Oleh Nasir Dimyati (Dewan Penerjemah Situs Sadeqin)
Saat ini,
Doktor Isham Imad adalah
pakar Syi’ah, spesialis di bidang ilmu rijal, hadis dan sejarah, dosen di
Majma’ Jahani Ahlibait as., dan alumni Universitas Saudi Arabia di jurusan
mazhab-mazhab. Sebelumnya dia adalah pengikut Wahabi dan setelah itu berubah
menjadi Syi’ah. Di wawancara ini, secara terperinci dia menjelaskan kronologi
terbentuknya aliran Wahabi dan mengungkap esensi mazhab ini. Di sela-sela
pernyataannya bahwa dasar hukum kelompok Wahabi betul-betul pragmatis dia mengatakan,
“pola pandang Wahabi berkisar hanya dalam kuburan, dan peledakan kuburan yang
terjadi di berbagai penjuru dunia adalah disebabkan oleh pola pandang dan pikir
ini.”
Isham Imad menilai gerakan Wahabi sebagai bahaya paling besar yang dihadapi oleh dunia Islam. Dan setelah menjelaskan bahwa kelompok Wahabi sama sekali tidak punya itikad baik tentang pendekatan mazhab-mazhab, Isham mengusulkan agar ulama Syi’ah dan Ahlisunnah berkumpul dan mengeluarkan pernyataan bersama melawan fatwa-fatwa pengkafiran yang dikeluarkan oleh kelompok Wahabi. Dia menyinggung bahwa fatwa kelompok Wahabi ini berada di bawah pengaruh oknum-oknum Zionis yang hidup di kalangan mereka, dengan fatwa itu mereka bermaksud untuk menghentikan gerakan Hizbullah Libanon dan Ikhwanul Muslimin.
Doktor Isham Imad,
yang berasal dari Yaman dan lulusan universitas-universitas Saudi Arabia serta
pada saat itu merupakan pengikut Wahabi dan sekarang tergolong sebagai pakar Syi’ah
yang beraktivitas mengajar serta menulis di Republik Islam Iran, berkata dalam
wawancaranya, “Pernyataan fatwa
pengkafiran oleh 38 ulama Wahabi Saudi Arabia bukanlah sesuatu yang aneh dan
baru; karena jika kita menengok kembali sejarah Wahabi dari awal pendiriannya
sampai sekarang, niscaya kita akan menyaksikan bahwa aliran Wahabi lahir di
atas ranjang pengkafiran dan tumbuh berkembang di latar pengkafiran juga.” Dia
melanjutkan, “perkiraan saya, tidak ada satu mazhab pun yang mengkristal di
angkasa pengkafiran seperti Wahabi, dan sayang sekali kekerasan mereka
disebabkan oleh kebodohan mereka akan makna pengkafiran dan ciri-ciri yang
sebenarnya.”
Imad mengatakan,
“semenjak datang ke Republik Islam Iran, saya aktif menulis buku dan
mengkritisi metodologi Wahabi, salah satunya adalah perdebatan saya dengan
salah satu mufti Kuwait yang kemudian dicetak menjadi buku yang berjudul
“Al-Zilzâl”.
Krisis Pengetahuan
Pendiri Wahabi Tentang Ilmu-Ilmu Islami
Isham Imad
menambahkan, “Syekh Muhammad Abdulwahhab adalah pendiri Wahabi, dia lahir dan
berkembang di tengah keluarga berilmu serta belajar dari bapak dan saudaranya,
tapi sayang sekali dia mengalami banyak penyimpangan intelektual yang besar. Menurut
saya, Syekh Abdulwahhab menghadapi dua masalah yang sangat besar, dua masalah
itu saya simpulkan setelah berulang kali membaca dan mencermati buku-bukunya. Masalah
dia yang pertama adalah kekurangan pengetahuan. Dia (Abdul Wahhab) tidak punya pengetahuan –yang memadai– tentang
ilmu-ilmu Islami seperti logika, usul, bahasa, dan lain sebagainya.”
Isham mengatakan,
“Syekh Muhammad Abdulwahhab tidak pernah menjalani jenjang pendidikan secara
sempurna dan utuh di sebuah lembaga pendidikan yang diakui, dia juga tidak
pernah berguru secara teratur dan rutin kepada seorang tokoh ulama.” Dia
mengungkapkan, “sayang sekali Syekh Muhammad Abdulwahhab sebelum menyelesaikan
jenjang pendidikannya secara sempurna, dia sudah memikul tanggung jawab tabligh
agama; pada saat yang sama dia mempunyai mental yang keras sekali. Masalah
besar pendiri Wahabi bukan penyimpangan perilaku, akan tetapi penyimpangan
intelektual.”
Isham Imad
menyebutkan penyimpangan intelektual dan ideologi sebagai masalah besar kedua
yang dimiliki oleh Syekh Muhammad Abdulwahhab. Dia mengatakan, “masalah besar
dan asasi dia adalah pemikiran, dan penyimpangan seperti itu bisa dicarikan
contohnya di tengah kelompok Khawarij pada masa kehidupan Amirul Mukminin Ali bin
Abi Thalib as.”
Syi’ah Dan
Ahlisunnah, Sama-Sama Jadi Sasaran Abdulwahhab
Imad mengatakan,
“dari awal munculnya Syekh Muhammad Abdulwahhab, kita menyaksikan ide-idenya
yang membahayakan, dan sayang sekali dia bukan saja menghantam Syi’ah dengan
fatwa-fatwanya yang mematikan tapi juga seluruh kelompok Ahlisunnah yang
netral.” “Syekh Muhammad Abdulwahhab tidak mengerti makna dan tolok ukur
pengkafiran yang sebenarnya; oleh karena itu, banyak sekali orang muslim, baik Syi’ah
maupun Ahlisunnah, yang masuk ke lingkaran syirik dan pengkafirannya, ini
adalah bahaya besar yang saya maksudkan. Dia menghukumi anti tauhid siapa saja
yang tidak mengikuti ide-idenya.”
Isham melanjutkan, “tokoh Wahabi ini membuat kaidah-kaidah
sendiri di bidang tauhid, dan siapa saja yang menentang atau mengkritik
kerangka yang dia bangun itu terhitung kafir, atas dasar itu kita
menyaksikan dia menolak banyak sekali dari tokoh ulama dunia Islam; contohnya,
menurut dia, kitab tauhid Zamakhsyari, tafsir ayat-ayat tauhid Imam Fakhrur
Razi, Imam Abu Hamid Ghazali, Thabarsi, Asqalani, Tsa’labi dan bahkan Thabari
yang mereka semua merupakan ulama terkemuka Ahlisunnah, adalah buku-buku yang
menyesatkan dan para penulisnya adalah kafir.”
Peneliti sejarah
Islam ini juga mengatakan, “Syekh Muhammad Abdulwahhab sensitif sekali dengan
persoalan tauhid, dia ingin menyelesaikan persoalan ini dengan idenya sendiri
dan lalai bahwa langkahnya di bidang ini pincang, tindakan dia bukan saja
mencetuskan problem di Saudi Arabia tapi juga di seluruh bentangan dunia Islam,
mulai dari Andalusia sampai Iran dan Pakistan, serta di antara seluruh kelompok
yang mencakup Asy’ari, Muktazilah, Salafiah, dan Syi’ah. Dia telah menyebabkan
perpecahan di tengah gerakan-gerakan besar Islam sehingga menghambat sekali
lajunya pergerakan mereka.”
Pemaksaan Tauhid Ala
Pendiri Wahabi
Isham Imad
menegaskan, “saya tidak dalam rangka mengungkapkan niat Syekh Muhammad
Abdulwahhab dari perbuatan itu; karena niat adalah urusan hati dan hanya Allah
swt. yang mengetahuinya. Hal yang pasti menurut saya adalah, dengan perbuatan
itu Syekh ingin memaksakan tauhid buatannya kepada orang lain tanpa punya
pengetahuan yang menyeluruh tentang persoalan itu. Dia betul-betul fanatik
sehingga di dalam surat-suratnya kepada orang lain, dia menyebut lawan
suratannya dengan musyrik seraya menuliskan, ‘dari Muhammad Abdulwahhab untuk
orang-orang musyrik’. Menurut dia, nyawa, harta dan wanita lawannya adalah
halal untuk direnggut.”
Imad melanjutkan,
“bahkan syekh Sulaiman Abdulwahhab, saudara Syekh Muhammad Abdulwahhab,
menentangnya dan suatu hari dia berkata kepadanya, “kamu tidak pernah mengerti
apa yang kamu baca secara benar.” Dia menerangkan, “banyak dan keras sekali
persoalan yang diutarakan oleh Syekh Muhammad Abdulwahhab sehingga menurut
sebagian ulama, Ibnu Taimiyah, yang terhitung juga sebagai tokoh radikal dalam
sejarah, lebih netral dibanding dia; karena di bidang bid’ah, banyak sekali
persoalan yang dikategorikan oleh Syekh Muhammad Abdulwahhab dalam kerangka
kesyirikan, sedangkan Ibnu Taimiyah tidak demikian.”
Dia menjelaskan bahwa
fatwa pengkafiran yang dikeluarkan oleh 38 ulama Wahabi adalah dipengaruhi oleh
fatwa-fatwa Muhammad Abdulwahhab, dia mengatakan, “selama kita tidak menemukan
solusi untuk masalah ini, maka problem dunia Islam belum terselesaikan.”
Gerakan Wahabi,
Problem Dunia Islam Yang Paling Besar
Doktor Isham Imad
mengatakan, “Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan Luthi, salah satu fakih terkemuka,
mengatakan, “Kami, sekitar 200 pemikir muslim dari berbagai penjuru dunia,
berkumpul untuk menemukan problem-problem dunia Islam sekaligus
penyelesaiannya. Pada akhir pembahasan, kami sampai pada kesimpulan bahwa
problem paling besar yang dihadapi oleh dunia Islam sekarang adalah gerakan
Wahabi.” Mereka telah menciptakan berbagai kendala di berbagai penjuru dunia,
termasuk juga Amerika, Prancis, Jerman, Cina dan lain sebagainya.”
Imad menukil perkataan Yusuf Qardhawi yang mengatakan, “di dunia ini, tidak ada seorang pun, baik masih hidup atau sudah mati, kecuali Wahabi telah menulis buku yang melaknat dia, tidak peduli apakah dia bermazhab Syi’ah, Ahlisunnah, Zaidiah atau yang lain.” Doktor Imad memberitahukan, “contohnya, seorang wahabi menulis buku gugatan terhadap Sayid Jamaludin Asad Abadi dengan judul “Tahdzîr Al-Umam min Kalb Al-‘Ajam”: peringatan untuk para umat agar berhati-hati dari anjing Ajam. Seorang Wahabi yang lain menulis buku gugatan terhadap penulis kitab tafsir “Al-Manâr” dengan judul “Showâ‘iq min Al-Nâr ‘alâ Shohib Al-Manâr”: serangan bola-bola api untuk penulis buku Al-Manâr. Satu lagi menulis buku yang berjudul “Al-Kalb Al-‘Âlî Yûsuf Al-Qordhôwî”: anjing tinggi Yusuf Qardhawi.”
Tulisan-Tulisan Anti
Umat Islam
Doktor Isham Imad
mengatakan, “sebelum menjadi Syi’ah, saya menimba ilmu dari seorang guru yang
bernama Madkhali, saya belajar kurang lebih seratus buku dari dia yang semuanya
berisikan laknat terhadap tokoh-tokoh Islam seperti Sayid Muhammad Quthub,
Syekh Muhammad Ghazali, Ayatullah Khu’i, Syekh Muhammad Abduh, dan lain
sebagainya. Pada saat yang sama, kita
tidak menemukan satu buku di antara buku-buku Wahabi yang menolak Marxisme,
Budisme, Baha’iyat, pemikiran-pemikiran Zionisme dan Amerika. Semua tulisan mereka
tidak lain kecuali menghajar umat Islam.
Nara Sumber Fatwa
Wahabi
Doktor Isham Imad
mengatakan, “fatwa kelompok Wahabi dipengaruhi oleh oknum-oknum Zionis yang
hidup di tengah mereka, perlu diperhatikan bahwa sebetulnya ini adalah fatwa
yang dikeluarkan oleh istana Saudi Arabia, karena semua ulama dan mufti Saudi
Arabia adalah pekerja pemerintah, dan fatwa ini dikeluarkan demi kepentingan
Zionisme dan untuk menghentikan gerakan Hizbullah, Hamas, Ikhwanul Muslimin dan
gerakan-gerakan Islami lainnya. Munculnya kelompok baru Wahabi yang netral,
menurut Isham Imad, adalah fenomena yang perlu diucapkan selamat, dia
mengatakan, “Syekh Sulaiman Audah, tokoh kelompok baru Wahabi ini termasuk
orang yang berani mengkritik Syekh Muhammad Abdulwahhab dan menyatakannya
salah.”
Menurut dia, fenomena
ini mempunyai latar belakang sejarah tersendiri, dia mengatakan, “setelah
terjadi perselisihan antara Malik Faishal dan Jamal Abdunnasir, Malik Faishal
mengundang beberapa ulama Ahlisunnah Mesir seperti Sayid Muhammad Quthub dan
Syekh Muhammad Ghazali ke Saudi Arabia untuk membalas dendam kepada Jamal
Abdunnasir dan memanfaatkan mereka dalam rangka itu, akan tetapi karena mereka
terpengaruh oleh pemikiran Sayid Jamaludin Asad Abadi dan Syekh Muhammad Abduh
maka ketika masuk ke Saudi mereka mengkritik ide-ide Syekh Muhammad Abdulwahhab
secara habis-habisan.”
Imad menambahkan,
“ketika mereka masuk Saudi, Syekh Rabi’ Madkhali dan Bin Baz mengungkapkan
kedatangan mereka seumpama bom yang akan meledakkan Wahabi.” Dia melanjutkan, “Sayid Muhammad Quthub, setelah dihukum tinggal secara paksa
di Saudi Arabia, beraktivitas mengajar dan mendidik murid-murid netral seperti
Sulaiman Audah; aktivitas itu berlangsung pada saat Imam Ali as. dan Umar bin
Khattab di Saudi senantiasa digugat sementara tidak ada seorang pun yang berhak
mengkritik Muhammad Abdulwahhab.”
Isham Imad juga
mengatakan, “saya masih ingat persis bahwa dengan mudahnya Imam Ali as. dan
bahkan Umar bin Khattab di universitas-universitas Saudi Arabia dikritik, tapi
pada saat yang sama tidak ada seorang pun yang berhak mengkritik Syekh Muhammad
Abdulwahhab. Pada saat-saat seperti ini muncul para pembesar yang pemberani
seperti Sayid Muhammad Quthub dan Syekh Muhammad Ghazali, dan bersamaan dengan
itu kondisi yang mencekam tersebut mulai berkurang secara berangsur-angsur.” Dia
menambahkan, “ketika tokoh-tokoh Wahabi tidak mampu menghadapi Sayid Muhammad
Quthub dengan kekuatan ilmu, maka mereka menuduhnya tengah memberontak terhadap
pemerintah, Sayid pun menjawab bahwa jika memang ada wali amr atau pemerintah
untukku maka tidak lain dia adalah Jamal Abdunnasir.
Orientasi Gerakan
Wahabi
Doktor Isham Imad meyakini gerakan Wahabi searah dengan
tujuan-tujuan Inggris, Amerika, dan Israel.
Dia mengatakan, “perhatian aliran Wahabi hanya terfokus pada kuburan, dan tidak
mempedulikan hal-hal lain, menurut mereka ziarah kubur adalah kesyirikan. Dan
pengeboman kuburan yang terjadi di dunia disebabkan oleh pola pikir ini. Bahkan
sebagian ulama sampai mengatakan seolah-olah Syekh Muhammad Abdulwahhab lahir
di kuburan sehingga dia punya kedengkian tersendiri dalam hal ini. Pada
dasarnya, kelompok Wahabi tidak mengerti ajaran-ajaran Islam secara baik dan
benar, itulah sebabnya mereka mengategorikan hal-hal yang umum dan biasa dalam
bid’ah.” Guru Lembaga Internasional Ahlibait as. ini juga mengatakan, “menurut
keyakinan Abdulwahhab, orang-orang muslim yang syirik lebih buruk dan terlaknat
daripada orang-orang musyrik zaman Nabi saw seperti Abu Jahal dan Abu Lahab.”
Urgensi Kewaspadaan
Terhadap Penyakit Pengkafiran
Doktor Isham Imad
dalam hal ini menyatakan, “saya yakin, kapan saja terjadi pengkafiran maka di
sana akan terjadi ledakan. Penyakit pengkafiran harus diwaspadai. Orang-orang
mukmin harus betul-betul waspada, karena penyesalan setelah terjadi masalah
tidaklah berguna dan menyelesaikannya. Kelompok Wahabi tidak akan puas hanya
dengan meledakkan Pemakaman Samera, Karbala dan Najaf, melainkan kapan saja ada
kesempatan dan peluang mereka pasti meledakkan pemakaman para imam suci yang
lain.”
Dia mengusulkan,
“untuk menghadapi pengeluaran fatwa pengkafiran, semua tokoh ulama Ahlisunnah
dan Syi’ah di seluruh penjuru dunia harus bersatu dan mengeluarkan pernyataan
yang mengecam fatwa seperti itu, karena keteledoran terhadap fatwa pengkafiran
berarti membiarkan bahaya besar mengancam semua orang dan aliran. Kecaman dari
pihak otoritas-otoritas hukum agama di Qum dan Najaf tidaklah cukup untuk itu.”
Isham Imad
melanjutkan, “kelompok Wahabi jangan dihadapi dengan cara yang sama dengan
mereka, melainkan mereka harus diyakinkan melalui diskusi yang terbaik;
alhamdulillah dewasa ini baik orang-orang muslim Syi’ah maupun Ahlisunnah mempercayai
Republik Islam Iran, saya sendiri mendengar pernyataan seorang Wahabi yang
netral yang mengatakan bahwa negara kita adalah Iran!!”
Menurutnya, fanatisme
keras kelompok Wahabi merupakan salah satu masalah besar mereka, dia
mengatakan, “Sayang sekali buku-buku
Syekh Muhammad Abdulwahhab telah menjadi materi kuliah di setiap universitas
Saudi Arabia, dari awal pendidikan pemikiran-pemikiran orang ini ditanamkan
pada setiap mahasiswa, saya ingat sekali saat-saat saya masih kuliah di
Universitas Muhammad Sa’ud, di sana ada sekitar seribu desertasi doktoral
tentang pengkafiran Syi’ah. Padahal, di lembaga pendidikan Iran, kita tidak
akan menemukan fatwa pengkafiran Ahlisunnah.”
Wahabi Tak Percaya
Pendekatan Antar-Mazhab
Doktor Isham Imad
mengatakan, “kelompok Wahabi sama sekali tidak percaya dengan kategori
pendekatan antar-mazhab; Muhammad Kibari, ulama terkemuka Saudi, menulis buku
khusus tentang penolakan atas usaha pendekatan antar-mazhab, Ibnu Juwairi
mengeluarkan fatwa haram hukumnya makan makanan orang Syi’ah; oleh karena itu,
perbaikan mereka bukanlah pekerjaan yang mudah.” Imad melanjutkan, “sayangnya,
prinsip dasar fikih Wahabi betul-betul pragmatis, sehingga andaikan suatu saat
mereka melihat ada kepentingan dan maslahat dengan Syi’ah maka pasti mereka
akan menulis ratusan buku yang menyatakan keislaman Syi’ah.”
Dia menerangkan,
“ulama wahabi Saudi Arabia ketika menyaksikan Iran mulai dikenal sebagai
penghulu intelektual dunia Islam, maka mereka mulai melancarkan serangan kepada
Iran, berhubung mereka melihat ledakan-ledakan terjadi di negeri mereka sendiri
maka mereka juga bermaksud untuk menciptakan ledakan-ledakan seperti itu itu
Iran, karena itulah mereka mengeluarkan fatwa-fatwa pengkafiran untuk
menggiring opini publik ke arah sana.” Imad mengatakan, “Republik Islam Iran,
yang menghiasi diri dengan politik Imam Ali bin Abi Thalib as., harus memadukan
antara diplomasi dan agama untuk melumpuhkan gerakan-gerakan mereka secara
waspada.”
Kesyi’ahanku Adalah
Karunia Samawi
Doktor Isham Imad
menyebut kesyi’ahannya sebagai karunia samawi seraya mengatakan, “dulu, di
Saudi Arabia saya rutin belajar dari Bin Baz, ketika itu saya selalu berpikir
setelah sekian abad berlalu, kecintaan yang tulus kepada para imam Ali, Husain
dan lain sebagainya masih bergejolak dalam hati sebagian orang dan tidak pernah
berkarat atau menjadi kuno, tapi di sisi yang lain sering kali saya menyaksikan
secara langsung kritikan tajam yang dialamatkan kepada Imam Ali as. dan Imam
Husain as. di pertemuan-pertemuan ilmiah Saudi Arabia, di sana saya melihat kezaliman-kezaliman Yazid dan Muawiyah dibenarkan
tapi sebaliknya, dengan mudah imam-imam Syi’ah digugat keras.”
Isham Imad
melanjutkan, “sering kali di berbagai pertemuan saya menyaksikan bagaimana Imam
Ali as. begitu mudahnya dikritik, dan pada saat yang sama mereka –hadirin– sama
sekali tidak tahan untuk mendengar jika keutamaan beliau disampaikan, padahal
keutamaan itu ada di dalam kitab-kitab mereka sendiri. Bermacam-macam buku
ditulis dalam rangka pembelaan terhadap Yazid, Amr bin Ash dan sebagainya, di
samping itu tidak ada sedikit pun kritikan yang dialamatkan kepada mereka.”
Dia menambahkan,
“kejadian-kejadian seperti ini telah membuat saya mencela diri sendiri dan
mendorongnya untuk mempelajari riwayat hidup Ahlibait as. Suatu malam di bulan
Ramadan, tepatnya setelah shalat terawih, saya menghadiri sebuah majlis yang
ternyata mereka sedang memposisikan Imam Ali as. di bangku tertuduh dan
memrotes semua tindakan beliau tanpa bukti, mereka juga menyebut beliau sebagai
khalifah yang seandainya lebih cepat terbunuh niscaya Amerika pada zaman
sekarang sudah menjadi Islam. Di majlis itu juga saya melihat Imam Husain as.
dicela sebagai pembuat fitnah sosial yang besar. Setelah majlis itu selesai,
dengan gigih melakukan penelitian terhadap riwayat hidup Ahlibait as.”
Dia mengungkapkan
keyakinannya bahwa, “setelah melakukan penelitian secara khusus dalam hal ini,
ternyata semua tindakan Imam Ali as. berdasarkan akal dan logika, oleh karena
itu saya sampai pada kesimpulan bahwa perkataan orang-orang wahabi itu kotor
dan tidak logis. Contohnya, mereka menyepelekan hadis-hadis tentang keutamaan
Imam Ali as. tapi sebaliknya, mereka menilai kutukan Nabi Muhammad saw.
terhadap Muawiyah –“semoga Allah tidak mengenyangkan perutmu” – sebagai salah
satu keutamaan Muawiyah dan menafsirkan bahwa maksud sabda beliau ini adalah
Muawiyah tidak akan kekenyangan, dia pasti mendapat makanan dan tetap selamat.”
Imad
juga mengatakan, “Kesyi’ahan saya juga bukan sekedar kehendak saya sendiri
melainkan terjadi karena anugerah Ilahi dan karunia samawi. Oleh karena itu,
saya sangat bersyukur kepada Allah swt. atas nikmat luar biasa yang dianugerahkan-Nya,
disamping itu saya juga berdoa semoga Dia membimbingku kepada ajaran-Nya yang
lebih banyak lagi dari sekarang.” Di akhir wawancara dia menyinggung bahwa sekarang ini dia juga sedang
dikafirkan oleh kelompok Wahabi karena telah menjadi Syi’ah.