Oleh Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari (‘Ulama, Faqih, dan Filsuf)
Untuk mengetahui sudut
pandang suatu mazhab mengenai karakter esensial sejarah, dapat digunakan
sejumlah kriteria. Dengan mempertimbangkan kriteria ini, dapat diketahui
bagaimana persisnya pendekatan suatu mazhab mengenai gerakan sejarah dan
karakter esensial kejadian-kejadian sejarah. Di sini disebutkan kriteria yang
menjadi perhatian kami. Tentu mungkin saja ada kriteria lain yang terlepas dari
perhatian kami.
Sebelum memaparkan
kriteria ini dan menunjukkan pandangan Islam mengenai kriteria ini, perlu
rasanya dikemukakan bahwa, dari sudut pandang kami, Al-Qur'an menyebutkan
secara tidak langsung prinsip-prinsip tertentu yang menunjukkan sangat
pentingnya basis spiritual masyarakat dibanding basis materialnya. Menyebutkan
salah satu prinsip ini, Al-Qur'an mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. ar-Ra'd: 11). Dengan
kata lain, Allah tidak mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu sendiri tidak
mengubah semangat atau jiwa mereka. Ayat ini dengan tegas menolak teori
kekuatan ekonomi sejarah. Di sini kami sebutkan kriteria itu sejauh pengetahuan
kami, dan kemudian kami jelaskan logika Islam.
1. Strategi Misi
Setiap mazhab memiliki
pesan untuk masyarakat, dan mengajak masyarakat untuk menerima pesan tersebut.
Untuk itu, mazhab tersebut harus menggunakan metode khusus yang sesuai dengan
tujuan utamanya dan pas untuk pendekatan umumnya mengenai karakter dasar
gerakan sejarahnya. Dalam menyampaikan pesannya, sebuah mazhab mengenalkan
masyarakat dengan pandangan asasinya, dan melakukan tekanan moral untuk
memobilisasi mereka.
Misal, mazhab Auguste
Comte, yang mengklaim sebagai mazhab ilmiah, berpendapat bahwa perkembangan
mental merupakan hakikat evolusi manusia. Mazhab ini percaya bahwa sejauh
menyangkut mentalitasnya, manusia sudah melalui dua tahap, yaitu tahap mitos
dan tahap filsafat, dan sekarang sudah sampai pada tahap ilmiah. Karena mazhab
ini mengklaim ilmiah, maka semua doktrin yang disampaikannya dikemukakan dengan
bahasa ilmiah, dan tekanan moral yang ingin digunakannya untuk memobilisasi
masyarakat juga ilmiah.
Marxisme adalah sebuah
teori revolusioner tentang kelas pekerja. Tujuan misinya adalah membentuk
kesadaran akan kontradiksi kelas di kalangan kaum pekerja. Tekanan moral yang
digunakannya adalah obsesi dan perasaan ditipu dan tidak berdaya. Publisitas
yang dibuat berbagai mazhab, dan masalah-masalah yang menjadi titik beratnya
untuk memobilisasi masyarakat beragam sesuai dengan pandangan mazhab-mazhab ini
mengenai masyarakat dan sejarah. Mazhab-mazhab ini juga beragam pandangan
mengenai ruang lingkup misi mereka dan mengenai bermoral atau tidak bermoralnya
penggunaan kekerasan dalam menyebarkan doktrin mereka, sesuai dengan pandangan
mereka mengenai evolusi sejarah dan perkembangan manusia.
Mazhab-mazhab tertentu,
seperti Kristianitas, berpendapat bahwa sejauh menyangkut manusia, hanya dakwah
damai yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Mereka menganggap penggunaan
kekerasan, apa pun bentuknya dan dalam keadaan apa pun, tidak bermoral. Itulah
sebabnya agama Kristen mengajarkan bahwa jika pipi kananmu ditampar, berikan
pipi kirimu untuk ditampar juga, dan jika dahimu dipukul, serahkan juga topimu.
Sebaliknya, mazhab-mazhab lain tertentu, seperti mazhab Nietzsche, berpendapat
bahwa hanya penggunaan kekerasan sajalah yang bermoral, karena sifat terhebat
manusia terletak pada kekuatannya, dan orang yang paling berani berarti dia
hebat. Dari sudut pandang Nietzsche, Kristianitas sama saja dengan kelemahan
dan kerendahan, dan merupakan penyebab utama stagnasi manusia.
Beberapa mazhab lain
berpendapat bahwa sekalipun moralitas bergantung pada kekuatan atau kekerasan,
namun penggunaan kekuatan atau kekerasan tetap saja tidak bermoral. Dari sudut
pandang Marxisme, kekuatan yang digunakan kaum pengeksploitasi terhadap kaum
tereksploitasi tidak bermoral, karena kekerasan digunakan untuk mempertahankan
status quo, dan karena itu menjadi unsur stagnasi. Namun kekuatan yang
digunakan kaum tereksploitasi terhadap kaum pengeksploitasi adalah bermoral,
karena dimaksudkan untuk membuat masyarakat melakukan revolusi dan untuk
membawa masyarakat ke tahap yang lebih.
Dengan kata lain, dalam
konflik internal yang umum terjadi dalam masyarakat, satu pihak yang berkonflik
berperan sebagai tesis, sedangkan pihak lainnya berperan sebagai anti-tesis.
Kekuatan yang berperan sebagai tesis, karena reaksioner, tidak bermoral,
sedangkan kekuatan yang berperan sebagai anti-tesis, karena revolusioner dan evolusioner,
bermoral. Namun kekuatan yang bermoral pada satu tahap bisa saja tidak bermoral
pada tahap selanjutnya ketika berperan negatif dan reaksioner terhadap kekuatan
lain yang revolusioner. Dengan demikian, moralitas itu relatif. Yang bermoral
di satu tahap bisa tidak bermoral di tahap lain yang lebih tinggi.
Dari sudut pandang
Kristianitas, kontak sebuah mazhab dengan penentangnya yang dianggapnya
anti-revolusioner itu sendiri adalah murni kontak. Kontak itu bermoral kalau
bersahabat. Di pihak lain, Nietzsche berpendapat bahwa satu-satunya kontak
bermoral adalah kontak antara yang kuat dan yang lemah. Menurutnya, tak ada
yang lebih bermoral selain kekuatan, dan tak ada yang lebih tidak bermoral
selain kelemahan. Tak ada kejahatan atau dosa yang lebih besar selain menjadi
lemah. Dari sudut pandang Marxisme, tak mungkin ada kontak antara dua kelompok
yang berseberangan posisi ekonominya kecuali kontak kekuatan dan penggunaan
kekuatan. Dalam kontak ini, penggunaan kekuatan oleh kelas pengeksploitasi
tidak bermoral, karena anti-evolusioner, dan penggunaan kekuatan oleh kelas
tereksploitasi bermoral. Lain tak mungkin dipungkiri bahwa kontak antara
kekuatan muda dan kekuatan tua selalu berarti perbenturan, dan sejauh
menyangkut perbenturan seperti ini, maka dapat dibenarkan secara moral.
Islam mengecam teori-teori
tersebut di atas. Yang bermoral bukan saja kontak damai dan misi yang
bersahabat dan banyak membantu. Terkadang penggunaan kekuatan juga bisa
bermoral. luilah sobabnya Islam menganggap memerangi kekerasan dan tirani itu
sebagai kewajiban suci, dan memandang jihad dan perlawanan bersenjata, dalam
keadaan tertentu, sebagai kewajiban.
Adapun teori Nietzsche,
jelas tidak masuk akal, tidak manusiawi dan anti-evolusi. Teori Marxisme
didasarkan pada mekanisme itu juga, mekanisme yang diyakininya sebagai
mekanisme sejarah. Dari sudut pandang Islam, mula-mula kekuatan tidak boleh
digunakan terhadap kelompok anti-evolusi. Beda dengan ajaran Marxisme, kekuatan
digunakan hanya pada tahap selanjutnya. Metode menasihati dan meyakinkan yang
harus terlebih dahulu digunakan. Al-Qur'an mengatakan: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik (QS. an-Nahl: 125).
Penggunaan kekuatan
terhadap kelompok anti-evolusi baru dibolehkan kalau cara-cara damai, seperti
meyakinkan orang dengan argumen rasional, sudah digunakan dan ternyata gagal.
Sesungguhnya semua nabi yang memerangi penentang mereka, mula-mula berupaya
meyakinkan mereka dengan menggunakan argumen dan nasihat, dan sering berdebat
dengan mereka. Nabi-nabi itu baru menggunakan kekuatan setelah cara-cara damai
menemui kegagalan. Yang pokok adalah
bahwa karena Islam berpikir dengan bahasa spiritual, maka Islam percaya pada
kekuatan argumen dan nasihat. Karena Islam percaya, dalam kata-kata Marx,
pada kekuatan krusial senjata, Islam juga percaya pada kekuatan senjata kritik,
dan memanfaatkan sepenuhnya senjata kritik. Namun Islam tidak percaya kalau itu
merupakan satu-satunya kekuatan yang mesti digunakan di mana-mana. Berkat
pandangan spiritual khusus Islam mengenai manusia dan konsekuensinya mengenai
masyarakat dan sejarah, Islam memandang perang terhadap kelompok anti-evolusi
sebagai tahap kedua dalam kontaknya dengan kelompok itu. Tahap pertamanya
adalah argumen, nasihat dan perdebatan.
Itu menunjukkan bahwa
kontak suatu mazhab dengan penentangnya bisa saja didasarkan pada persuasi
murni, atau didasarkan pada konflik murni, atau bisa saja kontak dua-tahap.
Tahap pertama adalah persuasi, dan tahap kedua adalah konflik dan benturan. Kebijakan
yang dianut suatu mazhab dalam hal ini menjelaskan pandangan mazhab
bersangkutan mengenai efektivitas kekuatan logika dan nasihat serta batas-batas
efektivitas kekuatan logika dan nasihat. Juga menjelaskan pandangan mazhab itu
mengenai progresi sejarah dan peran konflik di dalamnya. Kini akan kami bahas
segi lainnya. Mari kita perhatikan kesadaran seperti apa yang berupaya
dibangkitkan Islam, dan bagaimana caranya mengajak manusia untuk menerima
pesannya.
Persepsi Islam memahdang
sangat penting keyakinan bahwa Tuhan adalah Sumber dan keyakinan bahwa ada Hari
Kebangkitan. Inilah metode yang digunakan Al-Qur'an untuk menanamkan ajarannya.
Al-Qur'an mengatakan bahwa metode itu juga digunakan oleh nabi-nabi sebelumnya.
Kesadaran yang dibangkitkan Islam adalah kesadaran akan pertanyaan: "Dari
mana kita datahg? Sekarang kita ada di mana? Dan ke mana tujuanmu? Dari mana
datangnya dunia ini? Tahap apa yang tengah dilaluinya? Ke arah mana
tujuannya?" Tanggung jawab pertama yang diciptakan para nabi adalah tanggung
jawab manusia terhadap seluruh alam dan kehidupan. Tanggung jawab sosial adalah
bagian dari tanggung jawab ini. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya,
Surah-surah Al-Qur'an yang turun di Mekah selama 13 tahun pertama misi Nabi
Muhammad saw hampir tidak membicarakan pokok masalah lain selain tentang Tuhan
sebagai Sumber dan tentang Hari Kebangkitan.[1]
Nabi saw mengawali misinya
dengan pernyataan, "Katakanlah, tak ada Tuhan selain Allah, agar kamu memperoleh
keberhasilan." Ini merupakan suatu gerakan keagamaan yang bertujuan
menyucikan keyakinan dan pikiran manusia. Memang tauhid luas dimensinya. Jika
semua ajaran Islam dianalisis, maka dapat diikhtisarkan sebagai tauhid. Dan
jika tauhid dikembangkan, maka meliputi semua ajaran ini. Namun kita tahu bahwa
pada awalnya arti doktrin ini tak lebih dari keberpalingan intelektual dan
praktis dari doktrin dan ibadah kemusyrikan ke doktrin dan ibadah tauhid.
Seandainya doktrin ini luas artinya, tentu orang pada masa itu tidak
mengetahuinya.
Ajaran ini, yang berakar
dalam kedalaman fitrah manusia, membentuk dalam diri pengikut para nabi
semangat besar untuk membela agama mereka, berupaya keras menyebarkannya, dan
tidak ragu-ragu untuk bekorban jiwa dan harta demi agama mereka. Para nabi
memulai dengan apa yang di zaman kita dikenal sebagai suprastruktur masyarakat,
dan berangsur-angsur mencapai infrastrukturnya. Dalam mazhab para nabi, manusia
lebih memperhatikan agama dan keyakinannya dibanding keuntungan dan kepentingan
pribadinya. Dalam mazhab ini, keyakinan dan pikiran merupakan infrastrukturnya,
sedangkan kerja, yaitu kontak dengan alam dan karunia alam serta dengan
masyarakat, adalah supra-strukturnya. Setiap ajaran agama harus mengandung
prediksi. Dengan kata lain, harus disertai kesadaran bahwa Allah SWT adalah
Sumber dan bahwa ada Hari Kebangkitan. Para nabi memobilisasi masyarakat dengan
menghidupkan perasaan seperti ini, dengan mengembangkan kesadaran ini dan
dengan menyingkirkan debu-debu yang menutupi hati nurani, dengan bersandar pada
keridaan Allah, perintah-perintah-Nya dan pembalasan-Nya. Dalam Al-Qur'an,
keridaan Allah disebut-sebut di tiga belas tempat. Dengan menekankan masalah
spiritual ini, Al-Qur'an memobilisasi masyarakat beriman. Memahami fakta ini
bisa disebut sadar akan Tuhan atau kosmos.
Dalam kategori selanjutnya
ada ajaran Islam yang mengarahkan perhatian manusia kepada martabat dan posisi
unggulnya sendiri. Menurut Islam, manusia bukanlah binatang yang pada awalnya
persis seperti primata lainnya, namun manusia begitu piawai dalam bertahan
hidup sehingga setelah beratus-ratus juta tahun posisinya jadi seperti sekarang
ini. Manusia justru makhluk yang di dalam dirinya ada nuansa roh ilahiah, yang
di hadapannya para malaikat bersujud. Meskipun ada sifat-sifat hewaniah seperti
hawa nafsu dan sifat buruk, manusia itu sendiri tetap merupakan esensi murni
yang menentang penumpahan darah, kebohongan, kerusakan, kehinaan, kebencian,
kekerasan dan tirani. Manusia merupakan perwujudan kemuliaan (kekuatan)
ilahiah. Al-Qur'an mengatakan: Kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang mukmin (QS. al-Munâfiqûn: 8).
Ketika Nabi saw bersabda,
"Manusia baru mulia kalau dia tidak
tidur di malam hari dan kalau dia tidak membutuhkan pertolongan orang lain."
Atau ketika Imam Ali bin Abi Thalib as berkata kcpada sahabat-sahabatnya di
Shiffin, "Kalau kalian meninggal
sebagai pemenang, itulah kehidupanmu, dan kalau kalian hidup sebagai pecundang,
itulah kematianmu" (Nahj al-Balâghah, khotbah 51). Atau ketika Imam
Husain bin Ali as berkata, "Bagiku
mati tak lain adalah keberuntungan, sedangkan hidup bersama tiran tak lain
adalah duka cita yang luar biasa."
Semua perkataan di atas
menekankan arti martabat dan kemuliaan yang dimiliki manusia berkat fitrahnya.
Tahap ketiga adalah tahap kesadaran akan hak dan tanggung jawab sosial. Dalam
Al-Qur'an dijumpai beberapa contoh yang menekankan hak yang hilang dengan
tujuan mendorong orang untuk melakukan gerakan. Al-Qur'an mengatakan, Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah,
baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak, yang semuanya berdoa: "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dan negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya,
dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari
sisi-Mu!" (QS. an-Nisâ': 75).
Dalam ayat ini, untuk
meyakinkan orang agar berjihad, dua nilai spiritual mendapat penekanan: (1)
Gerakan mereka adalah demi Allah. (2) Orang-orang tak berdaya tengah ditindas
oleh tiran. Dalam ayat berikut ini Al-Qur'an mengatakan: Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah.
"Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, tentulah telah dirubuhkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha-kuat lagi Maha Perkasa.
(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan mereka di muka bumi, niscaya mereka
mendirikan salat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah
perbuatan yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan (QS. al-Hajj:
39-41).
Dalam ayat ini kita
melihat bahwa seraya memberikan izin berjihad, disebutkan hak-hak kaum Muslim
yang hilang. Pada saat yang sama, juga disebut-sebut sebuah nilai yang lebih
tinggi daripada hak-hak yang hilang, dan yang menjadi filosofi pembelaan.
Al-Qur'an mengatakan bahwa jika tidak dilakukan jihad, dan kaum mukmin tidak
berbuat apa-apa, maka keselamatan masjid dan rumah ibadah lainnya, yang menjadi
jantung kehidupan spiritual masyarakat, terancam bahaya dan tidak lagi akan
berfungsi. Al-Qur'an mengatakan: Allah
tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya (QS. an-Nisâ': 148). Jelaslah ini merupakan dorongan
kepada kaum tertindas untuk melakukan perlawanan. Setelah mengecam para penyair
yang berlebihan pikiran khayalnya, Al-Qur'an menambahkan: Kecuali orang-orang
(penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan
mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman (QS. asy-Syu'arâ`: 227).
Kendatipun, menurut
Al-Qur'an dan sunah Nabi, adalah dosa besar kalau menerima tirani dan setiap
orang berkewajiban mengaktualisasikan hak-haknya, namun hal-hal ini disebutkan
sebagai nilai-nilai yang ada segi manusiawinya. Al-Qur'an tidak bersandar pada
obsesi jiwa, juga tidak membangkitkan rasa cemburu atau hawa nafsu. Misal, Al-Qur'an
tak pernah mengatakan bahwa kelompok ini atau itu gaya hidupnya mewah, kenapa
kamu tidak menggantikan mereka?
Kalau ada upaya merebut atau
menjarah harta kita, Islam melarang kita tinggal diam dengan alasan harta
tersebut tak ada nilainya. Juga, kalau ada upaya melanggar kehormatan kita,
maka kita wajib memandang serius masalah ini atau kita tidak boleh tinggal
diam. Menurut hadis, seseorang yang terbunuh karena membela kehormatannya atau
hartanya, maka dia dianggap syahid yang mengorbankan jiwanya demi Allah SWT.
Jika Islam mendesak orang untuk mempertahankan hartanya, itu tidak berarti
bahwa Islam memintanya untuk menimbun harta atau untuk serakah. Islam hanya
memintanya untuk mempertahankan hak-haknya. Juga, bila Islam memandang wajib
mempertahankan kehormatan, itu karena Islam memandang kehormatan sebagai nilai
sosial tertinggi dan memandang manusia sebagai penjaga nilai ini.
2. Terminologi Ideologi
Setiap mazhab
mengidentifikasi pengikutnya dengan nama khusus. Misal, teori rasial merupakan
ciri khas penganut teori itu. Bila mereka mengatakan "Kami", maka
yang mereka maksud adalah orang kulit putih. Teori Marxis adalah teori pekerja.
Pengikut mazhab ini menyebut diri mereka pekerja. Bila mereka mengatakan
"Kami", maka yang mereka maksud adalah pekerja. Kaum Kristiani
menganggap diri mereka berasal dari person Kristus, seakan-akan mereka tak
memiliki doktrin atau ideologi. Tanda identitas mereka adalah mereka mencari
Kristus dan ingin bersamanya.
Ciri khas Islam adalah
Islam tidak menggunakan label ras, kelas, profesi, daerah atau individu untuk
mazhab dan pengikutnya. Penganut mazhab ini tidak dikenal dengan sebutan Arab,
Semit (keturunan Syem, putra Nuh (Gen. 10: 21 dan halaman-halaman berikutnya),
seperti orang Yahudi, Arab, Assirian dan Phoenician— pen.), orang miskin, orang
kaya, orang tertindas, orang kulit putih, orang kulit hitam, orang Asia, orang
Timur, orang Barat, pengikut Muhammad, pengikut Al-Qur'an, pengikut Kiblat, dan
seterusnya.
Nama-nama di atas tidak
menggambarkan identitas sejati penganut Islam. Bila muncul soal identitas
mazhab ini dan pengikutnya, semua nama ini pun lenyap. Yang tinggal hanya satu
hal, yaitu hubungan antara manusia dan Allah. Islam artinya adalah tunduk
kepada Allah. Kaum Muslim adalah umat yang tunduk kepada Allah, kepada
kebenaran dan kepada wahyu dan ilham yang datang dari cakrawala kebenaran dan
disampaikan ke hati orang-orang yang sangat mulia. Lantas bagaimana karakter
asasi identitas kaum Muslim? Sebutan apa yang diberikan agama mereka kepada
mereka, dan Islam ingin mereka berada di bawah panji-panji apa? Jawabnya adalah
ketundukan Islam kepada kebenaran. Kriteria persaudaraan yang direkomendasikan
setiap mazhab kepada pengikutnya merupakan sarana yang andal untuk menilai
tujuan-tujuan mazhab. Juga membantu kita untuk memahami pandangan mazhab
mengenai manusia, masyarakat dan sejarah.
3. Syarat untuk Menerima
Sudah dikemukakan
sebelumnya bahwa berbagai mazhab yang berlainan berbeda pandangan mengenai
mekanisme gerakan sejarah. Satu mazhab berpendapat bahwa mekanisme alamiah
gerakan ini adalah tekanan satu kelas terhadap kelas lain. Mazhab yang lain
berpendapat bahwa itu adalah antagonisme antar kelas reaksioner. Mazhab lainnya
lagi berpendapat bahwa mekanisme sejatinya supaya dicari dalam fitrah manusia yang
bersifat evolusioner dan progresif. Beberapa mazhab lain berpandangan lain.
Setiap mazhab, dalam ajarannya, menyebutkan sebab-sebab, kondisi-kondisi, dan
rintangan-rintangan gerakan sejarah yang sesuai dengan konsepsinya mengenai
mekanisme gerakan sejarah. Mazhab yang percaya bahwa mekanisme gerakan sejarah
merupakan tekanan satu kelas terhadap kelas lain, maka agar dapat memobilisasi
masyarakat, mazhab ini mencoba membuat tekanan seperti itu jika belum ada.
Dalam beberapa karyanya, Marx menjelaskan bahwa eksistensi kelas tertindas dan
pecundang mutlak diperlukan bagi munculnya kelas orang merdeka. Pada akhir
kajiannya, Marx mengatakan, "Di manakah letak kemungkinan merdekanya
bangsa Jerman? Jawab kami adalah harus dibentuk sebuah kelas yang terbelenggu."
Ideologi seperti itu memandang pembaruan merintangi revolusi, karena pembaruan
mengurangi tekanan dan kurangnya tekanan berarti mencegah terjadinya ledakan
atau, setidak-tidaknya, revolusi. Sebaliknya, mazhab yang percaya bahwa gerakan
merupakan kualitas asasi masyarakat, tidak pernah menyebutkan penciptaan
belenggu yang membelenggu kelas, karena mazhab ini tidak memandang tekanan
sebagai syarat yang diperlukan bagi terjadinya evolusi, juga tidak memandang
pembaruan sebagai perintang.
Apa yang disebutkan Islam
tentang syarat-syarat yang mendukung kemajuan dan rintangan yang menghalangi
jalannya kemajuan? Dalam Islam, semua syarat dan kesulitan dalam hal ini
berkisar di seputar apa yang disebut kondisi murni fitrah manusia. Itulah
sebabnya, pada beberapa kesempatan, mempertahankan kesucian asasi disebut-sebut
sebagai kondisi. Al-Qur'an mengatakan: Petunjuh bagi mereka yang takwa (QS.
al-Baqarah: 2)[2]. Di beberapa tempat, sinyal hati nurani yang muncul dari rasa
tanggung jawab dan kewajiban terhadap dunia disebut-sebut sebagai kondisi
dengan kata-kata seperti itu: Orang-orang yang lakut akan Tuhan mereka, sedang
mereka tidak melihat-Nya (QS. al-Anbiyâ': 49). Yang takut kepada Tuhan Maha
Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya (QS. Yâsîn: 11).
Di beberapa tempat,
disebut-sebut "karakter asasi (fitrah) yang hidup" sebagai kondisi. Untuk
memberikan peringatan kepada orangyang hidup (hatinya) (QS. Yâsîn: 70). Islam
berpandangan bahwa dakwahnya diterima oleh orang-orang yang bersih, yang punya
rasa tanggung jawab dan hidup wajar. Beda dengan sifat-sifat ini, Islam
menyebutkan sifat-sifat seperti kerusakan rohani dan moral, dosa hati, karat
hati, hati yang tertutup, hilangnya kemampuan untuk memahami kebenaran yang
tersembunyi, hati yang tak peduli, rusaknya jiwa, mengikuti adat dan kebiasaan
leluhur, mengikuti jejak sesepuh dan tokoh, berbuat berdasarkan dugaan, dan
seterusnya. Al-Qur'an memandang semua itu merintangi perkembangan masyarakat
dan gerakan masyarakat menuju kedamaian, kemakmuran dan kemenangan. Hidup berlebihan
dan mewah juga dianggap sebagai perintang, karena hidup yang seperti ini
mengubah manusia menjadi hewan.
Menurut ajaran Islam, kaum
muda lebih siap menerima kebenaran dibanding kaum tua. Alasannya adalah fitrah
mereka belum dicemari oleh polusi jiwa. Juga, kaum miskin, karena tidak
tercemari polusi harta, lebih siap dibanding kaum kaya. Disebutkannya
syarat-syarat ini menunjukkan bahwa, menurut
Al-Qur'an, mekanisme perubahan masyarakat dan sejarah adalah mekanisme
spiritual, bukan mekanisme ekonomi dan material.
4. Jaya dan Jatuhnya Masyarakat
Biasanya setiap mazhab
mengemukakan pandangannya mengenai maju dan mundurnya masyarakat. Sebab-sebab
yang oleh suatu mazhab dianggap sebagai faktor-faktor pokok maju dan mundurnya
masyarakat, memperlihatkan sudut pandangan mazhab itu mengenai masyarakat, dan
mengenai gerakan evolusi sejarah dan kehancurannya. Al-Qur'an, khususnya
berkenaan dengan kisah dan anekdot yang berkaitan dengan masalah-masalah ini,
menjelaskan pandangannya. Mari kita lihat apa saja yang dianggap oleh
Al-Qur'an sebagai hal yang pokok dan infrastruktural dan apa saja yang dianggap
suprastruktural. Apakah menurut Al-Qur'an masalah ekonomi dan materi merupakan
masalah pokok, atau yang menjadi masalah pokoknya adalah masalah doktrin dan
moral, ataukah Al-Qur'an tidak membedakan dua jenis masalah ini?
Dalam Al-Qur'an pada
umumnya, dijumpai empat faktor yang menyebabkan jaya dan jatuhnya suatu
masyarakat. Kami sebutkan empat faktor itu secara ringkas:
Keadilan dan Kezaliman
Hal ini sudah disebutkan
secara tidak langsung oleh Al-Qur'an dalam banyak ayatnya, antara lain ayat
kedua dari Surah al-Qashash yang sudah kami kutipkan sebelumnya. Ayat tersebut
berbunyi, "Sesungguhnya Fir'aun mengagungkan dirinya di muka bumi, dan
memecah belah kaumnya menjadi kasta-kasta. Sebagiannya dia tindas, dia bunuh
anak laki-laki mereka dan biarkan hidup perempuan-perempuan mereka.
Sesungguhnya dia termasuk orangyang berbuat kerusakan".
Dalam ayat ini mula-mula
disebutkan bahwa Fir'aun mengagungkan dirinya. Dia mengklaim sebagai super
dewa dan menganggap yang lain sebagai sahayanya. Dengan cara yang lain dia
membeda-bedakan rakyatnya dan memecah belah mereka. Al-Qur'an mengatakan bahwa
Fir'aun menindas sebagian kaumnya, membunuh anak laki-laki mereka, dan
membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka (dengan tujuan menjadikan mereka
abdi Fir'aun dan sukunya). Al-Qur'an menggambarkan Fir'aun sebagai salah satu
orang yang berbuat kerusakan. Gambaran ini menunjukkan bahwa tirani sosial
seperti yang dilakukan Fir'aun, dapat menghancurkan fondasi masyarakat.
Persatuan dan
Perpecahan
Ayat 103 dari Surah Âli
'Imrân mendesak agar bersatu atas dasar iman dan berpegang kuat pada tali Allah
SWT. Ayat 105 dari Surah yang sama mengatakan, "Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih." Ayat 153 dari Surah
al-An'âm juga berkata hampir sama. Al-Qur'an mengatakan sebagai berikut, Katakanlah:
"Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau
dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang
saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang
lain (QS. al-An'âm: 65). Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan
kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu (QS. al-Anfâl: 46).
Menaati atau Mengabaikan Perintah Allah tentang Amar
Makruf Nahi Munkar
Di banyak tempat,
Al-Qur'an menekankan perlunya menaati perintah Allah ini. Ayat berikut ini
menunjukkan bahwa orang yang mengabaikan kewajiban penting ini akan hancur dan
dilupakan. Satu alasan kenapa Bani Isra'il kehilangan rahmat Allah adalah: Mereka
satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu (QS. al-Mâ`idah:
79).
Kerusakan Moral dan Tak Peduli Hukum
Ada beragam ayat Al-Qur'an
mengenai hal ini. Sebagiannya menggambarkan hidup mewah sebagai penyebab
kehancuran. Dalam banyak ayat lainnya, disebut-sebut kata zhulm (kezaliman,
kekejaman, penindasan, tirani, pelanggaran). Dalam istilah Al-Qur'an, kezaliman
tidak saja berarti pelanggaran hak individu atau kelompok. Juga berarti
kezaliman yang dilakukan seseorang kepada dirinya sendiri atau oleh kaum kepada
diri mereka sendiri. Setiap jenis kerusakan moral dan penyimpangan dari jalan
benar manusia adalah kezaliman. Konsepsi kezaliman dalam Al-Qur'an cukup luas
sehingga mencakup kezaliman yang dilakukan terhadap pihak lain dan pemuasan
perbuatan tak bermoral. Terutama kata ini digunakan dalam Al-Qur'an dalam
artinya yang kedua. Jumlah ayat Al-Qur'an—yang di dalamnya kezaliman dalam
artinya yang lebih luas digambarkan sebagai penyebab kehancuran kaum—terlalu
banyak untuk dikutip di sini.
Dari seluruh kriteria ini
dapat kita pahami pandangan Al-Qur'an mengenai basis masyarakat dan sejarah.
Al-Qur'an mempercayai peran penting banyak hal yang dapat disebut
supra-struktur.
Catatan:
[1] Sebagian dari apa yang disebut intelektual Muslim kontemporer
menafikan adanya satu ayat Al-Qur'an pun yang membicarakan Hari Kebangkitan.
Kalau dalam Al-Qur'an ada sebutan "dunya" (dunia ini), mereka
menafsirkannya sistem rendah kehidupan, yaitu sistem diskriminasi sosial dan eksploitasi.
Dan kalau ada sebutan "akhirah" (akhirat), mereka menafsirkannya
sistem tinggi kehidupan yang bebas dari diskriminasi sosial, ketidakadilan,
eksploitasi dan milik pribadi. Jika "akhirah" artinya seperti ini,
maka itu berarti bahwa Al-Qur'an, seribu tahun sebelum lahirnya mazhab
materialis, menganggap agama sebagai doktrin yang hilang.
[2] Ini menunjukkan bahwa teori Marxis yang menyebutkan bahwa penggunaan
kekuatan tokoh kelas tereksploitasi adalah bermoral, karena perannya penting dalam
mewujudkan kemajuan dan penggunaannya oleh kelas pengeksploitasi adalah tidak
bermoral, karena dalam kasus ini menjadi faktor stagnasi, bukanlah teori yang
benar. Bila mazhab ini percaya bahwa tekanan kelas pengeksploitasi berperan
dalam perkembangan dan reaksi revolusioner kelas tereksploitasi, tentunya
perbuatan kelas pengeksploitasi sama bermoralnya dengan perbuatan kelas
tereksploitasi. Satu-satunya perbedaan antara dua kekuatan itu adalah yang satu
melihat ke masa lalu sedangkan yang satunya lagi melihat ke masa depan. Kalau
tidak, peran keduanya sama. Karena itu kriteria bermoral dan tidak bermoral
mereka tentunya merupakan maksud tersembunyi dan bukan yang satu melihat ke
masa lalu sedangkan yang satunya lagi melihat ke masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar