Berdasarkan data sejarah yang paling
popular, Ali lahir pada tanggal 13 Rajab 30 tahun Gajah atau sepuluh tahun
sebelum pengutusan Rasulullah saw dan tiga tahun sebelum hijrah. Ada beberapa
versi lagi berkenaan dengan tanggal kelahiran beliau; 7 Sya'ban, 23 Sya'ban dan
juga pertengahan bulan Ramadan. Perlu pula diketahui bahwa penyusun al-Kâfî dan
beberapa ulama lainnya juga meyakini tahun 30 dari tahun Gajah tersebut sebagai
hari kelahiran beliau as. Data sejarah
tentang kapan beliau memeluk agama Islam juga simpang-siur mulai
dari beliau usia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun. Namun, yang
populer dan lebih akurat adalah data yang menyatakan bahwa beliau masuk Islam
pada usia sepuluh sampai dua belas tahun. Beliau meneguk cawan syahadah
pada tanggal 23 Ramadan 4 Hijriah, tepatnya di kota Kufah. Ayah beliau adalah
Abu Thalib dan ibunya adalah Fatimah binti Assad bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Rasulullah saw menyikapi Fatimah binti Asad seperti ibunya sendiri, dan ketika
ia meninggal dunia, Rasulullah saw memfungsikan bajunya sebagai kafan
Fatimah seraya mengiringi jenazah dan menangisinya.
Amirul Mukminin di Masa
Rasulullah
Masa kanak-kanak dan pertumbuhan Ali as
berlalu di rumah Nabi Muhammad saw. Banyak sekali cerita menarik seputar
pengalaman hidup beliau di dalam rumah Rasulullah saw. Semua data tentang hal
ini telah dikumpulkan dengan rapi oleh Ibn Abil Hadid di dalam bukunya, Syarah
Nahjul Balaghah. Salah satunya adalah riwayat dari Zaid bin Ali bin Husain as
bahwa pada masa itu Nabi Muhammad saw senantiasa mengunyah dan melembutkan
daging dan korma di mulutnya agar dapat dengan mudah dikonsumsi, lantas beliau
menyuapkannya ke mulut Ali as. Dan kedekatan ini telah
menjadi salah satu faktor bagi beliau untuk menjadi orang pertama yang memeluk
agama Islam dan beriman kepada ajakan Rasulullah saw. Beliau sendiri berkata,
"Tak seorang pun yang mendahuluiku dalam menunaikan ibadah shalat kecuali
Rasulullah saw."
Begitu banyak bukti dan kesaksian akan hal ini sehingga tidak tersisa lagi
keraguan sedikitpun bagi orang-orang yang netral dan tidak sentimen atau
fanatik. Diceritakan bahwa nabi Muhammad saw sendiri yang maju melangkah dan
mengajak Ali as untuk menerima risalahnya. Dengan demikian, hal itu menunjukkan
kematangan intelektual Ali as pada saat itu. Sebab, jika
tidak demikian, maka itu adalah satu hal yang negatif bagi Rasulullah saw
mengajak orang di bawah umur dan belum dewasa dalam menyeleksi mana yang benar
dan mana yang salah ….Al-Mas'udi
berkata, "Sebagian orang menyebutkan bahwa usia Ali as masih dini saat
memeluk agama Islam sampai akhirnya terlontar pernyataan bahwa beliau
masuk Islam di saat masih anak-anak."
Pengorbanan
Ali as di jalan Islam merupakan salah satu faktor utama mengapa Rasulullah saw
sering mengutarakan keutamaan-keutamaannya. Ahmad bin Hanbal berkata,
"Begitu banyak hadis sahih dan bisa diterima sampai kepada kita tentang
keutamaan Ali as, dan sama sekali tidak ada hadis sebanyak itu yang sampai
kepada kita tentang sahabat yang lain." Ia juga
berkata, "Sesungguhnya Ali bin Abi Thalib as tidak bisa dibandingkan
dengan siapapun."
Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Ali as senantiasa pulang dan pergi
mengunjungi Rasulullah saw dan tak seorang pun ikut serta bersamanya. Begitu
pula Rasulullah saw selalu keluar dan masuk mendatanggi Ali
as dan tak seorang pun bersama mereka berdua …." Zaid Bin Tsabit pernah berkata kepada beliau, "Posisimu di
sisi Rasulullah saw tidak tertandingi oleh siapa pun." Perlu dicatat bahwa dia
mengeluarkan pernyataan ini ketika dia betul-betul gigih mendukung Utsman bin
Affan. Inilah yang menjadi faktor mengapa ia as mengenali Rasulullah saw jauh
di atas pengenalan orang lain kepada beliau.
Satu lagi bukti
perhatian spesial Rasulullah saw terhadap Ali as adalah mengawinkan putri
tercintanya, wanita terpilih alam semesta dengannya, padahal sebelumnya Abu
Bakar dan Umar bin Khattab pernah datang melamar Fatimah as dan tertolak. Akan
tetapi, ketika Ali as melangkah maju dan melamarnya, ia diterima dengan senang
hati.
Ketika ia
menikahi Fatimah as, Rasulullah saw menyuruhnya untuk mendapatkan rumah, dan ia
berhasil mendapatkannya. Tapi rumah itu terletak jauh dari tempat tinggal Nabi.
Lalu beliau meminta mereka berdua untuk tinggal lebih dekat di sisinya, dan hal
itu dapat terwujud dengan pengorbanan Haritsah bin Nu'man yang memasrahkan
rumahnya kepada mereka. Mungkin inilah alasan kenapa Abdullah bin Umar berkata,
"Apabila kalian ingin tahu kedudukan Ali as di sisi Rasulullah saw, maka
lihatlah posisi rumahnya dari rumah beliau saw."
Saat kejadian
akad persaudaraan di tengah masyarakat Islam pada zaman Rasulullah saw, beliau
memilih Ali as sebagai saudara. Saat Rasulullah saw berceramah, Ali as
mengulangnya untuk orang-orang yang duduk jauh dari beliau dan sulit
mendengarnya secara langsung. Saat Rasulullah saw marah, tak seorang pun berani
berbicara dengan beliau kecuali Ali as. Masyarakat senantiasa menjadikan Ali as
sebagai perantara kepada beliau untuk mendapatkan solusi atas problema mereka.
Data-data sejarah Ahlusunah sendiri mencatat pernyataan 'Aisyah, "Orang
yang paling dicintai Rasulullah saw dari kaum pria adalah Ali, dan orang yang
paling dicintai beliau dari kaum wanita adalah Fatimah." Di salah satu
hadis yang paling akurat dan benar, yaitu hadis Manzilah (kedudukan),
Rasulullah saw menegaskan bahwa kedudukan Ali di sisi beliau seperti kedudukan
Nabi Harun as di sisi Nabi Musa as. Setiap kali muncul problem yang perlu
mengutus seseorang untuk memperbaikinya, Rasulullah saw mengirim Ali as untuk
mengemban tugas tersebut.
Pernah seorang
bertanya kepada Sayidina Ali as, "Bagaimana Anda bisa lebih banyak
meriwayatkan hadis dari pada sahabat yang lain?" Beliau menjawab,
"Karena ketika aku bertanya kepada beliau, beliau mengajariku, dan apabila
aku diam, maka beliaulah yang memulai pembicaraan denganku." Ali as juga
berkata, "Aku tidak pernah mengalami kebodohan kecuali aku menanyakannya
kepada Rasulullah saw, kuserap jawabnya dan kusimpan baik-baik dalam
memoriku." Ia juga berkata, "Apapun yang kudengar dari Rasulullah saw
senantiasa kuingat dan tak pernah kulupakan." Di salah satu surat beliau
menuliskan, "Aku dan Rasulullah saw seperti dua tangkai dari satu pohon,
dan seperti tangan dan lengan."
Ali as berkata,
"Aku mengikuti jejak Rasulullah saw seperti anak unta yang mengikuti jejak
induknya." Beliau juga berkata, "Sesaat pun aku tak pernah melawan
Allah SWT dan sesaatpun aku tak pernah menentang Rasulullah saw." Dalam
proklamasi pembebasan diri (bara'ah), Allah SWT berfirman kepada
Rasulullah saw agar beliau sendiri yang menyampaikan kepada khalayak umum, atau
jika tidak, maka harus orang dari beliau yang melakukan hal itu. Oleh karena
itu, Rasulullah saw memberhentikan Abu Bakar di tengah jalan dan menyerahkan
surat pembebasan diri itu kepada Ali as untuk disampaikan di hari besar haji.
Di dalam
ceramahnya yang berjudul "al-Qashi'ah", Ali as mengungkapkan
kedekatannya dengan Rasulullah saw dalam untaian kata-kata yang sangat indah.
Begitu dekatnya beliau dengan Rasulullah saw sehingga Ali as berkata,
"Sumpah demi Tuhan! Tidak ada satu pun dari ayat al Qur’an yang turun
kecuali aku tahu tentang apa dan di mana turunnya."
Ibn Abbas
mengatakan, "Allah SWT tidak mengirimkan surat Al-Qur’an kecuali Ali as
adalah amir dan tuannya. Allah SWT pernah menghardik sahabat Rasulullah saw,
akan tetapi Ia tidak pernah berfirman tentang Ali kecuali secara baik."
Ahmad bin Hanbal
memberikan jawaban kepada orang yang merasa aneh dan terkejut bagaimana Ali as
menjadi pembagi surga dan neraka seraya berkata, "Bukankah diriwayatkan
pula dari Rasulullah saw yang bersabda kepada Ali as, 'Tak seorang pun yang
mencintaimu kecuali orang yang beriman, dan tak seorang pun yang membencimu
kecuali orang yang munafik?'" Mereka menjawab, "Iya." Lalu Ahmad
melanjutkan penjelasannya, "Oleh karena tempat orang beriman adalah surga
dan tempat orang munafik adalah neraka, maka Ali as adalah pembagi surga dan
neraka."
Umar Bin
Abdulaziz mengatakan, "Andaikan masyarakat yang bodoh ini tahu akan apa
yang kita ketahui tentang Ali, niscaya tidak lebih dari dua orang yang akan
mengikuti kita." Salman berkata, "Apabila Ali as pergi dari sisi
kalian, niscaya tidak ada orang lagi yang mengungkapkan rahasia-rahasia
Rasulullah saw kepada kalian." Tepat sekali apa yang dikatakan Ibn Abil
Hadid, "Tidak seorang pun setara dengan Abu Thalib dan anak-anaknya, Ali
dan Ja'far, dalam menolong Rasulullah saw."
Ketika seorang
datang mengadukan Ali as kepada Rasulullah saw karena satu permasalahan, beliau
tiga kali menjawab, "Jangan ganggu Ali, sesungguhnya Ali adalah dariku dan
aku dari Ali, sesungguhnya Ali adalah pemimpin (wali) semua orang yang
beriman." Ali as telah menyelamatkan nyawa Rasulullah saw di malam hijrah.
Sekitar 30 orang musyrik yang terbunuh di tangan Ali as di perang Badar. Di
saat sejumlah besar sahabat Nabi lari meninggalkan medan perang Uhud, Ali as
tetap tinggal di sisi Rasulullah saw dan menjaga serta menyelamatkan nyawa
beliau dari serangan musuh. Tebasan pedang Ali as di perang Khandak yang
menimpa Amr Bin Abdi Wud dinilai Rasulullah saw lebih tinggi dari pada
ibadahnya jin dan manusia. Dan pukulan inilah yang mendesak musuh untuk menarik
mundur pasukan mereka. Di mayoritas peperangan Nabi saw, Ali as adalah pengibar
bendera pasukan Islam.
Tanpa ragu bisa
dikatakan bahwa tiada seorang pun dari sahabat Nabi saw yang menandingi ilmu
Ali as. Hal ini terbukti oleh sabda Rasulullah saw sendiri dan juga sahabat,
dan di samping itu pula, sejarah menjadi saksi nyata atas hal tersebut. Sabda
Nabi saw, "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya" adalah
sebaik bukti atas hal di atas. Begitu pula dengan perkataan Ali as,
"Tanyalah aku sebelum kalian kehilangan diriku." Ini adalah tantangan
yang—menurut pengakuan Sa'id Bin Musayyib—tak ada sahabat selain Ali berkata
demikian. Rasulullah saw selalu menugaskan Ali as untuk mengajarkan wudhu dan
sunah kepada masyarakat. 'Aisyah, yang sejak zaman Nabi saw selalu memusuhi
Fatimah dan Ali as, berkata, "Ali adalah orang paling pintar tentang
sunah". Atha', salah seorang tabi'in yang populer, berkata, "Ali
adalah orang yang paling faqih di antara para sahabat Nabi saw." Umar Bin
Abdul Aziz menyebut Imam Ali as sebagai orang yang paling zuhud di antara para
sahabat.
Ali Pasca
Rasulullah Wafat
Kalau memang
benar bahwa pada masa Nabi saw ada dua arus politik yang bertentangan dari
kalangan Muhajirin dalam memperebutkan khilafah dan kepemimpinan setelah
beliau, maka harus diterima pula bahwa sejak dulu hubungan antara Ali as dengan
dua sahabat besar pertama dan kedua tidaklah harmonis. Di dalam data-data
sejarah, tidak ada yang merekam pertikaian antara mereka saat itu. Namun juga
tidak ada data sejarah yang menceritakan persahabatan mereka. Tapi, 'Aisyah
sendiri mengakui bahwa sikap sentimen dan permusuhan dirinya terhadap Ali as
sudah berkobar sejak masa Rasulullah saw hidup. Dan ini menjadi saksi atas
pertentangan antara keluarga Ali dan keluarga Abu Bakar.
Diriwayatkan
juga dalam sejarah, ketika Fatimah as meninggal dunia, semua istri Nabi saw
turut serta dalam belasungkawa dan duka cita Bani Hasyim. Akan tetapi, Aisyah
berpura-pura sakit dan tidak datang ke sana. Bahkan, lebih tragis lagi, dinukil
juga oleh sejarah seakan-akan Aisyah juga menampakkan rasa gembiranya atas
kematian Fatimah as.
Apapun yang
terjadi pada waktu itu, yang jelas, setelah Abu Bakar menduduki tampuk
kekhilafahan, Imam Ali as segera bersikeras untuk memperjuangkan hak dan
kebenarannya untuk menjadi khalifah Rasulullah saw secara langsung, dan hal
inilah yang menjadi faktor timbulnya polemik antara mereka.
Serangan
terhadap rumah beliau as, amarah Fatimah as terhadap dua sahabat dan juga
larangan beliau terhadap mereka untuk menghadiri jenazah sucinya, semua itu
memperuncing perselisihan di atas. Setelah semua kejadian tersebut, Ali as
menyendiri dan melanjutkan kehidupan pribadinya. Selain bai'at, pemerintah saat
itu sangat menghendaki Ali as untuk tidak menyuarakan hak dan kebenarannya atas
khilafah Nabi saw. Di samping itu pula, pemerintah juga menghendakinya untuk
menghunus pedang dan berperang untuk memperkuat tonggak kekuasaan mereka
melawan musuh dan orang-orang yang murtad. Beliau as menolak permintaan itu.
Dan melihat sikap seperti ini, sekilas tampak wajar pemerintah harus melecehkan
dan merendahkan beliau di mata umum. Dan politik ini juga yang menambah
keterasingan beliau as di tengah masyarakatnya.
Ali as berkata
di dalam laknatnya terhadap Quraisy, "Ya Allah! Aku meminta pertolonganmu
terhadap orang-orang Quraisy dan siapapun yang mendukung mereka. Sesungguhnya
mereka telah memutus rahimku, mengerdilkan kedudukanku yang agung, dan
bersepakat untuk memerangiku lantaran satu hal yang merupakan hak dan
milikku."
Beliau
melanjutkan, "Kumenangis dan kulihat tak seorang pun yang menolong dan
membelaku kecuali orang-orang khususku, yang mana aku tercegah untuk membawa
mereka sampai titik kematian …."
Ucapan beliau
menunjukkan politik para khalifah saat itu dalam melecehkan jati diri beliau.
Beliau berkata mengenai Dewan Syura di dalam ceramah asy-Syiqsyiqiyah-nya,
"Karena hidupnya (Umar) tengah berakhir, maka dia mencalonkan sekelompok
orang untuk khilafah setelahnya, dan aku diletakkan di antara mereka. Ya Allah,
Syura macam apakah ini? Apa kekuranganku dibanding yang pertama (Abu Bakar)
sehingga aku tidak dianggap—minimalnya—sepadan dengan dia sehingga aku
diposisikan sepadan dengan mereka (anggota Syura)?"
Diposisikannya
Amirul Mukminin as di tengah orang-orang seperti Thalhah, Zubair dan Utsman
betul-betul dekonstruktif (menghancurkan). Tidak cukup di situ, melainkan
mereka, anggota Syura, sendiri melecehkan beliau dari dalam. Lebih aneh lagi,
di saat Umar memilih enam orang anggota Syura, dia menyandangkan kriteria
tertentu pada masing-masing. Salah satunya, dia menuduhkan karakter yang sangat
menghina dan tidak beralasan kepada Imam Ali. Umar menuduh beliau dengan
ucapannya, "Ali adalah orang yang humoris (hobi bercanda)." Tuduhan Umar
ini menjadi landasan kata-kata Muawiyah
dan Amr Bin 'Ash di kemudian hari, yaitu, "Ali suka main-main". Dan Amirul
Mukminin as dengan tegas menepis tuduhan Amr Bin Ash tersebut yang berarti
menepis tuduhan Umar Bin Khattab.
Kehidupan
terpencil Amirul Mukminin as di sudut kota Madinah berakibat beliau tidak
dikenal untuk selanjutnya. Roda zaman bergulir dengan cepat sementara beliau
sendiri di Madinah, hanya ditemani oleh muka-muka lama para sahabat. Adapun di
Irak dan Syam, tak seorang pun yang mengenali beliau. Hanya sebagian kabilah
Yaman, yang pernah melihat beliau semasa beberapa bulan missi ke Yaman, yang
kenal. Jundab bin Abdillah bercerita, "Setelah berbaiat kepada Utsman, aku
pergi ke Irak dan kuriwayatkan keistimewaan Ali as kepada masyarakat setempat.
Jawaban terbaik yang kuterima dari mereka adalah singkirkan saja kata-kata
seperti ini dan pikirkanlah sesuatu yang lebih bermanfaat untuk dirimu.
Kujelaskan kepada mereka bahwa kata-kataku ini sungguh bermanfaat bagiku dan
bagi kalian semua. Namun mereka bangkit dan pergi meninggalkanku."
Ketika
membawakan analisa Muhammad bin Sulaiman, Ibn Abil Hadid menegaskan bahwa salah
satu faktor perpecahan pada masa pemeritahan Utsman adalah pembentukan Dewan
Syura oleh Umar, karena masing-masing anggota Syura menjadi sangat haus pada
khilafah. Thalhah adalah orang yang betul-betul menantikan khilafah. Zubair pun
membelanya sekaligus memperkenalkan dirinya sebagai orang yang juga layak
menduduki pemerintahan. Harapan mereka terhadap khilafah jauh lebih besar
daripada harapan Ali as terhadapnya. Karena dua sahabat sebelum mereka itu
selalu menjatuhkan martabat dan melecehkan kehormatan beliau di depan
masyarakat umum, oleh karenanya, beliau di tengah masyarakatnya sendiri telah
terlupakan. Mayoritas sahabat yang mengetahui keutamaan Ali as sejak zaman Nabi
saw telah meninggal dunia, dan telah lahir generasi baru yang mengenalnya seperti
orang baru mengenal Islam. Yang tersisa dari kebanggaan beliau saat itu
hanyalah Ali sebagai misan Rasulullah, suami putri tercinta dan ayah dari
cucu-cucu Nabi saw. Adapun keistimewaan beliau yang lain telah terkubur.
Ditambah lagi dengan permusuhan Quraisy terhadap beliau dimana mereka tidak
pernah membenci seseorang seperti itu. Di sisi lain, Quraisy begitu menyenangi
Thalhah dan Zubair, karena tidak alasan bagi mereka untuk dengki terhadap kedua
orang itu.
Setelah
menjelaskan penantian massa di tengah pertempuran Siffin atas kehadiran Ammar
bin Yasir di medan perang sebagai tolok ukur kebenaran salah satu dari dua
belah pihak yang bertikai, Ibn Abil Hadid mengatakan, "Betul-betul aneh
masyarakat ini! Bagaimana mungkin mereka menjadikan Ammar sebagai tolok ukur
kebenaran dan kebatilan, sementara Ali as tidak diterima sebagai tolok
ukurkeduanya? Padahal beliau adalah orang yang Rasulullah saw pernah bersabda
di dalam hadis Wilâyah, 'Tidak ada seorang pun yang mencintaimu kecuali
dia adalah orang yang mukmin dan tidak satu orang pun yang membencimu kecuali
dia adalah orang yang munafik.' Hal itu dikarenakan sejak awal, semua orang
Quraisy berupaya keras menutupi keutamaan Ali as, menghapuskan memori tentang
beliau, menghanguskan semua keistimewaan beliau, dan menggeser kedudukan beliau
yang agung dari hati setiap orang."
Ibn Abil Hadid juga membawakan analisa
yang cukup menarik tentang mengapa Quraisy sangat membenci Amirul Mukminin as. Ada seseorang bertanya kepada Amirul Mukminin
as, "Menurutmu, seandainya Rasulullah saw mempunyai putra yang besar dan
dewasa, apakah masyarakat Arab akan menyerahkan pemerintahan kepadanya?"
Beliau menjawab, "Jika dia bertindak selain apa yang kulakukan, niscaya
mereka akan membunuhnya. Masyarakat Arab membenci kerja Nabi Muhammad saw dan
iri terhadap kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada beliau …. Semenjak
beliau masih hidup, mereka telah berencana untuk mengambil alih pekerjaan
(pemerintahan) setelah wafatnya dan merebutnya dari tangan Ahlulbait as. Kalau
bukan karena menjadikan nama beliau sebagai perantara kekuasaan dan tangga
perkembangan, sesaat pun setelah beliau wafat, Quraisy tidak akan menyembah Allah
SWT dan akan menjadi orang-orang yang murtad …. Tak lama kemudian, mulailah
kemenangan dan penaklukan negara-negara luar mereka peroleh. Mereka merasa
kenyang setelah lama kelaparan dan merasakan kemewahan selepas kemiskinan.
Islam jadi mulia dan agama mulai menemukan tempat di hati sebagian dari mereka.
Karena bagaimanapun juga, seandainya agama Islam tidak benar, maka hal ini dan
hal itu tidak akan terjadi. Setelah itu, mereka menisbatkan kemenangan dan
penaklukan tersebut kepada pikiran dan kelayakan para amir dan wali mereka. Ada
yang mereka besar-besarkan dan ada juga yang mereka hapus dari ingatan
masyarakat. Kami adalah orang yang terhapus dari ingatan, cahaya yang padam dan
suara yang terputus sehingga kami ditelan masa. Tahun-tahun berlalu dengan kondisi
yang sama. Banyak dari wajah-wajah yang dikenal telah meninggal dunia dan lahir
generasi baru yang tak dikenal. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang putera
dalam kondisi semacam ini. Kalian sendiri tahu bahwa Rasulullah saw mendekatkan
diriku pada beliau bukan lantaran hubungan famili, melainkan untuk jihad dan
nasehat."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar