Ahlulbait Yang Dimaksud dalam Ayat Tathhir –Bagian Pertama


Oleh Muhammad Ibrahim Jannati. Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)

Menurut pernyataan al-Qur’an dan sunnah Nabi saw., Ahli Bayt mempunyai keutamaan-keutamaan tersendiri, maka itu sangat dirasa perlu untuk dicari –dengan berdasarkan bukti-bukti yang pasti— siapakah yang dimaksud dengan Ahli Bayt tersebut?. Dan pencarian itu akan membawakan hasil yang benar jika kita terlebih dulu mengingat secara ringkas dalil-dalil tentang kedudukan Ahli Bayt dan beberapa persoalan penting yang terkait.

[1] Ayat Tathhir

Allah swt. berfirman:

اِنَّمَا يرِيدُ اللهُ لِيذهِبَ عَنکُمُ الرِّجسَ اَهلَ البَيتِ وَ يطَهِّرَکُم تَطهِيرًا / الاحزاب: 33.

Artinya: “Sesungguhnya Allah hanyalah hendak menyingkirkan kotoran dari kalian Ahli Bayt dan menyucikan kalian sesuci-sucinya”. (QS. 33: 33). Ada beberapa poin yang harus diperhatikan tentang ayat ini, yang pertama adalah arti kata tathhir, dan yang kedua adalah apa yang dimaksud dengan kehendak di dalam ayat tersebut.

[2] Arti Kata Tathhir

Thoharoh masdar yang berasal dari akar kata thoharo dan berarti kesucian dari cacat dan kotoran material, spiritual, lahir, batin dan moral. Firman Allah swt. [1] وَ لَهُم فِيهَا اَزوَآجٌ مُطَهَّرَةٌ dan ucapan orang Arab "وَ قَومٌ يتَطَهَّرُونَ" atau "وَ امراَةٌ طَاهِرَةٌ" mempunyai arti yang sama dalam penggunaan kata-kata yang berakar dari kata thoharo tersebut. Itulah kesucian yang juga dimaksudkan oleh Ayat Tathhir, karena Allah swt. ingin menyucikan Ahli Bayt dari segala kotoran dan cacat material, spiritual, lahir, dan batin. Para ahli di bidang ilmu ushul mengatakan bahwa apabila sesuatu diucapkan tanpa disertai catatan tertentu maka maksud dari sesuatu itu bersifat umum, dan undang-undang ini juga berlaku dalam pembahasan kita sekarang.

[3] Kehendak Allah di dalam Ayat Tathhir

Irodah yang digunakan dalam Ayat Tathhir berarti kehendak formatif atau bersifat pengadaan dan bukan kehendak legislatif atau yang bersifat perundang-undangan. Dan tentunya kenyataan tidak akan menyimpang dari kehendak formatif Allah swt.:

اِنَّمَا اَمرُهُ اِذَا اَرَادَ شَيئًا اَن يقُولَ لَهُ کُن فَيکُونُ / يس: 82.

Artinya: “Hanya sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia berkata kepadanya jadilah maka jadilah dia”. (QS. 36: 82).

Kata irodah sering digunakan oleh ayat al-Qur’an, umumnya kata itu digunakan dalam konteks penciptaan dan hanya di beberapa tempat saja kata itu digunakan dalam konteks perundang-undangan. Kata ini sebanyak 138 kali digunakan oleh al-Qur’an dan dari jumlah itu sebanyak 135 kali berarti kehendak formatif. Data ini sangat membantu kita untuk memahami kehendak formatif Tuhan sebagaimana tersinyalir dalam al-Qur’an. Adapun kata irodah di dalam ayat pensyari’atan wudhu’ dan mandi wajib, [2]
يرِيدُ لِيطَهِّرَکُم ... dan " [3] يرِيدُ اللهُ بِکُمُ اليسرَ وَ لَا يرِيدُ بِکُمُ العُسرَ, bersifat legislatif karena di dalam ayat-ayat itu sendiri terdapat indikator kuat yang menunjukkan maksud perundang-undangan dari kehendak Allah swt. tersebut, indikator itu adalah perbuatan manusia yang merupakan duduk permasalahan dalam ayat.

Di sisi lain, para ahli di bidang ulumul Qur’an berpendapat bahwa ayat ini sebuah keistimewaan tersendiri bagi Ahli bayt, dan hal itu bisa menjadi sebuah keistimewaan jika makna yang dimaksud dari irodah di dalam ayat yang bersangkutan adalah kehendak formatif yang tidak akan menyimpang dari sesuatu yang dikehendaki. Pendapat ini didukung oleh beberapa bukti yang di antaranya adalah:

[1] Jika makna irodah di dalam ayat itu adalah kehendak legislatif maka tidak ada bedanya dengan ayat tentang penysari’atan wudhu’ dan mandi wajib, itu berarti sebagaimana "
يرِيدُ لِيطَهِّرَکُم ..." tidak menjelaskan keutamaan bagi seseorang, Ayat Tathhir pun tidak membuktikan keutamaan bagi Ahli Bayt.

[2] Kehendak legislatif Allah swt. tidak terkecuali untuk Ahli Bayt melainkan luas dan mencakup semua orang, dan makna yang luas ini tidak bisa menjadi arti bagi Ayat Tathhir mengingat di sana terdapat kata "
اِنَّمَا" yang merupakan kata pembatas yang paling kuat.

[3] Hadis-hadis Nabi saw. tentang Keutamaan Ahli Bayt as. Hadis-hadis Nabi saw. tentang keutamaan Ahli Bayt as. ada banyak sekali, dan hanya sebagian kecil saja yang bisa kami nukil dalam kesempatan yang singkat ini. Rasulullah saw. bersabda:

اَحِبُّو اللهَ لِمَا يغدُوکُم مِن نِعَمِهِ وَ اَحِبُّونِي بِحُبِّ اللهِ وَ اَحِبُّوا اَهلَ بَيتِي لِحُبِّي [4]

Artinya: “Cintailah Allah swt. karena curahan nikmat-nikmat-Nya, dan cintailah aku karena cinta pada Allah, dan cintailah Ahli Baytku karena cinta padaku”.

اِنَّمَا مَثَلُ اَهلِ بَيتِي فِيکُم مَثَلُ سَفِينَةِ نُوحٍ فِي قَومِهِ مَن رَکِبَهَا نَجَا وَ مَن تَخَلَّفَ عَنهَا غَرِقَ. [5]

Artinya: “Perumpamaan Ahli Baytku di antara kalian adalah seperti bahtera Nuh di antara kaumnya; siapa saja yang mengendarainya maka selamat dan siapa saja yang berpaling darinya maka tenggelam”.

وَ انَّمَا مَثَلُ اَهلِ بَيتِي فِيکُم مَثَلُ بَابِ حطَّةٍ فِي بَنِي اِسرَائِيل، مَن دَخَلَهُ غُفِرَ لَه. [6]

Artinya: “Perumpamaan Ahli Baytku di antara kalian adalah seperti pintu Hitthah di antara Bani Israil; siapa saja yang memasukinya maka dia mendapat pengampunan”.

Di dalam kitab Biharul Anwar diriwayatkan:

اِنَّا اَهلُ بَيتٍ اختَارَ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ لَنَا الآخِرَةَ عَلَي الدُّنيا

Artinya: “Kami adalah Ahli Bayt yang mana Allah memilihkan akhirat untuk kami lebih daripada akhirat”.

اِنَّا اَهلُ بَيتٍ قَد اَذهَبَ اللهُ عَنَّا الفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنهَا وَ مَا بَطَنَ

Artinya: “Kami adalah Ahli Bayt yang mana Allah telah menyingkirkan segala hal yang keji dari kami, baik yang tampak maupun yang tersembunyi”.

Diriwayatkan pula dalam kitab al-Mustashfa:

مَن سَرَّهُ اَن يحيا حَياتِي وَ يمُوتَ مَمَاتِي وَ يسکُنَ جَنَّةَ عَدنٍ غَرَسَهَا رَبِّي فَليوَالِ عَلِيا مِن بَعدِي وَليوَالِ وَلِيهُ وَليقتَدِ بِاَهلِ بَيتِي مِن بَعدِي، فَاِنَّهُم عِتَرَتِي خُلِقُوا مِن طِينَتِي وَ رُزِقُوا فَهمِي وَ عِلمِي، فَوَيلٌ لِلمُکَذِّبِينَ بِفَضلِهِم مِن اُمَّتِي القَاطِعِينَ فِيهِم صِلَتِي لَا انَالَهُمُ اللهُ شَفَاعَتِي. [7]

Artinya: “Barangsiapa yang suka hidup seperti hidupku dan mati seperti kematianku serta tinggal di surga Adn yang pohon-pohonnya ditanam oleh Tuhanku maka hendaknya dia mendukung Ali (dan menerima kepemimpinannya) dan mendukung para pendukung Ali, dan hendaknya dia mengikuti Ahli Baytku setelah aku meninggal, karena mereka adalah itroh (keluarga)-ku yang diciptakan dari tanahku dan dianugerahi pemahaman serta ilmuku, maka celakalah sekelompok dari umatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutus hubungan kekeluargaanku, semoga Allah tidak memberikan syafa’atku kepada mereka”.

