Rasa ketakutan mulai menghantui para
pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode baru untuk menghadapi kaum Muslim.
Mereka yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan pengejekan kini mulai
mencoba untuk memblokade kaum Muslim secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum
musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka
mengadakan pertemuan itu di Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang
musyrik menghormati Ka'bah meskipun mereka memenuhinya dengan berbagai macam
patung yang mereka sembah dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal
kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang
apapun kepada kaum Muslim dan hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum
Muslim. Dengan ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum
Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang
beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi
oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang
beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang-orang
Quraisy menentang kaummnya.
Kemudian Dimulailah blokade ekonomi
terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang datang kepada
mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh sahabat-sahabat Nabi.
Ketika kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi
menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab
berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah
dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad, sehingga mereka tidak mampu
membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian alami, bahkan aku akan membeli
apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar hal tersebut, para pedagang
pun menjual barang dagangannya dengan harga yang tidak wajar, sehingga seorang
Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa sedikit pun makanan. Kemudian
padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta kepadanya agar membeli barang yang
ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi
sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan yang sangat luar biasa di mana
mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan
ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat
sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi
hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba
ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan
membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya dengan air sampai bersih
lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap
turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana yang keras ini.
Allah SWT ingin mendidik para pengikut agama-Nya agar mereka mampu memikul
segala penderitaan.
Meskipun kaum Muslim mendapatkan
berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak
pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain
mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada orang-orang tersebut
tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk
mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian
mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka masuk Islam. Bahkan orang-orang
musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan mempertanyakan kebenaran apa
tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang hati.
Kemudian Selesailah peperangan ekonomi
terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu
besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian
namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat serta
kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin meningkat. Lalu datanglah tahun
kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah saw merasakan dan menghirup udara
segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan
barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan dengan kematian isteri
tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang tercita Abu
Thalib.
Abu Thalib adalah seorang yang besar
yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum Quraisy, sehingga usaha kaum
Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas ketika mereka berhadapan dengan
"tembok perlindungan" Abu Thalib kepada kemenakannya. Sedangkan
Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati
yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat beliau berdakwah.
Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri. Begitu juga, bagi
Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik suami,
sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah saw sangat sedih ketika
kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu, bahkan
para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun kesedihan. Sebaliknya,
orangorang musyrik justru bergembira dengan kesedihan Rasul saw itu. Mereka
menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu
melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan
beban penderitaannya.
Setelah kematian dua orang tcrscbut,
penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin meningkat dan
orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk menyembelih binatang di
Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari unta dan mereka
melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud.
Kemudian berita memilukan itu sampai kepada putri tercintanya, Fatimah
az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa sedihnya Nabi saw ketika beliau
melihat bahwa keadaan beliau sampai pada batas di mana anak perempuan beliau
pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar dalam berdakwah di jalan
Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di
sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata dalam dirinya: jika di
sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan telah berhubungan mesra
dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT
akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang
akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat itu kaum musyrik memberlakukan
blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh Rasulullah saw sehingga tekanan
kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana pergerakan dakwah
tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan demikian ini sangat
menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya.
Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara Mekah dan Tha'if
lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan
kaki, pergi dan pulang.
Kita tidak mengetahui
pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau
pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui
adalah bahwa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan akhirat.
Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan tindakan
jahiliyah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah
saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah
ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke
jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak
seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mau
beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadijadi dalam
menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada hari yang terakhir yang mana beliau
telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan
mengharap kepada masyarakat di sana agar merahasiakan kunjungannya kepada
mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang
dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan
yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan
perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka
menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk
dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari Rasulullah saw dengan batu
dan mengejeknya. Nabi keluar dari Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan
bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan saat
kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki
beliau.
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga
beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya
Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang pemilik
kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan terluka itu.
Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan seorang pembantu. Pembantu
mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan
setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau mengulurkan tangannya
kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan nama Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini
tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda dari
daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah seorang Nasrani dari
Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus
bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu.
Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun
seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera
merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw lalu ia menciuminya sambil
menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia menambah
barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi Muslim ketika Rasulullah
saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw sclania
dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian bcliau terkena cobaan
dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kcmbali ke Mekah
beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh pcnduduk Tha'if dan kini beliau
kembali menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan
kesedihan yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin
deras mengalir kepada beliau, hati beliau justru semakin bersemangat dan
semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di mana
tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa
penolong.
Pada saat demikian ini ketika manusia
mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur dan terjadilah
peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj.
Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang
untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya tetapi ia datang semata-mata
untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya. Seakan-akan
Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika saja penduduk bumi tidak memujimu,
maka penduduk langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian yang layak
kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka
sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya,
munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam sejarah para nabi sebagai mukjizat
satu-satunya yang tiada tandingannya dibandingkan dengan kisah nabi yang lain.
Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh
Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti
Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang
diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga
melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul
kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di
hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke
sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan
jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju
sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh
untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat
itu. Kita telah melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang meminta kepada
Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal itu?
Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya.
Kita juga melihat dalam kisah para nabi
seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia
meminta: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku
dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf: 143). Namun Allah
SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia.
Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban
penampakan dari Zat sang Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak
bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi mukjizat atau
kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat
Zat-Nya dan ia tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya. Cintanya kepada
Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami
kedalamannya oleh para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk
bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat
permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu
yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam
keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika
Engkau tidak murka kepadaku, maka aku tidak peduli dengan mereka."
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu:
bagaimana tingkat tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri sehingga
beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan
beliau tidak menginginkan selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan
adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah
saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling tinggi yang sesuai
dengan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj.
Mukjizatyang tujuannya adalah menghormati kepribadian Rasulullah saw; mukjizat
yang membangkitkan peranan akal dan hati secara bersama. Para nabi tanpa
terkecuali didukung oleh bcrbagai macam mukjizat yang terjadi di muka bumi
bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti Nabi Idris dan Nabi Isa, maka
pengangkatan mereka sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha pembunuhan
atau penyaliban. Mukjizat mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk
akhir dari aktifitas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita
mendapati suatu mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat yang
terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke langit dengan jasadnya dan
ruhaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya
tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali ke bumi di mana beliau akan
mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati
planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau astronot pertama yang mampu
menembus ruang angkasa. Ruang angkasa itu baru dapat ditembus oleh manusia
setelah empat belas abad dari turunnya risalah Muhammad saw, namun sejak empat
belas abad yang lalu Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu, bahkan
beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah
alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah surga bagian dari
alam gaib? Beliau sampai di surga. Allah SWT menamakannya dengan Jannatul
Ma'wah. Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan tiada yang mengetahui
hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat
Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj
dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT
berfirman tentang mukjizat Isra': "Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat
Mi'raj, Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat
Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika
Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18)
Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi
Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah SWT. Beliau
dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua air matanya mengucur; beliau tidak
bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir
dan orang-orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau
bertawaf dan berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu lalu Allah SWT
menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul Amin yaitu malaikat
Jibril agar menemani hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha
Kemudian membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Tuhannya.
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana
dari rumah-rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan datanglah waktu
pertengahan malam. Jibril turun dan memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as
berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan
cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka
kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam
kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian
tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw.
Mereka keluar dari rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk yang
menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti burung garuda; makhluk yang
terbuat dari kilat. Karena itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik
dan listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal
di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak
akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam
perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang
angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan
untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami
tidak heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya
tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban dari semuanya: Allah SWT
berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah,
maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat tentang
apakah Isra' dan Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan jasad
sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad.
Tentu perselisihan itu berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam
perangkapkaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT
dan usaha untuk menundukkan masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau
hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan. Allah Maha Suci dan Maha
Tinggi dari semua itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw
naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian
beliau kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di
sini yang melebihi mukjizat berubahnya air mani menjadi manusia dan berubahnya
benih menjadi pohon atau mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu
memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang
belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan
badannya kepada Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril dan
Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya di atas gunung Mekah dan
pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung
Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini,
Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul
Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya
dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan
memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi
sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari
kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya
suatu bejana yang di dalamnya terdapat susu dan bejana yang lain yang di
dalamnya terdapat khamer. Lalu beliau memilih susu dan meminumnya. Dikatakan
pada beliau, sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih
fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan
datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di
antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau
Isa? Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu
untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para
nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang
Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam dari para
nabi sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik daripada kitab-kitab
yang mendahuluinya. Beliau membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau
menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat membacanya membuat para nabi
pun menangis. Dan ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-pohon
dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi
membubarkan diri. Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di
dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan mereka kembali menunggang
Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit
pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian ada panggilan dari Allah
SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan menjauh." Kemudian
hamba Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang menjauh ia melampaui langit
demi langit. Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani
dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin
tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak
kurang dari kecepatan kilat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar