Gerimis Saatku Bangun
Saatku terbangun dengan
nyala api di hatiku –gerimis telah meninggalkanku dalam sedih. Daun-daun
tersenyum lembut –burung-burung membacakanku sebuah puisi. Mataku yang lembab
kembali membara oleh gairah riang kanak-kanak. Aku tak ingat lagi apa yang dulu
Kau titipkan –yang kini kugenggam. Aku tak ingat dengan apa Kau mencipta bara
sepasang mataku –yang kadang membuatku tak dapat melihat mereka yang padam
–bila hati-ku terlampau membara karena cinta. Kutahu setiap gerak adalah
langkah dan tangan karena keriangan yang tak pernah lelah –kutahu Kaulah yang
menyulut gairah siang-malamku.
(2010)
Ketika Gerimis Terus Berbisik
Dik, jika kaudengar
gerimis berbisik, buatlah secangkir kopi
dan bayangkan aku
membacakan baris-baris puisi untukmu
tentang apa saja.
Tentang betapa sepi
sebenarnya hanya
alegori
bagi sepasang bibirmu
yang mungil.
Sepasang matamu
adalah kawah rimbun bagi rindu,
dan sebelum maut
menjemput, tak ada salahnya
kita bayangkan
sejenak engkau dan aku
seumpama Ariadne dan
Theseus
saling menerka
hari-hari kita
di lembar-lembar
kertas.
Segala tentangmu
adalah anugerah bagi kata-kata,
sungguh aku ingin
selalu jatuh cinta pada rambutmu,
tanganmu, dan
sepasang misteri di dadamu.
Engkau adalah
perumpamaan senja
yang rindang, sebelum
malam
direbut kegundahan.
Ketika sepi jadi
teramat runcing, dan gerimis terus saja
berbisik, duh Adik,
aku hanya membayangkan
kau membuatkanku
secangkir kopi,
dan aku menulis
sebuah kegembiraan
seorang lelaki yang
jatuh cinta
sekali lagi.
(2013)
Amsal Sajak
Jika kau adalah
bahasa purba
yang menyimpan
malapetaka,
aku adalah hujan
yang tak beranjak.
Jika kau adalah
bayang-bayang
dari pepohonan dan
cuaca,
aku adalah sebuah
umpama.
Jika kau adalah laut
dan tanjung
yang diceraikan ombak
dan karang, aku
adalah seekor camar
yang riang melambung
dan membentang
sehabis gerimis siang
di antara gugusan
bakau dan pantai.
Jika kau adalah
kesedihan dan do’a
perempuan jalang
di sebuah sudut
metropolitan,
aku adalah selampu
bohlam
yang jadi tungku bagi
lembab.
Bagi sepasang matamu,
aku adalah sebentang
ingatan.
Di sejumlah sajak,
kau dan aku menjadi
tiada.
(2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar