Debu-debu peperangan mulai berterbangan
yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah
yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berpikir untuk
memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri
dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat
mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah
mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang
terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah
Nabi saw setelah mereka membayangkan bahwa peperangan telah selesai dan
keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahwa Allah SWT
akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka
berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah
tercabut dari hati sebagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung
sehingga terjadilah perubahan yang drastis pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyirik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu
ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua arah
oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan. Kemudian
berjatuhanlah korban-korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di
antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi
Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh
dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.
Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad
saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan
sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali
ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi
saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada
kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang
kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan
melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw
dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam
sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan
berusaha membunuhnya: "Barangsiapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka
baginya surga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim
segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka
berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi
saw sampai-sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju
besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw.
Kemudian berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan
oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik
diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada
orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu,
kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang
Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw.
Semua itu terjadi karena satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada
penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan
usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebagian kelompok dari sahabat
kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka
kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia di
antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan
pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di
mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka
beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun
semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan
potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat materi
tetapi luka spiritual beliau dan ruhani beliau pun semakin bertambah. Ini
beliau rasakan ketika mendengar bahwa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan
tidak cukup dengan itu, bahkan istri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya
dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu
semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan
mereka memberlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan
karena rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang
telak. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum
Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahwa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan
dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan akhirat. Jika
terjadi demikian, maka tidak adajalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah
hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua
pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat.
Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan
peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran: "Di antaramu ada orang yang
menghendahi dunia dan di antara kamu ada orangyang menghendaki akhirat.
Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran::
152)
Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang
Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengobati orang-orang yang
terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau
mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah
merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan
ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji
Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang
terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat
itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan
kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari
Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan agar
mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensalati mereka,
serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka
dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun
yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari
kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang
merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud
sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan
ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran
yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran
kesetiaan adalah penjelasan tentang central utama yang di situ kaum Muslim
berkumpul. Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim
berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi karena satu dan
lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak
seharusnya pribadi Rasul saw menjadi markas atau central tetapi yang menjadi
central dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahwa Al-Qur'an al-Karim
mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya
Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di
sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau
mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi
diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti
prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin
manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah
SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahwa seorang Muslim
diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wahfat atau
terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari
tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh
kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara
gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan pribadi sang
Rasul saw. Allah SWT berfirman: "Muhammad itu tidak lain hanyalah
seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang
bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahwa peperangan Uhud telah
membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi
saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang
paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang
Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan
mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka;
mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan
ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di
mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka
bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu
melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan
akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan
pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang
terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang
dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan
membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan
Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana
beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak
memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan
beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan kepada
dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan beliau
memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu
problem kecuali beliau berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama
beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi
dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan sang
Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan niscaya Anda tidak akan
menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi
dengan pergulatan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui pergulatan
militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau
lakukan. Beliau memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam
perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa
dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau
melakukan pergulatannya dalam masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga
beliau pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam
setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan
Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah
SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badui mulai berani bersikap kurang
ajar kepada mereka, demikianjuga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang
munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum
Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari kabilah
Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahwa mereka
mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau
mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubalig untuk mengajari mereka tentang
dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Temyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah berarti
mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu
untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum
Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu
terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang
yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk
menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul
mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap
kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau
menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau
memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius
yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi
bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan
kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah
itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan
beliau bahwa mereka akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw
memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan
berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah
para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghapalnya). Mereka adalah para
dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu
bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan salat. Ketika datang
perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun
pergi dalam keadaan gembira karena mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah
SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan
para penghianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bemama sumur
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat Rasulullah saw itu
menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikagetkan dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh
aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu
mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh
di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan
Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan
dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang
dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia
menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati.
Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan sedih.
Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya:
"Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta
kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian
sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami
pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami oleh
Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai
syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab
dan orang-orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan
kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat
kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah
orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi
ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka
menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi
di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk
melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari
atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya
kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan
datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu
daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau
kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan
pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam
menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara
mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir
dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi
waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada
di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk
memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi
menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan
yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas
kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu
mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis
itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah
lobang-lobang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.
Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan
Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan
dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan
dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara
jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di
sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas
kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana
mereka berpikir untuk menyerbu Madinah. Oleh karena itu, Rasulullah saw keluar
bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan
di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang
dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat
itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu
cepat.
Kita akan mengetahui bahwa alat
komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat
pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh
pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahwa mereka memiliki pertahanan yang luar
biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang
secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari
pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau
kembali membangun pribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai
baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di
sekelilingnya melihat bahwa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi
kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf dengan
cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim
dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani
Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim,
terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa
mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum
Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu
dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin
Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin
membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur
oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh
mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita
telah kembali ke Madinah niscaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si
munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap
orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar
mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera
datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim
secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh
Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi
dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau
mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak
biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai
waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian
yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si
Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar
persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah
rumah sang Nabi saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar