak sah, karena syaratnya tidak terpenuhi; syaratnya perceraian adalah dihadiri oleh dua saksi yang adil, dan syarat ini tidak terpenuhi dalam perceraian tersebut. Sultan Uljaito sangat gembira sekali mendengar fatwa itu, dan dia sangat menyukai kemampuan Allamah Hilli di dalam berdiskusi dan berdialog, gaya bicara yang lugas, ingatannya yang kuat, ilmu dan data-datanya yang lengkap, serta keberanian dia yang disertai dengan bukti-bukti yang jelas dalam mengutarakan pendapat. Berangkat dari sanalah kemudian Sultan Uljaito menyukai fikih Syi’ah. [11]

Benih Kesyi’ahan

Paduan antara takwa, ilmu dan kemuliaan, kemana saja menjejakkan langkahnya pasti mendatangkan berkah. Kehadiran seorang fakih paling terkemuka pada zamannya –yakni Allamah Hilli- di negeri Iran dan pusat pemerintahan Mongol telah membawa banyak berkah dan karunia, Allamah Hilli menggunakan seluruh peluang, kesempatan dan wewenang yang diberikan oleh penguasa Mongol dengan sebaik mungkin untuk membela imamah dan wilayah imam-imam suci as. Di antaranya adalah pertemuan dialog yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan mengundang ulama Syi’ah dan ulama mazhab-mazhab yang lain. Salah satu ulama Ahli Sunnah yang hadir adalah Khowjeh Nizamudin Abdul Malik Maroghehi yang merupakan ulama paling alim dari kalangan mazhab Syafi’i saat itu. Allamah Hilli berdialog dengan dia tentang hak Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. secara langsung setelah Rasulullah saw., dia ajukan bukti-bukti kuat dan tidak terbantahkan yang membela pendapat mazhab Syi’ah Imamiah sehingga semua orang yang hadir di pertemuan itu tidak lagi mempunyai pertanyaan atau keraguan tentang kebenaran Syi’ah Imamiyah.

Pertemuan itu berakhir dengan pembuktian atas kebenaran mazhab Ahli Bait as. atau Syi’ah, oleh karena itu Uljaito memilih untuk mengikuti mazhab Ahli Bait as., dia menjadi Syi’ah dan kemudian dikenal dengan julukan Sultan Muhammad Khudabandeh. Setelah kesyi’ahannya diumumkan secara resmi maka mazhab Ahli Bait as. mulai tersebar luas di berbagai penjuru Iran dan Sultan senantiasa berpidato dengan membacakan dua belas nama imam-imam suci seraya memerintahkan agar cara itu juga dilakukan di kota-kota yang lain. [12] Salah seorang ulama mengatakan andaikan Allamah Hilli tidak memiliki keutamaan selain ke-Syi’ahan Sultan Muhammad Khudabandeh, sungguh satu keutamaan ini saja sudah cukup bagi dia di antara sekian ulama pada waktu itu, apalagi pada kenyataannya keutamaan dia tidaklah terhitung dan betapa banyak jejak berharga yang dia tinggalkan. [13]

Di Iran

Ayatullah Allamah Hilli, sang arif dan fakih terkemuka Syi’ah ini untuk selanjutnya tinggal di negeri Iran, kira-kira sepersepuluh dari umurnya dia habiskan di negeri ini, dan selama itu dia telah menyumbangkan banyak sekali bantuan yang sangat berharga dalam penyebaran ilmu dan ajaran Islam yang disampaikan oleh Ahli Bait as., dan dia juga mewariskan murid yang banyak dan berkualitas. Allamah Hilli selalu berdampingan dengan Sultan Muhammad, baik di kota Sultaniah maupun di waktu bepergian ke kota-kota lainnya. Sesuai dengan usulan Allamah Hilli, Sultan Muhammad memerintahkan bawahannya untuk membuat sekolah berjalan dalam bentuk kemah yang bisa dibawa kemana-mana bersama rombongan, sehingga di manapun rombongan berhenti Allamah Hilli tetap bisa melanjutkan kegiatannya di bidang pendidikan. [14]

Selain beraktivitas di bidang pendidikan murid dan dialog dengan ulama Ahli Sunnah, Allamah Hilli juga giat menulis buku-buku di bidang fikih, teologi, dan ideologi, terkadang dia menyelesaikan karya tulisnya di perjalanan, contohnya di sebagian buku dia tertulis penulisan karya ini telah selesai di sekolah berjalan Sultaniah yang saat itu didirikan di Kirmansyahan. Setelah satu dekade berjuang di bidang pendidikan dan budaya serta mengibarkan bendera wilayah dan cinta Ahli Bait as. di berbagai penjuru kawasan kekuasaan Mongol di Iran, dan tepatnya pada tahun 716 H setelah kematian Sultan Muhammad Khudabandeh, Allamah Hilli pulang ke tanah airnya sendiri, yaitu kota Hillah, di sana dia melanjutkan kegiatan mengajar dan menulis, dia juga memikul tanggungjawab sebagai marja’ taklid dan pemimpin Syi’ah sampai akhir hayatnya. [15]

Pusaka yang Berharga dan Abadi

Masing-masing dari pengajaran dan penulisan karya adalah keutamaan yang besar bagi setiap orang yang menggeluti bidang keilmuan, Allamah Hilli adalah orang yang lebih dulu unggul daripada ulama lain, baik dalam hal mengajar maupun menulis. Bahkan sebagian ulama mengatakan Allamah Hilli menyelesaikan penulisan buku-buku di bidang hikmah dan teologi pada usianya yang masih dua puluh enam tahun, dan sejak itu pula memulai tulisannya di bidang fikih dan lain-lain. [16]

Allamah Hilli meninggalkan banyak karya tulis di berbagai bidang ilmu, dan seandainya karya-karya dia dikumpulkan maka akan menjadi ensiklopedia dan perpustakaan yang sangat berharga. Salah seorang ulama mengatakan kalau saja Anda perhatikan karya-karya Allamah Hilli maka Anda akan menyadari bahwa dia adalah orang yang dicintai dan dibantu secara langsung oleh Allah swt., bahkan dia merupakan ayat atau tanda keberadaan dan kebesaran Allah swt., dan apabila karya-karya tulis dia dibagi sesuai dengan umur dia mulai dari lahir sampai meninggal dunia maka saham setiap harinya adalah satu buku kecil yang tebal. [17]

A. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Fikih

 1- Muntaha al-Mathlab fi Tahqiq al-Madzhab.
2- Talkhish al-Marom fi Ma’rifah al-Ahkam.
3- Ghoyah al-Ahkam fi Tashhihi Talkhish al-Marom.
4- Tahrir al-Ahkam al-Syar’iyah ‘ala Madzhab al-Imamiyah.
5- Mukhtalaf al-Syi’ah fi Ahkam al-Syar’iyah.
6- Tabshiroh al-Muta’allimin fi Ahkam al-Din.
7- Tadzkiroh al-Fuqoha’.
8- Irsyad al-Adzhan fi Ahkam al-Iman.
9- Qowa’id al-Ahkam fi Ma’rifah al-Halal wa al-Harom.
10- Madarik al-Ahkam.
11- Nihayah al-Ahkam fi Ma’rifah al-Ahkam.
12- Tanqih Qowa’id al-Din.
13- Tadzhib al-Nafs fi Ma’rifah al-Madzahib al-Khoms.
14- al-Mu’tamad fi al-Fiqh.
15- Risalah fi Wajibat al-Haj wa Arkanihi,
16- Risalah fi Wajibat al-Wudhu’ wa as-Sholah.

B. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Ushul Fikih

1- Al-Nukah al-Badi’ah fi Tahrir al-Dzari’ah.
2- Ghoyah al-Wushul wa Idhoh al-Subul.
3- Mabadi’ al-Wushul ila Ilm al-Ushul.
4- Tahdzib al-Wushul ila Ilm al-Ushul.
5- Nihayah al-Wushul ila Ilm al-Ushul.
6- Al-Wushul ila Ilm al-Ushul.
7- Muntaha al-Wushul ila Ilmay al-Kalam wa al-Ushul.

C. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ideologi dan Ilmu Kalam (Teologi)

1- Minhaj al-Yaqin.
2- Kasyf al-Murod.
3- Anwar al-Malakut fi Syarh al-Yaqut.
4- Nadzm al-Barohin fi Ushul al-Din.
5- Ma’arij al-Fahm.
6- Al-Abhats al-Mufidah fi Tahshil al-Aqidah.
7- Kasyf al-Fawa’id fi Syarh Qowa’id al-Aqo’id.
8- Maqshod al-Washilin.
9- Taslik al-Nafs ila Hadziroh al-Quds.
10- Nahj al-Mustarsyidin.
11- Manahij al-Hidayah wa Ma’arij al-Diroyah.
12- Minhaj al-Karomah.
13- Nihayah al-Marom.
14- Nahj al-Haq wa Kasyf al-Shidq.
15- Al-Alfain.
16- Bab Hadi Asyar.
17- Risalah fi Kholq al-A’mal.
18- Istiqsho’ al-Nadzor.
19- Al-Khulashoh.
20- Risalah al-Sa’diyah.
21- Risalah Wajib al-I’tiqod.
22- Itsbat al-Roj’ah.
23- Al-Iman.
24- Risalah fi Jawab Su’alain.
25- Kasyf al-Yaqin fi Fadho’il Amir al-Mukminin Alaihi al-Salam.
26- Jawahir al-Matholib.
27- Al-Tanasub Bayna al-Asy’ariyah wa Firoq al-Sufastho’iyah.
28- Al-Mabahits al-Saniyah wa al-Mu’arodhot al-Nashriyah.
29- Martsiyah al-Husein Alaihi al-Salam.
30- Arba’un Mas’alah.

D. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Hadis

1- Istiqsho’ al-I’tibar fi Tahqiq Ma’ani al-Akhbar.
2- Mashobih al-Anwar.
3- Al-Durar wa al-Marjan fi al-Ahadits al-Shihah wa al-Hasan.
4- Nahj al-Widhoh fi al-Ahadits al-Shihah.
5- Jami’ al-Akhbar.
6- Syarh al-Kalimat al-Khoms li Amir al-Mukminin Alaihi al-Salam.
7- Mukhtashor Syarh Nahj al-Balaghoh.
8- Syarh Hadis Qudsi.

E. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Rijal

1- Khuloshoh al-Aqwal fi Ma’rifah al-Rijal.
2- Kasyf al-Maqol fi Ma’rifah al-Rijal.
3- Idhoh al-Isytibah.

F. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Tafsir al-Qur’an

1- Nahj al-Iman fi Tafsir al-Qur’an.
2- Al-Qowl al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz wa Idhoh Mukholafah al-Sunnah.

G. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Ilmu Filsafat dan Logika

1- Al-Qowa’id wa al-Maqoshid.
2- Al-Asror al-Khofiyah.
3- Kasyif al-Astar.
4- Al-Dur al-Maknun.
5- Al-Maqomat.
6- Hall al-Musykilat.
7- Idhoh al-Talbis.
8- al-Jawhar al-Nadhid.
9- Idhoh al-Maqoshid.
10- Nahj al-Irfan.
11- Kasyf al-Khofa min Kitab al-Syifa’.
12- Maroshid al-Tadqiq wa Maqosid al-Tahqiq.
13- Al-Muhakamat baina Syurroh al-Isyarot.
14- Idhoh al-Mu’dholat min Syarh al-Isyarot.
15- Nur al-Masyriq fi Ilm al-Manthiq.
16- Al-Isyarot ila Ma’ani al-Isyarot.
17- Basth al-Isyarot.
18- Tahrir al-Abhats fi Ma’rifah al-Ulum al-Tsalatsah.
19- Tahshil al-Mulakhos.
20- Al-Ta’lim al-Tam.
21- Syarh al-Qonun.
22- Syarh Hikmah al-Isyroq.
23- Al-Qowa’id al-Jaliyah.

H. Karya-karya Allamah Hilli Tentang Do’a

1- Al-Ad’iyah al-Fakhiroh al-Manqulah ‘an al-A’immah al-Thohiroh.
2- Minhaj al-Sholah fi Ikhtishor al-Mishbah.

I. Karya-karya Allamah Hilli di Bidang Kesastraan

1- Kasyf al-Maknun min Kitab al-Qonun.
2- Basht al-Kafiyah.
3- Al-Maqoshid al-Wafiyah bi Fawa’id al-Qonun wa al-Kafiyah.
4- al-Matholib al-Aliyyah.
5- Lubb al-Hikmah. Begitu pula puisi-puisi di berbagai tema dan kasidah tentang ilmu dan harta.

J. Karya-karya Lain

1- Adab al-Bahts.
2- Jawabat al-Masa’il al-Mihna’iyah al-Ula.
3- Jawabat al-Masa’il al-Mihna’iyah al-Tsaniyah.
4- Jawab al-Su’al ‘an Hikmah al-Nashk.
5- Ijozehye Naqle Hadis beh Bani Zuhrah Halabi.
6- Ijozehye Naqle Hadis beh Qutbuddin Rozi dar Waromin.
7- Ijozehye Naqle Hadis beh Maulo Tojudin Rozi dar Sulthoniyeh.
8- Ijozehye Naqle Hadis beh Sayid Mihna bin Sinane Madani dar Hilleh.
9- Ijozote Muta’addid beh Syogerdon wa Digar Fuqoha.
10- Wasiyatnomeh.
11- Al-Ghurbah.
12- Masa’il Sayid ‘Ala’udin.

“Allamah Hilli dan Ibnu Taimiyah”

Syekh Taqiyudin Subki yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah adalah salah satu ulama Ahli Sunnah yang fanatik, dia hidup sezaman dengan Allamah Hilli. Banyak sekali tokoh ulama yang menyatakan penyimpangan akidah Ibnu Taimiyah, bahkan sebagian dari mereka telah memvonisnya kafir atau murtad. Dari saat itu sampai sekarang, banyak sekali ulama, baik dari kalangan Ahli Sunnah maupun Syi’ah yang menulis buku penolakan terahadap pemikiran-pemikirannya yang menyimpang.

Setelah Allamah Hilli menulis buku Minhaj al-Karomah yang membuktikan imamah dalam pandangan Syi’ah Imamiyah, Ibnu Taimiyah menulis buku Minhaj al-Sunnah yang diwarnai oleh kedengkian dan kebiadaban dia kepada Allamah serta menurutnya kitab ini merupakan bantahan terhadap Syi’ah pada umumnya dan buku Minhaj al-Karomah pada khususnya. Ketika buku Minhaj al-Sunnah sampai ke tangan Allamah Hilli, dia menyikapi seluruh kebiadaban dan pelecehan Ibnu Taimiyah terhadapnya dengan tenang dan menulis serta mengirimkan puisi kepada Ibnu Taimiyah yang artinya adalah “Kalau saja kamu menilai apa saja yang diketahui oleh orang-orang lain adalah anggapan belaka maka kamu bisa menjadi teman orang-orang yang berilmu. Tapi kamu lebih memilih kebodohan sebagai caramu dan kamu katakan siapa saja yang bertentangan dengan hawa nafsumu maka dia bukan orang berilmu”. [18]

Ibnu Hajar Asqalani, salah satu tokoh ulama Ahli Sunnah, mengakui bahwa “Allamah Hilli, namanya terkenal dan budi pekertinya mulia. Ketika buku Ibnu Taimiyah sampai ke tangannya dia berkata Seandainya Ibnu Taimiyah mengerti apa yang aku katakan, aku pasti menjawabnya.” [19]

Keutamaan yang Cemerlang

Manusia-manusia teladan tidak hanya memiliki satu sisi yang istimewa, melainkan banyak sekali keistimewaan yang mereka kumpulkan. Allamah Hilli adalah fakta manusia sempurna yang memancarkan keutamaan dari segala sisi. Di setiap disiplin ilmu dia adalah pakar (Allamah) yang unggul daripada selainnya, dia telah memborong berbagai keutamaan dan keistimewaan, dia menciptakan perubahan di dunia fikih dengan pemikirannya yang bergelombang, bahkan dia telah menarik perhatian fakih-fakih lain pada masanya kepada fikih Ahli Bait as. dan ajaran mereka, dia juga melakukan perubahan yang mendasar di bidang ilmu-ilmu lain seperti ilmu hadis dan membuka ruang baru dan meneranginya untuk para peneliti setelah dia sepanjang sejarah.

Giat kebudayaan, pendidikan dan penulisan yang tiada henti tidak sampai membuat Allamah Hilli lupa terhadap Tuhan, sebaliknya dia adalah seorang arif besar dan teladan iman serta takwa yang sukses di medan ilmu dan berhasil mempersembahkan sumbangan-sumbangan berharga disamping takwa dan hubungan spiritualnya yang kuat terhadap Allah swt. Dia adalah orang yang paling zuhud dan bertakwa, tiga atau bahkan empat kali dia mengqodho’ seluruh shalat sepanjang umurnya. Tidak berhenti sampai di sana melainkan dia juga mewasiatkan agar shalat dan puasanya diqodho’kan lagi setelah dia meninggal dunia, begitu pula dengan ibadah hajinya; kendatipun dia telah menunaikan ibadah haji tapi dia juga mwasiatkan agar sebisa mungkin dilakukan haji atas nama dia. [20]

Allamah Hilli telah mengibarkan bendera wilayah dan cinta Ahli Bait as., dia membela wilayah dan kepemimpinan yang benar dengan seluruh jiwa dan raganya. Rasa cinta dan rindu terhadap keluarga suci Nabi Muhammad saw. telah mendarah daging di dalam tubuhnya, dan mengingat hubunganya yang erat dengan Ahli Bait as. maka dia menggerakkan pena di atas kertasnya dengan ketulusan hati yang paling dalam seraya menuliskan “Sumber terbesar cinta terhadap Ahli Bait as. adalah penerimaan wilayah mereka, ketaatan terhadap pemerintahan mereka, dan gerakan sesuai dengan garis yang mereka lukiskan”.

Aku wasiatkan kalian semua untuk senantiasa mencintai keturunan suci Fatimah Zahra as. (11 imam setelah imam Ali), karena merekalah yang berhak memberi syafaat kepada kita pada saat harta dan anak-anak kita sama sekali tidak berguna bagi kita. Keluarga suci Ali bin Abi Thalib as. adalah salah satu karunia terbesar Allah swt. kepada kita. Ya Allah, kumpulkan kami bersama cinta mereka dan jadikan kami orang-orang yang memenuhi hak Rasulullah saw. dan keluarga sucinya”. [21]

Allamah Hilli juga berusaha meneladani Amirul Mukminin Ali as. dalam melayani masyarakat; dia membebaskan dan memakmurkan tanah yang luas dengan harta dan tangannya sendiri lalu mewakafkannya untuk masyarakat umum, ini adalah satu dari sekian keutamaan dia yang tidak sering kita saksikan di kehidupan ulama dan fakih yang lain. Salah seorang ulama mengatakan Allamah Hilli memiliki tanah subur yang banyak dan luas, dia sendiri yang menggali sungai pengairan dan dengan uangnya sendiri dia memakmurkan tanah-tanah itu. Tanah-tanah makmur itu bukan kemudian dia miliki sendiri melainkan semenjak dia masih hidup tanah-tanah itu telah dia wakafkan untuk masyarakat. [22]

Bertemu Imam Mahdi af

Setiap kali malam Jumat tiba, Allamah Hilli selalu dirundung rasa rindu yang tak terhingga untuk pergi ke tanah suci Karbala Imam Husein as. dan berharap dapat bertemu dengan imam zamannya yaitu Imam Mahdi af., itulah sebabnya setiap hari kamis dia bergerak menuju Karbala dan menziarahi Imam Husein as. Di suatu hari Kamis, ketika Allamah Hilli bepergian sendiri, tiba-tiba ada seorang yang datang menemaninya berjalan dan tanpa disadari ternyata mereka berdua hanyut dalam percakapan. Dari percakapan yang berlangsung di antara mereka, Allamah Hilli menyadari bahwa orang ini bukan orang biasa, dia betul-betul menguasai segala bidang ilmu. Oleh karena itu, Allamah Hilli pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini dan segera mengungkapkan masalah-masalah ilmiah yang dia hadapi dan mencari jawaban dari orang tersebut, orang itu menyelesaikan satu demi satu persoalan yang diungkapkan oleh Allamah sampai pada satu persoalan fikih yang menurut Allamah jawaban orang itu tidak beralasan dan dengan tegas Allamah mengatakan bahwa fatwa ini tidak ada landasan bukti atau hadisnya! Ketika itu juga orang tersebut mengatakan “Syekh Thusi di dalam kitab Tahdzib, halaman sekian dan baris sekian telah membawakan hadis berkenaan dengan persoalan ini!” Allamah sungguh terkejut mendengar pernyataan orang itu seraya kebingungan siapakah sebenarnya dia! Langsung saja Allamah bertanya “mungkinkah Imam Mahdi af. ditemui di zaman gaib yang besar ini”, seketika itu juga tongkat Allamah jatuh dan orang itu menunduk seraya meraih tongkat dan menyerahkannya ke tangan Allamah sambil berkata “Bagaimana mungkin Sahib Zaman (baca Imam Mahdi) tidak bisa dilihat sementara dia sekarang sedang meletakkan tangannya di tanganmu!” Seketika itu juga Allamah merobohkan dirinya di hadapan kaki Imam Mahdi af. dan langsung pingsan. Sewaktu sadar kembali, dia tidak melihat siapapun di sekitarnya. Ketika Allamah pulang dan sampai ke kota Hillah, dia segera mengambil kitab Tahdzib dan memang benar; hadis itu betul-betul ada di halaman dan barisan yang ditunjukkan oleh orang yang dia temuai saat di perjalanan. Maka dia menulis catatan pinggir persis di samping hadis itu “Ini adalah hadis yang diberitahukan oleh Imam Mahdi af. kepada saya”. Salah seorang ulama mengatakan “Saya melihat kitab Tahdzib itu dengan mata kepala saya sendiri dan saya juga melihat catatan pinggir yang ditulis oleh Allamah Hilli di samping hadis tersebut”. [23]

Ketika Matahari Hillah Terbenam

Ujung kehidupan setiap orang adalah kematianya, dan hanya orang-orang yang haq serta benar tidak tidak bernasib demikian; kematian bagi mereka adalah permulaan buku baru. Bulan Muharram tahun 726 H adalah bulan yang tidak bisa terlupakan bagi orang-orang Syi’ah dan muslim yang sesungguhnya. Duka cita dan ratapan mereka lebih dalam dari bulan-bulan Muharram sebelumnya. Khususnya di Hillah, kota tempat orang-orang yang berjiwa bersih dan pecinta Ahli Bait as., duka nestapa mereka melebihi duka di tempat lain.

Betapa menakjubkan pertemuan waktu ini! Pejuang besar pembela Islam, fakih mazhab Syi’ah, Allamah Hilli lahir ke dunia pada bulan penuh berkah dan keutamaan yaitu bulan Ramadan, kehidupannya penuh dengan anugerah dan berkah yang berlimpah ruah, dan setelah menjalani hidup berharga dan berbobot selama 78 tahun ruh yang dirundung cinta dan kerinduan terhadap Ahli Bait as. dan diikat oleh wilayah suci mereka terbang melangit di bulan kesyahidan dan bergabung bersama ruh suci penghulu syuhada’ Imam Husein as.

Iya, marja’ taklid Syi’ah, fakih sekaligus arif besar, bintang gemilang langit ilmu dan kefakihan, yaitu Ayatullah Allamah Hilli meninggalkan dunia fana ini pada tanggal 21 Muharram dan ruhnya terbang ke sisi Allah swt. bergegas untuk bertemu Sembahannya. Duka nestapa menyelimuti kota Hillah, tenggorokan serasa tercekik dan mata serasa terbakar akibat gelombang air mata yang mendidih. Keramaian masyarakat yang berduka menampilkan mahsyar sebelum waktunya, dan di suasana yang penuh dengan duka dan cita itu jenazah suci matahari Syi’ah yang bersinar ini dipikul oleh ribuan pendukungnya dari kota Hillah sampai ke kota Najaf dan kemudian dimakamkan di sebelah kuburan penghulu orang-orang yang bertakwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.

Di ruang keemasan makam Amirul Mukminin Ali as. ada pintu yang terbuka ke arah serambi Alawi, setelah masuk ke sebalah kanan ada kamar kecil yang berjendela baja, itulah ruangan khusus kuburan Allamah Hilli. Semoga Allah swt. senantiasa menyatukan dia di sisi-Nya bersama Rasulullah saw. dan keluarga sucinya. Amin. [24]

Catatan:

1. Dibubuhi akhiran Saifiyah karena kota ini dikaitkan kepada pendirinya yaitu Saifud Daulah Shadaqah bin Mansur Mazidi yang merupakan amir generasi keempat dari silsilah Bani Zaid, dialah yang membangun kota indah yang melahirkan banyak ulama, ahli fikih dan sastrawan ini pada bulan Muharram tahun 495 H. Kota Hullah terletak di antara kota Najaf dan kota Karbala.
2. Roudhot al-Jannat, Muhammad Baqir Khownsari, Ismailiyan, Qom, jilid 2, hal. 270.
3. Dia adalah bapak Muhaqqiq Hilli, dia ahli sekaligus periwayat hadis dan ulama yang terkemuka, dan Muhaqqiq Hilli putranya juga telah meriwayatkan hadis-hadis dari dia. (Amalu al-Amil, jilid 2, hal. 80).
4. Pengantar kitab Irsyad al-Adzhan, Faris Hasun, jilid 1, hal. 30, hal. 1410 H.
5. Pengantar kitab Istiqsho’ al-Nadzor, cetakan keempat, 1354 H.
6. Kasyfu al-Yaqin, Allamah Hilli, hal. 80, cetakan Teheran, 1411 H.
7. Bihar al-Anwar, Allamah Majlisi, cetakan Bairut, jilid 107, hal. 62-65; Amal al-Amil, Syekh Hurr Amili, cetakan Iran, jilid 2, hal. 29, 42, 48, 63, 64, 65, 205 dan 350; Lu’lu’u al-Bahroin, Syekh Yusuf Bahrani, Muassasah Alu al-Bait as., hal. 255 dan 259.
8. Ta’sis al-Syi’ah, Sayid Hasan Shadr, hal. 270, cetakah Teheran.
9. Jami’ al-Maqosid, Muhaqiq Tsani, jilid 1, hal. 21, Muassasah Alul Bait as., Qom.
10. Muqoddimah Kasyfu al-Ghommah, Mirza Abul Hasan Sya’rani, jilid 1, hal. 8, Qom, 364 Hs.; Majalis al-Mukminin, Qadhi Nurullah Syustari, jilid 2, hal. 480.
11. A’yan al-Syi’ah, Allamah Sayid Muhsin Amin, jilid 5, hal. 399, Bairut, 1403 H.; Roudhot al-Jannat, jilid 2, hal. 379.
12. A’yan al-Syi’ah, jilid 5, hal. 399; Majalis al-Mu’minin, jilid 1, hal. 571.
13. Lu’lu’ al-Bahroin, hal. 266.
14. Roudhot al-Janat, jilid 2, hal. 282.
15. A’yan al-Syi’ah, jilid 5, hal. 398.
16. Ibid. Hal, 402.
17. Muqoddimah Kasyfu al-Yaqin.
18. A’yan al-Syi’ah, jilid 5, hal. 398.
19. Ibid.
20. Riyadh al-Ulama’, Mirza Abdullah Fandi, jilid 3, hal. 365, Qom 1401 H.
21. Bihar al-Anwar, jilid 107, hal. 62; Irsyad al-Adzhan, jilid 1, hal. 176.
22. Irsyad al-Adzhan, jilid 1, hal. 177.
23. Qishohsh al-Ulama’, hal. 359.
24. Riwayat hidup ini dinukil dan kemudian diterjemahkan dari buku Gulsyane Abror, karya kelompok penulis, dan diterbitkan oleh Pazuhesykadehye Boqirul Ulum.

Tidak ada komentar: