Setelah kesaksian kepada Allah swt dan
kesaksian kepada malaikat, maka disebutlah secara langsung kesaksian kepada
orang-orang yang berilmu. Maka, adakah penghormatan terhadap ilmu yang lebih
besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam
peradaban Barat. Memang benar bahwa Islam yang bertanggung jawab terhadap
tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode
ini tegaklah peradaban Barat yang kemudian melahirkan berbagai produksi,
pembuatan, dan penemuan. Dan metode eksperimental adalah metode al-Istiqra, yaitu
suatu metode yang mengikuti bagian-bagian terkecil (parsial) melalui jalan
eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan
memperhatikan hal-hal yang tidak dapat tunduk terhadap suatu eksperimen, atau
melalui jalan matematis murni yang membutuhkan kepada matematis murni di mana
hal itu bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda. Sistem ini
bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini
dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia
sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam.
Seorang guru yang bernama Bruicll dalam
bukunya Abna' al-Insaniah menceritakan tentang dasar-dasar
peradaban Barat di mana ia berkata: "Roger Bikun mempclajari bahasa Arab
dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab
di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan
yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka
sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu,
ia tidak malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu
Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran."
Demikianlah pernyataan pakar-pakar Barat
yang jujur. Yang demikian ini bisa dijadikan sanggahan terhadap orang-orang
Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya mengambil
senjata yang sebenarnya berasal dari Islam. Dan jika dikatakan bahwa rahasia
kebangkitan Barat saat ini dan keunggulannya atas Timur kembali kepada
pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam,
maka rahasia kehancuran Barat dan kebingungannya serta kegelisahannya adalah
karena mereka tidak menghubungkan metode tersebut dengan kebesaran Allah SWT
sebagaimana semestinya. Metode eksperimen-tal—sebagaimana diambil orang-orang
Barat—dimulai dari alam dan berakhir kepadanya sebagai sesuatu tujuan. Jadi,
ruang lingkup pembahasan mereka adalah berkisar kepada materi, dan alat-alat
pembahasan adalah eksperimen dan pengamatan serta istiqra.
Tiada setelah alam kecuali kematian dan
kematian adalah rahasia yang misterius dan melawannya adalah hal yang mustahil.
Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui
sesuatu pun tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada
jawaban dari ilmu tentang tujuan kehidupan ini. Kita hanya mempelajari
aspek-aspek lahiriah dan mencapai hukum-hukumnya saja. Demikianlah pandangan
Barat tentang ilmu di mana ia hanya sekadar alat dan sarana untuk mengatur alam
dan berusaha menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa
gerakan atom dengan gerakan sistem tata surya di bawah kendali Zat Yang Maha
Tahu dan Zat Yang Maha Pencipta. Ilmu dalam Islam justru membimbing manusia
untuk menuju Allah SWT: "Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan
(segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42). Ilmu justru mengantarkan manusia untuk
mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah
kepadanya dan mencintai-Nya: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS.
Fathir: 28)
Islam datang dan mengajak manusia untuk
membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta hanya beribadah
kepadanya. Jika ilmu merupakan sayap pertama di dalam Islam, maka sayap yang
kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT.
Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan
tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang berupa
kepentingan-kepentingan pribadi, kekayaan, raja, penguasa, pemikiran-pemikiran
yang mengusai manusia, warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang
terbuat dari batu dan kayu, maupun berbagai macam tuhan lain yang bohong.
Adalah salah jika seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain
Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim di mana segala sesuatu
yang ada di sekitarnya penuh dengan kebohongan dan tidak membenarkan apa yang
dikatakannya. Kalimat tersebut dalam Islam merupakan per-gulatan besar bersama
kegelapan yang ada pada diri manusia, suatu pergulatan yang berakhir pada
penyerahan diri; pergulatan yang akan berpindah pada kehidupan yang lebih
berat, sehingga kehi-dupan akan berserah diri. Dan mustahil pergulatan itu akan
terjadi kecuali jika terpenuhi suatu kebebasan: kebebasan akal untuk meragukan
dan menolak dan kebebasan yang berakhir kepada pencapaian batas-batasnya dan
kemampuannya serta kebebasan yang meninggi untuk mencapai keimanan yang dalam
dan kokoh. Itu adalah tanggung jawab yang berarti bahwa ia harus memikul
senjata untuk membebaskan orang lain sebagaimana ia membebaskan dirinya
sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas
kebebasan dan tanggung jawab yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terAkhirnya
adalah tauhid dalam kedalamannya yang jauh.
Jika tauhid dipahami secara benar, maka
manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas
terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan
terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.
Muhammad bin Abdillah datang nntuk
menyerukan bahwa hanya Allah SWT yang patut disembah dan bahwa semua manusia
adalah hamba-hamba-Nya. Dcngan membebaskan manusia dari menyembah sesama
mereka, maka kebcbasan yang hakiki telah dimulai. Rasulullah saw memberitahu
bahwa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan
akhiran yang misteri dari kehidupan yang tidak dapat dipahami, tetapi ia hanya
sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan menyelamatkan dari
kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal.
Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari
unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari bagian-bagian sel
yang ada dalam tubuh seorang Muslim.
Rasulullah saw juga menyatakan bahwa
rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT: "Dan tidak
ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya. " (QS. Hud: 6)
Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa
suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya disempurnakan. Jika
demikian halnya, maka tidak ada alasan bagi manusia untuk khawatir terhadap
rasa lapar dan gelisah terhadap hari esok. Semua ini terjadi dalam ruang lingkup
mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai
rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap
kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim
untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman: "Dan di langit terdapat
(sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.
" (QS. adz-Dzariat: 22)
Allah SWT telah menjamin rezeki di dunia
dan memerintahkan manusia untuk berusaha mencapai rezeki di akhirat. Rezeki di
dunia adalah sesuatu yang sudah dijamin, sehingga manusia tidak perlu melakukan
usaha yang terlalu sengit untuk mencapainya. Cukup baginya untuk berusaha
secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT
memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang
Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad:
jihad yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa
nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.
Dengan terbebasnya seorang Muslim dari
kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam memberi seorang
Muslim senjatanya dan alat-alatnya dan ia memerintahkannya untuk mulai
memerangi kekuatan-kekuatan kelaliman di muka bumi. Allah SWT berfirman tentang
umat Islam: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT
menyebutkan amal makruf nahi mungkar sebelum keimanan kepada Allah SWT. Ini
dimaksudkan agar akal manusia tergugah akan pentingnyajihad di jalan Allah SWT.
Amal makruf dan nahi mungkar tidak terwujud semata-mata dengan memegang tongkat
dan mencambukannya kepada punggung orang-orang Islam yang tidak salat; ia juga
tidak berupa usaha untuk menahan orang-orang Muslim yang tidak berpuasa.
Masalah itu lebih penting dan lebih besar dari sekadar memperhatikan hal-hal
yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak
diperhatikan.
Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang
Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi
orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian
membaca ayat berikut ini:" "Hai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila
kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105)
Dan aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan
mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka
semua." Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya.
Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di
jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan
orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku
telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat
setelah aku memberikan petunjuk."
Demikianlah pemahaman orang-orang Islam
yang pertama. Maka bandingkanlah pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat
ini di mana kita telah kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi
tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mcrcka
daripada memerangi orang-orang yang lalim.
Muhammad bin Abdillah datang dengan
membawa risalah Islam yang di dalamnya terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi
orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang-orang yang tertindas
di muka bumi. Allah SWT berfirman: "Karena itu, hendaklah orang-orang
yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah.
Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh
kemenangan, maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar. Mengapa
kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: 'Ya Tuhan
kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami
pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS.
an-Nisa': 74-75)
Muhammad bin Abdillah membacakan kepada
kaumnya tentang penafsiran Allah SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang
besar: "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di
jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang
benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli
yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS.
at-Taubah: 111)
Bacalah ayat tersebut dua kali dan
renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia membeli jiwa
orang-orang mukmin dan harta mereka, padahal jiwa tersebut dan harta tersebut
pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah
SWT di mana Dia membeli harta milik-Nya yang khusus dengan surga dan bagaimana
Allah SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu
mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat
bukanlah hal yang baru atas orang-orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan
hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi Isa diutus dengan pedang,
seperti yang disebutkan dalam lembaran-lembaran atau buku-buku orang-orang
Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani
Israil berkata kepada Nabi Musa, "pergilah engkau bersama Tuhanmu dan
berperanglah, dan kami hanya di sini duduk-duduk saja,", maka kehendak
Ilahi menetapkan agar mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun
sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi yang lemah dan hina itu
hancur yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka
membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu
merupakan tanggung jawab mereka dan tugas mereka yang harus mereka emban
sebagai pengikut Nabi Musa.
Demikianlah esensi dari ajaran Islam
sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni ajakan untuk membaca
dan menggali ilmu serta mendapatkan kebebasan dan yang terpenting adalah usaha
melawan kekuatan-kekuatan lalim. Suatu ajakan yang universal yang tidak dikhususkan
untuk kalangan tertentu atau untuk waraa kulit tertentu atau untuk kaum
tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif
yang universal yang ingin mengikat ilmu dan kebebasan dan jihad dengan tujuan
yang lebih tinggi, yaitu mencapai tauhid kepada Allah SWT dan menyucikan-Nya
serta keimanan terhadap hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di
hadapan Allah SWT.
Adalah salah jika ada orang yang
menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek
duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi
di hari akhir. Ia adalah ujian dan tempat percobaan bagi manusia agar manusia
mengetahui apakah ia layak untuk menda-patkan kemuliaan dari Allah SWT yang
telah diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari
tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT: "Yang
bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24)
Rasulullah saw telah menjelaskan hikmah
dari penciptaan manusia, penciptaan kehidupan dan kematian ketika beliau
menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk: "Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amabiya. " (QS. al-Mulk: 2)
Dunia adalah rumah pergulatan. Dan Allah
SWT telah menciptakan kehidupan dan kematian agar manusia menyadari siapa di
antara mereka yang terbai amalnya. Tentu pengetahuan ini tidak akan menambah
kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah SWT
menciptakan manusia agar menusia mengetahui, danpengetahuan yang paling penting
adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia
akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan
diterimanya secara sempurna.
Dan barangkali mukadimah yang kami
sarikan dari hari akhir ini mengharuskan kehidupan di atas bumi dipenuhi dengan
kesucian dan kebersihan, yaitu diliputi dengan kemanusiaan yang sempurna yang
di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad
saw. Inilah asasnya dan hakikatnya. Itu adalah pondasi dan hakikat yang tidak
diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya.
Hakikat risalah-risalah yang dulu semuanya adalah tauhid dan mempertahankan
kebenaran serta keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan
anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru dalam Islam adalah ilmu,
kebebasan dan universalitas ajaran Islam serta warna keadilan yang sangat
kental, sehingga sangat tepat jika dikatakan bahwa karakter dari Islam adalah
keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan.
Meskipun agama-agama samawi pada
esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan
lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat
karakter yang khusus yang menggambarkan bentuk yang paling tepat sesuai dengan
kebutuhan utama yang di situ agama itu diturunkan dan sesuai dengan waktu saat
itu. Orang-orang Yahudi misalnya, mereka hidup di tengah-tengah suasana
penyembahan berhala dikalangan orang-orang Mesir kuno. Yahudisme
diturunkan pada Bani Israil yang suka membangkang dan karena itu, karakter
utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak terpengaruh
dengan fenomena berhalaisme ala Mesir atau mereka terkena pengaruh dari
tindakan semena-mena Fir'aun. Dengan ketegasan inilah agama Yahudi selamat dan
dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan.
Namun Bani Israil yang memperbudak
manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama mereka keluar dari
Fir'aun untuk masuk ke cengkraman orang-orang Romawi di mana orang-orang
Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir. Oleh
karena itu, orang-orang Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan
baru tetapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara
tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata karena kekuatan
orang-orang Romawi mengungguli kekuatan saat itu dan menguasai bumi secara
keseluruhan. Maka kemenangan yang mungkin dapat diperoleh adalah dengan cara
menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada
kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian
dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya
dan kekuasaannya.
Adapun Islam datang sebagai agama yang
terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di muka bumi, sehingga
Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya kepada orang-orang
yang berhak mewarisinya. Oleh karena itu, agama yang terakhir ini harus
mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan.
Ketegasan hanya cocok untuk zaman
tertentu dan kelompok tertentu dan keadaan tertentu, sedangkan cinta adalah
contoh yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk
dibandingkan dengan tindakan-tindakan tertentu atau untuk dijadikan alat untuk
melakukan sesuatu. Dan jika ia menjadi tolok ukur bagi orang-orang yang memilki
perasaan yang tinggi atau budaya yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok
ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka ia menjadi karakter Islam yang
berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan dan meletakkan segala sesuatu
pada tempatnya. Ini adalah tolok ukur yang menyeluruh dan barometer yang akhir.
Dan barangkali kebesaran keadilan dan pengaruhnya dalam pengaturan alam
bersandarkan kepada firman Allah SWT: "Allah menyatakan bahwasannya
tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu)." (QS. Ali
'Imran: 18)
Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan
cermin yang tertinggi, maka keadilan yang disaksikan oleh Allah SWT terhadap
diri-Nya sendiri harus menjadi karakter Islam dan kaum Muslim. Keadilan dalam
Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan dalam
balasan, tctapi ia mencakup semuanya. Sebelum semua ini dan sesudahnya,
kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama
dalam Islam.
Ketika Anda memalingkan pandangan Anda
dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi seluruh wajah Islam.
Di sana terdapat keadilan antara agama-agama yang dulu, keadilan antara
individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria
dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya,
keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri
bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang
MahaAdil).
Selanjutnya, Islam adalah agama yang
sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi. Nabi Nuh as berkata dalam
surah Yunus: "Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak
meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka
dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepadanya)." (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as berkata
dalam surah al-Baqarah saat keduanya membangun Ka'bah: "Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat
ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128)
Nabi Ibrahim tidak lupa untuk berwasiat
kepada keturunannya dan di antara mereka adalah Yakub agar mereka mati dalam
keadaan Islam. Allah SWT berfirman: "Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anaknya, Demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): 'Hai
anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
hamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.'" (QS. al-Baqarah:
132)
Ketika kematian mendekati Yakub, beliau
mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka: "Apa
yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu
dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha
Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadanya.'" (QS. al-Baqarah:
133)
Allah SWT memberitahu kita dalam surah
Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika
kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu
benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)
Sementara itu, Nabi Sulaiman adalah
seorang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat yang menceritakan tentang kisahnya
bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata: "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri
bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml:
44)
Demikian juga Nabi Yusuf, beliau berdoa
kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar mematikannya sebagai orang Muslim
dan memasukannya dalam kelompok orang-orang yang saleh. Allah SWT berfirman dan
bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf: "Ya Tuhanku, sesungguhnya
Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan dan telah mengajarkan
kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah
Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan
gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101)
Sementara itu dalam surah al-Maidah,
Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan
kepada rasul-Nya lalu mereka berkata: "Kami telah beriman dan
saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh
(kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah
nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi
adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang
terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama? Allah SWT berfirman dalam
surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir: "Katakanlah:
'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar