Teladan Humanis Imam Husein Assyahid



“Jangan lah kau ucapkan perkataan yang dapat mengurangi harga diri dan nilaimu di hadapan ummat manusia.” (Husein as Syahid)

Cinta kepada sesama dan penghormatan kepada semua orang termasuk diantara sifat-sifat yang akan memberikan kondisi kejiwaan yang terbaik bagi pemilik sifat ini. Para psikolog dan ahli jiwa mengatakan, bahwa sifat ini sebagai keutamaan yang sangat tinggi. Imam Husein as adalah teladan yang sangat tepat bagi umat manusia berkenaan dengan sifat mulia ini. Dari beliau setiap orang akan memperoleh pelajaran tentang pengorbanan dan kasih sayang kepada sesama. Sifat ini akan membebaskan seseorang dari kungkungan sempit egoisme, dan menghantarkannya menuju kepada nilai-nilai kemanusiaan yang sangat luas. Setiap kali motivasi-motivasi kemanusiaan semakin menguat pada seseorang, maka wujud kemanusiaannya akan semakin meluas dan kasih sayangnya kepada sesama juga akan semakin menguat.

Berkat watak dan jiwanya yang suci, serta pendidikan agama yang diperolehnya sejak kecil, Imam Husein as tampil sebagai teladan yang sangat mengagumkan dalam hal ini. Beliau mencintai rakyat dan memberikan berbagai kebaikan dan keuntungan bagi mereka. Sifat-sifat mulia beliau inilah yang membuat nama beliau kekal dan terukir selamanya dalam sejarah. Ibnu Asakir dalam kitabnya “Tarikh Dimasyq”, menulis sebagai berikut: suatu kiriman barang datang dari kota Basrah untuk Imam Husein as. Sebelum semua barang kiriman itu habis dibagikan untuk rakyat, Imam Husein as tidak bergerak dari tempat duduknya.” Salah satu keutamaan Imam Husein as sebagai seorang tokoh yang berpengaruh dalam sejarah, ialah beliau selalu membimbing rakyat menuju kesempurnaan dan kesejahteraan. Seraya menjauhkan diri dari sifat sombong dan membanggakan diri terhadap orang lain, beliau berusaha menumbuhkan dan menyebarluaskan sifat-sifat mulia di tengah rakyat. Sebagai manifestasi rahmat Allah swt, Imam Husein as mencintai rakyat dan beliau bangkit guna menyelamatkan mereka dari kehinaan dan keterjajahan.

Ustad Syahid Mutahhari, dalam salah satu bukunya menulis, “Para Nabi selalu merasa sedih melihat kehinaan dan kesengsaraan musuh-musuhnya. Tentu saja mereka itu sendiri tidak menyadari hal ini. Imam Husein as juga memiliki watak yang sama. Beliau sedih dan bersusah hati menyaksikan kesesatan dan kebinasaan musuh-musuhnya. Beliau tidak menginginkan hal itu. Dalam perjalanan perjuangannya, beliau menunjukkan kecintaan dan kasih sayangnya yang luas kepada semua orang. Dalam berbagai kesempatan, beliau berbicara kepada para penentang, menyampaikan nasehat dan peringatan, dengan harapan akan ada sebagian dari mereka yang sadar dan kembali kepada jalan kemuliaan. Imam Husein as berkali-kali mengingatkan kepada musuh-musuhnya, diantaranya dengan memperkenalkan diri beliau. “Saya adalah Husein, anak putri Rasul Allah, Fatimah. Aku adalah putra Ali. Aku bersama kalian dan keluargaku juga bersama keluarga kalian. Aku adalah teladan bagi kalian.”

Imam Husein as menjalani kehidupan yang menyatu dengan kehidupan rakyat pada umumnya. Beliau tidak pernah memiliki pasukan pengawal, dan tidak hidup di dalam istana megah di kawasan elit yang terpisah dari rakyat jelata. Suatu hari di musim haji, muslimin berbondong-bondong menuju ke kota Makkah. Mereka menempuh perjalanan panjang dan berat, di tengah musim kering yang panas, membuat tanah retak dan pecah-pecah. Dua bersaudara, Imam Hasan dan Imam Husein as, berangkat berziarah ke Rumah Allah dengan berjalan kaki. Sejumlah orang berjalan bersama mereka. Setiap orang bertemu dengan mereka, jika ia berkendaraan di atas kuda atau onta, maka ia akan segera turun dan ikut berjalan kaki di belakang, dalam rangka menghormati dua cucu Rasul ini.

Diantara mereka terdapat seorang tua kurus, yang tidak mampu berjalan jauh karena lemahnya. Ketika ia sudah tidak kuat lagi berjalan, ia berhenti lalu mendekat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash. Orang tua ini berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, meskipun saya tidak rela duduk di atas onta, karena dua cucu Nabi berjalan kaki, namun saya tidak kuat berjalan jauh dengan dua kaki saya. Cobalah kau minta kepada mereka untuk naik di atas onta. Sa’ad mengangguk, menyetujui usul orang tua ini. Lalu ia mempercepat langkahnya mendekati Imam Hasan dan Imam Husein as. Ia berkata, “Wahai cucu Rasul Allah, akan sangat lebih baik jika kalian naik di atas onta.”

Imam Hasan yang sedemikian tenggelam dalam kerinduan kepada Baitullah, dan semangatnya ini semakin berlipat karena disampingnya terdapat saudara beliau, yaitu Imam Husein as, menjawab, “Saya dan saudara saya, Husein, telah berjanji untuk berangkat ke Rumah Allah dengan berjalan kaki. Akan tetapi untuk meringankan orang-orang ini, maka dari sisi kami akan mengambil jalan lain, sehingga mereka yang berkendaraan akan dengan senang hati melanjutkan perjalanan mereka di atas kendaraan mereka.” (*)

Tidak ada komentar: