"Fitnah
ibarat kuda liar yang menggilas masyarakat, menginjak-injak mereka dengan
kukunya, dan menendang mereka dengan ujung kakinya, maka mereka tersesat di
sana dan kebingungan, bodoh dan tergila-gila di rumah terbaik dan tetangga
terburuk. Tidur mereka di sana adalah keterjagaan dan celak mata mereka adalah
air mata …. Pembicaraan ini berkisar tentang fitnah pra pengutusan para nabi.
Beliau menjelaskan kaadaan masyarakat di mana para nabi diutus dan pada
hakikatnya menjelaskan pula kaadaan masyarakat pada zaman beliau seraya memperingatkan
mereka agar menghindari fitnah." (Nahjul Balaghah)
Oleh:
Sayid Ali Khamenei
Adalah
keberuntungan yang luar biasa bagi saya saat menyaksikan terbentuknya lembaga
baru di bidang Nahjul Balaghah yang direalisasikan oleh saudara-saudara kita
tercinta pada Institut Nahjul Balaghah. Saya selaku warga Iran yang sangat
menyukai ajaran Nahjul Balaghah, selaku muslim yang telah meluangkan sebagian
masa kehidupan intelektual dan penelitiannya di bidang Nahjul Balaghah, dan
juga selaku penanggung jawab negara Republik Islam Iran mengucapkan selamat
atas gerakan yang penuh berkah dan berakibat baik ini, dengan harapan semoga
tingkatan ini menjadi pijakan pemula untuk mencapai tahapan berikutnya yang
lebih sempurna.
Semangat
saudara-saudara kita ini layak mendapatkan penghargaan yang besar. Proyek ini
tidak boleh berhenti sampai di sini saja, melainkan harus berlanjut seterusnya.
Sudah barang tentu, selama jarak setahun antara kongres tahun kemarin sampai
sekarang sudah ada beberapa usaha dan pekerjaan di berbagai bidang Nahjul
Balaghah yang terlaksana dengan baik dan saya juga ikut terlibat di dalam
sebagian aktifitas itu. Namun demikian, saya ingin menekankan kembali bahwa
perkumpulan-perkumpulan ini harus menjadi pengantar untuk pekerjaan-pekerjaan
berikutnya yang lebih besar. Sudah cukup lama tempo yang kita lalui tanpa
menjalin hubungan dengan Nahjul Balaghah. Adapun sekarang, kita harus
menggunakan peluang dan kesempatan yang ada secara optimal untuk menutupi
kekurangan sebelumnya.
Memang
benar mereka yang bekerja keras di bidang Nahjul Balaghah tidak sedikit, baik
di Iran sendiri maupun di negara-negara Islam lainnya. Akan tetapi, masih
tertinggal banyak pekerjaan utama dan asasi yang bisa digarap untuk
menyebar-luaskan sekolah Nahjul Balaghah di segala penjuru dunia, kendati dasar
dan pokok-pokoknya sedang dalam pembangunan secara bertahap. Sungguh, Nahjul
Balaghah adalah simpanan istimewa nan agung yang keberadaannya saja susah untuk
dijangkau atau dimengerti (apalagi lebih dari itu), dan setelah mampu menyentuh
keberadaanya, baru memasuki babak berikutnya yang lebih utama, yaitu penggunaan
dan pengambilan untung darinya. Adapun sekarang, kita masih belum mengetahui
hakikat keberadaan Nahjul Balaghah itu sendiri. Memang iya; seperti halnya
referensi-referensi kaya Islam lainnya yang memiliki nasib serupa, hanya saja
Nahjul Balaghah adalah pengecualian tersendiri mengingat kelasnya yang sangat
tinggi. Oleh karena itu, harus diperhitungkan dan disikapi lebih istimewa
layaknya simpanan yang sangat berharga.
Apa
yang ingin saya sampaikan sekarang adalah urutan dari sekian harapan dan
cita-cita yang sejak dulu sampai saat ini kita miliki, yaitu harapan agar
masyarakat kita dekat dan bersahabat dengan Nahjul Balaghah. Untuk masa-masa
sekarang tidak bisa berharap banyak dari orang-orang seperti saya, kecuali jika
Allah SWT memberi taufik, suatu hari saya dapat kembali ke kamar-kamar talabeh
(pelajar agama) dan berpeluang aktif menjalankan tugas-tugas tersebut. Saya
ingin berbicara seputar perhatian yang harus kita pusatkan pada Nahjul Balaghah
dan sampai saat ini masih minim sekali. Seakan kita tidak tahu betapa agungnya
simpanan makrifat tanpa batas yang terjaga dalam kitab ini, atau sampai
sekarang masyarakat kita, bahkan para peneliti kita pun belum menyadari secara
penuh pentingnya mencapai sumber agung yang tiada tara ini.
Pertama-tama,
kitab ini terhitung referensi otentik kelas pertama Islam, dan sumber seperti
ini sangatlah penting, khususnya dalam kondisi dan situasi historis masa kini
yang berjarak seribu empat ratus tahun dari sejarah munculnya Islam. Urgensi
itu juga disebabkan oleh merebaknya takwil dan interpretasi sesuka hati di
sepanjang sejarah, dan ini merupakan wabah intelektual religius. Ketika zaman
telah berjarak jauh dari sumber pancaran agama, maka benak, kreativitas,
inovasi, dan gejolak internal manusia bermental menggiringnya untuk menarik
kesimpulan berdasarkan selera pribadi masing-masing, dan secara misterius tak
terlihat, telah berhasil menyimpangkan agama-agama yang pernah ada. Alasan
kenapa agama-agama terdahulu telah menyimpang, salah satu penyakit utamanya
adalah teks-teks otentik dan pertama mereka tidak terjaga secara selamat dan
sempurna.
Satu
keistimewaan besar yang kita miliki adalah Al-Qur’an yang tidak terjamah oleh
tangan jahat perubahan dan penyimpangan. Hal inilah yang menyebabkan tetapnya
sebuah poros utama dalam interpretasi atau pemahaman tentang Islam di tengah
luasnya keberagaman selera yang ada. Pada akhirnya masih terdapat titik yang
menjadi sandaran akhir untuk akidah dan pendapat yang berbeda-beda, yaitu Al-Qur’an.
Namun hal itu tidak cukup. Dalam artian, belum dapat menghalangi arus takwil
dan kecenderungan pendapat pribadi, selera personal, dan hawa nafsu.
Amirul
Mukminin as sendiri suatu saat berkata pada Ibn Abbas,
لاَ
تُخَاصِمْهُمْ بِالْقُرْآنِ، فَإِنَّ الْقُرْآنَ حَمَّالٌ ذُوْ وُجُوْهٍ
“Janganlah
kamu menghadapi Khawarij dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an memikul banyak arti
dan punya beragam wajah.”[1]
Sungguh,
orang-orang yang menerapkan ayat “dan sebagian orang, ada yang menjual dirinya
demi keridhaan Allah”—yang sebenarnya turun berkenaan tentang Amirul Mukminin
Ali as—untuk Ibn Muljam, mereka betul-betul telah menyimpang dari jalan yang
benar. Lalu, apa mungkin menghadapi orang seperti ini dengan menggunakan
Al-Qur’an?! (Jelas tidak mungkin, karena mereka mengartikannya sesuka hati).
Pada zaman sekarang, kita juga menyaksikan hal yang sama. Ada orang-orang yang
bersandarkan kepada Al-Qur’an dengan metode takwil! Dalam situasi dan kondisi
seperti ini, semakin banyak teks otentik Islam yang sampai kepada kita dari
awal sejarah Islam, maka semakin besar pula peluang bagi para peneliti untuk
mencapai ajaran Islam yang sebenarnya.
Dulu
kita melihat ahli takwil—yang sekarang lebih dikenal dengan iltiqâthî (aliran
yang mencampuraduk sana dan sini)—tidak peduli terhadap hadis, sehingga kapan
saja kita membawakan hadis, mereka langsung berkata, “Apa kamu tidak menerima
dan mengimani Al-Qur’an? Seakan-akan ada pertentangan antara kepercayaan
terhadap Al-Qur’an dan keyakinan pada hadis!
Awal-awal
kita heran. Tapi tidak begitu sensitif terhadap masalah ini. Sampai akhirnya
kita sadar bagaimana mereka memperlakukan Al-Qur’an dan bagaimana mereka
menolak hadis yang shahih dan sharih (jelas dan tidak ambigu). Ketika itu kita
baru mengerti alasan sesungguhnya kenapa mereka menentang hadis. Di kala itu,
Amirul Mukminin as mengingatkan Ibn Abbas seraya berkata, “Berargumentasilah
dengan sunah untuk menghadapi Khawarij, karena sunah tidak bisa ditakwil lagi.”
Jadi jelas, ketika kita hidup dalam situasi dan kondisi dunia Islam kontemporer
yang pengikutnya mencapai jumlah yang jauh lebih besar dari sebelumnya dan
berhasil menempati bagian terbesar dari geografi dunia, disertai oleh multi
kultur dan beragam pendapat, aliran dan kelompok yang mendominasi jalan pikiran
dan kejiwaan mereka, maka apabila kita dapat menghidupkan kembali teks-teks
awal Islam, niscaya kita telah memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan
poros utama untuk berijtihad dan menjelaskan pandangan Islam.
Pandanglah
Nahjul Balaghah dari sudut ini. Dengan begitu, Nahjul Balaghah tidak akan
pernah bisa dibandingkan dengan kitab hadis fulan sahabat atau tabi’in yang
terbentuk pada tahun lima puluh, enam puluh, seratus, atau seratus empat puluh
Hijriah. Nahjul Balaghah adalah ucapan orang yang pertama kali beriman kepada
wahyu Tuhan yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw. Nahjul Balaghah adalah
kata-kata khalifah Nabi, yaitu khalifah yang disepakati oleh semua orang Islam.
Yaitu imam yang menurut pengikut Syi’ah dan mayoritas pengikut Ahlusunah adalah
sahabat yang paling baik dan utama. Itu artinya ada ucapan-ucapan yang
tersimpan secara utuh dan sampai kepada kita dari orang yang agung dan penting
sekali, mulai dari ceramah atau kata-kata beliau yang lain. Maka sudah barang
tentu ini adalah teks yang otentik dan agung berkaitan dengan ajaran-ajaran
Islam, teks yang menyelesaikan segala permasalahan: tauhid, kenabian, filsafat
sejarah, akhlak, irfan, dan lain sebagainya. Sebagaimana Anda perhatikan
seksama, kita bisa menemukan dasar-dasar keyakinan yang sempurna dan
komprehensif tentang Islam dari Nahjul Balaghah.
Tanpa
diragukan lagi, kitab ini adalah pendamping Al-Qur’an dan setingkat di
bawahnya. Kita tidak punya kitab lain yang sampai pada derajat nilai pengakuan,
komprehensifitas, dan histori seperti ini. Oleh karena itu, menghidupkan
kembali Nahjul Balaghah bukan hanya tugas orang-orang Syi’ah semata, melainkan
juga tugas bagi semua orang Islam, karena dalam Islam tidak ada satu orang pun
yang menolak Amirul Mukminin Ali as. Maka setiap muslim bertugas untuk
menghidupkan Nahjul Balaghah sebagai warisan tiada tara Islam. Penghidupan ini
tidak berarti memperbanyak cetakan yang—alhamdulillâh—sudah banyak. Melainkan
kajian dan penelitian di bidang Nahjul Balaghah, sebagaimana yang pernah
dilakukan terhadap Al-Qur’an. Sudah banyak tulisan di bidang tafsir Al-Qur’an
dan karya di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Upaya yang sama juga harus dilakukan
untuk Nahjul Balaghah. Ia harus diajarkan sebagaimana Al-Qur’an diajarkan,
karena ia adalah lanjutan dan ekor Al-Qur’an itu sendiri. Sebagaimana muslimin
mewajibkan diri mereka untuk mengenal Al-Qur’an dan berteman dengannya, dan
sebaliknya adalah aib dan kekurangan bagi mereka, maka terhadap Nahjul Balaghah
pun mereka harus bertindak demikian.
Poin
luar biasa penting lainnya yang ingin saya sampaikan di sini adalah tugas kita
semua untuk mengetahui konteks munculnya kata-kata ini, sekaligus juga kaadaan
si pembicara. Pengenalan ini memberikan kita kesembuhan yang cepat bagi
berbagai penyakit sosial masa kini. Karena jika kita perhatikan, pembicaranya
bukanlah orang biasa, melainkan manusia yang berhasil menyatukan dua
keistimewaan sehingga ucapan-ucapannya naik sampai tingkat yang luar biasa. Dua
keistimewaan itu adalah hikmah dan kekuasaan. Beliau adalah seorang hakim
menurut yang disinyalir Al-Qur’an dengan firman-Nya, “Dia memberi hikmah kepada
siapa pun yang dikehendaki.” Beliau mengenal jagat raya, manusia, dan segala
ciptaan lainnya secara baik, teliti, dan sempurna. Dan itulah seorang hakim.
Dalam terminologi orang yang meyakini beliau sebagai imam suci, hal itu didapat
melalui ilham Allah SWT dan dalam terminologi mereka yang tidak mengimani
kesuciannya, hal itu diperoleh lewat pelajaran Rasulullah saw. Bagaimanapun
juga, yang jelas tak seorang pun meragukan bahwa beliau adalah manusia
berbashirah dan berhikmah, sebagaimana para nabi, dan beliau mengetahui segala
hakikat penciptaan serta apa yang terdapat dalam simpanan-simpanan Allah SWT.
Adapun
keistimewaan kedua pembicara Nahjul Balaghah adalah beliau penguasa dan
pemimpin masyarakat Islam pada periode tertentu yang bertanggung jawab
mengendalikan pemerintahan Islam pada zamannya. Dua keistimewaan hikmah dan
kekuasaan ini terdapat pada sosok Amirul Mukminin as sehingga ucapan-ucapan
beliau terkatrol sampai tingkat yang luar biasa tinggi melebihi kata-kata
mutiara biasa lainnya mengingat dimensi baru yang diperoleh.
Tapi,
sebetulnya apakah sebenarnya kata-kata beliau itu? Apakah yang beliau utarakan
dalam ceramah-ceramahnya? Apakah yang dikatakan oleh amîr dan penguasa
pemerintahan Islam yang juga hakim ini? Sudah barang tentu apa yang beliau
katakan sesuai dengan kebutuhan. Beliau pasti menjelaskan apa yang menjadi
kebutuhan utama pada periode sejarah Islam zaman, dan tidak mungkin beliau
mengutarakan hal-hal lain yang tidak diperlukan, karena tidak mungkin seorang
dokter yang teliti dan penyayang memberikan resep dan saran yang tidak
dibutuhkan pasien. Oleh karena itu, kita mendapatkan sesuatu yang berbeda dalam
resep pemberian Amirul Mukminin as dan apakah itu? Hal itu adalah situasi dan
kondisi masyarakat Islam pada masa hidupnya.
Tidak
ada catatan sejarah yang lebih jelas dan lebih teliti daripada Nahjul Balaghah
(kata-kata Amirul Mukminin as) dalam melaporkan kondisi dan situasi kehidupan
masyarakat pada waktu itu. Sekarang ini kita hidup pada masa yang saya
cenderung menyerupakannya dengan periode awal Islam. Artinya, kelahiran Islam
kembali. Waktu itu adalah kelahiran pertama Islam. Adapun sekarang adalah
kelahiran kedua Islam. Pada masa itu hukum-hukum Islam diberlakukan, dan
sekarang kita sedang bergerak menuju penerapan hukum-hukm Islam tersebut. Kalau
pada waktu itu musuh-musuh Islam yang sebetulnya memusuhi ajaran-ajaran Islam
itu sendiri dan menentang masyarakat nabawi, begitu pula sekarang orang-orang
yang memusuhi Revolusi kita pada hakikatnya mereka tidak menentang berdirinya
Republik Iran, melainkan mereka melawan Islam itu sendiri. Tapi tentunya bukan
atas nama hakikat Islam, dan harus disadari secara bersama bahwa ini bukanlah
hal yang sederhana. Wajar-wajar saja apabila mereka menentang, bahkan apabila
adikuasa, penguasa, penindas, kapitalis, penjajah, pelaku nepotisme, penginjak
harkat manusia, terorisme nilai-nilai kemanusian dan pemberhangus norma-norma
Tuhan tidak takut atau tidak gelisah terhadap Islam, maka itu sangat
mengherankan, karena itu berseberangan dengan arah tujuan dan target mereka.
Hal itu pula yang dulu pernah terjadi pada masa Amirul Mukminin as.
Nah,
kita bangsa Iran sebagai orang-orang yang memikul dasar-dasar sistem negara
Islam ini di atas pundak bersama, apabila merujuk kepada Nahjul Balaghah,
niscaya kita akan mendapatkan hal-hal yang sangat menarik. Kita akan mampu
mendeteksi penyakit-penyakit yang mungkin terjangkit dan mengancam situasi
seperti ini sekaligus juga mendapatkan penawarnya. Ini sangatlah menarik dan
marilah kita sama-sama mencari obat penawar itu. Saya tidak ingin mengatakan
bahwa semua yang terjadi pada awal sejarah Islam sekarang pun terjadi secara
persis serambut demi serambut. Melainkan arah dan tujuan di masa itu adalah
sama seperti yang sekarang terjadi. Hati orang-orang beriman pada waktu itu
sama dengan hati mukminin sekarang. Harapan dan cita-cita mereka pun sama. Keraguan
orang-orang munafik dan lemah iman pada waktu itu adalah sama seperti yang
dialami munafikin dan orang-orang lemah iman masa kini. Rencana teror dan
rongrongan musuh pada masa lalu seragam dengan rencana musuh dan terorisme
kontemporer. Poros sistem kenegaraan kita adalah sama dengan poros sistem
pemerintahan awal Islam. Keberpihakan sistem kita kepada masyarakat adalah sama
seperti halnya keberpihakan sistem Islam pada waktu itu. Menerima Al-Qur’an
sebagai dokumen yang asli, naskah yang sempurna, dan sebagai pembentuk situasi
yang ideal, semua ini adalah arah dan tujuan universal yang seragam antara
sistem pemerintahan Islam kita sekarang dengan sistem pemerintahan Islam pada
awal kelahirannya. Maka dari itu, wajar saja apabila kita sudah memprediksi
datangnya penyakit-penyakit tertentu yang mirip dengan wabah yang menyerang
masyarakat Islam pada waktu itu, sehingga dengan mengenali penyakit tersebut
jauh-jauh sebelumnya, kita akan dapat mengantisipasi diri untuk melawan dan
mengobatinya. Nahjul Balaghah mengajarkan penyakit-penyakit itu kepada kita.
Meskipun tampaknya Nahjul Balaghah bukan catatan sejarah, tapi sebetulnya dia
juga melaporkan sejarah pada waktu itu. Dan tentunya, jika saya ingin
membawakan bukti-bukti bagaimana Amirul Mukminin as mengungkapkan masyarakat
zamannya sekaligus penyakit dan penawar sosial pada waktu itu, jika saya ingin
menerangkan bagaimana beliau memberi resep kepada kita yang apabila kita
pelajari resep itu kita akan mengerti khasiatnya untuk mengobati penyakit
tertentu yang kita temukan sekarang, jika saya ingin menguraikan semua itu,
maka tidak cukup hanya dalam tempo dua atau tiga jam. Dan sayangnya, tidak bisa
berharap banyak dari orang seperti saya sekarang. Mereka yang berpeluang harus
menjalankan tugas mulia ini. Dan satu hal lagi perlu saya katakan, penelitian
semacam ini terhadap Nahjul Balaghah bukanlah pekerjaan yang begitu sulit dan
melelahkan. Cari dan bukalah selembar demi selembar, niscaya ia pasti
menampakkan diri pada Anda.
Berikut
ini saya ingin menyebutkan beberapa contoh dari penyakit yang pernah menimpa
masyarakat pada masa Amirul Mukminin as sekaligus juga penawar yang beliau
berikan.
Salah
satu penyakit dan problema sosial pada waktu itu adalah dunia. Anda bisa
saksikan betapa banyak ungkapan Nahjul Balaghah yang memperingatkan masyarakat
dari dunia, cinta dunia, tipu daya dunia, dan bahaya dunia. Sebaliknya,
kezuhudan Nahjul Balaghah merupakan salah satu bagian terpenting kitab ini.
Untuk apa kezuhudan ini? Realitas apa pada waktu itu yang ingin ditunjukkan
oleh seluruh kata-kata ini? Yaitu periode yang Nabi pernah bersabda tentangnya,
“Kemiskinan adalah kebanggaanku.” Periode di mana Rasulullah dan masyarakat
Islam pada waktu itu bangga dengan kemiskinannya. Mereka bangga karena tidak
tercemar oleh dunia. Sosok seperti Abu Dzar, Salman, Abdullah bin Mas’ud, dan
para penghuni Shuffah terhitung papan atas umat Islam kala itu. Mereka sama
sekali tidak tertarik pada dunia, emas dan perak, dinar dan dirham, perhiasan
dan permata, atau kekayaan berharga lainnya. Dan pada dasarnya, kilauan harta
tidak bernilai di mata mereka daripada kilauan non-harta.
Rasulullah
saw bersabda,
أَشْرَافُ
أُمَّتِيْ أَصْحَابُ اللَّيْلِ وَ حَمَلَةُ الْقُرْآنِ
“Orang-orang
mulia dari umatku adalah mereka yang menghabiskan malam bersama Allah SWT dan
yang mengenal atau menghafal Al-Qur’an.”
Apa
sebetulnya yang telah terjadi di tengah masayarakat Islam pada waktu itu
sehingga sekitar lima puluh dari seratus ucapan Amirul Mukminin as berhubungan
dengan zuhud? Apa yang ingin ditunjukkan oleh Nahjul Balaghah yang penuh dengan
tuntunan zuhud dan anjuran kepadanya?
Iya,
semua itu menunjukkan adanya penyakit tertentu pada masyarakat waktu itu. Resep
Amirul Mukminin as yang bergejolak dan penuh dengan peringatan tentang dunia
menunjukkan kepada kita betapa masyarakat pada waktu itu terjangkit parah oleh
penyakit dunia. Dua puluh tiga tahun setelah kepergian Rasulullah saw mereka
telah terjerat dan terjarah oleh dunia, dan Amirul Mukminin as berupaya untuk
membuka perangkap tali yang mengikat kaki dan tangan mereka.
Ketika
kita membaca tanggapan Nahjul Balaghah seputar dunia, kita diantar ke puncak
tersendiri dan kata-kata Amirul Mukminin as di sini terasa memiliki ritme dan
warna yang berbeda. Dari sekian ratus contoh kalimat beliau tentang dunia sulit
bagi saya untuk melewatkan berapa baris berikut ini untuk tidak disampaikan
pada kesempatan yang berharga ini, mengingat begitu indahnya kata-kata beliau:
فَإِنَّ
الدُّنْيَا رَنِقٌ مَشْرَبُهَا رَدِعٌ مَشْرَعُهَا، يُوْنِقُ مَنْظَرُهَا وَ يُوْبِقُ
مَخْبَرُهَا، غَرُوْرٌ حَائِلٌ وَ ضَوْءٌ آفِلٌ وَ ظِلٌّ زَائِلٌ وَ سَنَادٌ مَائِلٌ،
حَتَّی إِذَا أَنِسَ نَافِرُهَا وَ اطْمَأَنَّ نَاکِرُهَا قَمَصَتْ بِأَرْجُلِهَا وَ
قَنَصَتْ بِأَحْبُلِهَا وَ أَقْصَدَتْ بِأَسْهُمِهَا وَ أَعْلَقَتْ الْمَرْءَ أَوْهَاقَ
الْمَنِيَّةِ قَائِدَةً لَهُ إِلَی ضَنْکِ الْمَضْجَعِ وَ وَحْشَةِ الْمَرْجَعِ
Perhatikan
betapa indahnya kata-kata ini, dan tentunya tidak bisa diterjemahkan begitu
saja. Para sastrawan dan pujangga harus duduk bersama untuk mencari kata
padanan yang tepat kemudian menerjemahkannya. Apa yang menarik perhatian saya
adalah ketika beliau mengomentari dunia seraya mengatakan, “Penipu yang
berubah-rubah, cahaya yang memadam, bayangan yang menghilang, dan sandaran yang
nyaris tumbang.”
Kemudian
beliau melanjutkan diskripsinya dengan berkata, “Sampai suatu saat orang yang
lari dari dunia akan bergantung padanya.” Dunia tampil begitu indah dan menawan
dengan segala tipu daya yang tersimpan sehingga orang yang sebelumnya lari
ketakutan terpaksa harus menyerah dan bersahabat dengannya.
Beliau
melanjutkan, “Orang yang mengingkari akan tenang bersamanya.” Artinya orang
yang sebelumnya membenci dan tidak bersedia untuk bergandeng tangan dengan
dunia, mau tidak mau dia merasakan ketenangan berada di sisinya.
Ini
adalah penyakit. Sahabat-sahabat Nabi saw yang pada masa hidup beliau
meninggalkan rumah, kehidupan, kebun-kebun rindang Mekkah, harta kekayaan,
perdagangan, bahkan anak dan istri, mereka tinggalkan untuk ikut datang bersama
Rasulullah saw ke Madinah demi Islam, mereka tahan lapar dan tabah terhadap
segala kesulitan, tapi orang-orang itu pulalah yang dua puluh tiga tahun
kemudian setelah kepergian Rasulullah saw begitu serakah terhadap dunia
sehingga ketika mereka meninggal dunia, emas yang mereka wariskan terpaksa
harus dibagi dan dipecah dengan menggunakan kampak karena terlalu besar.
“Sampai suatu saat orang yang lari darinya akan bergantung padanya, dan orang
yang membenci akan merasa tenang bersamanya.” Ini adalah puncak kata-kata
Amirul Mukminin as, dan ini adalah satu contoh dari sekian banyak kalimat
beliau tentang dunia.
Tema
lain yang berkali-kali terulang dalam Nahjul Balaghah adalah sifat sombong,
seperti inti ceramah beliau yang bernama al-Qâshi’ah. Tentunya tidak terbatas
pada ceramah ini saja, melainkan di berbagai tempat lain juga berulang kali
beliau membahas kesombongan.
Masalah
sombong yang berarti menganggap diri sendiri lebih tinggi dan angkuh daripada
orang lain adalah penyakit yang menyelewengkan Islam dan sistem politik Islam,
merubah kekhalifahan menjadi kerajaan. Itu artinya sama dengan memberhangus
semua hasil dan jerih payah Rasulullah saw—minimalnya—dalam selang berapa
waktu. Karena itulah kenapa Amirul Mukminin as begitu perhatian dengan masalah
ini.
Satu
contoh dalam ceramah al-Qâshi’ah[2] yang makruf dan terkenal ini betapa indah,
berbobot, dan kerasnya beliau berceramah. Berikut ini saya ingin mengutip
sebagian dari ceramah tersebut:
فَاللهَ
اللهَ في كِبْرِ الْحَمِيَّةِ، وَفَخْرِ الْجَاهلِيَّةِ! فَإِنَّهُ مَلاَقِحُ الشَّنَآنِ،
وَمَنَافِخُ الشَّيْطانِ، اللاَِّتي خَدَعَ بِهَا الْاُْمَمَ الْمَاضِيَةَ، والْقُرُوْنَ
الْخَالِيَةَ، حَتّى أَعْنَقُوا فِيْ حَنَادِسِ جَهَالَتِهِ، وَمهَاوِيْ ضَلاَلَتِهِ،
ذُلُلاً عَنْ سِيَاقِهِ، سُلُساً فِي قِيَادِهِ، … ألاَ فَالْحَذَرَ الْحَذَرَ مِنْ
طَاعَةِ سَادَاتِكُمْ وَكُبَرَائِكُمْ! الَّذِينَ تَكَبَّرُوا عَنْ حَسَبِهِمْ، وَتَرَفَّعُوا
فَوْقَ نَسَبِهِمْ
Ini
adalah peringatan keras Amirul Mukminin as. Secara serius beliau mengingatkan
masyarakat untuk menghindari dua hal berikut: (1) adalah sombong dan keangkuhan
atau menganggap diri sendiri lebih unggul daripada yang lain, dan (2) sikap
menerima kesombongan, keangkuhan, dan anggapan orang lain bahwa dirinya lebih
tinggi atau unggul daripada selainnya. Artinya jangan pernah Anda angkuh dan
menganggap diri kalian lebih unggul daripada orang lain dan juga jangan pasrah
atau menerima sikap orang lain yang sombong dan punya anggapan seperti itu. Dua
hal ini adalah jaminan terlaksananya etika Islam antara masyarakat dan
penanggung jawab masayarakat Islam. Amirul Mukminin as menegaskan, masyarakat
agar tidak angkuh terhadap orang lain sebagaimana beliau sendiri tidak sombong
dan juga tidak pernah menerima perlakuan sombong orang lain.
Semua
ini menunjukkan bahwa masyarakat pada waktu itu terjangkit penyakit sombong dan
angkuh. Kedua penyakit tersebut di atas ada pada mereka; kesombongan sekaligus
juga pasrah dan menerima keangkuhan orang lain. Untuk meyakinkan diri, silakan
Anda merujuk pada buku sejarah tentang masyarakat pada waktu itu. Mereka yang
mengenal sejarah periode itu mengetahui persis bahwa penyakit utama masyarakat
pada waktu itu adalah dua hal tersebut: sebagian dari mereka angkuh, congkak,
sombong, dan menganggap dirinya lebih tinggi daripada orang lain, seperti
Quraisy lebih tinggi dari selain Quraisy, famili dari suku Arab tertentu lebih
unggul dari keluarga suku lain. Dan sayangnya, penyakit ini begitu cepat
merebak di tengah masyarakat dan orang-orang sombong segera bermunculan di
berbagai penjuru setelah kepergian Rasulullah saw. Akibatnya, seperti
disebutkan oleh Amirul Mukminin as, “Fainnahû malâqihusy syana’ân …”, Yaitu
tempat kelahiran dan menjamurnya perbedaan dan perpecahan. Ketika seseorang
menganggap dirinya lebih unggul daripada yang lain, ketika golongan tertentu
beranggapan mereka lebih tinggi daripada golongan yang lain, maka saat itu
adalah hari pertama perpecahan dan awal pertengkaran. Ketika kita memperhatikan
poin-poin teliti dari ucapan Amirul Mukminin as, ternyata beliau telah
menyebutkan semua karakter yang bersangkutan.
Penyakit
kedua yang dialami masayarakat beliau adalah menerima dan menyerah terhadap
keangkuhan orang lain. Yaitu, orang yang tertindas pasrah dengan
ketertindasannya dan menerima bahwa mereka memang harus tertindas. Cobalah kita
membaca sejarah masa itu, niscaya kita akan mendapatkan banyak bukti kepasrahan
mereka terhadap kedzaliman atas diri mereka, pasrah pada kesombongan orang lain
dan pasrah pada kehidupan marginal atau selalu di bawah. Anda akan terenyuh
menyaksikan realitas masyarakat pada waktu itu. Setiap orang yang hendak
mengangkat kepalanya dan unjuk rasa senantiasa diserang habis-habisan, dan ini
(unjuk rasa) adalah salah satu karakter masyarakat Irak sepanjang sejarah.
Namun demikian, sebagaimana tercatat juga oleh sejarah, orang-orang Kufah bukan
tipe masyarakat yang setia dan tepat janji, dan ini karakter yang melahirkan
berbagai karakter buruk lainnya. Tetapi secara umum masyarakat Irak pada waktu
itu adalah masyarakat yang punya watak tinggi dan tidak pernah menerima
penguasa-penguasa Syam. Menurut saya, sepertinya salah satu sebabnya adalah
kehadiran Amirul Mukminin as di tengah mereka untuk selang waktu yang cukup
lama sehingga mereka mempelajari etika Islam yang mulia ini dari beliau.
Bagaimanapun
juga kita menyaksikan sepanjang sejarah pemerintahan Bani Umayah dan Bani Abbas
selama sekitar enam ratus tahun, satu-satunya sasaran empuk dan titik utama
kelemahan masyarakat Islam pada periode itu adalah hal tersebut di atas, yaitu
kepasrahan terhadap keangkuhan atau kezaliman. Kerusakan pun bersumber dari
sini. Oleh karena itu, Amirul Mukminin as sering kali menentang masalah
nepotisme dan sikap masyarakat yang menerima nepotisme penguasa serta
kesombongan mereka. Ini adalah salah satu hal yang disebutkan Amirul Mukminin
as dalam Nahjul Balaghah.
Masalah
berikutnya adalah fitnah. Banyak sekali kata-kata beliau yang menakjubkan
seputar fitnah. Sebagiannya multi berbobot, indah, dan komprehensif sangat
mengherankan perhatian setiap orang yang memikirkannya! Apakah fitnah itu?
Fitnah adalah ketercampuradukan dan kacaunya barisan, serta berbaurnya hak dan
batil.[3]
وَ
لَكِنْ يُؤْخَذُ مِنْ هذَا ضِغْثٌ، وَمِنْ هذَا ضِغْثٌ، فَيُمْزَجَانِ! فَهُنَالِكَ
يَسْتَوْلي الشَّيْطَانُ عَلَى أَوْلِيَائِهِ
Masalah
mencampuradukkan hak dan batil, penggunaan slogan hak untuk kepentingan batil,
penggunaan simbol-simbol hak untuk mengokohkan pondasi kebatilan, semua ini
adalah penyakit yang terdapat pada masa Amirul Mukminin as dan beliau tuangkan
dalam kata-kata.
Ada
dua macam ucapan Amirul Mukminin as tentang fitnah. Salah satu dari dua macam
itu membicarakan fitnah secara universal. Saya ingin membaca dua ucapan beliau
yang sudah saya catat sebelumnya.
Pada
ceramah ke-2 Nahjul Balaghah, ketika beliau berbicara tentang kemunculan
Rasulullah saw, beliau juga mengisyaratkan keadaan masyarakat seraya berkata:
في
فِتَنٍ دَاسَتْهُمْ بِأَخْفَافِهَا، وَوَطِئَتْهُمْ بأَظْلاَفِهَا، وَقَامَتْ عَلَى
سَنَابِكِهَا، فَهُمْ فِيهَا تَائِهُونَ حَائِرونَ جَاهِلُونَ مَفْتُونُونَ، في خَيْرِ
دَار، وَشَرِّ جِيرَان، نَوْمُهُمْ سُهُودٌ، وَكُحْلُهُمْ دُمُوعٌ
Sungguh
ini juga salah satu kalimat yang tidak bisa diterjemahkan begitu saja.
Lagi-lagi para penyair dan sastrawan harus duduk bersama mengerahkan semua
kemampuannya untuk menemukan padanan kata dan susunan kalimat yang tepat.
Beliau berbicara tentang fitnah sebagai berikut:
Fitnah
ibarat kuda liar yang menggilas masyarakat, menginjak-injak mereka dengan
kukunya, dan menendang mereka dengan ujung kakinya, maka mereka tersesat di
sana dan kebingungan, bodoh dan tergila-gila di rumah terbaik dan tetangga
terburuk. Tidur mereka di sana adalah keterjagaan dan celak mata mereka adalah
air mata …. Pembicaraan ini berkisar tentang fitnah pra pengutusan para nabi.
Beliau menjelaskan kaadaan masyarakat di mana para nabi diutus dan pada
hakikatnya menjelaskan pula kaadaan masyarakat pada zaman beliau seraya memperingatkan
mereka agar menghindari fitnah.
Ini
satu bentuk dari pembicaraan beliau seputar fitnah. Adapun bentuk lain dari
penjelasan beliau tentang fitnah adalah spesifik tertuju pada person atau
komunitas terbatas, seperti kata-kata beliau mengenai musuh-musuh yang telah
menyulut api peperangan, yaitu Muawiyah, Thalhah dan Zubair, ‘Aisyah, Khawarij
dan lain sebagainya yang semua itu menurut kaca mata beliau terhitung fitnah.
Sebetulnya,
bentuk kedua ini semacam pengungkapan atau penyingkapan. Beliau hendak
melumpuhkan dan membasmi fitnah ini dengan cara membongkar wajah-wajah mereka,
dan ini adalah sebaik-baik cara membasmi fitnah. Apakah fitnah? Ketika dua kubu
sedang bertikai, maka debu bertebaran sehingga wajah-wajah mereka susah untuk
dikenal sampai terkadang manusia membunuh saudaranya atau termakan senjata
kawannya sendiri. Kadang-kadang dia berjalan bersama musuhnya dan saling
percaya. Inilah yang disebut dengan fitnah.
Apa
obat penawar fitnah? Penyingkapan. Tak satu hal pun lebih manjur daripada penyingkapan
dalam membasmi fitnah. Oleh karena itu, Amirul Mukminin as melakukan
penyingkapan wajah masing-masing, dan penyingkapan ini berarti ada penyakit
yang sedang menimpa masyarakat pada waktu itu.
Dengan
demikian, kira-kira saya sudah menjelaskan tiga tema, yaitu dunia, kesombongan,
dan fitnah, dan masih ada ratusan lain seperti ini dalam Nahjul Balaghah yang
bisa Anda temukan apabila Anda mencarinya. Saya sendiri belum menghitungnya
sehingga bisa saya pastikan ada seratus masalah lain seperti ini, tapi saya
melihatnya demikian. Bahkan lebih dari seratus tema besar yang bisa didapatkan
melalui penelitian. Setiap Amirul Mukminin as berbicara tentang sebuah penawar,
maka itu menunjukkan adanya penyakit tertentu, karena apabila penyakit itu
tidak ada, pasti Amirul Mukminin as selaku hakim yang bertanggung jawab ganda
terhadap masyarakat pada zamannya tidak akan berbicara demikian, melainkan dia
akan membicarakan hal lain yang lebih berguna. Oleh karena itu, membicarakan
hal-hal seperti itu berarti masyarakat pada waktu itu terjangkit oleh
penyakit-penyakit tertentu dan penawarnya adalah anjuran-anjuran yang beliau
berikan.
Seribu
tiga ratus sekian puluh tahun telah berlalu, dan kita sekarang membutuhkan
resep obat tersebut, baik untuk pengobatan dan juga untuk mengenali penyakit
apa yang mengancam. Kondisi kita sekarang persis seperti dahulu kala. Kita
terancam oleh cinta dunia, wabah kesombongan, cinta diri sendiri, nepotisme,
dan bahaya fitnah-fitnah sosial yang mampu merobohkan semua bangunan kita. Maka
dari itu, kita juga memerlukan penwawar-penawar tersebut, dan senantiasa kita
akan merasa butuh kepada Nahjul Balaghah selama-lamanya, terlebih lagi apabila
kita memandangnya dengan perspektif ini. Saya tidak melihat seseorang yang
mengkaji Nahjul Balaghah dari sisi ini. Memang benar sudah banyak usaha yang
dilakukan, tapi ini adalah perspektif baru dalam memandang Nahjul Balaghah.
Bercerminlah pada Nahjul Balaghah dan apa yang Anda lihat pada diri Anda dalam
kondisi sekarang? Apa penyakit yang Anda idap? Bahaya apa yang mengancam Anda?
Dan peringatan apa yang tertuju pada Anda? Ketahuilah penawarnya ada pada
Nahjul Balaghah, dan merupakan keharusan kontemporer bagi para peneliti untuk
menggali Nahjul Balaghah dari sisi-sisi ini.
Bagaimanapun
juga, di penghujung pembicaraan ini, pertama-tama saya ingin mengucapkan terima
kasih kepada saudara-saudara terhormat yang telah memberi warna baru pada
kajian Nahjul Balaghah, dan memberi perhatian yang lebih ekstra terhadap
kajian-kajian seperti ini, serta membersihkannya dari debu-debu kealpaan.
Berikutnya, saya juga menghaturkan ucapan terima kasih kepada para peneliti
yang menulis di bidang Nahjul Balaghah, mulai dari karya tafsir Nahjul Balaghah
dan syarah, terjemah, kamus kata-kata Nahjul Balaghah dan lain sebagainya.
Sekali lagi, saya tekankan untuk lebih serius lagi dalam masalah Nahjul
Balaghah.
Sekarang
ini, Nahjul Balaghah bagi kita lebih sensitif dari berbagai sisi. Di pembahasan
tadi saya mengingatkan pada dua sisinya, dan masih banyak lagi sisi-sisi yang
lain.
Saya
tekankan kembali bahwa kitab ini adalah simpanan agung yang tiada tara dan
tidak akan pernah berakhir, dan pada zaman sekarang, kita lebih membutuhkannya,
masayarakat kita dan masyarakat Islam lebih memerlukannya.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
[1] Nahjul Balaghah, surat ke-77.[2]Ceramah
al-Qâshi’ah ke-192.