oleh Fritjof
Capra
Pada bulan Februari 1943, ilmuwan Austria Erwin Schrodinger, salah seorang
pencetus teori kuantum, menyampaikan serangkaian kuliah pada Trinity College di
Dublin dengan judul “Apakah kehidupan itu?” Kuliah tersebut telah mengubah arah
perjalanan ilmu pengetahuan tentang kehidupan (life sciences).
Pada kuliah ini, dan pada buku berikutnya dengan judul yang sama, Schrodinger
mengajukan hipotesis yang jelas dan mengesankan tentang struktur molekuler gen,
yang mendorong para ahli biologi untuk memikirkan ilmu genetika dengan cara
baru, dan dengan demikian terbukalah bidang ilmu pengetahuan baru, yaitu
biologi molekuler.
Selama berpuluh-puluh tahun berikutnya, bidang pengetahuan baru ini
menghasilkan sejumlah penemuan yang gemilang, yang puncaknya pada saat dipecahkannya
kode genetik. Namun demikian, kemajuan yang luar biasa ini tidak juga dapat
membantu para ahli biologi menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Schrodinger:
“Apakah kehidupan itu?”. Mereka tidak pula mampu menjawab sederet pertanyaan
serupa yang telah memusingkan para ilmuwan dan filosof selama beratus-ratus
tahun.
Para ahli biologi molekuler telah menemukan landasan dasar kehidupan, namun itu
belum dapat membantu mereka memahami mekanisme integratif vital pada mahluk
hidup. Dua puluh lima tahun yang lalu, salah seorang ahli biologi molekuler
terkemuka, Sidney Brenner, melontarkan komentar kritis berikut ini:
Di satu sisi, Anda dapat mengatakan bahwa semua temuan genetik dan biologi
molekuler selama kurun waktu 60 tahun yang lalu bisa dianggap sebagai suatu
jeda yang panjang....Karena program tersebut telah mencapai titik akhir, maka
kita sampai pada lingkaran Ñ dan kembali kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan. Bagaimanakah organisme yang terluka membentuk kembali
struktur yang persis sama dengan struktur sebelumnya? Bagaimanakah telur
membentuk organisme? Saya pikir dalam waktu dua puluh lima tahun mendatang kita
harus mengajar para ahli biologi bahasa yang berbeda...Saya tidak tahu ini akan
disebut apa; tak seorang pun yang tahu....Mungkin kita salah mempercayai bahwa
semua logika berada pada tingkat molekuler. Kita mungkin perlu melampaui
mekanisme jarum jam.
Sejak saat komentar ini dibuat oleh Brenner, suatu bahasa baru untuk memahami
kompleksitas sistem kehidupan Ñ-- yaitu, sistem kehidupan organisme, sistem
sosial, dan ekosistem-- benar-benar muncul ke permukaan. Mungkin Anda pernah
mendengar tentang konsep baru untuk memahami sistem yang kompleks ini-- seperti
istilah chaos, attractor, dissipative structure, self-organisation,
dan sebagainya.
Pada awal tahun 1980-an, saya membuat sintesa penemuan baru di atas, sebagai
suatu kerangka kerja konseptual untuk memahami kehidupan secara ilmiah. Saya
mengembangkan dan menyempurnakan sintesa saya selama sepuluh tahun,
mendiskusikannya dengan berbagai macam ilmuwan, dan belakangan ini
menerbitkannya sebagai buku baru saya, yang berjudul Jaring Kehidupan.
Tradisi intelektual berpikir sistem, dan model sistem kehidupan yang
dikembangkan pada awal dekade abad ini, membentuk akar konseptual dan historis
kerangka kerja ilmiah baru yang ingin saya sampaikan kepada Anda malam ini.
Sesungguhnya, sintesa saya tentang model dan teori baru bisa dilihat sebagai
garis besar teori sistem kehidupan yang sedang berkembang. Apa yang sedang
muncul di garis depan ilmu pengetahuan adalah teori ilmiah koheren yang
menawarkan--untuk pertama kalinya-- kesatuan pandangan akan pikiran, zat/elemen,
dan kehidupan.
Karena masyarakat industri telah didominasi oleh paham Cartesian yang memisahkan
antara pikiran dan zat/elemen dan oleh paradigma mekanistis yang kuat selama
tiga ratus tahun yang lalu, maka visi baru yang memecahkan paham pemisahan
Cartesian bukan hanya akan membawa dampak ilmiah dan filsafat yang penting,
tetapi juga akan membawa implikasi praktis yang luar biasa besarnya. Visi ini
akan merubah cara kita berhubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan alam
kehidupan kita, cara kita menangani kesehatan, cara kita memahami
organisasi usaha kita, sistem pendidikan kita, dan lembaga sosial dan politik
lainnya.
Secara khusus, visi baru tentang kehidupan akan membantu kita membangun dan
mengasuh masyarakat yang berkelanjutan--tantangan besar di jaman kita-- karena
visi ini akan membantu kita memahami bagaimana ‘masyarakat’ alam semesta
seperti tanaman, binatang, dan mikroorganisme--atau disebut ekosistem--mengatur
diri sendiri dalam rangka memaksimalkan keberlanjutan ekologis mereka. Kita
harus banyak belajar dari kebijakan alam, dan karenanya kita harus melek istilah
ekologi. Kita perlu memahami prinsip dasar ekologi, yakni bahasa alam. Kerangka
kerja baru yang saya sampaikan di buku saya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip
ekologi ini juga merupakan prinsip dasar organisasi semua sistem kehidupan.
Karenanya saya percaya bahwa jaring kehidupan memberikan dasar yang kuat untuk
teori dan praktek ekologi.
KEMUNCULAN BERPIKIR SISTEM
Ijinkanlah saya mulai menjelaskan garis besar pemahaman baru tentang kehidupan
dari perspektif historis tradisi berpikir sistem. Berpikir sistem mulai muncul
sekitar tahun 1920-an secara berurut dalam tiga bidang yang berbeda: biologi
organismik, psikologi Gestalt, dan ekologi. Pada semua bidang ini, para ilmuwan
mengamati sistem kehidupan, yaitu totalitas terpadu yang propertinya tidak
dapat direduksikan pada bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem kehidupan
meliputi organisme individu, bagian organisme, dan masyarakat organisme,
seperti sistem sosial dan ekosistem. Sistem kehidupan mencakup suatu rentangan
yang sanga luas, dan karenanya berpikir sistem secara alamiah merupakan
pendekatan interdisiplin atau ‘pendekatan trans-disiplin’.
Sejak awal ilmu biologi, para filsuf dan ilmuwan telah menyadari bahwa bentuk
mahluk hidup lebih daripada sekadar bentuk, atau konfigurasi statis komponen
pada totalitas keseluruhan. Para pemikir sistem pertama terdahulu menyatakan
kenyataan ini dalam sebuah ungkapan yang masyhur, “Keseluruhan (the
wholes) bukan sekedar jumlah dari bagian (parts)”.
Selama beberapa dekade, para ahli biologi dan psikologi berkutat dengan
pertanyaan: dalam hal apakah persisnya keseluruhan (the wholes)
lebih daripada sekedar kumpulan bagian (the parts)?
Pada masa itu timbul perdebatan yang sengit antara dua aliran pemikiran, yang
dikenal dengan dengan paham mekanisme dan vitalisme. Para penganut paham
mekanisme berkata: “Keseluruhan (the wholes) tiada lain dan tiada
bukan adalah kumpulan bagian (the parts). Semua fenomena biologis
dapat dijelaskan melalui hukum fisika dan kimia”. Para penganut paham
vitalisme tidak sependapat dan mempertahankan bahwa perwujudan non-fisik
Ň—kekuatan pendorong vital, atau bidang Ň harus ditambahkan kedalam hukum
fisika dan kimia untuk menjelaskan fenomena biologis.
Aliran pemikiran biologi organismik muncul sebagai jalan keluar ketiga dari
perdebatan ini. Para ahli biologi organismik menyerang pengikut kedua aliran
mekanisme dan vitalisme. Mereka berpendapat bahwa sesuatu harus ditambahkan
kedalam hukum fisika dan kimia untuk memahami kehidupan, namun sesuatu itu,
dalam pandangan mereka, bukanlah entitas (perwujudan) yang baru. Sesuatu itu
adalah pengetahuan tentang living system organisasi,
atau “hubungan keorganisasiannya”.
Pandangan sistem tentang kehidupan pertama kali dirumuskan oleh para ahli
biologi organismik. Pandangan ini mengukuhkan bahwa properti utama living
system merupakan properti keseluruhan, yang tidak dimiliki oleh
bagian. Properti ini muncul akibat interaksi dan hubungan antar bagian.
Properti ini rusak manakala sistem itu terpenggal, baik secara lahiriah atau pun
secara teoritis, menjadi elemen yang terpisah-pisah. Meskipun kita bisa
membedakan setiap bagian inividu pada suatu sistem, bagian-bagian itu tidaklah
terpisah-pisah, dan sifat dasar keseluruhan selalu berbeda dengan sifat
bagiannya. Untuk merumuskan pandangan ini dengan jelas, dibutuhkan waktu
bertahun-tahun, dan konsep berpikir sistem pun lahir pada periode tersebut.
Ilmu pengetahuan ekologi, yang dimulai pada tahun 1920-an, memperkaya cara
berpikir sistemik yang muncul saat itu dengan memperkenalkan konsep yang sangat
penting, yakni konsep jaringan kerja. Dari awal perkembangan ekologi,
masyarakat ekologi dianggap sudah terdiri dari organisme yang terhubung secara
bersama-sama dalam suatu jaringan kerja melalui hubungan pemberian makanan (feeding).
Pertama-tama, para ahli ekologi merumuskan konsep rantai makanan dan siklus
makanan, dan konsep ini segera dikembangkan menjadi konsep kontemporer jaring
makanan.
“Jaring Kehidupan” merupakan gagasan kuno yang telah lama digunakan oleh para
pujangga, filsuf, dan ahli mistik di sepanjang masa untuk menyampaikan perasaan
keterikatan dan interdependensi semua fenomena. Karena konsep jaringan kerja
menjadi semakin dikenal di bidang ekologi, para pemikir sistem mulai
menggunakan model jaringan kerja di semua tingkatan sistem, dengan melihat
organisme sebagai jaringan organ dan sel, dan ekosistem sebagai jaringan
organisme individu. Gagasan ini mendorong munculnya suatu pandangan penting
bahwa jaringan kerja merupakan pola yang bersifat umum bagi semua kehidupan. Dimana
saja Anda melihat kehidupan, Anda akan melihat jaringan kerja.
CIRI-CIRI BERPIKIR SISTEM
Sekarang, ijinkan saya meringkas beberapa ciri-ciri penting berpikir sistem.
Living systems merupakan kesatuan keseluruhan, dan dari itu berpikir sistem
mengandung pengertian pergeseran perspektif berpikir dari bagian menuju ke
keseluruhan. Keseluruhan lebih daripada sekedar kumpulan bagian, dan
kelebihannya adalah pada hubungan. Jadi, berpikir sistem adalah cara berpikir
dalam pengertian hubungan. Pergeseran dari bagian ke arah keseluruhan
membutuhkan pergeseran fokus lain, yaitu dari fokus objek menjadi fokus
hubungan.
Memahami hubungan bukanlah hal yang mudah bagi kita, karena hubungan merupakan
sesuatu yang bertolak belakang dengan kegiatan ilmiah tradisional di kebudayaan
Barat. Pada ilmu pengetahuan, kita telah diajari, bahwa segala sesuatu harus
diukur dan ditimbang. Namun, hubungan tidak dapat diukur dan ditimbang –hubungan
perlu dipetakan. Jadi, inilah pergeseran berikutnya: dari pengukuran ke arah
pemetaan. Bilamana Anda memetakan hubungan, Anda akan menemukan konfigurasi
hubungan tertentu secara berulang. Inilah yang kita sebut ‘pola’. Pola adalah
konfigurasi hubungan yang muncul berkali-kali. Studi tentang hubungan
melahirkan studi tentang pola. Berpikir sistem melibatkan pergeseran perspektif
berpikir, yakni dari perkspektif isi pemikiran menjadi perspektif pola
pemikiran.
Lebih jauh lagi, memetakan hubungan dan mempelajari pola bukanlah pendekatan
kuantitatif namun merupakan pendekatan kualitatif. Sesungguhnya, pada
matematika baru yang kompleks ‘analisis kualitatif’ sekarang ini digunakan
sebagai istilah teknis. Jadi, berpikir sistem mengandung pengertian pergeseran
dari pendekatan kuantitas menjadi pendekatan kualitas.
Akhirnya, studi tentang hubungan tidak saja terkait dengan hubungan antar
komponen pada suatu sistem, melainkan juga hubungan antara sistem secara
keseluruhan dan sistem yang lebih besar di sekitarnya. Hubungan antara sistem
dan lingkungan itulah yang disebut dengan istilah konteks. Kata ‘konteks’ yang
berasal dari bahasa Latin ‘contexere’, artinya ‘merajut bersama’,
yakni mengandung pengertian jaringan kerja-- dan ini mungkin yang paling cocok
dijadikan ciri utama berpikir sistem secara menyeluruh. Berpikir sistem adalah
‘berpikir’ secara kontekstual.
Ada elemen berpikir sistem lain yang penting, yang akan saya bicarakan
belakangan, yaitu berpikir dalam pengertian proses-- yang secara historis
kehadirannya agak terlambat. Jadi berpikir sistem berarti berpikir kontekstual
sekaligus berpikir proses.
TEORI SISTEM KLASIK
Konsep utama berpikir sistem dikembangkan selama kurun waktu 1920-an hingga
1940-an, kemudian, diikuti dengan perumusan teori sistem yang sebenarnya. Ini
berarti bahwa konsep sistem dipadukan kedalam kerangka teoritis yang
menguraikan prinsip-prinsip organisasi living systems. Teori
yang saya namakan teori sistem klasik tersebut termasuk teori sistem dan
sibernetika.
Teori sistem universal dirumuskan pada tahun 1940-an oleh Ludwig von
Bertalanffy, seorang ahli Biologi kebangsaan Austria yang mengawali perombakan
dasar-dasar ilmu pengetahuan mekanistik dengan visi holistik. Seperti ahli
biologi organismik yang lainnya, Bertalanffy percaya bahwa fenomena biologis
memerlukan cara berpikir baru. Tujuannya adalah membangun ‘keseluruhan ilmu
pengetahuan umum’ sebagai disiplin matematika formal.
Sumbangan terbesar Bertalanffy, menurut hemat saya, adalah konsep ‘sistem tebuka’
sebagai pembeda utama fenomena biologis dan fisik. Living systems,
menurutnya, adalah sistem terbuka, yang berarti bahwa sistem tersebut
seyogyanya mempertahankan fluktuasi materi dan energi secara terus-menerus yang
berasal dari lingkungan mereka sebagai usaha pemertahanan hidup.
Sistem terbuka ini mempertahankan dirinya sendiri secara seimbang, yang
ditandai oleh alur dan perubahan yang terus menerus. Bertalanffy menggunakan
istilah dalam bahasa Jerman Fliessgleichgewicht ("keseimbangan
aliran") untuk menjelaskan kondisi keseimbangan yang dinamis tersebut.
Ia mengakui bahwa sistem terbuka tersebut tidak dapat dijelaskan dengan
termodinamika klasik, yang merupakan teori sistem kompleks yang ada saat itu,
dan ia berteori bahwa termodinamika baru sistem terbuka dibutuhkan untuk
menjelaskan living systems.
Konsep Ludwig von Bertalanffy tentang sistem terbuka dan teori sistem universal
melahirkan berfikir sistem sebagai gerakan ilmiah besar. Selain itu,
kecenderungannya pada aliran dan keseimbangan aliran memunculkan berpikir
proses sebagai aspek baru yang penting dari berpikir sistemik. Ia tak mampu
menuliskan termodinamika baru dari sistem terbuka yang ia cari, karena ia
kurang mengetahui matematika tepat guna untuk mencapai tujuan tersebut. Tiga
puluh tahun kemudian, Ilya Prigogine merampungkan cita-cita besar tersebut,
dengan menggunakan matematika kompleks yang telah terumuskan saat itu.
Sibernetika, teori sistem klasik lain, dirumuskan oleh kelompok ilmuwan inter-disiplin,
termasuk didalamnya ahli matematika Norbert Wiener dan John von Neumann, ahli
ilmu syaraf Warren McCulloch, dan ilmuwan sosial Gregory Bateson dan Margaret
Mead.
Sibernetika segera menjadi gerakan intelektual yang kuat, yang kemudian
melahirkan biologi organismik dan teori sistem universal. Fokus utama para ahli
sibernetika itu terpusat pada pola-pola organisasi. Secara khusus, mereka
tertarik pada pola-pola komunikasi, utamanya pola komunikasi yang ada pada
putaran tertutup (closed loop) dan jaringan kerja (networks).
Pengamatan mereka membuahkan konsep umpan balik (feedback),
pengontrolan diri sendiri (self-regulation), dan pengorganisasian
diri sendiri (self-organization).
Konsep umpan balik (feedback), salah satu prestasi gemilang dari
sibernetika, dekat sekali hubungannya dengan pola jaringan kerja. Pada suatu
jaringan kerja, Anda dihadapkan pada siklus dan putaran tertutup, dan putaran
ini bisa menjadi putaran umpan balik (feedback loop). Putaran
umpan balik adalah sejumlah elemen yang terhubung dalam lingkaran sebab-akibat,
yang mana penyebab awal tumbuh di sekitar pengait putaran, sehingga setiap
elemen membawa akibat terhadap elemen berikutnya, hingga elemen terakhir
memberi umpan balik terhadap elemen pertama dari siklus tersebut.
Fenomena umpan balik (feedback) sangat penting artinya bagi living
systems. Karena umpan balik, jaringan kerja yang ada (living
networks) dapat mengontrol dan mengatur dirinya sendiri. Suatu
masyarakat, misalnya, dapat mengontrol dirinya sendiri. Mereka dapat belajar
dari kesalahan, karena kesalahan akan berputar dan kembali lagi di sepanjang
putaran umpan balik tersebut. Jadi, masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri
dan belajar. Karena umpan balik, suatu masyarakat memperoleh intelgensianya
tersendiri, yakni kapasitas pembelajarannya sendiri.
Jadi, jaringan kerja, umpan balik, dan pengaturan diri sendiri merupakan konsep
yang saling terkait. Living systems adalah jaringan
kerja yang mampu membangun pengorganisasian diri sendiri.
MATEMATIKA KOMPLEKSITAS BARU
Sekarang, saya tiba pada bagian yang paling penting dari uraian historis
singkat saya. Ada batas persimpangan (turning point) antara teori
sistem klasik dari tahun 1940-an dan teori living systems yang
dikembangkan selama 25 tahun belakangan ini. Ciri pembeda teori baru ini adalah
bahasa matematika baru yang memungkinkan para ilmuwan untuk pertama kalinya
memecahkan berbagai kompleksitas living systems secara
matematis.
Perlu kita sadari bahwa sesederhana apa pun suatu living
systems, misalnya sel bakteri, ia pasti memiliki jaringan kerja yang
sangat rumit yang melibatkan beribu-ribu reaksi kimia yang saling bergantung (interdependent).
Seperangkat konsep dan teknik untuk menghadapi berbagai kompleksitas sekarang
ini telah telah muncul, yang mulai membentuk kerangka kerja matematis koheren.
Teori Chaos dan geometri fraktal (fractal geometry) merupakan
cabang ilmu matematika kompleksitas baru yang penting.
Ciri penting dari matematika baru adalah matematika tersebut merupakan
matematika non-linear. Di bidang ilmu pengetahuan, hingga belakangan ini, kita
selalu diajari untuk menghindari persamaan non-linear, karena persamaan ini
sulit dipecahkan. Misalnya, aliran air yang tenang, tanpa hambatan, dijabarkan
dengan persamaan linear. Namun, ketika di sungai ada bebatuan, air tersebut
mulai berputar; menjadi pusaran. Munculnya riak dan bermacam-macam gelombang;
serta gerakan yang kompleks ini dijelaskan dengan menggunakan persamaan
non-linear. Gerakan air ini menjadi sangat rumit sehingga nampak sangat kacau
balau.
Pada tahun 1970-an, para ilmuwan untuk pertama kalinya memiliki komputer yang
kemampuan luar biasa cepatnya, sehingga dapat membantu mereka menangani dan
memecahkan masalah persamaan non-linear. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut,
mereka mengembangkan sejumlah teknik, yakni semacam bahasa matematika baru yang
mengungkap pola-pola yang sangat mengejutkan yang ada pada perilaku sistem
non-linear yang tampak kacau, namun mengandung keteraturan. Sesungguhnya, teori
chaos adalah teori keteraturan, yakni semacam keteraturan baru yang tidak terlihat
dengan mata biasa namun bisa diungkap dengan menggunakan matematika baru
tersebut.
Ketika Anda memecahkan persamaan non-linear dengan teknik baru ini, hasilnya
bukanlah sebuah rumus namun semacam bentuk visual, pola yang dapat dilacak oleh
komputer. Jadi, matematika baru adalah matematika pola, matematika hubungan (relationships).
Istilah umum "attractors" adalah contoh dari pola
matematik ini. Pola matematik ini menggambarkan dinamika sistem tertentu dalam
bentuk visual.
Pada tahun 1970-an, minat yang kuat terhadap fenomena non-linaer ini membuahkan
serangkaian teori baru dan handal yang dapat menjelaskan berbagai aspek living
systems. Teori ini, yang saya jelaskan panjang lebar di buku saya,
membentuk komponen sintesa saya sendiri tentang konsepsi baru kehidupan.
SINTESA BARU
Saya percaya bahwa kunci utama pemahaman teori living systems terletak
pada sintesa dua pendekatan pemahaman alam yang saling bersaing di sepanjang
sejarah ilmiah kita—yakni pendekatan pola (hubungan, keteraturan, dan kualitas)
dan pendekatan struktur (konstituen, materi, kuantitas)
Kemunculan dan penyempurnaan konsep pola organisasi telah menjadi tema pokok
dalam berpikir sistem. Para pemikir sistem terdahulu mendefinisikan pola
sebagai konfigurasi hubungan. Para ahli ekologi mengenali jaringan kerja
sebagai pola kehidupan umum. Para ahli sibernetika mengenali umpan balik
sebagai pola putaran hubungan sebab-akibat; dan matematika kompleksitas baru
adalah ilmu matematika tentang pola visual.
Jadi, pemahaman terhadap pola adalah sangat penting artinya bagi pemahaman
kehidupan secara ilmiah. Namun itu saja tidak cukup. Kita juga perlu memahami
struktur sistem. Untuk menunjukkan bagaimana pendekatan pola dan pendekatan
struktur dapat digabungkan, ijinkan saya mendefinisikan kedua istilah ini
dengan lebih konkrit.
Pola organisasi suatu sistem apa saja, baik yang bernyawa maupun yang
tak-bernyawa, merupakan konfigurasi hubungan antar komponen yang menentukan
ciri utama sistem. Dengan kata lain, hubungan tertentu harus ada agar sesuatu
dapat dikenali sebagaimana pada, misalnya, kursi, sepeda, atau pohon. Hubungan
konfigurasi yang memberi ciri penanda penting itulah yang disebut dengan pola
organisasi.
Ijinkan saya menjelaskan hal di atas dengan menggunakan sepeda, karena
penjelasan dengan non-living system jauh lebih mudah.
Jika saya lepaskan satu persatu semua bagian sepedasadel, setir, kerangka,
roda, dsb—dan saya letakkan teronggok di depan Anda, Anda akan mengatakan: Ini
bukan sepeda; ini bagian dari sepeda. Bagaimana caranya saya mengubahnya
menjadi sepeda? Dengan merangkainya bersama dalam susunan tertentu! Susunan
ini, atau konfiguras hubungan antar bagian ini, disebut pola organisasi.
Untuk menjelaskan pola organisasi sepeda ini, saya dapat menggunakan bahasa
yang abstrak tentang hubungan. Saya tidak perlu memberi tahu Anda bahwa
kerangka sepeda terbuat dari besi yang berat atau alumunium yang ringan, karet
macam apakah yang terpasang pada ban, dan sebagainya. Dengan kata lain, materi
fisik bukanlah bagian dari penjelasan pola organisasi. Materi adalah bagian
dari penjelasan struktur, yang saya artikan sebagai perwujudan dari materi pola
organisasi sistem.
Sementara penjelasan pola organisasi melibatkan pemetaan abstrak hubungan,
penjelasan struktur melibatkan penjelasan tentang komponen fisik sistem—bentuk
mereka, komposisi kimia, dan sebagainya.
Nah, ini sangat mudah dijelaskan dengan sepeda. Anda dapat memvisualisasikan
pola organisasi sepeda, Anda dapat menggambar sketsanya, Anda dapat memperoleh
materi sesungguhnya dan memasang sepeda sesuai dengan sketsa rancangan Anda,
dan kemudian sepeda itu akan berdiri di sana tanpa banyak melakukan apa-apa.
Dengan living systems, situasinya sangat jauh berbeda.
Setiap living system, sebagaimana yang saya sebutkan di depan,
melibatkan beribu-ribu proses kimia yang saling terkait. Pada living
system, terjadi fluktuasi tanpa henti pada materi, pertumbuhan,
perkembangan, dan evolusi. Mulai dari permulaan biologi, pemahaman struktur
kehidupan tidak dipisahkan dari pemahaman proses perkembangan dan metabolisme.
Properti living systems yang mencolok ini mensyaratkan
proses sebagai kriteria ketiga untuk penjelasan menyeluruh akan ciri kehidupan.
Proses kehidupan merupakan aktivitas yang ada pada perwujudan terus-menerus pola
organisasi sistem. Karenanya, kriteria proses merupakan penghubung antara pola
dan struktur.
Kriteria proses melengkapi kerangka konseptual sintesa saya. Ketiga kriteria
ini saling tergantung secara menyeluruh. Pola organisasi hanya dapat dikenali
jika ia terwujud dalam struktur fisik, dan pada living systems
perwujudan ini merupakan proses yang terus menerus berlangsung. Seseorang bisa
mengatakan bahwa ketiga kriteria itu—pola, struktur, dan proses—merupakan tiga
perspektif tentang fenomena kehidupan yang berbeda-beda namun tak terpisahkan. Ketiganya
membentuk tiga dimensi konseptual sintesa saya.
Maksud saya adalah bahwa, dalam rangka mendefinisikan living system –
atau dengan kata lain untuk menjawab pertanyaan Schrödinger, "Apakah
kehidupan itu?" – kita harus menjawab tiga pertanyaan berikut ini: Apa
sajakah struktur living system? Apa sajakah pola
organisasinya? Seperti apakah proses kehidupan? Ijinkan saya menjawab
pertanyaan ini secara berurutan.
STRUKTUR DISIPATIF
Struktur living system telah dijelaskan dengan rinci
oleh Ilya Prigogine dalam teorinya, Struktur Disipatif (dissipative
structures). Seperti halnya Ludwig von Bertalanffy, Prigogine mendapati
bahwa living systems merupakan sistem terbuka yang mampu
mempertahankan proses kehidupannya di bawah kondisi tak seimbang (non-equilibrium).
Organisme hidup bercirikan aliran dan perubahan yang terus menerus pada
metabolismenya, yang melibatkan beribu-ribu reaksi kimia. Keseimbangan kimia
dan panas muncul bilamana proses tersebut terhenti. Dengan kata lain, organisme
yang berada dalam keseimbangan adalah organisme yang mati. Organisme hidup
secara terus menerus memertahankan dirinya agar tetap dalam keadaan yang jauh
dari keseimbangan, yang merupakan keadaan dari kehidupan. Meskipun sangat jauh
berbeda dari keseimbangan, kondisi ini tetap stabil: struktur keseluruhan yang
sama tetap dipertahankan terlepas dari perubahan secara terus menerus
pada komponennya.
Prigogine menamakannya sebagai sistem terbuka, sebagaimana yang ia
uraikan dalam teori "dissipative structures",
untuk menjelaskan keterkaitan yang erat antara struktur dan aliran/perubahan (dissipation).
Menurut teori Prigogine, struktur disipatif bukan saja mempertahankan dirinya
sendiri dalam kondisi stabil yang jauh dari keseimbangan, namun bahkan
memungkinkan terjadinya evolusi. Manakala aliran energi dan materi yang
melewati struktur disipatif meningkat, keduanya akan mengalami ketidakstabilan,
dan kemudian akan berubah menjadi struktur baru dengan kompleksitas yang
meningkat. Fenomena ini— munculnya keteraturan yang spontan—juga dikenal dengan
istilah pengorganisasian diri sendiri (self-organization). Inilah
yang menjadi dasar pengembangan, pembelajaran, dan evolusi.
AUTOPOIESIS
Sekarang ijinkan saya beralih ke perspektif kedua yang berkenaan dengan ciri
alamiah kehidupan, yakni perspektif pola. Pola organisasi living
systems merupakan jaring hubungan yang setiap komponennya berfungsi
mengubah dan mengganti komponen lain yang ada pada jaringan kerja tersebut (network).
Pola ini dinamakan Autopoiesis oleh Humberto Maturana dan Fransisco Varela.
“Auto’ tentunya berarti ‘dengan sendirinya’ dan ‘poiesis’—yang berasal dari
akar kata yang sama dengan ‘puisi’ dalam bahasa Yunani—berarti ‘membuat’. Jadi,
autopoiesis berarti ‘memproduksi sendiri’. Jaringan kerja secara terus menerus
‘membuat dirinya sendiri’. Jaringan dibentuk oleh komponen dan sebaliknya
jaringan juga menghasilkan komponen.
KOGNISI—PROSES KEHIDUPAN
Sekarang ijinkan saya beralih ke dimensi konseptual sintesa saya, yakni aspek
proses. Pemahaman terhadap proses kehidupan mungkin merupakan aspek paling
revolusioner dari teori living systems yang muncul saat ini, karena aspek ini
mengandung pengertian konsepsi pikiran, atau kognisi. Konsepsi baru ini
diajukan oleh Gregory Bateson dan diuraikan lebih lengkap oleh Maturana dan
Varela, dan konsepsi tersebut dikenal sebagai Teori Kognisi Santiago.
Pokok pemikiran teori Santiago adalah pengenalan kognisi, yakni proses
terjadinya pengetahuan, melalui proses kehidupan. Kognisi, menurut Maturana,
adalah aktivitas yang melibatkan pembentukan diri sendiri (self-generation)
dan pemertahanan diri (self-perpetuation) pada jaringan kehidupan
(living networks). Dengan kata lain, kognisi merupakan proses
utama kehidupan. “Living systems adalah sistem kognisi”, tulis Maturana, dan
kehidupan yang berjalan sebagai proses adalah proses kognisi”.
Jelaslah bahwa apa yang kita bicarakan di sini adalah perluasan radikal konsep
kognisi dan, secara tak langsung, juga konsep pikiran. Menurut pandangan baru
ini, kognisi melibatkan keseluruhan proses kehidupan—termasuk persepsi, emosi,
dan perilaku—dan tidak selalu memerlukan otak dan sistem syaraf. Pada dunia
manusia, kognisi meliputi bahasa, pemikiran konseptual, kesadaran diri, dan
semua atribut kesadaran manusia yang lainnya.
Saya percaya bahwa teori kognisi Santiago merupakan teori ilmiah pertama yang
dapat memecahkan masalah pembagian pikiran dan materi Cartesian, dan karenanya
teori ini akan memiliki implikasi yang luas jangkauannya. Pikiran dan materi
tidak lagi menjadi milik dua kategori yang terpisah, namun bisa dilihat sebagai
perwujudan dua aspek fenomena kehidupan yang saling melengkapi—aspek proses dan
aspek struktur. Di semua tingkatan kehidupan, mulai dari hal yang sesederhana
sel, pikiran dan materi, hingga proses dan struktur, semuanya saling terkait.
Pikiran selalu muncul pada materi kehidupan sebagai proses self-organization.
Untuk pertama kalinnya, kita memiliki teori ilmiah yang mempersatukan pikiran,
materi, dan kehidupan.
(Tulisan ini merupakan
ceramah ilmiah yang disampakan di Dublin, 9 September 1997)