Oleh
Dr. Yulduz N. Khaliulin (Moscow)
Rahasia Mikrokosmos Quantum
Ketika
pada tahun 1946 Abdus Salam, pemuda berusia duapuluh tahun dari sebuah desa
Punjab di pinggiran Kemaharajaan Inggris tiba di kota London yang porak
poranda, dalam rangka mencari ‘kebenaran ilmiah,’ seluruh Eropa berada dalam
keadaan puing-puing setelah Perang Dunia Kedua yang dahsyat itu. Perang ini
tidak ada padanannya dalam sejarah kemanusiaan. Tak lama kemudian merebak
‘Perang Dingin’ di antara blok Barat dan Timur. Para ahli fisika dari kedua
blok itu terseret ke dalam proyek-proyek rahasia untuk mengembangkan senjata
nuklir dan hidrogen.
Para
ahli fisika tersebut tidak bisa berkomunikasi secara bebas, tidak bisa bertemu,
berdiskusi atau pun menyelenggarakan konferensi internasional. Akibatnya adalah
minimnya publikasi serius di bidang ilmiah. Sebagaimana dimaklumi, tanpa
interaksi di antara para ahli seperti itu maka kemajuan ilmiah menjadi suatu
hal yang mustahil. Padahal tidak lama sebelum pecahnya Perang Dunia Kedua, ilmu
mekanika quantum telah melompat jauh ke depan berkat usaha bersama dari ratusan
dan ribuan cendekiawan dari seluruh dunia. Kemajuan tersebut telah merubah
total paradigma ilmiah serta sudut pandang para ilmuwan mengenai metoda
pengenalan dan penataan dasar dari alam semesta. Mekanika Quantum laiknya harus
permisi dari para pencetus mekanika klasik seperti Newton dan Galileo, karena
menawarkan suatu sistem kaidah baru yang mengatur dunia kita. Disadari perlunya
mengedepankan mekanika quantum ke tingkat yang lebih tinggi.
Berkat
rahmat Tuhan, dari tahun 50-an sampai 70-an, Profesor Abdus Salam sedang
tenggelam menekuni riset teoretikal lanjutan yang mengungkapkan bahwa sejumlah
besar phenomena dan proses alamiah seperti pembelahan nukleus, formasi bintang-bintang
neutron, pembentukan komposisi kimiawi dan struktur dari spiral DNA, cara kerja
transistor semikonduktor, laser dan berbagai hal lainnya, semuanya itu
mengikuti kaidah Mekanika Quantum.
Dengan
keimanan yang kuat pada kekuasaan Allah s.w.t. serta berbekal aparatus
matematika yang paling presisi ditambah ajaran Al-Qur’an, maka ilmuwan muda ini
menjadi sepenuhnya terbenam dalam penelitian tentang mikrokosmos rahasia dari
partikel-partikel elementer. Hasilnya terungkap tidak lama kemudian. Bahkan
riset awal pun sudah mengemukakan konklusi yang di luar dugaan. Ia mengajukan
teori tentang neutrino dua komponen. Abdus Salam adalah juga orang pertama yang
memprediksi decay (peluruhan) dalam
rangkaian interaksi nuklir lemah. Saya telah mengutarakan di atas bahwa sebagai
sebutan dari phenomena ini, Profesor Abdus Salam mengajukan istilah baru yaitu
‘Electroweak’ ke dalam perbendaharaan kata fisika nuklir.
Dari
tahun 1970 sampai 1980, Profesor Abdus Salam bersama dengan ilmuwan India yang
juga profesor dari Maryland University, Amerika Serikat, yaitu Jagesh Pata, menggeluti
masalah interaksi tiga daya kekuatan elektromagnetik, daya lemah dan daya kuat
dari nuklir. Untuk tujuan ini mereka harus ‘membantah’ secara tepat teori
matematika salah satu postulat fisika nuklir modern yang diterima umum tentang
kekuatan dan ketidakterbaginya proton yang merupakan komponen utama dari
nukleus nuklir. (Catatan: sebagaimana dimaklumi nukleus nuklir merupakan inti
sebuah atom yang volumenya hanya satu per triliun tetapi massanya lebih dari
99%. Sebuah nukleus terdiri dari partikel-partikel dua jenis yaitu proton dan
neutron, dimana jadinya nukleus biasa disebut nukleon. Nukleon membentuk
nukleus nuklir dan terikat bersama oleh kekuatan atraksi atau tarik-menarik
mutual yang disebut sebagai interaksi kuat daya kekuatan nuklir).
Sebagai
hasil dari riset ini kedua ilmuwan kondang dari sub benua Indo-Pakistan telah
mengajukan suatu hipotesa yang berani. Menurut teori ini bahkan proton (yang
menyimpan kekuatan nukleus dari sebuah atom) bisa saja mengalami disintegrasi.
Hanya saja durasi dari peluruhan proton ini memerlukan periode waktu yang
astronomis yaitu 1032 tahun.
Keagungan Ruhani
Sebagai
seorang cendekiawan yang mempunyai minat ilmiah beragam dan memiliki
pengetahuan yang amat luas, Profesor Abdus Salam tetap saja tertarik pada
sejarah dan problema modern tentang sains di dunia Muslim. Ia adalah salah
seorang dari segelintir ilmuwan di abad terakhir yang berdasar analisis
berkesinambungan atas sumber-sumber historikal, telah mampu mempelajari hampir
semua bentuk perkembangan dalam sains alamiah di dunia Muslim sejak awalnya di
abad ketujuh sampai dengan akhir abad keduapuluh.
Banyak
artikel dan renungan ilmiah brilian dari para ilmuwan tentang masa lalu dan
masa depan dunia Muslim yang telah menjadi saksi akan hal tersebut. Mayoritas
dari artikel-artikel itu termaktub dalam koleksi karyanya yang berjudul Ideals and Realities. Buku ini telah
terbit dalam beberapa edisi selama masa hidup si pengarang. Koleksi ini
diterbitkan dalam bahasa-bahasa Barat (Inggris, Perancis, Italia dan Romania)
serta bahasa di Timur seperti Cina, Arab, Parsi, Benggala, Punjabi dan Urdu,
dimana tiga yang terakhir digunakan sebagai rujukan oleh pengarang ini.
Monograf
Profesor Abdus Salam lainnya yang menarik adalah Revival of Science in Islamic Countries yang diterbitkan di
Singapura pada tahun 1994. Para pengarang berbagai artikel yang mengkhususkan
diri mempelajari kehidupan dan kinerja Profesor Abdus Salam menyatakan bahwa
dalam abad keduapuluh, ia adalah wakil pertama yang unik dari dunia Islam yang
mendapatkan Hadiah Nobel atas keberhasilan akbar di bidang ilmiah. Memang benar
apa yang dikemukakan itu namun rasanya perlu memahami hal ini dari perspektif
yang lebih luas.
Bisa
jadi, lebih dari yang lain-lainnya para cendekiawan kontemporer, ia memahami
kebutuhan mutlak pengembangan ilmiah di negara berkembang. Hanya melalui
kerjasama saling menguntungkan di antara Utara dan Selatan, disertai kerjasama
yang telah berkembang selama berabad-abad antara Timur dan Barat, yang akan
bisa menolong kebudayaan modern menghindari konfrontasi yang telah membayang.
Profesor Abdus Salam pada dasarnya adalah seorang yang taat beragama. Ia
melakukan shalat lima waktu setiap harinya, kapan dan di mana pun ia berada. Ia
menggabungkan keterampilan intelektual dengan sisi keruhanian dirinya. Dalam pernyataan publik serta
artikel-artikelnya ia menekankan bahwa terdapat 750 ayat dalam Al-Qur’an
sebagai firman Tuhan yang memerintahkan manusia untuk mempelajari alam serta
mencari sarana guna mengendalikannya. ‘Aku telah mengabdikan seluruh
hidupku untuk menerapkan perintah Al-Qur’an tersebut’ katanya.
Di
tahun 1979 Profesor Abdus Salam mentilawatkan beberapa ayat dari Al-Quran dalam
pidatonya di aula Nobel Hall. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah aula itu
diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian dalam pidato Nobelnya, Profesor
Abdus Salam mensitir ayat yang lain. Ia menyatakan: ‘Nyatanya Islam merupakan keimanan semua ahli fisika karena memberikan
inspirasi dan dorongan bagi kami semua. Bertambah dalam kami mencari, bertambah
kagum kita dibuatnya tetapi juga bertambah banyak misteri baru yang muncul.’
Pahlawan Pakistan
Sebagian
besar umur Profesor Abdus Salam dihabiskan jauh dari tanah air. Ia disibukkan
dengan riset ilmiah di London dan Trieste serta berkeliling ke seluruh dunia
untuk mengikuti berbagai konferensi dan forum ilmiah internasional. Meski
selama 40 tahun hidup di negeri asing di tengah bangsa yang mayoritas Kristen,
ia tetap saja merupakan seorang Muslim yang taat. Walaupun didekati melalui
berbagai cara, ia tidak mau berpindah menjadi warga negara dari negeri dimana
ia tinggal. Ia tetap saja menganggap dirinya warga Pakistan dan tidak pernah
kehilangan hubungan dengan tanah airnya. Ia selalu mengingat dan menghormati
akar jati dirinya (negeri ibu bapaknya, teman-teman Muslim dan kolega
akademisi) serta selalu berusaha membantu negerinya untuk ‘melepaskan diri dari
kemiskinan.’
Selama
periode panjang tahun 1958-1974 ia adalah anggota dari Komisi Tenaga Atom
Pakistan dimana ia memberikan sumbangan ilmiahnya dalam pendirian stasion
tenaga atom dekat Karachi. Dari tahun 1961 sampai 1974 ia adalah Penasihat
Utama (Chief Scientific Advisor) dari Presiden Pakistan. Pada kesempatan
pertama kembali ke Pakistan, ia memberikan kuliah-kuliah dan mencoba meyakinkan
para pemimpin Pakistan tentang perlunya mendidik para spesialis dalam sains
serta menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan teknologi. Sedapat
mungkin ia memberikan bantuannya di bidang ini. Hanya saja tidak semua hal bisa
dikendalikannya, dan lebih sering lagi struktur pemerintahan yang tidak
memahami upaya dan tawaran ilmiahnya yang tulus.
Pertemuan di Moskow
Profesor
Abdus Salam mengunjungi Moskow lebih dari satu kali dan ia merupakan peserta
yang dinantikan pada konferensi ilmiah akbar dan perayaan ulang tahun
akademi-akademi yang diadakan di sini. Ia dianggap tokoh yang mumpuni di
kalangan ilmuwan Uni Soviet. Para ahli teoritis dan fisika Soviet mengenal dan
mengagumi karya-karya ilmiahnya. Jauh sebelum dianugrahi Hadiah Nobel, pada
tahun 1971 Profesor Abdus Salam secara aklamasi terpilih sebagai anggota dari
USSR Academy of Science. Kemudian pada tahun 1983 ia memperoleh penghargaan
Lomonosov Gold Medal yang merupakan penghargaan tertinggi dari USSR Academy of
Science. Di tahun 1995 ia mendapat penghargaan Maxwell di Inggris serta medali
emas yang diberikan oleh Akademi Pekerja Kreatif Rusia. Tahun 1992, Rektor dari
St. Petersburg University secara khusus berkunjung ke Trieste, Italia, untuk
menyampaikan diploma honorer Doctor of Science dari universitas tersebut kepada
Profesor Abdus Salam.
Sebagai
seorang ilmuwan humanis, penganut paham demokrasi dan pengikut keimanan yang
luhur, ia selalu menanggapi serius tekanan moral dan politis atas kaum ilmuwan.
Secara khusus ia bertemu dan berbicara di muka umum dengan akademisi A.
Sakharov ketika yang bersangkutan sedang dijauhi oleh para koleganya sendiri
akibat tekanan pemerintah Soviet. Dengan cara itulah Profesor Abdus Salam
memberikan sokongan moril. Setelah A. Sakharov dikucilkan ke Gorky, Profesor
Abdus Salam mengiriminya sebuah surat bersahabat dan beberapa artikel ilmiah.
Mereka bertemu ketiga kalinya pada tahun 1987 ketika A. Sakharov kembali ke
Moskow. ‘Aku selalu terpesona oleh
pengetahuan Sakharov yang demikian komprehensif. Sebagai pribadi mau pun
sebagai seorang ilmuwan, ia patut mendapat penghargaan dan menjadi legenda di
masa hidupnya’ demikian tulis Profesor Abdus Salam ketika ilmuwan Rusia itu
meninggal secara mendadak.
Pada
tahun 1987 Profesor Abdus Salam mengambil bagian dalam sebuah konferensi
internasonal yang besar di Moskow mengenai pengurangan senjata nuklir. Ia
secara tegas mendukung larangan atas senjata pemusnah massal. Ia selalu
menghimbau komunitas dunia untuk memanfaatkan potensi studi tenaga nuklir hanya
untuk tujuan damai dan konstruktif saja.
Memori Generasi
Tidak
lama setelah esai ini selesai, saya bermimpi indah bahwa setelah tigapuluh
tahun saya kembali ke Lahore sebagai seorang turis asing. Segala sesuatu terasa
seperti dalam film dokumenter. Penunjuk jalan saya adalah seorang wanita
Pakistan yang berpakaian seperti pramugari penerbangan PIA dan ia menawarkan
route turis istimewa melalui kota Lahore ‘Mengikuti jejak sejarah dari fisika
quantum’ katanya. Saya tidak mengerti benar kombinasi aneh Lahore dan Fisika
Quantum demikian tetapi setuju saja untuk melihat sesuatu yang istimewa.
Wanita
ini membawa saya dengan sebuah becak bermotor sepanjang jalan raya Abdus Salam
sampai ke gerbang Kolese Pemerintah dari Abdus Salam Punjab University.
Penunjuk jalan ini secara kompeten dan bergegas menjelaskan bahwa nama Abdus
Salam diterakan pada universitas itu sejalan dengan Peraturan Khusus Pemerintah
Pakistan saat ulang-tahun ke 80 dari ilmuwan kondang tersebut. Ia ini lulusan
universitas tersebut dan adalah seorang profesor. Dari sinilah ia memulai
layangan jauhnya ke puncak sains dunia.
Sambil
diiringi tepuk tangan para mahasiswa, kami berjalan ke perpustakaan ilmiah
Abdus Salam ke arah aula luas dimana terdapat ukiran tembaga bertuliskan bahasa
Inggris dan Punjabi: ‘Dari tahun 1951 1954 Profesor Abdus Salam, ahli fisika
yang terkenal di seluruh dunia yang memimpikan sekolah fisika teoretikal bagi
Pakistan, pernah memberikan kuliah matematika tinggi di aula ini.’
Miss
Nahid mengumumkan bahwa akhir dari tour ini adalah kubah makam Abdus Salam yang
terletak tidak jauh dari Lahore yaitu dekat kota Rabwah. Hanya ada dua makam
modern demikian di Pakistan, salah satunya adalah mausoleum dari pendiri
Pakistan, Mohammed Ali Jinnah di Karachi dan yang kedua adalah mausoleum
pendiri dan pengilham sains Pakistan di Rabwah. Kemudian saya terbangun dari
mimpi itu. Tetapi rasanya mimpi itu patut menjadi kenyataan di masa depan.
Pakistan berhutang banyak pada putra agungnya ini yang telah mengharumkan nama
negerinya di dunia sains abad keduapuluh. (Penterjemah: A.Q. Khalid)