Hadis yang berikutnya adalah Hadis Tsaqolain, hadis ini dinukil dari berbagai jalur sahabat, dan hanya sebagiannya saja yang akan kami sebutkan di sini bersama teks hadis tersebut. Zaid bin Arqam meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

اِنِّي تَرَکتُ فِيکُم مَا اِن تَمَسَّکتُم بِهِ لَن تَضِلُّوا بَعدِي: کِتابَ اللهِ حَبلٌ مَمدُودٌ مِنَ السَّمَاءِ اِلَي الاَرضِ وَ عِترَتِي اَهلَ بَيتِي وَ لَن يفتَرِقَا حَتَّي يرِدَا عَلَيَّ الحَوضَ فَانظُرُوا کَيفَ تخلفُونَني فِيهمَا.

Artinya: “Sesungguhnya aku meninggalkan sesuatu di antara kalian yang apabila kalian berpegang teguh padanya niscaya setelah aku mati kalian tidak akan sesat, dua hal itu adalah kitab Allah yang merupakan tali yang memanjang dari langit sampai ke bumi, dan keluargaku Ahli Baytku, dua hal itu tidak akan pernah berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga, maka perhatikanlah bagaimana kalian menyikapi dua peninggalanku tersebut”.

Zaid bin Tsabit meriwayatkan juga dari beliau saw. bersabda:

اِنِّي تارِکٌ فيکُم خَليفَتَين کِتابَ اللهِ حَبل مَمدُود مَا بينَ السَّماء وَ الاَرضِ (اَو مَا بَينَ السَّمَاء اِلَي الاَرضِ) وَ عِترَتِي اَهلَ بَيتي وَ اِنَّهُما لَن يفتَرِقا حَتَّي يرِدا عَلَيَّ الحَوض.

Artinya: “Sesungguhnya aku meninggalkan dua khalifah di antara kalian, dua khalifah itu adalah kitab Allah yang merupakan tali yang memanjang antara langit dan bumi (atau dari langit sampai bumi) dan keluargaku Ahli Baytku, sungguh dua khalifah itu tidak akan berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga”.

Di dalam buku induk hadis Shahih karya Muslim bin Hajjaj Nisyaburi diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

اَيها النّاس انا بَشَرٌ مثلُکُم يوشَکُ اَن يأتِينِي رَسولُ رَبِي فَاُجِيب وَ انا تَارکٌ فيکُم الثَّقَلَين اَوّلهُمَا کِتَابُ اللهِ فيهِ النُّور خُذُوا بِکِتابِ الله وَاستَمسِکُوا بِهِ، فَحَثَّ عَلَي کِتَابِ اللهِ وَ رَغَّبَ فِيه ثُمَّ قالَ: وَ اهل بيتِي اُذَکِّرُکُم اللهَ فِي اهلِ بَيتي، اُذَکِّرُکُم اللهَ فِي اهلِ بَيتي، اُذَکِّرُکُم اللهَ فِي اهلِ بَيتي.

Artinya: “Hai manusia sekalian, aku juga manusia seperti kalian, utusan Tuhan (malaikat Izra’il) sudah hampir tiba padaku –dan memanggilku– dan aku pun menjawab panggilan itu, aku meninggalkan dua pusaka yang berharga di antara kalian, yang pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat cahaya dan hidayah, maka berpegang-teguhlah padanya”, kemudian beliau melanjutkan nasihat-nasihatnya berkenaan dengan al-Qur’an, lalu bersabda: “Pusaka yang berikutnya adalah Ahli Baytku, aku ingatkan kalian kepada Allah berkenaan dengan Ahli Baytku, aku ingatkan kalian kepada Allah berkenaan dengan Ahli Baytku, aku ingatkan kalian kepada Allah berkenaan dengan Ahli Baytku,”.

Di tempat lain hadis itu dinukil sebagai berikut:

اِنِّي قد ترکتُ فيکُم الثَّقَلَين احدهما اَکبَرُ مِن الآخرِ، کتاب اللهِ و عِترَتِي فانظروا کيف تخلفونَني فيهما، فانهُما لن يفتَرِقا حَتَّي يرِدا عليَّ الحوضَ ثم قال: اِن اللهعز و جل مولايَ و انا مَولَى كلِّ مُؤمِن، ثم اَخذ بِيد عَلِيٍّ فقال:من كنتُ مولاه فهذا وليُّه اللهُمَّ وَالِ مَن والاه وعَادِ من عاداه؛ و قال: عليٌّ مع الحَقِّو الحقُّ مع عليٍّ يدُورُ معَه حيثُما دار و قال: اللهُمَّ اَدِرِ الحقَّ مع عليٍّ حيثُ ما دار؛ و قال: يا عمار، اِن راَيتَ عليًّا قد سلَك واديًا و سلك الناسُ واديًا غيرَه فاسلُك مع عليٍّودَع الناسَ انَّه لم يدلك على ردًى و لن يُخرِجك مِن هُدًى. و قال له غيرُ مَرَّةٍ: حَربُك حربِي و سِلمُك سِلمِي. [8]

Artinya: “Sungguh saya telah meninggalkan dua pusaka yang berharga di antara kalian, yang satu lebih besar dari yang lain. Dua pusaka berharga itu adalah kitab Allah dan keluargaku. Maka perhatikanlah bagaimana kalian menyikapi dua pusaka itu setelah kematianku. Dua pusaka itu tidak akan berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga”. Kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah adalah Tuanku, dan aku adalah tuan semua orang yang beriman”, lalu beliau merebut tangan Ali seraya bersabda: “Barangsiapa yang meyakini aku sebagai tuannya maka Ali adalah tuannya juga, ya Allah! cintailah siapa saja yang mencintai Ali dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya”, lalu beliau bersabda: “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali; ke mana saja Ali pergi maka kebenaran senantiasa mengitarinya”, dan bersabda: “Ya Allah! kelilingkanlah kebenaran bersama Ali ke mana saja dia pergi”, dan bersabda: “Hai Ammar! Jika kamu melihat Ali menempuh satu jalan sementara kamu saksikan orang-orang lain menempuh jalan yang berbeda maka ikutilah jalan yang ditempuh Ali dan tinggalkan mereka yang lain, karena Ali tidak akan mengarahkanmu kepada keburukan dan tidak akan menyimpangkanmu dari petunjuk yang benar”, beliau juga berulang kali bersabda kepada Ali: “Perang melawanmu sama dengan perang melawanku, damai denganmu sama dengan damai denganku”.

Beliau bersabda:

اَيُّها النّاس يُوشك اَن اُقبَض قبضًا سريعًا فينطلقُ بي وَ قَد قَدَّمتُ اِليكمُ القولَ مَعذِرةً اِليكم اَلَا اِنِّي مخلفٌ فيكم كتابَ ربّي عزّ و جلّ و عترتِي اهلَ بيتي ثُمَّاَخذ بيد عَلِيٍّ فَرفَعَها، فقال: هذا مع القرآنِ و القرآنُ مع عَلِيٍّ لَا يفتَرقان حَتى يَرِدا عليَّ الحَوضَ فاَسالُهما مَا خلفت فيهما.

Artinya: “Hai manusia sekalian! Sebentar lagi nyawaku akan dicabut secara cepat dan aku akan pergi dari sisi kalian, sungguh aku akan katakan sesuatu kepada kalian untuk menyempurnakan alasanku terhadap kalian, ketahuilah bahwa aku meninggalkan kitab Allah swt. dan keluargaku, Ahli Baytku, sebagai penerusku di antara kalian”, kemudian beliau merebut tangan Ali dan mengangkatnya seraya bersabda: “Ali ini bersama al-Qur’an, dan al-Qur’an bersama Ali, dua hal itu tidak akan berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga, dan aku akan menanyakan kepada mereka tentang apa yang terjadi terhadap mereka setelahku nanti”.

Beliau juga bersabda:

اِنّي اوشكُ اَن اُدعَى فَاُجيب وَ اِنّي تارِكٌ فيكمُ الثقلين كتابَ اللهِ عزّ وجلّ وَ عِترتِي، كتابُ اللهِ حبلٌ مَمدودٌ مِن السماءِ اِلى الاَرضِ وَ عترَتِي اهلَ بيتِي وَ اِنّاللطيفَ اَخبرَني اَنّهما لَن يَفترِقا حَتّى يرِدا عليَّ الحوضَ فانظُرُوا كَيف تخلفونَنِيفِيهما.

Artinya: “Aku akan segera dipanggil dari sisi Tuhan dan akupun menjawab panggilan itu, dan sesungguhnya aku meninggalkan dua pusaka yang berharga di antara kalian, dua pusaka itu adalah kitab Allah swt. dan keluargaku, kitab Allah adalah tali yang memanjang dari langit sampai ke bumi, adapun keluargaku adalah Ahli Baytku, dan sungguh Allah Yang Maha Lembut memberitahuku bahwa dua pusaka itu tidak akan berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga, maka dari itu perhatikanlah bagaimana kalian menyikapi dua pusaka itu setelah kematianku”.

Hadis Tsaqolain ini merupakan salah satu dari hadis-hadis yang dinukil oleh para mufasir, muhadis (ahli hadis) dan ahli bahasa dari kalangan Ahli Sunnah [9]. [10] Kitab-kitab tafsir yang menukil Hadis Tsaqolain di antaranya adalah: Tafsir Imam Fakhrur Razi[11], al-Kasyfu wal Bayan ‘an Tafsiril Qur’an karya Ahmad bin Muhammad Tsa’labi, Tafsir Isma’il bin Umar yang dikenal dengan Ibnu Katsir; al-Babut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil fit Tafsir karya Ali bin Muhammad Syafi’i yang dikenal dengan Khozin. [Bersambung]

Tidak ada komentar: