“Gajah-gajah itu semakin berteriak
dengan kencang dan tampak ketakutan. Dan rasa takut itu kini menghinggapi
seluruh pasukan. Abrahah berteriak di tengah-tengah pasukannya agar gajah
diusahakan untuk maju secara paksa. Kemudian terbukalah salah satu jendela dari
jendela al-Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari
Sijil, yaitu batu yang sama yang pernah dihujankan kepada kaum Nabi Luth. Batu
itu menyerupai bom-bom atom yang digunakan saat ini.”
Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka
Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa yang menimpa pasukan Abrahah. Anda
akan membayangkan bahwa Anda berada di hadapan suatu kekuatan yang
menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian
darinya setelah empat belas abad dari peristiwa tersebut. Buku-buku itu
mengatakan bahwa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat.
Para tentara Abrahah kembali dalam
keadaan binasa di mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran di jalan.
Abrahah pun mendapatkan luka dan mereka keluar dari tempat itu dalam keadaan
dagingnya terpisah satu persatu. Abrahah pun terbelah dadanya dan mati.
Kemudian jasad para pasukannya tersebar dan berceceran di bumi, seperti tanaman
yang dimakan oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu
surah di Mekah yang menceritakan tentang peristiwa itu:
"Apakah kamu tidak
memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah
Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu
sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadihan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil:
1-5)
Pasukan gajah yang ingin
memporak-porandakan Mekah dikalahkan. Kemudian mereka dihancurkan dan Tuhan
pemilik Ka'bah berhasil melindungi rumah suci-Nya. Perlindungan tersebut bukan
sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai
bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu.
Allah SWT sebagai Pelindung Ka'bah memeliharanya karena adanya hikmah yang
tinggi; Allah SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin
melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya
tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang
aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak
didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah. Yang demikian
itu karena di sana terdapat rumah dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana
seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah
Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum dilahirkan dan belum dapat
tugas kenabian dan ia belum memikul Islam di atas pundaknya dan belum menjadi
rahmat bagi alam semesta. Kemudian datanglah Abrahah yang ingin menghancurkan
semua ini tanpa ia mengetahui semua rahasia ini.
Tragedi yang menimpa Abrahah adalah
karena bahwa ia berusaha menentang kehendak Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya
dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa
batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung-burung melemparkan
batu-batu itu kepada Abrahah beserta tentaranya. Semua ini berdasarkan rencana
Ilahi terhadap rumah-Nya dan agama-Nya serta nabi-Nya sebelum orang mengetahui
bahwa Nabi Islam telah bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut
ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi.
Di tengah-tengah kegembiraan Mekah
karena keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab
bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di
tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang
menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba
terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya.
Berlalulah hari demi hari dari tahun
gajah. Dan pada waktu sahur dari malam Senin hari keduabelas dari bulan Rabiul
Awal, Aminah melahirkan seorang anak kecil yang yatim yang bernama Muhammad bin
Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam.
Sebelum ia dilahirkan, dunia mati karena
kehausan padanya. Kehausan dunia sangat besar kepada cinta, rahmat, dan
keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan
orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan
berhalaisme telah meresap kepada sebagian kelompok mereka dan kejernihan ajaran
tauhid telah ternodai. Sedangkan orang-orang Yahudi telah meninggalkan
wasiat-wasiat Musa dan mereka kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas.
Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang
khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh
kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri
mereka kepada pembohong.
Ketika jantung dunia telah terkena
kekeringan, maka memancarlah dari timur suatu mata air keimanan yang jernih
yang menjadi puas dengannya separo dunia. Dan mukjizat besar terjadi ketika
mata air ini mengeluarkan air yang jernih dari jantung gurun yang paling besar
ketandusannya di dunia, yaitu gurun jazirah Arab. Berkenaan dengan penggambaran
masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat
penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab maupun
orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil dari Ahlulkitab."
Di tenda yang kasar, lahirlah seorang
anak yatim yang kemudian bertanggung jawab untuk memberikan minum kepada dunia
yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara itu,
beberapa langkah dari tempat kelahirannya terdapat berhala-berhala yang
memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan
manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang dibangun
sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung-patung tuhan yang terbuat dari batu dan
kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik
terendah.
Sementara itu nun jauh di sana, tepatnya
di Yatsrib atau Madinah dipenuhi oleh orang-orang Yahudi yang mereka datang di
sana karena melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka tinggal
di situ bagaikan srigala-srigala di atas tanah yang tersubur di mana mereka
melakukan monopoli dalam perdagangan. Mereka membagun kejayaan mereka dengan
memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri mereka
sendiri.
Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan
segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka menyembunyikan
kertas-kertas darinya dan menampakkan sebagiannya; mereka mengubah
kertas-kertas Taurat itu untuk memperkaya diri mereka. Pada saat orang-orang
Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-orang
Arab justru menyembah batu dan mereka pandai berperang. Mereka juga lihai dalam
membuat syair lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang
Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin
dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam
berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal muasalnya serta nilainya
juga dilihat dari kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab yang merupakan
kemuliannya, juga kefanatikannya terhadap berhala tertentu yang merupakan
agamanya. Jadi, segala bentuk kemuliaan dan kewibawaan tidak terbentuk kecuali
dalam ruang lingkup yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.
Sedangkan di tempat yang jauh dari
Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah, namun belum sampai
kehilangan kekuatannya. Orang-orang Romawi sangat menyanjung kekuatan.
Sedangkan di belahan timur dari utara negeri Arab, orang-orang Persia menyembah
api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia
rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh
mereka.
Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia
duduk di atas singgasananya dan memberikan keputusan terhadap manusia.
Keputusan Kisra selalu didengar dan dilaksanakan. Tidak ada seorang pun yang
berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan
Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi.
Meskipun mereka memiliki kekuatan yang sangat luar biasa, namun penyembahan api
jelas-jelas menunjukkan betapa bodohnya mereka dan betapa kekuatan mereka
diliputi oleh kebodohan sehingga akal mereka tercabut dan mereka terhalangi
untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap
penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya
seorang yang kuat akan menyingkirkan seorang yang lemah dan di dalamnya yang
menang adalah kebatilan.
Di tengah-tengah suasana yang demikian
kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka
padamlah api yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang
disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra.
Dan setan merasa bahwa penderitaan yang besar telah merobek-robek hatinya. Ini
semua sebagai simbol dimulainya kehancuran kejahatan atau keburukan di muka
bumi dan terbebasnya akal manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia atau
terhadap hal-hal yang bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah
kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti hilangnya kelaliman,
sebagaimana kelahiran Nabi Musa yang menunjukkan kebebasan Bani Israil dari
kelaliman Fir'aun.
Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan
ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling penting yang pernah
dikenal di dunia; ajaran yang bertugas untuk menyelamatkan dan membebaskan akal
dan materi. Tentara Al-Qur'an adalah tentara yang paling adil dan paling berani
untuk menghancurkan orang-orang yang lalim. Kita akan melihat dalam sejarah
Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum
kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di
mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil, begitu
juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal pada saat
masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang
biasa dimainkan oleh anak-anak kecil seusia beliau. Allah SWT memberikan
penjagaan khusus kepadanya sehingga Jibril as turun kepadanya dengan membawa
wahyu.
Selanjutnya, mukjizatnya yang pertama
adalah mukjizat yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran-pemikirannya.
Itulah yang menjadi mukjizatnya yang terbesar setelah Al-Qur'an; itu adalah
bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan
Allah SWT. Dan dalam menegakkan kebenaran, beliau memikul berbagai macam
rintangan. Beliau melaksanakan amanat yang diembannya secara sempuma dan
sebaik-baik mungkin. Hal yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi
setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain
usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan
pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT.
Sedangkan Isa bin Maryam telah berdakwah
dan mengajak manusia untuk menciptakan kesamaan, persaudaraan, dan cinta kasih
di antara mereka, namun Muhammad saw diberi karunia untuk mewujudkan persamaan,
persaudaraan, dan cinta kasih di antara orang-orang mukmin di tengah-tengah
kehidupannya dan setelah kehidupannya.
Ketika Nabi Isa mampu menghidupkan
orang-orang yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin
Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak pernah
mereka sadari. Itu adalah bentuk kematian yang paling berat. Beliau juga
mengeluarkan rnereka dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya ilmu, dan dari
belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid.
Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja
mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan mereka mampu terbang
beribu-ribu mil untuk menghadirkan singgasana musuh-musuhnya agar mereka semua
tercengang terhadap kemampuannya, sehingga mereka masuk Islam. Namun Muhammad
saw justru mengabdi kepada Islam hanya sebagai seorang tentara yang sederhana.
Beliau mengetahui bahwa ketika beliau lalai sesaat saja dari dakwah di jalan
Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang.
Di saat terjadi peristiwa besar dalam
peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para pasukan yang
berperang mengerjakan salat. Tidak ada malaikat yang turun untuk melindungi
mereka ketika salat atau mencegah datangnya anak-anak panah dari punggung
mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya
sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka
salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.
Allah SWT berfirman:
"Dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan
menyandang senjata, kemudian apabila mereka sujud (telah menyempurnakan
serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi
musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu
bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan
menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu
dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102)
Selesailah masalah itu dan tidak adak
malaikat yang turun untuk melindunginya dan menolongnya. Ini adalah masa
kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin. Dan sesuai
kadar keletihan mereka dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka pun akan
mendapatkan balasan yang besar.
Pada masa para nabi sebelum Nabi
Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat
memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa,
sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya
dan ketulusannya.
Allah SWT telah memutuskan untuk
melindungi Musa dan memerintahkannya untuk mengangkat gunung di atas kaumnya
hingga mereka beriman kepada Taurat, atau untuk menjatuhkan gunung tersebut di
atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang-orang Yahudi sujud
dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu
yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi.
Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun.
Berimanlah beberapa orang kepadanya dan puaslah beberapa orang kepadanya dan
matilah bersamanya orang-orang yang mati dalam keadaan puas. Beliau tidak
membawa pedang kecuali saat panah yang beracun mendekati jantung Islam dan
mengancamnya.
Dakwah para nabi menuntut terjadinya
mukjizat demi mukjizat. Ini karena masa kekanak-kanakan manusia serta kelemahan
akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan
mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat
setempat. Adalah hal yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu
tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu
menyerap kata-kata yang baik. Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah
bahwa ia tidak diturankan pada masa ini saja, tetapi Islam diturunkan untuk
setiap masa. Allah SWT mengetahui bahwa manusia telah memasuki masa kematangan
berpikir yang mengagumkan, maka hikmah-Nya menuntut bahwa pernyataan yang
pertama kali disebutkan dalam risalah-Nya adalah "iqra'" (bacalah).
Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem
yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan
manusia yang sempurna.
Adalah tidak mengurangi kehormatan para
nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak diutus di masa-masa
kematangan pemikiran, tetapi yang menambah kehormatan Nabi Muhammad saw bahwa
beliau diutus di tengah-tengah masa kematangan berpikir, dan beliau diutus
sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang pernah
dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat
godaan dan cobaan; beliau mengalami siksaan yang pernah dialami oleh semua para
nabi; beliau mencintai Allah SWT sebagaimana para nabi mencintai-Nya. Allah SWT
memuliakannya ketika beliau mengimami mereka di saat salat pada saat beliau
melakukan Isra' dan Mi'raj. Meskipun demikian, ketika beliau keluar pada suatu
hari menemui sahabat-sahabatnya dan mendapati mereka mengutamakan para nabi dan
mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan dan
wajahnya berubah. Beliau berkata: "Janganlah kalian mengutamakan aku atas
Yunus bin Mata."
Melalui pernyataan itu, beliau berusaha
meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh kaum Muslim di mana
para nabi memang memiliki derajat tertentu di sisi Allah SWT. Boleh jadi ada
nabi yang lebih afdal atau yang lebih mulia daripada yang lain. Siapakah yang
menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim
hendaklah mereka berhenti pada batas tertentu yang seharusnya mereka berikan
berkaitan dengan sopan santun terhadap para nabi. Selama Allah SWT menyampaikan
shalawat kepada rasul sebagai bentuk penghormatan dan memerintahkan mereka
untuk menyampaikan shalawat kepadanya, dan selama Rasulullah seperti nabi-nabi
yang lain, maka hendaklah mereka juga bershalawat kepada semua nabi tanpa
perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri.
Sementara itu, bayi yang mungil itu yang
lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana
sini dan Sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul
Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu
berkeliling dengannya di Ka'bah sambil memikirkan namanya. Abdul Muthalib tidak
merasa terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak
bingung menentukan nama yang paling tepat buat cucunya, bahkan kebingungannya
itu berlanjut sampai enam hari, sehingga sang Nabi disunat. Ketika malam telah menyelimuti
kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang sama yang dulu pernah dilihatnya
dan didengarnya yang memerintahkannya untuk menggali zamzam. Di tengah-tengah
tidurnya, suara itu membisikkan kepadanya bahwa nama cucunya berasal dari al-Ham, yang
berarti Muhammad atau Ahmad.
Orang-orang Quraisy bertanya kepada
Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?" Abdul
Muthalib menjawab sambil mengingat bisikan suara yang didengarnya saat mimpi,
"Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan
orang-orang Jahilliyah. Mereka bertanya, "Mengapa Abdul Muthalib tidak
memakai narna-nama kakek-kakeknya dan nama-nama yang biasa dipakai di kalangan
mereka." Abdul Muthalib menjawab: "Aku ingin Allah SWT memujinya di
langit dan manusia memujinya di bumi."
Kami tidak mengetahui dorongan apa yang
mendikte Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu
bersumber dari realitas kebanggaan orang-orang Arab yang populer atau berasal
dari realitas kebanggaan tradisional? Atau, apakah berangkat dari realitas
kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber
dari suasana ruhani yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa
menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa seseorang tidak akan layak
menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di
langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar