Ahlulbait Yang Dimaksud dalam Ayat Tathhir –Bagian Terakhir


Oleh Muhammad Ibrahim Jannati. Penerjemah: Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)

Kesatuan Konteks

Salah satu persoalan yang muncul tentang Ayat Tathhir dan yang menyebabkan munculnya anggapan bahwa maksud dari Ahli Bayt di dalam ayat ini adalah istri-istri Nabi saw., adalah persoalan konteks ayat-ayat sebelum dan sesudah Ayat Tathhir. Menurut sebagian pendapat, ayat-ayat itu berbicara tentang istri-istri Nabi saw., dan kesatuan konteks ayat-ayat sebelum dan sesudah Ayat Tathhir menuntutnya juga berbicara tentang istri-istri Nabi saw.

Ada beberapa catatan penting yang melemahkan bahkan menolak pendapat di atas: Pertama, dalam percakapan bahasa Arab, kata ahl tidak digunakan untuk arti istri, dan kalaupun digunakan maka penggunaan itu bersifat majasi, di samping itu riwayat-riwayat juga membuktikan hal yang sama. Di Sahih Muslim, bab Keutamaan Ali bin Abi Thalib as. diriwayatkan:

ان زيد بن ‏ارقم سئل عن المراد باهل البيت، هل هم النساء، قال لا وايم الله، ان المراءه تكون مع الرجل، العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع الى ابيها و قومها

Artinya: "Suatu saat Zaid bin Arqam ditanya oleh seseorang tentang Ahli Bayt, apakah mereka istri-istri Nabi? Zaid menjawab: "Demi Allah Tidak, wanita hanya bersama lelaki dalam waktu yang sementara, dan ketika lelaki itu mencerainya maka dia kembali lagi kepada ayah dan sanak familinya".

Ummu Salamah meriwayatkan:

نزلت هذه الايه فى بيتى ... و فى البيت ‏سبعه ‏جبرئيل و ميكائيل و على و فاطمه و الحسن و الحسين و انا على باب الباب. قلت ‏ألست من اهل البيت؟ قال انك على خير انك من ازواج النبي

Artinya: "Ayat ini turun di rumahku, … dan pada waktu itu ada tujuh figur di dalam rumahku, mereka adalah malaikat Jibrail, malaikat Mikail, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husein, sedangkan aku berdiri di pintu rumah, lalu aku bertanya –kepada Rasulullah saw.– apakah aku termasuk Ahli Bayt? Beliau menjawab: "Kamu orang yang baik dan kamu termasuk istri-istri Nabi".

Kedua, anggap saja jawaban yang pertama tidak diterima dan anggap saja arti kata ahl mencakup juga istri-istri, akan tetapi mengingat bahwa tidak ada seorang pun dari istri-istri Nabi saw. yang mengaku Ayat Tathhir turun untuk mereka, bahkan sebaliknya sebagian istri beliau seperti Ummu Salamah menyatakan ayat itu turun berkenaan dengan Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, maka anggapan itu dengan sendirinya tertolak, karena jika memang benar ayat itu turun untuk istri-istri Nabi tentu mereka akan selalu mengangkat keutamaan itu ke permukaan dan sama sekali tidak melalaikannya. Sahih Muslim menukil riwayat dari Aisyah berkata:

خرج النبى(ص) غداه وعليه مرط مرحل من شعرا سود فجاء الحسن بن‏على فادخله ثم جاء الحسين فدخل معه‏ثم جائت فاطمه فادخلها ثم جاء علي فادخله ثم قال انما يريد الله ليذهب عنكم‏الرجس اهل البيت و يطهركم تطهيرا

Artinya: "Di suatu pagi, Nabi saw. keluar dari rumahnya sambil mengenakan kain yang terbuat dari bulu hitam, Hasan bin Ali menghampiri beliau maka beliau masukkan dia dalam kain itu, kemudian Husein datang dan beliau juga memasukkannya dalam kain, setelah itu Fatimah datang dan beliau juga memasukkannya dalam kain, dan yang terakhir Ali datang dan beliau pun memasukkannya dalam kain, lalu beliau bersabda Sesungguhnya Allah hanyalah hendak menyingkirkan kotoran dari kalian Ahli Bayt dan menyucikan kalian sesuci-sucinya".

Meskipun ada juga versi lain Hadis Kisa' (kain selimut) yang menyebutkan orang-orang selain yang disebutkan di atas, tapi versi hadis itu mempunyai sanad (silsilah perawi) yang lemah dan isinya juga tidak bisa dipertahankan.

Ketiga, Kesatuan konteks tidak bisa dijadikan standar untuk memahami ayat selama ada nash (teks yang sahih dan kuat) yang otentik, karena dengan adanya nash pendapat yang berdasarkan kesatuan konteks adalah salah dan terhitung sebagai ijtihad melawan nash.

Keempat, kesatuan konteks bisa menjadi standar apabila himpunan ayat atau perkataan mempunyai keterikatan dan urutan yang pasti, sementara ayat-ayat al-Qur'an yang ada tidak dihimpun atas dasar sebab atau urutan turunnya ayat-ayat tersebut, maka itu dalam hal ini kesatuan konteks tidak punya kekuatan.

Sebaliknya Ayat Tathhir sendiri memisahkan dirinya dari konteks ayat-ayat sebelum dan sesudahnya dengan kata ganti yang dia gunakan; kata ganti yang digunakan oleh ayat-ayat sebelum dan sesudahnya serta berkenaan dengan istri-istri Nabi saw. adalah kata ganti majemuk untuk perempuan seperti فى بيوتـكن، لسـتن، ان‏اتقيـتن، فلا تخضعـن، قلـن و ... , sementara kata ganti yang digunakan oleh Ayat Tathhir adalah kata ganti majmuk untuk lelaki, yaitu عنـكم dan يطهركم .

Tidak menutup kemungkinan seorang keberatan atas pemaknaan Ahli Bayt kepada selain istri-istri Nabi saw. dengan alasan kalau saja Ayat Tathhir dipisahkan secara total dari ayat-ayat sebelum dan sesudahnya maka pemaknaan itu mudah diterima, tapi kita melihat bahwa Ayat Tathhir bukan ayat yang terpisah secara utuh melainkan satu bagian dari ayat, dan permulaan ayat itu bahkan mayoritas ayat sebelumnya juga berbicara tentang istri-istri Nabi saw., dan apabila kita paksakan bahwa potongan yang disebut dengan Ayat Tathhir tersebut terpisah dari ujungnya maka itu berarti adanya kalimat asing yang tanpa alasan di tengah kalimat yang lain, dan ini bertentangan dengan kefasihan ayat-ayat al-Qur'an.

Sekilas alasan itu mengenai sasaran, tapi jika diteliti lebih lanjut ternyata hal itu tidak mampu melandasi keberatan di atas, karena di samping bahwa memasukkan kalimat terpisah atau asing di tengah kalimat yang lain tidak selamanya bertentangan dengan kefasihan, al-Qur'an sendiri di beberapa tempat melakukan hal tersebut, seperti:

فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِن دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِن كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا / يوسف: 28-29

Artinya: "Maka tatkala suaminya melihat baju Yusuf terkoyak dari belakang, dia berkata 'Sesungguhnya perbuatan ini adalah sebahagian dari tipu-daya kamu, sesungguhnya tipu-daya kamu besar'. Hai Yusuf, berpalinglah dari ini". (QS. 12: 28-29). Kalimat " يوسف اعرض عن هذا" adalah contoh kalimat terpisah yang dimasukkan di tengah kalimat yang lain.

قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ وَإِنِّي مُرْسِلَةٌ إِلَيْهِم بِهَدِيَّةٍ فَنَاظِرَةٌ بِمَ يَرْجِعُ الْمُرْسَلُونَ / النمل: 34-35

Artinya: "—Ratu— berkata 'Sesungguhnya raja-raja itu apabila memasuki suatu negeri mereka merusaknya dan menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina', dan demikianlah yang akan mereka perbuat. 'Dan sesungguhnya aku akan mengirimkan hadiah kepada mereka, lalu –aku— akan menunggu dengan apakah orang-orang yang diutus itu kembali'". (QS. 27: 34-35). Dua ujung ayat-ayat ini menukil perkataan Bilqis, tapi kalimat " و كذلك يفعلون" adalah kalimat terpisah yang dimasukkan di tengah perkataan Bilqis sebagai dukungan Allah swt. terhadap dia.

Adapun mengenai ayat-ayat yang sedang kita perbincangkan, mengingat bahwa konteks ayat-ayat itu sedang membicarakan istri-istri Nabi saw. maka ada kemungkinan muncul sebuah anggapan pembicaraan itu juga mencakup Ahli Bayt, oleh karena itu Allah swt. mengecualikan Ahli Bayt dari pembicaraan itu dengan kalimat pendek yang menjelaskan kedudukan, keagungan, kemuliaan, dan kesucian Ahli Bayt serta memisahkan mereka dari level istri-istri Nabi saw. Dan tentunya ini merupakan tujuan yang masuk akal untuk memasukkan kalimat yang terpisah di tengah kalimat yang lain dan sama sekali tidak bertentangan dengan kefasihan al-Qur'an.

Soal dan Jawaban

Kenapa sahabat-sahabat Nabi saw. tidak bertanya kepada beliau tentang Ahli Bayt as. dan beliau pun tidak memberikan jawaban yang terperinci?

Dengan mempelajari hadis-hadis yang terkait, khususnya hadis yang menceritakan Rasulullah saw. mendatangi pintu rumah Fatimah Zahra as. selama empat puluh hari sambil mendoakan salam dan rahmat Allah swt. bagi mereka, dapat ditarik kesimpulan bahwa di sisi para sahabat Nabi saw. Ahli Bayt bukan hal yang asing lagi, itulah sebabnya mereka tidak perlu lagi menanyakan siapakah yang dimaksud dengan Ahli Bayt beliau.

Ayat Mubahalah juga menunjukkan bagaimana Rasulullah saw. mengajak Ali, Fatimah, Hasan dan Husein sebagai Ahli Baytnya untuk bermubahalah sehingga malaikat Jibril datang dengan menyampaikan Ayat Mubahalah yang berkenaan dengan Rasulullah saw. beserta Ahli Bayt beliau tersebut. Kejadian ini disaksikan oleh umum dan beritanya didengar oleh sahabat serta umat Rasulullah saw. Muslim bin Hajjaj Nisyaburi mengatakan ketika ayat –Mubahalah–:

فَقُلْ تَعَالَوْاْ نَدْعُ أَبْنَاءنَا وَأَبْنَاءكُمْ وَنِسَاءنَا وَنِسَاءكُمْ / آل عمران: 61

Artinya: "Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kalian". (QS. 3: 61) turun, maka Rasulullah saw. mengajak Ali, Fatimah, Hasan dan Husein seraya bersabda: " اللهم هؤلاء اهلي"; ya Allah! Mereka adalah Ahli Baytku". Riwayat yang sama juga dinukil oleh Tirmidzi, Hakim, Baihaqi dan lain sebagainya.

Masih banyak lagi hadis-hadis lain yang membuktikan bahwa Rasulullah saw. telah menentukan maksud dari Ahli Bayt beliau adalah Ali, Fatimah, Hasan dan Husein sehingga muslimin pada waktu itu tidak perlu lagi bertanya siapa mereka.

Poin Penting

Sebagai penutup, kami memandang harus untuk mengingatkan pembaca pada poin berikut: hadis-hadis yang tercantum maupun yang tidak tercantum di atas membuktikan Ahli Bayt Rasulullah saw. adalah Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, tapi kemudian muncul pertanyaan bagaimana dengan sembilan imam yang lain, apa buktinya mereka juga termasuk Ahli bayt beliau?

Pembuktiannya dengan hadis. Dan hadis tersebut ada dua macam: Pertama, hadis-hadis yang menyebutkan satu persatu nama para imam dan dinukil pula oleh kalangan Ahli Sunnah. Kedua, hadis-hadis yang dinukil dalam buku-buku induk hadis Sahih dan Musnad dari kalangan Ahli Sunnah tapi hanya menyebutkan jumlah para imam tersebut adalah 12 dan tidak menyebutkan nama-nama mereka, misalnya: Muhammad bin Isma'il Bukhari meriwayatkan dalam kitabnya dari Jabir bin Samurah berkata:

‏ النبى(ص) يقول يكون اثناعشر اميرا فقال: كلمه لم اسمعها، فقال ابى انه قال: كلهم من قريش

Artinya: "Aku mendengar Nabi saw. bersabda: "Akan ada dua belas pemimpin" lalu beliau berkata sesuatu yang tidak bisa kudengar". Ayahku berkata: "Sesungguhnya beliau bersabda: "Semua pemimpin itu berasal dari Quraisy". Dia juga menukil sabda Rasulullah saw.:

لا يزال الدين قائما حتى تقوم الساعة، اويكون عليكم اثناعشر خليفة كلهم من قريش.

Artinya: "Agama Islam senantiasa berdiri sampai bangkitnya hari kiamat atau telah lengkap dua belas khalifah di antara kalian, dan semua khalifah itu berasal dari Quraisy".

لا يزال هذا الامر في ‏قريش ما بقي من الناس اثنان

Artinya: "Urusan ini senantiasa ada di tangan Quraisy walaupun manusia hanya tinggal dua". Dalam kitab Dala'ilus Shidq dinukil dari Musnad Ahmad bin Hanbal Syibani bahwa Ahmad bin Masruk berkata:

كنا جلوسا عند عبدالله بن‏مسعود و هو يقرئناالقرآن، فقال له رجل: يا ابا عبد الرحمان هل ساءلتم رسول الله كم يملك هذه‏الامة من خليفة؟ فقال عبدالله: ما سالني عنها احد منذ قدمت العراق قبلك، ثم‏قال: نعم و لقد ساكنا رسول الله اثنى عشر كعدة نقباء بنى‏اسرائيل


Artinya: "Suatu saat kami duduk bersama dengan Abdullah bin Mas'ud, dia membacakan al-Qur'an kepada kami, tiba-tiba ada seorang lelaki bertanya kepada dia: Wahai Abu Abdir Rahman! Apa pernah kalian bertanya kepada Rasulullah berapa jumlah khalifah yang dimiliki oleh umat ini? Abdullah bin Mas'ud menjawab: "Sejak aku datang ke Irak, tidak ada seorangpun yang menanyakan hal ini kepadaku selain kamu" lalu Abdullah bin Mas'ud berkata: "Iya –kami pernah menanyakannya– dan Rasulullah menyebutkan dua belas khalifah seperti jumlah pemimpin Bani Israil". Riwayat yang mirip juga dinukil oleh Abu Dawud, Thabrani dan lain-lain.

Kandungan hadis-hadis ini adalah: [1] Khalifah Rasulullah saw. tidak lebih dari dua belas orang; [2] Semua khalifah Rasulullah saw. berasal dari Quraisy; [3] Khalifah-khalifah itu sudah jelas dan sudah ditentukan melalui nash, karena penyerupaan mereka dengan pemimpin-pemimpin Bani Israil berarti kejelasan dan ketentuan mereka, Allah swt. berfirman:

وَلَقَدْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَآئِيلَ وَبَعَثْنَا مِنهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا / المائدة: 12

Artinya: "Dan sungguh Allah telah mengambil perjajian Bani Israil dan Kami telah mengangkat di antara mereka dua belas pemimpin". (QS. 5: 12). [4] Harus adanya khalifah Rasulullah saw. selama agama Islam masih ada di muka bumi dan sampai kebangkitan hari kiamat. Hal ini sesuai dengan apa yang tertera dalam Hadis Tsaqolain bahwa "al-Qur'an dan Ahli Bayt tidak akan berpisah satu sama yang lain sampai mereka datang kepadaku di telaga".

Catatan:

1. QS. Al-Baqarah: 25.
2. QS. Al-Ma’idah: 6.
3. QS. Al-Baqarah: 185.
4. Sunanu Tirmidzi: 5/664/13789; Mustadroku Hakim: 3/150 dan 2/343; as-Showa’iqul Muhriqoh: bab 11, maqshod 2, hal. 171; Majma’uz Zawa’id: 9/168; Talkhishudz Dzahabi, Yanabi’ul Mawaddati, Tarikhul Khulafa’i dll.
5. Al-Mustadrok: 2/343; as-Showa’iqul Muhriqoh: bab 1/152; Majma’uz Zawa’id: 9/168; dll.
6. Majma’uz Zawa’id, Haitsami: 9/168; al-Mustadrok: 3/128; al-Jami’ul Kabir, Thabrani; al-Ishobah, Ibnu Hajar Asqalani; Kanzul Ummal: 6/155; al-Manaqib, Khorazmi: 36; Yanabi’ul Mawaddah: 149; Hilyatul Awliya’: 1/86; Tarikh, Ibnu Asakir: 2/95.
7. Al-Mustashfa: 1/136.
8. Rujuklah pada kitab Dala’ilus Shidq: 2/303.
9. Anda bisa lihat: Shohih, Muslim bin Hajjaj Nisyaburi: 4/36/1873; Khosoi’ishun Nasa’i, Ahmad bin Syu’aib Nisyaburi yang lebih dikenal dengan Nasa’i; Sunan, Tirimidzi: 5/662/3786, 3788; Sunan, Abu Dawud dan Ibnu Majjah serta Darami; as-Showa’iqul Muhriqoh: hal. 122; Musnad, Ahmad bin Hanbal: 3/59/26, 17 dan 4/366 dan 5/189, 181; Ansabul Asyrof, Baladzeri: 2/110; al-Mustadrok, Hakim: 3/109, 126, 110, 148; Usudul Ghobah: 2/12; Mafatihus Sunnah: 4/190/4816; Majma’uz Zawa’id, Haytsami: 9/162; Tarikh, Khatib Baghdadi: 6/442; Fushulul Muhimmah, Ibnu Shabbagh: 22; Manaqib, Kharazmi: 93; Yanabi’ul Mawaddah, Qanduzi: 31; Tadzkirotul Khowash, Ibnu Jauzi: 322; Dzakho’irul Uqba, Muhibbud Din Thabari: 16; Nadzmu Duroris Sibthoin: 331; as-Siroh al-Halabiyah: Ali Halabi: 3/308; Nasimur Riyadh: 3/410; as-Sirotun Nabawiyah: 4/416.
10. Tafsir Fakhrur Rozi: 4/163.
11. As-Showa’iqul Muhriqoh: 8/163.
12. Hadis Tsaqolain dicatat oleh para ulama dari berbagai mazhab, maka itu siapa saja yang mengingkari kesahihan hadis ini adalah salah. Allamah Dzahabi, seorang ulama yang sangat selektif dalam menerima hadis, sama sekali tidak menemukan celah dalam hadis ini.
13. As-Showa’iqul Muhriqoh: hal. 148.
14. Shohih Muslim: jilid 7, hal. 148.

Tidak ada komentar: