Yusuf (as) benar-benar
diuji dengan ujian yang berat. Ia dimasukkan dalam sumur, ia dihinakan, ia
dijauhkan dari ayahnya, ia diambil dari sumur lalu menjadi budak yang dijual di
pasar, ia dibeli oleh seorang lelaki dari Mesir lalu menjadi seseorang yang
dimiliki oleh lelaki itu. Demikianlah cerita demi cerita telah dialaminya.
Yusuf (as) tampak tidak memiliki daya dan upaya. Demikianlah prasangka manusia
mana pun –tetapi hakikat selalu berlawanan dengan prasangka. Yang dapat kita
bayangkan adalah bahwa hal itu adalah sebuah tragedi, ujian, dan fitnah. Allah
SWT pasti memenangkan urusan-Nya. Dia akan memuluskan langkah-Nya meskipun
banyak orang yang berusaha menghentikannya. Allah SWT akan mewujudkan janji-Nya
dan akan menggagalkan kejahatan orang lain. Allah SWT telah menjanjikan kepada
Yusuf (as) bahwa ia akan dijadikan Nabi.
Yusuf (as) mendapatkan
tempat di hati seseorang yang membelinya, yaitu seorang bangsawan yang berkata
kepada istrinya: "Hormatilah ia,
karena barangkali ia bermanfaat bagi kita atau kita dapat menjadikannya sebagai
anak." Lelaki ini bukanlah orang sembarangan, tetapi ia seorang yang
penting. Ia termasuk seseorang yang berasal dari pemerintah yang berkuasa di
Mesir. Kita akan mengetahui bahwa ia adalah seorang menteri di antara
menteri-menteri raja. Seorang menteri yang penting yang Al-Qur'an menyebutnya
dengan istilah al-Aziz. Orang-orang Mesir kuno terbiasa untuk menyebutkan sifat
seperti nama atau identik dengan nama terhadap para menteri. Misalnya, mereka mengatakan:
Ini adalah al-Aziz (orang yang mulia), ini adalah al-'Adil (orang yang adil),
ini adalah al-Qawi (orang yang kuat), dan seterusnya. Alhasil, pendapat yang
paling kuat adalah, bahwa al-Aziz ini Kepala Menteri (Perdana Menteri) di
Mesir.
Demikianlah Allah SWT menguatkan
Yusuf (as) di muka bumi. Ia terdidik di masa kecil di rumah seorang lelaki yang
berkuasa dan Allah SWT akan mengajarinya takwil mimpi. Dan pada suatu hari,
raja akan membutuhkannya untuk menduduki jabatan di Mesir. Allah SWT akan
memenangkan urusan-Nya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Semua itu
terwujud melalui suatu ujian berat yang dialami oleh Yusuf. Nabi Yusuf adalah
orang yang paling tampan di masanya, di mana wajahnya mengundang decak kagum
orang yang melihatnya. Sikapnya yang sopan dan penuh dengan keanggunan moral
semakin menambah ketampanannya. Hari demi hari berlalu. Yusuf pun semakin
tumbuh besar: "Dan tatkala dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya hikmah
dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik"
(QS. Yusuf: 22).
Yusuf (as) diberi
kemampuan untuk mengendalikan suatu masalah dan ia diberi pengetahuan tentang
kehidupan dan peristiwa-peristiwanya. Ia juga diberi metode dialog yang dapat
menarik simpati orang yang mendengarnya. Yusuf diberi kemuliaan sehingga ia
menjadi pribadi yang agung dan tak tertandingi. Tuannya mengetahui bahwa Allah
SWT memuliakannya dengan mengirim Yusuf padanya. Ia mengetahui bahwa Yusuf
memiliki kejujuran, kemuliaan, dan istiqamah (keteguhan) lebih dari siapa pun
yang pernah ditemuinya dalam kehidupan.
Sementara itu, istri
al-Aziz selalu mengawasi Yusuf. Ia duduk di sampingnya dan berbincang-bincang
bersamanya. Ia mengamati kejernihan mata Yusuf. Lalu ia bertanya kepadanya dan
mendengarkan jawaban dari Yusuf. Akhirnya, kekagumannya semakin bertambah pada
Yusuf. Al-Qur'an melukiskan kisah terakhir dari perjalanan cinta ini di mana si
wanita itu mulai menggunakan siasat dan taktik untuk memperdaya Yusuf:
"Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, 'Marilah
ke sini.' Yusuf berkata, 'Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah
memperlakukan aku dengan baik.' Sesungguhnya orang-orang yang lalim tiada
beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)
dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikan
dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan
darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba
yang terpilih" (QS. Yusuf: 23-24).
Al-Qur'an tidak menyebut
sedikit pun tentang berapa usia wanita itu dan berapa usia Yusuf. Kita dapat
mengamati hal itu hanya dengan perkiraan. Ia menghadirkan Yusuf saat beliau
masih kecil dari sumur. Dia adalah seorang istri yang misalnya berusia dua
puluh tiga sementara Yusuf berusia dua belas tahun. Setelah tiga belas tahun,
ia berusia tiga puluh enam sementara Yusuf berusia dua puluh lima. Apakah
peristiwa itu memang terjadi di usia ini? Boleh jadi memang demikian. Tindakan
wanita itu dalam peristiwa itu dan peristiwa sesudahnya menunjukkan bahwa ia
wanita yang sudah matang dan cukup berani. Peristiwa ini yang diungkapkan oleh
Al-Qu'ran al-Karim merupakan puncak dari peristiwa-peristiwa yang lalu yang
sangat mengganggu daya imajinasi kita.
Sungguh istri al-Aziz
sangat mencintai Yusuf. Ia merayunya dengan cara terang-terangan lalu ia
menutup pintu-pintu sambil berkata: "Hai Yusuf kemarilah kau ke sini. Kali ini
engkau tidak akan dapat lari dariku." Ini berarti bahwa terdapat
peristiwa sebelumnya di mana Yusuf dapat menghindar darinya. Peristiwa
sebelumnya tidak disampaikan dengan cara terang-terangan seperti ini. Yusuf
telah terdidik di istana seorang menteri besar di Mesir. Anda bisa membayangkan
bagaimana Yusuf tinggal di lingkungan yang mewah yang dikelilingi dengan
wanita-wanita cantik. Yusuf adalah seorang pemuda yang dibeli oleh suaminya dan
menjadi budaknya. Ia memanggilnya di tempat tidurnya dan memerintahkannya untuk
menghadirkan gelas minuman, misalnya. Atau tampak padanya bajunya yang tipis
atau ia menampakan padanya kecantikannya atau ia merayunya dengan rayuan yang
biasa dilakukan oleh kaum wanita terhadap kaum pria.
Bayangkanlah semua ini di
mana mereka berdua selama beberapa tahun tinggal di satu rumah dan di bawah
satu atap. Wanita itu menggoda Yusuf dan merayunya, sementara Yusuf masih
bertahan dengan ketakwaannya. Wanita itu terbelenggu dengan hawa nafsunya.
Kemudian datanglah hari yang terakhir. Wanita itu bosan dengan sikap tidak
peduli ini dan sikap pura-pura tidak tahu ini. Ia menentukan untuk mengubah
rencananya. Ia tidak lagi menggunakan bahasa isyarat, dia lebih memilih bahasa
terang-terangan. Ia menutup semua pintu dan menyobek cadar rasa malu dan ia
menjelaskan cintanya kepada Yusuf.
Barangkali ia berkata
kepada Yusuf: 'Yusuf, alangkah tampan wajahmu." Dan barangkali Yusuf akan
berkata demikian: "Tuhanku menggambarkan aku sebelum aku
diciptakan." Wanita itu berkata sambil mendekati Yusuf: "Yusuf,
alangkah halusnya rambutmu." Yusuf berkata: "Ia
adalah sesuatu yang pertama kali hancur dariku saat aku berada dalam kuburan."
Wanita itu berkata: "Alangkah jernih kedua matamu."
Yusuf berkata: "Dengan keduanya aku melihat apa yang
diciptakan oleh Tuhanku."
Wanita itu berkata: "Bukankah
aku adalah sesuatu yang diciptakan oleh Tuhanmu? Angkatlah pandangan matamu dan
lihatlah wajahku." Yusuf berkata: "Aku takut pada hari kiamat."
Wanita itu berkata: "Aku mendekat padamu tetapi engkau malah menjauh
dariku." Yusuf berkata: "Aku ingin mendekat pada Tuhanku."
Wanita itu berkata: "Aku telah dikuasai oleh perasaan cinta padamu. Aku
menjadi bagian dari udara yang aku hirup dan yang aku bernapas darinya. Engkau
tidak akan lari dariku." Yusuf mengetahui bahwa ia mengajaknya untuk mendekati,
lalu beliau berkata: "Aku berlindung kepada Allah SWT. Aku meminta ampun
kepada Allah SWT Yang Maha Agung. Tuhan Pencipta alam semesta telah memuliakan
aku dengan rumah ini, dan pemilik rumah ini telah memuliakan aku dengan
kepercayaannya. Maka siapakah yang aku khianati? Dan keselamatan apa yang aku
harapkan bagi diriku jika aku memang melakukan apa yang engkau inginkan."
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikan dia
tidak melihat tanda (dan) Tuhannya."
Para ahli tafsir sepakat
tentang keinginan wanita itu untuk melakukan maksiat, sedangkan mereka
berselisih pendapat tentang hasrat yang ada pada Nabi Yusuf as. Ada yang mengatakan
bahwa wanita itu memang ingin melakukan maksiat dengannya dan Yusuf pun
memiliki perasaan yang sama, namun ia tidak sampai melakukannya. Ada yang
mengatakan lagi bahwa wanita itu berhasrat untuk menciumnya dan Yusuf berhasrat
untuk memukulnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa hasrat ini memang
terdapat di antara mereka sebelum terjadinya peristiwa ini. Ia merupakan
gerakan jiwa yang terdapat dalam diri Yusuf (as) saat beliau menginjak usia
puber kemudian Allah SWT memalingkannya darinya. Dan sebaik-baik tafsir yang
cukup menenangkan adalah bahwa di sana terdapat pendahuluan dan pengakhiran
dalam ayat tersebut.
Abu Hatim berkata,
"Aku membaca bagian yang unik dari Al-Qur'an pada Abu Ubaidah dan ketika
aku sampai pada firman-Nya": "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud
(melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf bermaksud (melakukan pula)
dengan wanita itu," Abu Ubaidah berkata: "Ini berdasarkan pendahuluan
dan pengakhiran. Dengan pengertian bahwa wanita itu benar-benar cenderung pada
Yusuf, dan seandainya Yusuf tidak melihat tanda kebenaran dari Tuhannya niscaya
ia pun akan cenderung padanya. Tafsir ini sesuai dengan kemaksuman para nabi
sebagaimana ia juga sesuai dengan konteks ayat yang datang sesudahnya":
"Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba yang terpilih."
Ayat tersebut menetapkan
bahwa Nabi Yusuf (as) termasuk hamba-hamba Allah SWT yang ikhlas, pada saat
yang sama menetapkan juga kebebasannya dari pengaruh kekuasaan Setan. Allah SWT
berkata kepada Iblis pada hari penciptaan: "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku
tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti
kamu, yaitu orang-arang yang sesat" (QS. al-Hijr: 42).
Selama Yusuf (as) termasuk
hamba-hamba-Nya yang ikhlas, maka ia akan tersucikan dari berbagai dosa. Ini
tidak berarti bahwa Yusuf sunyi dari perasaan kejantanan dan ini juga tidak
berarti bahwa Yusuf berada dalam kesucian para malaikat di mana mereka tidak
terpengaruh dengan daya tarik materialis (bendawi). Namun ini berarti bahwa
beliau menghadapi godaan yang cukup lama dan beliau mampu untuk melawannya, dan
jiwanya tidak cenderung padanya. Kemudian beliau dibimbing dan ditenangkan oleh
ketakwaannya yang mampu melihat tanda-tanda kebenaran dari Tuhannya. Apalagi
Yusuf adalah putra Yakub, seorang Nabi, putra Ibrahim, kakek para Nabi dan
kekasih Allah SWT.
Terjadilah perkembangan
pergulatan antara mereka berdua. Dialog telah berkembang dari bahasa lisan
menuju bahasa tangan. Istri menteri itu mengulurkan tangannya kepada Yusuf dan
berusaha untuk memeluknya. Yusuf berputar dalam keadaaan pucat wajahnya dan
berlari menuju ke pintu. Lalu ia dikejar oleh wanita itu dan wanita
itu menarik-narik pakaiannya seperti orang tenggelam yang memegang perahu.
Kedua-duanya sampai ke pintu. Tiba-tiba pintu itu terbuka namun suaminya datang
bersama salah satu kerabatnya, "Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu
dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan
kedua-duanya mendapati suami wanita itu di muka pintu" (QS. Yusuf: 25-29).
Wanita yang sedang mabuk
cinta kepada Yusuf itu melihat suaminya muncul di tengah-tengah peristiwa itu,
ia segera menggunakan kelicikannya. Jelas sekali bahwa di sana terdapat pergulatan.
Yusuf tampak gemetar dengan penuh rasa malu dan butiran-butiran keringat
mengalir dari keningnya. Sebelum suaminya membuka mulutnya untuk mengawali
pembicaraan, wanita itu mendahuluinya dengan melontarkan tuduhan kepada Yusuf:
"Wanita itu berkata, 'Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab
yangpedih?'" Ia menuduh Yusuf telah merayunya. Ia mengatakan bahwa Yusuf
berusaha memperkosanya. Yusuf memandangi wanita itu dengan kepolosan dan kesabaran.
Sebenarnya Yusuf berusaha menyembunyikan rahasia wanita itu namun ketika ia
mulai menuduhnya Yusuf terpaksa mempertahankan dirinya. "Yusuf berkata,
'Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)."
Kini giliran si suami
untuk menunjukkan reaksinya. Kami kira ia berkata: "Pelankanlah suara kalian berdua.
Sesungguhnya di rumah ini terdapat banyak budak dan pembantu. Ini adalah
masalah khusus." Kepala menteri itu adalah seorang tua yang
terkesan tenang dan tidak gampang emosi. Peristiwa ini terjadi di kalangan
kelompok masyarakat yang bergaya hidup mewah, bukan kaum tradisional sehingga
mereka cenderung menggunakan cara-cara yang bijak dan terbaik dalam
menyelesaikan masalah. Kemudian kepala menteri itu duduk dan mulai mengusut
kejadian itu. Ia bertanya kepada istrinya dan juga bertanya kepada Yusuf. Kemudian
orang yang ada di dekat wanita itu berkata: "Sesungguhnya kunci persoalan ini
terletak pada pakaian Yusuf. Jika pakaiannya robek dari depan, maka ini berarti
Yusuf memang ingin memperkosanya. Wanita itu akan merobek pakaian Yusuf untuk
mempertahankan dirinya."
Si suami berkata:
"Lalu bagaimana jika pakaiannya robek dari belakang." Seorang
penengah dari keluarganya berkata: "Maka ini berarti wanita itu yang
merayunya. Jadi kunci dari peristiwa ini ada pada pakaian Yusuf."
Akhirnya, pakaian itu
berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain. Kemudian seorang penengah dari
keluarganya mengamati pakaian itu, lalu ia mendapatinya dalam keadaan robek
dari belakang. Selanjutnya, kepala menteri itu pun melihatnya dan ia juga
mendapatinya dalam keadaan robek dari belakang. Maka secara otomatis tuduhan
itu dibalikkan pada si istri. Allah SWT menceritakan peristiwa ini dalam
firman-Nya: "Dan seorang saksi keluarga wanita itu memberikan
kesaksiannya, 'Jika baju gamisnya itu koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf
termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka
wanita itulah yang berdusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.'
Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf terkoyak di belakang
berkatalah ia, 'Sesungguhnya (kejadian) itu adalah tipu daya kamu, sesungguhnya
tipu daya kamu adalah besar.'"
Ketika si suami memastikan
pengkhianatan istrinya, ia tampak tenang-tenang saja dan tidak menunjukkan
emosi yang berlebihan, bahkan ia tidak berteriak dan tidak marah. Aturan
kelompok terpandang saat itu memaksanya untuk menyikapi suatu persoalan dengan
penuh ketenangan dan kelembutan. Ia berkata: "Sesungguhnya ini adalah
bagian dari tipu daya kalian, hai para wanita." Ia menisbatkan apa yang
dilakukan oleh istrinya kepada tipu daya yang umumnya dikerjakan oleh para
wanita. Ia menegaskan bahwa tipu daya perempuan umumnya sangat besar
(berbahaya). Kemudian ia menoleh pada Yusuf sambil berkata: "Hai
Yusuf berpalinglah dari masalah ini. Lupakanlah masalah ini dan janganlah
engkau terlalu peduli dengannya serta jangan pula engkau menceritakannya.
Inilah yang penting, yaitu menjaga hal-hal yang telah terjadi. Kami tidak ingin
masalah ini akan mencuat ke permukaan."
Kemudian si suami merasa
bahwa ia belum mengatakan sesuatu pun kepada istrinya selain pernyataannya yang
berhubungan dengan tipu daya kaum wanita secara umum. Ia ingin berkata kepa da
istrinya tentang sesuatu yang khusus. Ia berusaha untuk bersikap keras pada
istrinya tetapi kekerasan itu berakhir dengan kelembutan yang terwujud dalam
ucapannya: "Dan (kamu hai istriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena
kamu sesunguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah."
Setelah pernyataan yang
pertama dan nasihat yang terakhir, si suami mengakhiri masalah tersebut, lalu
Yusuf pun pergi. Tuan rumah itu tidak meminta perincian atau kronologis
peristiwa yang terjadi antara istrinya dan pemuda yang mengabdi padanya. Yang
ia minta adalah agar pembicaraan ini ditutup sampai di sini saja. Tetapi
masalah ini sendiri meskipun terjadi di kalangan masyarakat yang terpandang
tidak dapat begitu saja ditutup. Alhasil, masalah tersebut akhirnya tersebar
kemana-mana. Peristiwa itu tersebar dari satu istana ke istana-istana penguasa
saat itu. Kemudian wanita-wanita yang tinggal di istana itu mulai ramai-ramai
menjadikannya sebagai bahan cerita. Kemudian masalah itu pun tersebar di
penjuru kota: Dan wanita-wanita di kota berkata, 'Istri al-Aziz menggoda
bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada
bujangan itu adalah sangat mendalam, sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan
yang nyata" (QS. Yusuf: 30).
Di sini kita mengetahui
bahwa yang dimaksud wanita dalam kasus roman itu adalah istri dari al-Aziz dan
bahwa laki-laki itu yang membeli Yusuf dari Mesir itu adalah seorang menteri di
Mesir, yakni seorang pembesar atau tokoh atau ketua dari para menteri.
Barangkali ketika membeli Yusuf, ia masih menjadi menteri biasa lalu setelah
itu ia naik jabatan. Dan sekarang ia menjadi kepala menteri di Mesir.
Akhirnya berita tersebut
berpindah dari satu mulut ke mulut yang lain, dan dari satu rumah ke rumah yang
lain sehingga sampailah berita itu ke telinga istri al-Aziz. Barangkali
dikatakan kepadanya: "Penduduk kota banyak yang membicarakan kisah
romantismu." la berkata: "Kisah romantisku dengan siapa?"
Dikatakan padanya: "Dengan Yusuf." Ia berkata: "Aku memang tidak
dapat memungkiri bahwa aku mencintainya." Dikatakan kepadanya: "Semua
istri menteri membicarakan tentang kecenderunganmu padanya." Ia berkata:
"Apa yang mereka katakan?" Dikatakan kepa danya: "Sunguh engkau
berada di dalam kesesatan yang nyata." Ia berkata mulai tampak emosinya: "Kesesatan
apa? Siapa yang mengatakan bahwa aku tersesat. Tidakkah wanita-wanita itu
pernah melihat bagaimana si Yusuf? Apakah mereka mengetahui daya tariknya?
Siapa mereka itu yang mengatakan demikian? Sebutkanlah padaku nama-nama
wanita-wanita yang banyak bicara itu."
Istri al-Aziz terdiam
sebentar dan tampaknya ia sedang berpikir. Kemudian ia telah menetapkan sesuatu
dan memerintahkan untuk mendatangkan para juru masak. Akhirnya, para juru masak
datang ke istana. Ia memberitahu mereka bahwa ia akan menyiapkan suatu jamuan
besar di istana. Ia telah memilih berbagai macam hidangan dan minuman. Ia telah
memerintahkan agar diletakkan pisau-pisau yang tajam di sebelah buah-buah apel
yang dihidangkan, dan hendaklah juga diletakkan kain putih di sebelah wadah
atau piring-piring yang di situ diletakkan apel, juga diletakkan bantal-bantal
yang memang saat itu menjadi tradisi masyarakat Timur.
Kemudian ia mengundang
kaum hawa yang membicarakan petualangan cintanya dengan Yusuf. Akhirnya,
datanglah hari jamuan itu. Wanita-wanita dari kalangan masyarakat elit segera
berdatangan menuju ke istana kepala menteri. Istri al-Aziz memanfaatkan acara
itu sebagai kesempatan emas untuk menunjukkan seorang pemuda yang paling tampan
dan paling mengagumkan. Undangan tersebut dibatasi hanya di kalangan wanita
sehingga mereka lebih leluasa dan lebih bebas untuk mendengarkan cerita dan
untuk mengobrol. Mereka duduk dan besandar di atas bantal-bantal sambil makan
dan minum. Pesta jamuan itu terus berlangsung di mana dihidangkan di atasnya
makanan yang istimewa dan minuman yang dingin dan sangat menyenangkan orang
yang melihatnya. (Bersambung ke Bag. 3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar