Peristiwa Asyura adalah
pentas moral dan religius yang diperankan oleh kaum minoritas yang berani dan
teguh dalam berjuang untuk menghadapi kezaliman dan ketidak-adilan. Kezaliman
dan ketidak-adilan yang justru membajak (mengatasnamakan) agama itu sendiri.
|
|||||
Di padang Karbala
banyak terdapat huruf-huruf berserak yang menunggu sejak dulu untuk dipungut
dan diregenerasikan. Pesan Karbala harus sampai pada tiap-tiap insan yang
mengeyam kehidupan di dunia yang penuh dengan ketidak adilan ini. Dengan
semangat-semangat Asyura-lah manusia akan memiliki semangat juang tak
terbendung dalam melawan kezaliman dan kelaliman yang meraja-lela.
Pada surah ALBAQARAH ayat 249 dipaparkan keyakinan telah membawa tentara Thalut pada kemenangan dan mereka juga memiliki sejarah bahwa banyak orang dengan jumlah sedikit mampu mengalahkan yang banyak. Di sini juga ditekankan akan keutamaan orang-orang yang sabar. Selain keberanian, kesabaran juga memainkan peranan penting dalam mencapai kemenangan. Sementara dalam AS SHAFFAAT ayat 102 tergambarkan juga sebuah modal yang dimiliki Nabi Ibrahim as untuk menjalankan perintah Allah swt adalah kesabaran, dan kesabaran sendiri tidak akan pernah lahir pada diri seseorang ketika dia tidak memiliki keyakinan terlebih dahulu atas apa yang akan dihadapi serta dampak dari yang akan dia hadapi.
Nabi Ibrahim as mendapat
kedudukan sedemikian tinggi karena lebih mengutamakan kesabarannya –walaupun
anaknya tidak jadi disembelih (dikurbankan), sedang pada tragedi Asyura, anak
Imam Husain dibunuh bukan karena perintah Allah. Lebih dari itu anak beliau
dibunuh oleh orang-orang yang mengaku sebagai umat Islam yang nantinya akan
mengharapkan syafa’at dari kakeknya.
Sungguh keyakinan telah
mengakar kuat di hati beliau sehingga kesabaran beliau sangat kuat dan kukuh
di hadapan para penjilat kaki pemimpin zalim.
Nabi Ismail as juga mengajarkan kesabaran yang luar biasa, dengan keyakinan yang dimiliki ia pun menyedia diri untuk dikorbankan di jalan Allah swt, ia bersabar walau untuk itu ia harus disembelih (dikurbankan) dan merasakan sakitnya sayatan pedang. Karena kesabaran ini Nabi Ismail as diangkat pada bidak yang jauh lebih utama walaupun dia tidak jadi disembelih.
Sekarang bagaimanakah
anak-anak Imam Husain as yang dengan kukuh meminta ijin pada ayahanda mereka
untuk bertempur dan syahid ditombak serta ditusuk pedang musuh, anak-anak ini
sangat yakin mereka akan mereguk syahadah dan tidak ada pengganti pada saat
mereka disembelih seperti kisah Nabi Ismail as.
Keyakinan mereka telah
menumbuhkan kesabaran yang memuncak pada diri-diri mereka. Dan mereka menjadi
tonggak-tonggak revolusi Imam Husain as.
Mengambil Huruf-Huruf Berserak di Padang Karbala
Pada Hari Asyura
Seluruh manusia yang
hidup setelah zaman Imam Husain (as) dituntut untuk sedikit bersusah payah
demi kebaikan mereka, mereka dituntut untuk menguak dan mengorek tuntas
seluruh pesan-pesan tersurat maupun tersirat dari tragedi maha dahsyat ini.
Di padang Karbala banyak terdapat huruf-huruf berserak yang menunggu sejak dulu untuk dipungut dan diregenerasikan. Pesan Karbala harus sampai pada tiap-tiap insan yang mengeyam kehidupan didunia yang penuh dengan ketidak adilan ini. Dengan semangat-semangat asyuralah manusia akan memiliki semangat juang tak terbendung dalam melawan kezaliman dan kelaliman yang meraja-lela.
Tragedi Asyura Ajang Penyampaian Dakwah Kemuliaan
yang Paling Tepat
Tragedi Asyura tidak bisa dipungkiri lagi adalah kejadian yang sangat spektakuler, pertunjukkan suasana panggung dunia terpapar jelas di sana. Di sanalah berbenturan antara kezuhudan dan kerakusan, kesabaran dan keberingasan, kasih sayang dan kebiadaban, keangkuhan dan ketulusan, kepengecutan dan jiwa ksatria.
Siapa pun yang mengkaji
dan mendalami Asyura Imam Husain (as) akan terbawa pada sebuah nuansa religios
yang kental dan penuh warna. Karena kita tahu kita akan lebih merasakan rasa
manis terutama ketika pada saat yang sama kita memiliki pembanding berupa
rasa pahit, pada saat itu rasa manis akan terasa lebih manis dari kondisi
normal. Begitu juga dalam tragedi Asyura, siapa pun akan merasakan kedekatan,
kasih sayang, pengorbanan, keberanian, ketegaran pejuang-pejuang Al-Husain
dan Imam Husain (as) sendiri jauh lebih terasa karena di saat yang sama ada
orang-orang bejat, berwatak binatang yang nihil dari semua sifat-sifat mulia
itu.
Sifat-sifat mulia dari
orang-orang mulia itu jauh lebih kentara pada tragedi ini dengan keberadaan
orang-orang yang sengaja menjauhkan diri dari perabadaban kamanusiaan.
Sangat tepat sekali jika ada orang yang mendalami tragedi Asyura selain berubah menjadi seorang pemberani juga menjadi orang-orang dengan akhlak dan berkepribadian agung. Karena wujud asli keagungan para pejuang Asyura nampak jelas di situ.
Keberangkatan Imam Husain ke Kufah
Imam Husain (as) menghukumi dengan apa yang ada secara kasat mata, walau sebenarnya Imam tahu yang mengundang beliau nantinya akan memberontak dan berbalik mengarahkan tombak pada beliau. Namun beliau tetap berangkat ke Kufah memenuhi panggilan mereka. Setidaknya beliau sudah mengirim Muslim bin Aqil untuk meneliti kondisi yang sebenarnya –dan Muslim bin Aqil, karena masyarakat belum berbalik haluan, maka memberitakan bahwa kondisi Kufah masih kondusif dan siap menerima kedatangan Imam Husain as.
Keyakinan Masyarakat Kufah
Nyali penduduk Kufah
tiba-tiba ciut dan keder setelah diancam habis-habisan oleh gubernur Kufah
yang berdarah dingin, Ubaidillah bin Ziyad. Di sini perubahan penduduk terjadi karena kurangnya keyakinan mereka
pada agama dan pada Imam mereka. Jika mereka termasuk orang yang benar-benar
beriman maka mereka akan mengambil resiko besar ini. Selain nyali yang ciut,
beberapa juga ada yang kukuh memerangi Imam Husain (as) karena mereka
dijanjikan akan mendapat imbalan. Kecintaan pada dunia telah menutup rapat
pintu hati mereka.
Sedikitnya Jumlah Orang yang Teguh Keyakinan
Hanya segelintir orang yang masih setia kepada Muslim bin Aqil dan siap menyongsong segala resiko. Dari sejarah Al-Quran kita tahu bahwa dari umat para nabi hampir semua hanya sedikit dari umatnya yang mengikuti mereka. Seperti nabi Musa as, hanya beberapa saja yang tidak menyeleweng ikut pada ajaran Samiri. Dan juga teladan Nabi Thalut: “Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar."
Pada perang Uhud, Umat
Nabi Muhammad saaw yang masih menyertai beliau juga hanya beberapa gelintir
saja. Nabi Nuh as dalam 950 tahun tabligh hanya beberapa orang yang ikut
dalam ajaran beliau. Imam Husain (as) dan rombongannya ketika sudah mendekati
Kufah, mendengar berubahnya masyarakat Kufah, rombongan Imam banyak yang
terguncang mendengar berita ini kemudian memilih mundur dan keluar dari
barisan Imam. Ini menunjukkan keteguhan rombongan yang bersama Imam ada yang
kurang keyakinannya dan menjadikan mereka orang yang akan menyesal di hari
kiamat karena telah meninggalkan Imam Zaman mereka.
Kekuatan Keyakinan Merubah Seseorang Walau Harus
Berhadapan dengan Ribuan Pedang
Di sisi lain, perubahan drastis Hurr Ar Riyahi (yang semula berniata memerangi Imam Husain as dan kemudian berbalik membela dan mendukungnya) terjadi karena dia mengikuti fitrah manusiawinya, fitrah untuk berada di jalan kebaikan. Sebelumnya Hurr ar Riyahi mendukung Yazid memimpin pasukannya kemudian dia berdiri berbalik mengukuhkan kaki di hadapan pasukan yang sebelumnya ia pimpin, kekuatan keyakinan mampu merubah dia walaupun perubahan itu dihadapkan pada ribuan pedang orang yang sebelumnya bergerak dengan ucapannya mentatati perintah apapun yang diberikannya. Ledakan Imam Husain (as) mampu mengubah perjalanan sejarah seratus delapan puluh derajat. Salah satu bukti nyatanya adalah munculnya Republik Isalm Iran. Ini seperti disampaikan oleh Imam Khomeini sendiri.
Di sini ada beberapa bentuk
Analisa atas Revolusi Imam Husain (as): [1]
Diskripsi kronologis, [2] Analisa
dengan menekankan aspek-aspek tragedi Asyura, [3] Analisa aspek revolusioner dan sikap penolakan terhadap kezaliman
dan penguasa zalim, dan [4]
Analisis seputar kondisi politik dan sosiologi dan pengaruhnya di tengah
masyarakat.
Apa yang dipilih dan dilakukan Imam Husain (as) adalah gerakan pembaharuan teragung sepanjang sejarah dan memiliki dampak paling besar menciptakan letupan-letupan yang terus berlanjut hingga akhir zaman.
Keberangkatan untuk Dakwah Bukan untuk Berperang
Ada banyak hal penting dalam tragedi Asyura, namun juga ada aspek yang cukup penting tetapi kurang begitu sering disinggung adalah aspek damai dan sikap ‘anti-kekerasan’ yang menjadi ciri menonjol dalam kebangkitan Imam Husain as.
Hal itu tampak pada
banyak sisi selama perjalanan beliau ke Karbala maupun sebelum beliau
berangkat ke sana. Perjalanan beliau bersama para sahabat dan keluarga dari
kota Madinah hingga Karbala adalah perjalanan damai. Beliau tidak melengkapi
diri dengan perangkat perang karena beliau memang tidak pergi untuk
berperang. Ini menjadi dalil yang jelas bahwa apa yang terjadi tanggal 10 Muharram
(Asyura) bukanlah peperangan, jika dinamakan peperangan paling tidak sejak
berangkat beliau sudah mempersiapkan diri dan tidak melwati rute perjalanan
umum.
Selama perjalanan itu beliau tuangkan pilar-pilar perdamaian, kemaafan, kasih sayang, anti-kekerasan dan cinta kepada sesama di tengah masyarakat yang sudah sekian lama dicekoki menu kesesatan, kebodohan, pembunuhan, penistaan dan kekerasan. Beliau sedang bertabligh menghidupkan kembali agama Islam yang mulia. Revolusi Imam Husain (as) sudah beliau mulai sejak kaki beliau melangkah keluar dari rumah beliau, bukan dimulai pada saat beliau syahid di Karbala.
Estafet Tongkat Risalah
Kebangkitan Imam Husain as adalah kelangsungan dari risalah Rasulullah saaw yang diutus oleh Allah swt sebagai wujud kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta, jadi tidak tepat jika ada yang berpikir Imam Husain (as) lebih utama dibanding maksum (para imam ahlulbait) yang lain dengan alasan kesyahidan beliau di Kabala, selain semua maksum itu juga meninggal dalam lingkup syahadah, di mana pada dasarnya apa yang dilakukan Imam Husain (as) jika kondisi itu ditemui oleh maksum (para imam ahlulbait) yang lain maka tindakan yang samalah yang akan dilakukan. Imam Husain (as) juga mengajarkan sikap penolakan terhadap kekerasan pada siapapun, entah itu musuh apalagi pada sahabat. Beliau selalu mengutamakan jalan damai. Al-Qur’an juga mengisyaratkan pada hal ini terutama ayat-ayat yang memerintahkan pemberian maaf, ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian, ayat-ayat yang mengajak untuk melupakan keburukan orang lain, dan ayat-ayat yang memerintahkan sikap toleransi kepada orang lain. Dari sejarah nabi Muhammad saaw juga kita dapati hal-hal yang mengutamakan perdamaian, seperti perintah Rasulullah saaw kepada Imam Ali bin Abi Thalib (as) untuk membawa panji saat pasukan Islam masuk ke kota Mekah dan meneriakkan “al-yauma yaumul marhamah, al-yauma tushanul hurmah…”, sebuah prefentif agar tidak terjadi pertumpahan darah. Dari sejarah Imam maksum juga kita dapati kebijakan-kebijakan yang diambil mengacu pada perdamaian, perintah Imam Ali bin Abi Thalib (as) kepada para pengikutnya untuk mengizinkan pasukan Mua’wiyah memanfaatkan air dari sungai Eufrat dalam perang Shiffin, perintah Imam Ali bin Abi Thalib as kepada Imam Hasan as untuk memperlakukan Ibnu Muljam dengan lemah lembut dan kasih sayang, Imam Hasan as menyembunyikan orang yang meracuninya. Al-Husain memerintahkan sahabat-sahabat beliau untuk memberikan minum kepada seluruh anggota pasukan al-Hurr bersama kuda tunggangan mereka.
Diantara personel
pasukan terdapat seorang bernama Ali bin Tha’an al-Muharibi yang tidak mampu
minum sendiri disebabkan dahaga yang sagat yang menimpa dirinya, saat itu
Al-Husain as bangkit untuk membatu al-Muharibi minum dan menghilangkan rasa
dahaganya. Inilah cerminan bahwa Husain adalah dari Rasul dan Rasul adalah
dari Husain: Husain minni wa ana min Husain (Husain dariku, dan aku dari
Husain).
Al-Husain menampilkan makna perdamaian dan memperagakan nilai-nilai agama dan kemanusiaan dalam kebangkitan Asyura. Oleh sebab itu, kebangkitan Asyura adalah perguruan (madrasah) akbar yang mengajarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan tersebut, yang diataranya adalah sikap damai dan anti-kekerasan.
Selama kebangkitan
Asyura, Imam Husain as menggunakan semua cara untuk menghindari peperangan
dan menerapkan semua metode guna menjauhi konflik dan pertempuran, namun Bani
Umayah (Yazid bin Muawwiyah) enggan melakukan sesuatu selain kekerasan
terhadap beliau dan keluarganya.
Komitmen Al Husain as dalam Misi Perdamaian
Apa yang dilakukan Al-Husain as adalah membangkitkan nurani musuh-musuhnya dan mengingatkan mereka tentang perlunya bertindak berdasarkan bukti syar’i atau ‘aqli, khususnya ketika permasalahanya berhubungan dengan pembunuhan dan penumpahan darah seorang seperti dirinya yang dikenal paling peduli dengan isu penegakan hak dan pemeliharaan sunnah Nabi dan syari’at agama.
Melalui cara berunding
dan nasehat serta berbagai perlakuan manusiawi, Al-Husain as telah malaksanakan
kewajiban syar’i dan menunaikan kewajiban terhadap semua orang, termasuk
terhadap musuh-musuhnya yang datang untuk membunuh dirinya.
Melalui kebangkitan Asyura, Al-Husain (as) berusaha mencerahkan dan memberikan petunjuk kepada semua orang ke arah kebenaran dan penolakan terhadap kekuasaan taghut. Beliau berjuang dengan cara damai dan penuh kasih sayang, namun jika semua upaya damai tersebut tidak menghasilkan, maka penyelesaian terakhir adalah sikap islami berupa pembelaan terhadap kehormatan diri, keluarga dan sahabat sampai tetes darah yang terakhir. Di hari Asyura, ketika seluruh anggota Ahlul Bait as dan sahabat Al-Husain as telah gugur sebagai syuhada, Imam Husain as tetap konsisten dalam berupaya mencegah dan menghentikan pertumpahan darah serta berusaha menyadarkan musuh-musuhnya akan kesalahan pilihan mereka.
Catatan Penutup
Dengan demikian, tak ragu lagi bahwa sejarah (revolusi) Al Husain as memiliki banyak aspek yang memungkinkan untuk dikupas, di mana aspek penting yang jarang dikupas adalah penekanan Imam Husain as pada nilai kedamaian, sebab yang tergambar selama ini adalah bahwa Imam Husain mengajarkan kita untuk mempertaruhkan nyawa demi agama. Padahal tidak hanya berkutat dalam hal itu. Aspek lain revolusi Imam Husain as adalah keyakinan mendalam akan nilai-nilai agama, keyakinan inilah yang menjadi landasan dasar kebangkitan yang dilakukan Imam Husain as dan keluarga serta para sahabatnya.
Pustaka: [1] Al Qur’an Al Karim, [2] Zahir Yahya, Aspek Damai dan
Anti-Kekerasan dalam Kebangkitan Asyuro' dengan rujukan Al‘Unf fi Nahdhatil
Imam Husain as Karya Mahmud Murad al Hairi, [3] Nyonya Farida Gulmohammadi,
Husain Beheshti-e Mau'ud.
|
Belajar dari Pesan Damai dan Toleransi Kafilah Kecil Kemuliaan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar