Inkarnasi baru konstanta kosmologis Einstein mungkin menunjukkan
jalan melampaui relativitas umum.
[Alam semesta lengang mungkin menjadi nasib akhir kita
jika perluasan kosmik terus mencepat—sebuah fonemena yang dipercaya disebabkan
oleh konstanta kosmologis. Bola oranye merepresentasikan alam semesta teramati,
yang tumbuh dengan kecepatan cahaya; bola biru merepresentasikan petak ruang
yang mengembang. Seraya perluasan mencepat, semakin sedikit gugus galaksi yang
dapat diamati].
Pada 1917, Albert Einstein menghadapi persoalan
membingungkan saat dia mencoba merekonsiliasikan teori gravitasi barunya, teori
relativitas umum, dengan pemahaman terbatas di masa itu tentang alam semesta.
Seperti kebanyakan rekan sezamannya, Einstein yakin bahwa alam semesta pasti
statis—tidak mengembang ataupun menyusut—tapi kondisi yang diharapkan ini tidak
cocok dengan persamaan gravitasinya. Dalam keputus-asaan, Einstein menambahkan
suku kosmologis khusus pada persamaannya untuk mengimbangi gravitasi dan
memperkenankan solusi statis.
Tapi dua belas tahun kemudian, astronom Amerika, Edwin
Hubble, menemukan bahwa alam semesta itu jauh dari statis. Dia menemukan bahwa
galaksi-galaksi jauh sedang mundur cepat dari galaksi kita dengan laju yang
proporsional dengan jarak mereka. Suku kosmologis tidak diperlukan untuk
menjelaskan alam semesta mengembang, jadi Einstein membuang konsep tersebut.
Fisikawan Rusia-Amerika, George Gamow, menyatakan dalam otobiografinya bahwa
“saat saya mendiskusikan persoalan-persoalan kosmologi dengan Einstein, dia
menyatakan bahwa pengenalan suku kosmologis adalah blunder terbesar yang dia
buat dalam hidupnya.”
Overview
Mekanika quantum dan relativitas, bergabung dengan
bukti mutakhir alam semesta berakselerasi, telah menuntun fisikawan untuk
menghidupkan kembali suku kosmologis yang diperkenalkan dan kemudian
ditanggalkan oleh Einstein. Tapi suku ini kini merepresentasikan sebuah bentuk
energi misterius yang merembesi ruang hampa dan mendorong percepatan perluasan
kosmik.
Upaya-upaya untuk menjelaskan asal-usul energi ini
dapat membantu ilmuwan melampaui teori Einstein sedemikian rupa sehingga
kemungkinan besar mengubah pemahaman fundamental kita tentang alam semesta.
Namun, dalam tujuh tahun belakangan, suku
kosmologis—kini dikenal sebagai konstanta kosmologis—telah muncul kembali untuk
memainkan peran sentral dalam fisika abad 21. Tapi pendorong kebangkitan
ini sungguh-sungguh sangat berbeda dari pemikiran asli Einstein; versi baru
suku tersebut timbul dari observasi mutakhir terhadap alam semesta yang
berakselerasi dan, ironisnya, dari prinsip-prinsip mekanika quantum, cabang
fisika yang begitu dibenci oleh Einstein. Banyak fisikawan kini menduga suku
kosmologis menyediakan kunci untuk melampaui teori Einstein menuju pemahaman
lebih dalam akan ruang, waktu, dan gravitasi dan barangkali menuju sebuah teori
quantum yang menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya fundamental lainnya di alam.
Terlalu dini untuk mengatakan apa resolusi final tersebut kelak, tapi
kemungkinan besar akan mengubah gambaran kita tentang alam semesta.
Kelahiran
Sebuah Konstanta
Relativitas umum tumbuh dari perjuangan Einstein
selama satu dekade untuk melanjutkan observasi pentingnya bahwa gravitasi dan
gerak percepatan adalah ekuivalen. Sebagaimana diungkapkan dalam eksperimen
pikiran Einstein yang terkenal, fisika di dalam elevator yang diam di medan
gravitasi seragam berkekuatan g adalah persis sama dengan fisika di
dalam elevator yang meluncur menerobos ruang hampa dengan percepatan seragam g.
Einstein juga terpengaruh kuat oleh gagasan filosofis
fisikawan Austria, Ernst Mach, yang menolak ide kerangka acuan absolut untuk
ruangwaktu. Dalam fisika Newtonian, kelembaman merujuk pada kecenderungan
sebuah objek untuk bergerak dengan kecepatan tetap kecuali jika dipengaruhi
oleh sebuah gaya. Gagasan kecepatan konstan membutuhkan kerangka acuan lembam
(yakni, tidak berakselerasi). Tapi tidak berakselerasi terhadap apa? Newton
mempostulatkan eksistensi ruang absolut, kerangka acuan yang tak dapat
digerakkan yang menetapkan semua kerangka lembam lokal. Tapi Mach mengajukan
bahwa distribusi materi di alam semesta menetapkan kerangka lembam, dan teori
relativitas umum Einstein memasukkan gagasan ini sampai taraf luas.
Teori Einstein merupakan konsep gravitasi pertama yang
menawarkan harapan untuk menyediakan gambaran konsisten tentang keseluruhan
alam semesta. Ia tak hanya memperkenankan deskripsi tentang bagaimana objek
bergerak di ruang dan waktu tapi juga bagaimana ruang dan waktu itu sendiri
berkembang secara dinamis. Dalam memakai teori barunya untuk mencoba
menggambarkan alam semesta, Einstein mencari solusi yang terhingga, statis, dan
mematuhi prinsip-prinsip Mach (contoh, distribusi materi terhingga yang
perlahan menipis menuju kehampaan [angkasa] tidak memuaskan gagasan materi Mach
yang diperlukan untuk menetapkan ruang). Tiga praanggapan ini menuntun Einstein
memasukkan suku kosmologis untuk mengkonstruksi solusi statis yang terhingga
dan tak mempunyai perbatasan—alam semesta Einstein melengkung kembali ke
dirinya sendiri seperti permukaan balon [lihat boks Teori-teori yang
Berkembang]. Secara fisik, suku kosmologis belum dapat diamati pada skala
tata surya kita, tapi menghasilkan tolakan kosmik pada skala lebih besar yang
akan mengimbangi tarikan gravitasi objek-objek jauh.
Namun, antusiasme Einstein akan suku kosmologis mulai
menurun cepat. Pada 1917, kosmolog Belanda, Willem de Sitter, mendemonstrasikan
bahwa dirinya dapat menghasilkan solusi ruangwaktu bersuku kosmologis bahkan
dalam ketiadaan materi—hasil yang amat non-Machian. Model ini kemudian
ditunjukkan bersifat non-statis. Pada 1922, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann,
mengkonstruksi model alam semesta mengembang dan menyusut yang tidak
membutuhkan suku kosmologis. Dan pada 1930, astrofisikawan Inggris, Arthur
Eddington, menunjukkan bahwa alam semesta Einstein betul-betul tidak statis:
karena gravitasi dan suku kosmologis begitu seimbang, perturbasi kecil akan
menimbulkan penyusutan atau perluasan tak terkendali. Pada 1931, dengan
perluasan alam semesta yang dibuktikan kuat oleh Hubble, Einstein resmi
membuang suku kosmologis sebagai “bagaimanapun tidak memuaskan secara
teoritis”.
Penemuan Hubble meniadakan kebutuhan akan suku
kosmologis untuk mengimbangi gravitasi; di sebuah alam semesta mengembang,
gravitasi memperlambat perluasan. Pertanyaannya kemudian menjadi, apakah
gravitasi cukup kuat untuk akhirnya menghentikan perluasan dan menyebabkan alam
semesta kolaps, atau akankah kosmos mengembang selamanya? Dalam model
Friedmann, jawabannya terikat pada densitas rata-rata materi: alam semesta
berdensitas tinggi akan kolaps, sedangkan alam semesta berdensitas rendah akan
mengembang abadi. Titik pemisahnya adalah alam semesta berdensitas kritis, yang
mengembang selamanya meski dengan laju yang terus berkurang. Karena menurut
teori Einstein lengkungan rata-rata alam semesta terikat pada densitas
rata-ratanya, geometri dan takdir terhubung. Alam semesta berdensitas tinggi
adalah melengkung positif seperti permukaan balon, alam semesta berdensitas
rendah adalah melengkung negatif seperti permukaan pelana, dan alam semesta
berdensitas kritis adalah flat secara ruang. Sehingga, para kosmolog percaya
bahwa penetapan geometri alam semesta akan mengungkap nasib akhirnya.
Energi Nihil
Suku kosmologis dibuang dari kosmologi selama enam
dekade berikutnya (kecuali dalam kemunculan kembali sebagai bagian dari alam
semesta steady-state, teori yang dikemukakan pada akhir 1940-an tapi
dikesampingkan secara meyakinkan pada 1960-an). Tapi barangkali hal paling
mengejutkan mengenai suku tersebut adalah bahwa sekalipun Einstein belum
memperkenalkannya akibat desakan kebingungan menyusul perkembangan relativitas
umumnya, kita sekarang menyadari bahwa kehadirannya rasanya tak terelakkan.
Dalam inkarnasi mutakhirnya, suku kosmologis bukan timbul dari relativitas,
yang mengatur alam pada skala terbesar, tapi dari mekanika quantum, fisika
skala terkecil.
Konsep baru suku kosmologis ini sungguh berbeda dari
yang diperkenalkan Einstein. Persamaan medan asli Einstein, Gμν
= 8πGTμν, mempertalikan lengkungan ruang, Gμν,
dengan distribusi materi dan energi, Tμν, di mana G
adalah konstanta Newton yang mencirikan kekuatan gravitasi. Ketika Einstein
menambahkan suku kosmologis, dia menaruhnya di sisi kiri persamaan tersebut,
mengindikasikan bahwa ia merupakan atribut ruang itu sendiri [lihat boks Suku
Kosmologis]. Tapi jika seseorang memindahkan suku kosmologis ke sisi kanan,
ia memuat makna yang sama sekali baru, makna yang dimilikinya hari ini. Ia kini
merepresentasikan sebuah bentuk densitas energi baru yang ganjil yang tetap
konstan bahkan saat alam semesta mengembang dan yang gravitasinya bersifat
menolak bukan menarik.
SUKU
KOSMOLOGIS
Perubahan Makna
Perubahan Makna
Jantung teori relativitas umum Einstein adalah
persamaan medan, yang menyatakan bahwa geometri ruangwaktu (Gμν,
tensor kelengkungan Einstein) ditentukan oleh distribusi materi dan energi (Tμν,
tensor tegangan-energi), di mana G adalah konstanta Newton yang
mencirikan kekuatan gravitasi. (Tensor adalah kuantitas geometris atau fisikal
yang bisa direpresentasikan dengan sederetan bilangan.) Dengan kata lain,
materi dan energi memberitahu ruang bagaimana caranya melengkung. Gμν = 8πGTμν
Untuk menciptakan model alam semesta statis, Einstein
memperkenalkan suku kosmologis guna mengimbangi tarikan gravitasi pada skala
kosmik. Dia menambahkan suku tersebut (dikalikan dengan gμν,
tensor metrik ruangwaktu, yang menetapkan jarak) pada sisi kiri persamaan
medan, mengindikasikan bahwa ia merupakan atribut ruang itu sendiri. Tapi dia
membuang suku tersebut setelah jelas bahwa alam semesta sedang mengembang. Gμν + Λgμν = 8πGTμν
Suku kosmologis baru yang kini sedang dipelajari oleh
fisikawan diwajibkan oleh teori quantum, yang berpandangan bahwa ruang hampa
mungkin memiliki densitas energi kecil. Suku ini—ρVAC
(densitas energi vakum) dikalikan dengan gμν—harus berada di
sisi kanan persamaan medan bersama bentuk energi lainnya. Gμν = 8πG (Tμν + ρVAC gμν)
Walaupun suku kosmologis Einstein dan energi vakum
quantum adalah ekuivalen secara matematis, secara konseptual mereka tidak bisa
lebih berbeda: suku kosmologis Einstein adalah atribut ruang, energi vakum quantum
adalah bentuk energi yang timbul dari pasangan partikel-antipartikel virtual.
Teori quantum berpandangan bahwa partikel-partikel virtual ini terus-menerus
muncul dari kevakuman, eksis selama waktu yang singkat dan kemudian lenyap
[bawah].
Invariansi Lorentz, kesimetrian fundamental
yang diasosiasikan dengan teori relativitas khusus maupun umum,
mengimplikasikan bahwa hanya ruang hampa yang bisa memiliki densitas energi
jenis ini. Dalam perspektif ini, suku kosmologis terasa lebih ganjil lagi. Jika
ditanya berapa energi ruang hampa, kebanyakan orang akan menjawab “nihil”.
Bagaimanapun juga, itu adalah satu-satunya harga yang pantas dan intuitif.
Mekanika quantum sama sekali tidak intuitif.
Pada skala amat kecil di mana efek-efek quantum menjadi penting, ruang hampa
pun tidak betul-betul hampa. Malah pasangan partikel-antipartikel muncul dari
kevakuman, menempuh jarak pendek dan kemudian lenyap lagi tepat pada
skalawaktunya begitu cepat sehingga seseorang tidak dapat mengamatinya secara
langsung. Tapi efek tak langsung mereka sangat penting dan bisa diukur. Contoh,
partikel-partikel virtual mempengaruhi spektrum hidrogen dengan cara yang dapat
dikalkulasi yang telah terkonfirmasi melalui pengukuran.
Sekali kita menerima premis ini, kita mesti
siap merenungkan kemungkinan bahwa partikel-partikel virtual ini mungkin
menganugerahi ruang hampa dengan suatu energi non-nol. Karenanya mekanika
quantum mempertimbangkan suku kosmologis Einstein bersifat wajib daripada
opsional. Ia tidak bisa ditolak sebagai “tak memuaskan secara teoritis”. Namun,
persoalannya adalah bahwa semua kalkulasi dan estimasi magnitudo energi ruang
hampa membawa pada harga yang amat besar—berkisar dari 55 sampai 120 orde
magnitudo lebih besar daripada energi semua materi dan radiasi di alam semesta
teramati. Jika densitas energi vakum betul-betul setinggi itu, semua materi di
alam semesta akan serta-merta terbang berpisahan.
TEORI-TEORI YANG BERKEMBANG
Model Kosmos: Dulu dan kini
Model Kosmos: Dulu dan kini
Model kosmologis Einstein [kiri] adalah alam
semesta yang terhingga dalam hal ruang tapi tak terhingga dalam hal waktu,
menghasilkan ukuran tetap yang sama selamanya. Alam semesta ini tidak memiliki
batas ruang; ia melengkung kembali ke dirinya sendiri seperti lingkaran.
Setelah penemuan perluasan kosmik, para kosmolog mengkonstruksi sebuah model
alam semesta tak terhingga di mana laju perluasan terus-menerus melambat akibat
gravitasi [tengah], mungkin membawa pada kekolapsan. Pada 1980-an, para teoris
menambahkan fase awal pertumbuhan pesat yang disebut inflasi, yang buktinya
kini sudah ada. Dalam enam tahun belakangan, observasi telah menunjukkan bahwa
perluasan kosmik mulai mencepat sekitar lima miliar tahun silam [kanan]. Nasib
akhir alam semesta—perluasan terus-menerus, kolaps, atau percepatan hiper yang
disebut big
rip—tergantung pada sifat dark energy misterius yang mendorong percepatan
perluasan.
Persoalan ini telah menjadi duri bagi teoris
selama sekurangnya 30 tahun. Pada prinsipnya, semestinya ini telah dikenali
seawalnya sejak 1930-an, ketika kalkulasi efek-efek partikel virtual pertama
kali dilakukan. Tapi di semua bidang fisika selain yang terkait dengan
gravitasi, energi absolut sebuah sistem tidaklah relevan; yang menjadi soal
adalah selisih energi di antara status-status (misalnya, selisih energi antara
status dasar atom dan status terstimulasinya.) Jika sebuah konstanta
ditambahkan pada semua harga energi, ia keluar dari kalkulasi semacam itu,
menjadikannya mudah diabaikan. Lagipula, pada waktu itu segelintir fisikawan
cukup serius mencemaskan penerapan teori quantum pada kosmologi.
Tapi relativitas umum mengimplikasikan bahwa
semua bentuk energi, bahkan energi nihil, beraksi sebagai sumber gravitasi.
Fisikawan Rusia, Yakov Borisovich Zel’dovich menyadari signifikansi persoalan
ini pada akhir 1960-an, ketika dia membuat estimasi pertama densitas energi
vakum. Sejak saat itu, para teoris sudah mencoba memikirkan mengapa kalkulasi
mereka menghasilkan harga sedemikian tinggi. Suatu mekanisme yang belum
ditemukan, mereka beralasan, pasti menghapuskan sebagian besar energi vakum,
jika tidak semuanya. Mereka berasumsi bahwa harga paling masuk akal untuk
densitas energi tersebut adalah nol—kenihilan quantum pun mesti berbobot nihil.
Selama para teoris meyakini dalam pikiran
mereka bahwa mekanisme penerowongan semacam itu mungkin eksis, mereka dapat
menaruh perhatian kecil saja pada persoalan suku kosmologis. Walaupun
mempesona, ia dapat diabaikan. Bagaimanapun, alam telah campur tangan.
Kembali Dengan Sekuat Tenaga
Bukti definitif pertama bahwa ada yang keliru
datang dari pengukuran perlambatan laju perluasan alam semesta. Ingat, Hubble
menemukan bahwa kecepatan relatif galaksi-galaksi jauh proporsional dengan
jarak mereka dari galaksi kita. Dari sudut pandang relativitas umum, hubungan
ini timbul dari perluasan angkasa itu sendiri, yang semestinya melambat seiring
waktu akibat tarikan gravitasi. Dan karena galaksi-galaksi amat jauh terlihat
sebagaimana keadaan mereka miliaran tahun silam, perlambatan perluasan
semestinya menghasilkan lengkungan hubungan Hubble linier—galaksi-galaksi jauh
semestinya mundur lebih cepat daripada prediksi hukum Hubble. Triknya adalah
menentukan secara akurat jarak dan kecepatan galaksi-galaksi amat jauh.
Pengukuran demikian bersandar pada penemuan
lilin standar—objek dengan keberkilauan intrinsik yang cukup cerlang untuk
terlihat dari seberang alam semesta. Sebuah terobosan muncul pada 1990-an
dengan kalibrasi supernova tipe Ia, yang dipercaya merupakan ledakan
termonuklir bintang white dwarf bermassa sekitar 1,4 kali massa matahari.
Dua tim—Supernova Cosmology Project, dipimpin oleh Saul Perlmutter dari
Lawrence Berkeley National Laboratory, dan High-z Supernova Search Team,
dipimpin oleh Brian Schmidt dari Mount Stromlo dan Siding Spring
Observatories—bermaksud mengukur perlambatan perluasan alam semesta memakai
supernova tipe ini. Pada awal 1998, kedua kelompok membuat penemuan mengejutkan
yang sama: pada lima miliar tahun lalu, perluasan mencepat, bukan melambat
[lihat “Antigravitasi Kosmologis”, tulisan Lawrence M. Krauss]. Sejak saat itu,
bukti percepatan kosmik semakin menguat dan tak hanya mengungkap fase
percepatan sekarang tapi juga masa perlambatan dahulu [lihat “From Slowdown to
Speedup”, tulisan Adam G. Riess dan Michael S. Turner, Scientific American,
Februari 2004].
Namun, data supernova bukan satu-satunya bukti
yang menunjukkan eksistensi suatu bentuk energi baru yang mendorong perluasan
kosmik. Gambaran terbaik tentang alam semesta awal datang dari observasi
gelombang mikro kosmik latar (CMB), residu radiasi dari big bang
yang mengungkap fitur-fitur alam semesta pada umur sekitar 400.000 tahun. Pada
2000, pengukuran ukuran sudut variasi CMB di langit cukup bagus bagi para
periset untuk menetapkan bahwa geometri alam semesta adalah flat. Temuan ini
dikonfirmasi oleh pesawat antariksa pengobservasi CMB yang disebut Wilkinson
Microwave Anisotropy Probe dan eksperimen lainnya.
Geometri ruang flat mensyaratkan bahwa
densitas rata-rata alam semesta harus setara dengan densitas kritis. Tapi
berbagai pengukuran semua bentuk materi—termasuk dark matter dingin,
lautan partikel-partikel bergerak lambat yang tidak memancarkan cahaya tapi
mengerahkan gravitasi menarik—menunjukkan bahwa materi berkontribusi sekitar 30
persen saja dari densitas kritis. Alam semesta flat, karenanya, mensyaratkan suatu
bentuk energi yang terdistribusi merata lain yang tidak memiliki pengaruh
teramati terhadap gugusan lokal dan dapat menyusun 70 persen densitas kritis.
Energi vakum, atau sesuatu semacamnya, akan menghasilkan efek yang persis
diharapkan.
Di samping itu, garis argumentasi ketiga
mengindikasikan bahwa percepatan kosmik adalah potongan puzzle kosmologis yang
hilang. Selama dua dekade, paradigma inflasi plus dark matter dingin
telah menjadi penjelasan utama atas struktur alam semesta. Teori inflasi
berpandangan bahwa pada momen pertamanya, alam semesta mengalami ledakan
perluasan hebat, yang melancarkan dan memflatkan geometrinya dan memompa
fluktuasi quantum densitas energi dari ukuran subatom menjadi ukuran kosmik.
Peristiwa ini menghasilkan distribusi materi secara agak tak homogen yang
menimbulkan variasi CMB dan struktur-struktur yang teramati di alam semesta
hari ini. Gravitasi dark matter dingin, yang jauh melebihi bobot materi
biasa, mengatur pembentukan struktur-struktur ini.
Namun pada pertengahan 1990-an, paradigma ini
ditantang serius oleh data observasi. Prediksi level gugusan materi berbeda
dari yang diukur. Yang lebih buruk, prediksi umur alam semesta terlihat lebih
muda daripada umur bintang-bintang tertua. Pada 1995, kami berdua menunjukkan
kontradiksi ini akan hilang jika energi vakum menyusun sekitar 2/3 densitas
kritis. (Model ini sangat berbeda dari alam semesta tertutup Einstein, di mana
densitas suku kosmologis adalah separuh densitas materi.) Berdasarkan sejarah energi
vakum yang berubah-ubah, proposal kami setidaknya provokatif.
Satu dekade kemudian segalanya cocok. Di
samping menjelaskan percepatan kosmik sekarang dan periode perlambatan dahulu,
suku kosmologis yang dihidupkan kembali ini mendorong umur alam semesta sampai
hampir 14 miliar tahun (di atas umur bintang-bintang tertua) dan menambah
energi yang cukup untuk membawa alam semesta menuju densitas kritis. Tapi
fisikawan masih tidak tahu apakah energi ini betul-betul berasal dari vakum
quantum. Signifikansi penemuan penyebab percepatan kosmik telah membawa urgensi
baru pada upaya pengukuran energi vakum. Persoalan penentuan bobot nihil tak
bisa lagi dikesampingkan selama bergenerasi-generasi mendatang. Dan puzzle itu
kini kelihatannya lebih kacau lagi daripada sebelumnya ketika dahulu fisikawan
mencoba menemukan teori yang menghapuskan energi vakum. Kini para teoris harus
menjelaskan mengapa energi vakum kemungkinan tidak nol melainkan begitu kecil
sehingga efeknya terhadap kosmos menjadi relevan baru beberapa miliar tahun
silam.
Tentu saja, tak ada yang bisa lebih
menggairahkan ilmuwan daripada puzzle sebesar, sekaya, dan sepenting ini.
Sebagaimana Einstein tertuntun menuju relativitas umum dengan mempertimbangkan
ketidakcocokan relativitas umum dan teori gravitasi Newton, fisikawan hari ini
percaya bahwa teori Einstein tidak lengkap sebab tidak bisa memasukkan hukum
mekanika quantum secara konsisten. Tapi observasi kosmologis mungkin
menerangkan hubungan antara gravitasi dan mekanika quantum pada level fundamental.
Ekuivalensi kerangka percepatan dan gravitasilah yang menunjukkan jalan bagi
Einstein; barangkali jenis percepatan lain, percepatan kosmik, akan menunjukkan
jalan hari ini. Dan para teoris sudah menguraikan beberapa ide tentang
bagaimana kita beranjak maju.
Superdunia
Teori string, yang kini sering disebut
teori-M, dipandang oleh banyak fisikawan sebagai pendekatan menjanjikan untuk
mengawinkan mekanika quantum dengan gravitasi. Salah satu ide pokok yang
mendasari teori ini disebut supersimetri, atau SUSY. SUSY adalah kesimetrian
antara partikel-partikel berpusingan setengah-bulat (fermion seperti quark dan
lepton) dan partikel-partikel berpusingan bulat (boson seperti photon, gluon,
dan pengangkut gaya lainnya). Di sebuah dunia di mana SUSY mewujud penuh,
partikel dan superpartnernya akan memiliki massa sama; contoh, elektron
supersimetris (disebut selektron) akan seringan elektron, dan seterusnya. Lebih
jauh, di superdunia ini, bisa jadi terbukti bahwa kenihilan quantum berbobot
nihil dan bahwa vakum memiliki energi nol.
Namun, di dunia riil, kita tahu tak ada
selektron seringan elektron yang eksis sebab fisikawan akan telah mendeteksinya
dalam akselerator partikel. (Para teoris berspekulasi bahwa partikel
superpartner adalah jutaan kali lebih berat daripada elektron dan karenanya
tidak bisa ditemukan tanpa bantuan akselerator lebih canggih.) Karenanya, SUSY
pasti merupakan kesimetrian yang rusak, yang mengindikasikan bahwa kenihilan
quantum mungkin berbobot.
Fisikawan telah membuat model-model supersimetri
rusak yang menghasilkan densitas energi vakum yang berorde-orde magnitudo lebih
kecil daripada estimasi tinggi sebelumnya. Tapi densitas ini pun jauh lebih
besar daripada yang diindikasikan oleh observasi kosmologis. Namun belakangan,
para periset telah mengakui bahwa teori-M kelihatannya memperkenankan solusi
berlainan dalam jumlah hampir tak terhingga. Walaupun hampir semua solusi
potensial ini akan menghasilkan energi vakum yang terlampau tinggi, beberapa
solusi mungkin menghasilkan energi vakum serendah harga yang telah diobservasi
oleh kosmolog [lihat “Pemandangan Teori String”, tulisan Raphael Bousso dan
Joseph Polchinski].
Tanda lain teori string adalah postulat
dimensi tambahan. Teori mutakhir menambahkan enam atau tujuh dimensi ruang,
semuanya tersembunyi dari pandangan, pada tiga dimensi ruang biasa. Konsepsi
ini menawarkan pendekatan lain untuk menjelaskan percepatan kosmik. Georgi
Dvali dari Universitas New York dan rekan-rekannya telah menyatakan bahwa efek
dimensi tambahan dapat muncul sebagai suku tambahan dalam persamaan medan milik
Einstein yang membawa pada percepatan perluasan alam semesta [lihat “Out of the
Darkness”, tulisan Georgi Dvali, Scientific American, Februari 2004].
Pendekatan ini mengajukan tandingan terhadap ekspektasi lama: selama
berdekade-dekade, dianggap bahwa tempat untuk mencari perbedaan antara
relativitas umum dan teori suksesornya ada pada jarak pendek, bukan jarak
kosmik. Rencana Dvali bertentangan dengan kebijaksanaan ini—jika dia benar,
pertanda pertama pemahaman kosmik baru ada pada jarak terbesar, bukan jarak
terkecil.
Mungkin penjelasan percepatan kosmik tidak ada
kaitannya dengan pemecahan misteri tentang mengapa suku kosmologis begitu kecil
atau bagaimana teori Einstein bisa diperluas untuk mencakup mekanika quantum.
Relativitas umum menetapkan bahwa gravitasi sebuah objek adalah proporsional
dengan densitas energinya plus tiga kali tekanan internalnya. Suatu bentuk
energi bertekanan negatif dan besar—yang menarik masuk seperti tilam karet
bukan mendorong keluar seperti bola gas—karenanya akan memiliki gravitasi
menolak. Jadi percepatan kosmik mungkin sederhananya telah mengungkap
eksistensi sebuah bentuk energi tak biasa, dijuluki dark energy, yang
tidak diprediksikan oleh mekanika quantum ataupun teori string.
Geometri vs Takdir
Bagaimanapun juga, penemuan percepatan kosmik
telah selamanya mengubah pemikiran kita tentang masa depan. Takdir tak lagi
terikat pada geometri. Sekali kita memperkenankan eksistensi energi vakum atau
sesuatu semacamnya, segalanya mungkin terjadi. Alam semesta flat yang
didominasi oleh energi vakum positif akan mengembang selamanya dengan laju yang
terus bertambah [lihat ilustrasi paling awal], sedangkan yang
didominasi oleh energi vakum negatif akan kolaps. Dan jika dark energy
bukanlah energi vakum sama sekali, maka dampak mendatangnya terhadap perluasan
kosmik tidak pasti.
Mungkin, tak seperti konstanta kosmologis,
densitas dark
energy dapat naik atau jatuh seiring waktu. Jika densitasnya naik,
percepatan kosmik akan meningkat, mengoyak galaksi, tata surya, planet, dan
atom, secara berurutan, setelah sejumlah waktu terhingga. Tapi jika densitasnya
jatuh, percepatan dapat berhenti. Kami berdua telah mendemonstrasikan bahwa
tanpa mengetahui detail asal-usul energi yang saat ini mendorong perluasan, tak
ada observasi kosmologis yang dapat merinci nasib akhir alam semesta.
Untuk memecahkan teka-teki ini, kita mungkin
memerlukan teori fundamental yang memperkenankan kita memprediksi dan
mengkategorikan dampak gravitasi setiap kontribusi potensial terhadap energi
ruang hampa. Dengan kata lain, fisika kenihilan akan menentukan nasib alam
semesta kita! Penemuan solusi tersebut mungkin mensyaratkan pengukuran baru
terhadap perluasan kosmik dan struktur-struktur yang terbentuk di dalamnya
untuk menyediakan petunjuk langsung bagi para teoris. Untungnya, banyak
eksperimen sedang direncanakan, termasuk teleskop antariksa yang didedikasikan
untuk mengobservasi supernova-supernova jauh dan teleskop baru di bumi dan di
angkasa untuk menyelidiki dark energy lewat efeknya terhadap perkembangan
struktur-struktur skala besar.
Pengetahuan kita tentang dunia fisik biasanya
berkembang dalam atmosfir kebingungan kreatif. Kabut hal tak dikenal menuntun
Einstein mempertimbangkan suku kosmologis sebagai solusi putus asa untuk
mengkonstruksi alam semesta statis Machian. Hari ini kebingungan kita mengenai
percepatan kosmik mendorong fisikawan mengerahkan segala upaya untuk memahami
sifat energi yang mendorong percepatan. Kabar baiknya adalah bahwa walaupun
banyak jalan mungkin menuntun ke jalan buntu, resolusi misteri mendalam dan
membingungkan ini barangkali akhirnya membantu kita menyatukan gravitasi dengan
gaya-gaya lain di alam, harapan yang sangat diidam-idamkan Einstein.
(Lawrence M. Krauss dan Michael S. Turner adalah di antara kosmolog pertama yang berargumen bahwa alam semesta didominasi oleh suku kosmologis yang berbeda sama sekali dari yang diperkenalkan dan kemudian ditanggalkan oleh Einstein. Prediksi mereka pada 1995 tentang percepatan kosmik dikonfirmasikan oleh observasi astronomis tiga tahun kemudian. Krauss, direktur Center for Education and Research in Cosmology and Astrophysics di Case Western Reserve University, juga telah menulis tujuh buku populer, termasuk Hiding in the Mirror: The Mysterious Allure of Extra Dimensions, diterbitkan pada Oktober 2005. Turner, yang merupakan Rauner Distinguished Service Professor di Universitas Chicago, kini menjabat sebagai asisten direktur untuk ilmu matematika dan fisika di National Science Foundation)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar