Ada beberapa orang yang terang-terangan
mengatakan bahwa alasan mereka menentang Ali as adalah karena Ali as membagi
harta negara secara merata dan tidak mempedulikan kondisi sosial mereka. Yang
jelas, salah satu dari keistimewaan yang terkenal dari Amirul Mukminin as
adalah pembagian yang sama rata tersebut: Dia membagi secara marata dan berlaku
adil terhadap rakyat.
b. Salah satu dampak dari penaklukan
negara-negara luar adalah pembauran etnis yang beraneka-ragam, seperti Arab,
Iran, Nabth, Romawi dan Barbari. Banyak sekali dari mereka yang mengungsi ke
berbagai daerah atau dikerahkan ke sana untuk perang. Dan tidak sedikit dari
mereka adalah tawanan perang milik kabilah-kabilah Arab yang diangkut dari
berbagai daerah menuju ke Syam, Irak dan Hijaz. Para tawanan yang telah
dibebaskan dalam bahasa Arab disebut mawali. Itu berarti, sebelumnya
tawanan ini termasuk kabilah Arab tertentu yang pernah merekrutnya, dan
sekarang pun dari sisi tertentu dia dianggap orang kabilah tersebut. Tentunya,
tingkat mawali berada di bawah Arab, dan hak merekapun relatif lebih
sedikit daripada orang Arab asli. Salah satu kesulitan pemerintah Amirul
Mukminin as adalah bagaimana menghadapi tradisi yang sudah mengakar tersebut.
Jelas, merupakan kesepakatan konvensional-sosial pada saat beliau memerintah
bahwa suku Arab adalah lebih utama daripada mawali. Ini adalah problem
besar yang menentang jiwa keadilan Amirul Mukminin as dan dalam kaca mata agama
tidak ada satu pun bukti atas nepotisme tersebut, melainkan sebaliknya terdapat
banyak bukti jelas yang mengharuskan keadilan/persamaan muslimin.
Meskipun Umar berani mencegah
budak-budak untuk mendapatkan harta Baitul Mal, dan dengan perlakuan ini
dia telah menbangun nepotisme antar-etnis, akan tetapi Amirul Mukminin as sama
sekali tidak rela untuk membedakan mereka. Diceritakan ada dua wanita
mendatangi Amirul Mukminin as dan mengatakan dirinya fakir miskin. Beliau
berkata, "Kalau memang ucapan kalian ini benar, maka merupakan keharusan
bagi kami untuk membantu." Beliau mengutus seseorang pergi ke pasar untuk
membeli pakaian dan makanan bagi mereka, dan beliau juga memberikan 100 Dirham
kepada masing-masing wanita tersebut. Salah satu dari dua wanita itu buka mulut
dan protes, "Aku adalah orang Arab, sementara dia adalah mawali,
kenapa Anda memperlakukan kami dengan sama?" Amirul Mukminin as menjawab,
"Saya membaca Al-Qur’an dan betul-betul kurenungkan. Saya tidak melihat di
sana kelebihan (keutamaan) anak-anak Isma'il atas keturunan Ishak walau sebesar
sayap nyamuk."
Setiap kali Amirul Mukminin as hendak
membagi harta negara, beliau berkata, "Nabi Adam as tidak melahirkan
seorang budak laki maupun perempuan, semua hamba Allah adalah merdeka …
Sekarang ada harta di tanganku, dan saya tidak akan melihat perbedaan antara kulit
hitam dan putih melainkan akan kubagikan secara merata di antara mereka."
Kaum Arab tidak tahan terhadap sikap persamaan antara ''Ajam dan Arab. Suatu
saat saudari Amirul Mukminin as, Ummu Hani, datang mengambil jatahnya dari
Baitul Mal. Amirul Mukminin as memberinya 20 Dirham. Budak perempuan Ummu Hani
juga datang untuk hal yang sama, dan beliau juga memberinya 20 Dirham. Ketika
berita itu sampai kepada Ummu Hani, dia naik pitam dan pergi protes terhadap
beliau. Amirul Mukminin as memberinya jawaban yang simpel bahwa di dalam
Al-Qur’an tidak ada keutamaan bagi Arab terhadap ''Ajam.
Di tempat lain Amirul Mukminin as
mengatakan kepada Muhajirin dan Anshar bahwa beliau tidak akan memberikan harta
kepada seseorang tanpa dalil, dan beliau menyikapi orang berkulit putih dan
orang yang berkulit hitam secara merata. Sikap adil Amirul Mukminin as terhadap
orang Arab dan 'Ajam ini menjadi sasaran protes orang-orang fanatik semacam
Asy'ats bin Qais. Ketika Amirul Mukminin as berada di atas mimbar, Asy'ats berteriak,
"Mawali berkulit putih ini telah menang terhadap kita dan kamu
sendiri menyaksikannya." Amirul Mukminin as marah dan Ibn Sauhan berkata,
"Hari ini akan menjadi jelas di mana harkat orang Arab." Amirul
Mukminin as berkata, "Siapakah yang mencegahku dari pembalasan terhadap
orang-orang gendut yang selalu berbaring di atas ranjang empuk sampai setengah
hati, sementara di sana terdapat sekelompok orang yang menjauhkan dirinya dari
ranjang untuk menghidupkan malam? Kalian ingin aku mengusir mereka dan menjadi
orang zalim? Sumpah demi Dzat yang menumbuhkan biji-bijian dan menghidupkan
binatang, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Demi Allah! Mereka akan
memukul kalian (orang-orang Arab) agar kembali pada agama (Islam) sebagaimana
dulu kalian memukul mereka agar masuk agama (Islam).'"
Mughirah adh-Dhabi mengatakan, "Ali
as mencintai mawali dan sayang terhadap mereka, sedangkan Umar membenci
dan menjauhi mereka." Terdapat sebagian puisi Amirul Mukminin as berkaitan
dengan penafian pembedaan etnis dalam kemuliaan manusia Ilahi. Maksud puisi
tersebut, "Sumpah demi Tuhan! Nilai manusia tidak lain karena agama;
adalah tidak layak bagimu mengacuhkan takwa karena keturunan atau kedudukan;
Islam mengunggulkan Salman al-Farisi; sementar syirik menghinakan Abu
Lahab."
c. Kesulitan besar berikutnya adalah
penyelewengan agama (bid'ah) yang dituduhkan para sahabat terhadap Utsman. Di
sampaing sebagai bid'ah, problema utamanya adalah mayoritas masyarakat tidak
memiliki pengetahuan yang benar tentang agama, dan sementara itu, tidak pernah
ada upaya serius untuk mengajarkan tuntunan-tuntunan agama kepada mereka secara
benar.
Berikut ini akan kami paparkan sebagian
dari penyelewengan agama yang telah diperangi oleh Amirul Mukminin as:
Sebagian dari sahabat dan khalifah
mengeluarkan hukum hanya berlandaskan pada "kemaslahatan", padahal di
sana ada Al-Qur’an dan sunah Nabi saw yang layak untuk dijadikan pegangan.
Mengenai hal ini, Anda bisa saksikan lebih jelas beserta bukti-bukti yang lebih
banyak dan konkrit di dalam buku-buku referensi hadis dan sejarah; bagaimana
mereka telah mengesampingkan sunah Rasulullah saw.
Mungkin ungkapan Abu Ja'far Naqib
termasuk salah satu ungkapan yang terang-terangan dari seorang penganut mazhab
Ahlussunah yang netral dalam hal ini. Dia mennegaskan, "Sahabat Rasulullah
saw secara serempak meninggalkan banyak dari nash-nash beliau saw, dan
perlakuan ini disebabkan oleh maslahat menurut mereka dalam meninggalkan
nash-nash Nabi tersebut, seperti berkenaan dengan saham keturunan Rasulullah
saw (dzawil qurbâ) dan saham orang-orang muallaf (yang baru masuk
Islam dan masih perlu dikasihani untuk memperkuat imannya)."
Di salah satu pidatonya, Amirul Mukminin
as melontarkan kritikan pedas terhadap pandangan semacam ini dan beliau
mengumumkan komitmennya terhadap sunah Rasulullah saw. Dalam sebuah peristiwa,
ketika ingin menyelesaikan satu persoalan, masyarakat dihadapkan pada beragam
pendapat yang berselisih. Lantas mereka datang pada seorang hakim dan hakim pun
membenarkan semua pendapat itu, beliau menentang pendapat tersebut seraya
menegaskan, "Hal ini terjadi padahal Tuhan mereka Esa, Nabi mereka
satu dan kitab suci mereka juga satu. Apakah Allah SWT telah berfirman
kepada mereka untuk menempuh jalan-jalan yang berselisih sehingga mereka—dengan
itu—layak dianggap sebagai orang-orang yang memanuti tuntunan-Nya? Atau malah
sebaliknya, Allah SWT melarang mereka untuk berpecah-belah, tetapi mereka malah
menentang-Nya? Mungkin ada kemungkinan lain, yaitu apa yang diturunkan Allah
SWT adalah kurang, dan Ia meminta pertolongan dari mereka untuk
menyempurnakannya? Atau mereka adalah sekutu Allah SWT sehingga merekapun
berhak untuk berpendapat dan Ia harus menerima jalan yang mereka tempuh? Atau
sebetulnya agama yang Allah SWT turunkan adalah benar, hanya saja Rasulullah
saw telah salah dalam meyampaikannya? Padahal, Allah SWT berfirman, 'Kami tidak
meninggalkan apapun dalam al-Kitab (kecuali telah Kami jelaskan).'"
Di dalam pidatonya yang lain, Amirul
Mukminin as membongkar kesalahan-kesalahan mereka dengan penuh heran seraya
berkata, "… mereka senang memperhatikan syubhah, padahal mereka
sendiri berjalan di atas syahwah. Ma'ruf di sisi mereka adalah hal yang
mereka kenal dan senangi, adapun munkar menurut mereka adalah hal yang mereka
enggani. Di tengah problema, mereka hanya bersandar pada diri sendiri, dan
dalam memutuskan hal-hal penting, mereka hanya mengandalkan pendapat pribadi.
Seakan-akan masing-masing mereka adalah imam bagi diri mereka sendiri. Maka,
ketika mereka mengeluarkan sebuah hukum, seolah-olah mereka telah berpegang
teguh pada tali yang paling kuat dan seakan-akan mereka telah menggunakan
sarana yang paling hebat."
Yang menarik lagi adalah kepercayaan
khalifah kedua dan khalifah ketiga, bahwa di dalam beberapa hal, mereka berhak
untuk membuat syariat tertentu sambil meninggalkan sunah, seperti perilaku
Utsman yang bertentangan dengan sunah Nabi saw, bahkan dengan sunah
khalifah-khalifah sebelumnya. Ia mengerjakan shalat dengan sempurna, tanpa
qashar di Mina sementara Nabi saw, Abu Bakar dan Umar mengqasharnya, dan
muslimin secara bertahap meyakini tindakan khalifah-khalifah tadi sebagai sunah
dan syariat Islam yang kita dilarang keluar dari jalur tersebut. Umar sendiri
ketika mau mati berkata, “'Tidak menentukan pengganti' adalah sunah (Rasulullah
saw!) dan "menentukan pengganti" adalah juga sunah (Abu Bakar)."
Oleh karena itu, menurut Umar tindakan
Abu Bakar juga terhitung sunah. Setelah Umar meninggal dunia, Abdurrahman
mepersyaratkan agar kekhalifahan diberikan kepada orang yang beramal sesuai
dengan sunah Rasulullah saw dan sunah dua syaikh (Abu Bakar dan Umar). Satu
contoh dari perlawanan Amirul Mukminin as terhadap bid’ah pada waktu itu adalah
beliau menentang shalat Tarawih yang ditegakkan oleh Umar, padahal ia (Umar)
sendiri sadar bahwa itu adalah bid'ah, dan meskipun demikian, menurutnya. itu
adalah bid'ah yang bagus. Ketika Amirul Mukminin as tinggal di Kufah, pernah
ada sekelompok orang mendatangi beliau agar beliau menentukan seseorang menjadi
imam jama'ah shalat Tarawih bagi mereka di bulan Ramadhan. Amirul Mukminin as
melarang mereka untuk menunaikan shalat Tarawih. Tak pelak, pada malam itu juga
terdengar teriakan-teriakan kencang "wâ ramadhânâh!" (oh
Ramadhan telah dilecehkan). Haris al-A'war mendatangi Amirul Mukminin as dan
berkata, "Masyarakat gaduh dan tidak senang terhadap keputusanmu."
Amirul Mukminin as menjawab, "Biarkan mereka berbuat apapun yang mereka
inginkan dan terserah mereka mau pilih siapa yang menjadi imam jama'ah."
Riwayat ini menjelaskan bahwa Amirul Mukminin as pernah berhadapan dengan
golongan macam apa dan sampai di mana mereka mematuhi beliau.
Amirul Mukminin as menulis surat kepada
Malik al-Asytar dan menjelaskan pemilihan orang-orang yang saleh serta
kecenderungan orang-orang beragama terhadap dunia, "… sesungguhnya agama
ini tertawan di tangan orang-orang jahat, diperlakukan sesuka nafsu dan
digunakan untuk merenggut dunia …."
d. Satu lagi dari penyelewengan penting
yang secara prinsipal telah menjadi induk dari beberapa penyelewengan yang lain
adalah larangan menukil dan mencatat hadis. Rasyid Ridha menegaskan bahwa fenomena
ini merupakan pukulan telak yang tidak bisa ditebus terhadap budaya Islam.
Tindakan semacam itu muncul karena ketidakpedulian mereka terhadap sunah
Rasulullah saw sebagaimana. Begitu pula dengan langkah para khalifah untuk
mengumpulkan Al-Qur’an yang tercecer dan tindakan tidak perduli terhadap
Al-Qur’an yang jauh sebelumnya telah dikumpulkan/disiapkan oleh Amirul Mukminin
as besserta tafsir dan asbabun nuzul ayat-ayat suci Allah SWT itu. Ini adalah
bukti lain atas ketidakpedulian mereka terhadap sabda-sabda Rasulullah saw yang
telah dicatat rapi oleh Amirul Mukminin as.
Menurut Amirul Mukminin as, faktor utama
terjadinya peperangan internal di dalam tubuh muslimin adalah kesamaran dan
kemiringan intelektual yang telah mengakar di antara masyarakat. "Namun,
sekarang kita memerangi saudara seiman kita lantaran kesesatan, penyelewengan,
kesamaran dan takwil yang telah merasuki tubuh Islam." Di tempat lain
beliau berkata, "Mengapa syubhah dinamakan syubhah? Karena
ia menyerupai kebenaran."
e. Kerusakan sosial adalah kesulitan
lain Amirul Mukminin as di masa pemerintahannya. Kecenderungan masyarakat yang
berlebihan terhadap kesejahteraan duniawi menjadi sebab lemahnya norma-norma
agama di tengah masyarakat. Nilai yang diberikan masyarakat terhadap agama
hanya sebatas lahiriahnya saja. Ketika khalifah ketiga, Utsman, terjerembab ke
dalam kecenderungan tersebut di atas, mental yang sama berkembang di rakyatnya
sehingga secara gradual masyarakat bermasalah dengan agama. Tidak mudah
mengantarkan masyarakat yang terjangkit fitnah dan kerusakan kepada
keseimbangan moral. Amirul Mukminin as di salah satu pidatonya memperkenalkan
masyarakatnya seperti masyarakat jahiliah. Beliau berkata, "Kondisi kalian
sekarang kembali seperti kondisi saat Allah SWT mengutus Rasul-Nya." Di
sana, Amirul Mukminin as menjelaskan perubahan norma di tengah masyarakat yang
harus segera diganti/dikembalikan. Masyarakat ini mesti disaring, mereka yang
terlewat harus dikembalikan dan mereka yang teguh dan tetap harus ditunjang/didukung.
Amirul Mukminin as berpesan kepada
mereka, "Sadarlah bahwa setelah hijrah dan belajar adab dari syariat,
kalian telah kembali pada karakter primitif seperti dulu lagi. Kalian bercerai
berai setelah sebelumnya kalian bersatu padu. Kalian tidak berhubungan dengan
Islam kecuali sekedar nama saja dan kalian tidak berkaitan dengan iman kecuali
sekadar tanda … Ketahuilah bahwa kalian sendiri yang memutus hubungan kalian
dengan Islam. Kalian telah langgar ketentuan-ketentuannya dan kalian tinggalkan
hukum-hukumnya.
Beliau juga mengatakan,
"Sadarlah—semoga Allah merahmati kalian! Kalian hidup pada masa yang mana
pembicara kebenaran adalah sedikit, lidah jadi bisu untuk berkata jujur dan
orang yang komitmen terhadap kebenaran menjadi terhina di tengah masyarakat.
Masyarakat terjerumus ke dalam jurang kemasksiatan … Pemuda-pemudinya berakhlak
buruk dan orang-orang tuanya pendosa, cendekiawannya bermuka dua dan pembaca
Al-Qur'an mereka penjilat, anak-anak kecil tidak lagi menghormati orang tua dan
orang kuat tidak lagi membantu yang lemah."
Munculnya Mu'awiyah sebagai pelopor
kesesatan dan penyelewengan di kancah politik Islam merupakan fitnah dan
kerusakan sosial terbesar pada masa pemerintahan Amirul Mukminin as. Begitu
pula dengan arus Utsmani yang berkembang di Bashrah atau Khawarij yang
berkembang di Kufah. Semua itu bola-bola kerusakan yang kadang bergulir atas
kesadaran penuh akan kebatilannya dan kadang bergulir atas khayalan bahwa
mereka sedang menempuh jalan yang benar. Dengan demikian, mereka telah menutup
jalan kebenaran yang mudah. Amirul Mukminin as menyaksikan fitnah Mu'awiyah
sebegitu rupa dan berkata, "Ketika kusaksikan depan dan belakang perkara
ini, kulihat tidak ada lagi jalan lain kecuali memerangi mereka, atau aku harus
kafir dan mengingkari apa yang disampaikan Muhammad saw. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar