Oleh Mirza Masroor Ahmad
“Adalah fitrah manusia bahwa dia akan lebih mudah mendengar pendapat
tentang sesuatu dari orang-orang yang sama atau sebangsa daripada mendengar
dari orang lain”
Pendapat Positif tentang Nabi Muhammad s.a.w:
George Sale dan Spanhemius
George Sale, seorang penulis yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Inggris telah menulis di bukunya ‘The Koran’ di bagian ‘The Reader’. Bagian itu bukan dalam rangka membenarkan tentang Islam. Begitu pula seorang penulis bernama Spanhemius. Ia juga seorang penentang Islam. Tapi ia menulis, ”Muhammad [s.a.w.] memiliki kemampuan fitrati yang sangat luhur, sangat rupawan, cerdas dan berpandangan jauh ke depan, sangat disegani dan pencinta serta pelindung orang-orang miskin. Dalam menghadapi musuh selalu berada di garis depan dengan gagah berani. Yang sangat menonjol adalah beliau sangat menjunjung tinggi, sangat menghormati dan mencintai Tuhannya. Membenci orang-orang pendusta, pelaku maksiat, orang-orang pelaku ghibat dan pelaku sumpah dusta, pemboros, serakah dan sangat keras menentang pelanggar hukum dan pemberi kesaksian dusta. Sangat tegas mengajar kejujuran, dermawan, kasih-sayang, rasa syukur, menghormati orang tua dan para leluhur, dan sangat sibuk dalam memuji keagungan Tuhan.” [1]
Semua orang yang menulis ini (sekalipun telah menyatakan pujian-pujian yang sangat baik), di tempat lainnya juga melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak wajar kepada Rasulullah s.a.w..
Pendapat Stanley Lane-Poole dan H. G Wells dan De Lace O’Leary
Penulis
lain Stanley Lane-Poole telah
menulis; "Beliau memaafkan orang-orang Qurays untuk
tahun-tahun kesedihan dan cemoohan kejam yang telah ditimpakan mereka kepada
beliau, dan memberikan pengampunan kepada seluruh penduduk Mekkah.. Dengan
demikian Muhammad [saw] kembali memasuki kota kelahirannya. Dari semua sejarah
penaklukan tidak ada kemenangan yang sebanding dengan yang satu
ini." [2]
H. G Wells seorang penulis sejarah (sejarawan) telah menulis dalam bukunya yang berjudul ‘Outline of History’, Sebuah bukti kebenaran yang besar tentang Nabi ini adalah bahwa orang yang paling banyak mengetahui tentang pribadi beliau-lah yang pertama beriman kepada beliau… Muhammad [s.a.w.] sekali-kali bukanlah seorang pendusta… Dan hakikat ini tidak dapat dibantah bahwa dalam dalam Islam terdapat banyak sekali kelebihan dan keistimewaan dan memiliki banyak sekali sifat yang agung…. Nabi Islam ini telah meletakkan asas kemasyarakatan dimana kezaliman dan kekejaman telah dihapuskan.” [3]
Selanjutnya, De Lace O’Leary dalam bukunya ‘Islam at the Cross roads’ (Islam di Persimpangan-Persimpangan Jalan) menulis: “Sejarah telah dengan terbuka menyatakan bahwa bagi para ahli sejarah adanya kisah yang menyebut kaum Muslimin demikian menyukai kekerasan lalu mendapatkan kemenangan serta memaksakan Islam diantara bangsa-bangsa dengan pedang merupakan sebuah kisah aneh dan mengherankan.” [4] Demikianlah yang ditulis oleh para sejarawan, bahwa kemenangan dengan pedang adalah mustahil. Ini cerita yang aneh.
Pendapat Mahatma Gandhi dan Letnan Jenderal Sir John Bagot Glubb
Mahatma Gandhi di dalam suratkabar ‘Young India’ menulis: Saya ingin sekali mengetahui segala sesuatu mengenai manusia itu yang telah memerintah jutaan orang tanpa penentangan. Setelah mempelajari kehidupannya, bertambahlah saya yakin bahwa di zaman itu Islam telah memenangkan hati orang-orang tidak dengan pedang, akan tetapi dengan kesederhanaan sang Rasul itu, beliau biasa bekerja dengan riang gembira, sangat teguh dan teliti dalam memenuhi janji, sangat erat hubungannya dengan sahabat dan pengikutnya, pemberani dan sangat meyakini sempurnanya misinya, inilah hal-hal yang membuat beliau dapat menyingkirkan semua kesulitan dan semua orang menyertainya. Ketika saya telah menyelesaikan bab kedua membaca buku mengenai perjalanan hidup Rasul ini, saya pun menjadi demikian bersedih dikarenakan telah tamatnya buku itu." [5]
Letnan Jenderal Sir John Bagot Glubb yang wafat pada tahun 1986 menulis: “Pendapat apapun yang dikemukakan oleh pembaca buku (yang ditulis oleh beliau) tidak dapat diingkari bahwa Muhammad [s.a.w.] mempunyai persamaan pengalaman rohaniah dengan para leluhur dan orang-orang suci Kristen yang sangat mengherankan telah tercatat dalam Kitab Perjanjian lama dan Kitab Perjanjian baru. Boleh jadi mempunyai persamaan dengan para leluhur dan orang-orang suci penerima wahyu dan kasyaf dari agama Hindu dan Agama-agama lainnya juga. Lagi pula, pengalaman seperti itu merupakan tanda bagi permulaan kehidupan orang-orang suci dan mulia. Menganggap peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai penipuan diri sendiri nampaknya sebuah penilaian yang tidak patut, sebab banyak sekali pengalaman seperti itu dialami oleh orang-orang suci yang sudah lampau yang telah beribu tahun lamanya dan ribuan mil jauhnya yang tidak pernah diketahui atau pernah didengar oleh satu sama lain. Namun, sekalipun demikian, dalam peristiwa-peristiwa itu terdapat persamaan satu sama lain yang luar biasa. Sebuah pendapat tidak masuk akal apabila persamaan semua ru’ya atau kasyaf yang sangat mengherankan itu dianggap telah dibuat-buat oleh diri mereka sendiri. Sekalipun mereka saling tidak mengenal satu sama lain.” [6]
Selanjutnya dia telah menulis tentang orang-orang Muslim awal yang hijrah ke Abessinia katanya: “Dari daftar dapat diketahui bahwa semua orang yang telah masuk Islam pergi ke Abyssinia dan Muhammad [s.a.w.] tentu tinggal bersama dengan hanya beberapa orang pengikut saja di tengah-tengah masyarakat Mekkah yang sedang keras memusuhi beliau. Dari keadaan demikian membuktikan bahwa beliau [s.a.w.] memiliki standar tinggi dalam hal akhlak, keberanian serta keyakinan yang sangat tangguh.”
Pendapat John William Draper dan William Montgomery
John William Draper di dalam bukunya ‘History of The Intelectual Development of Europe’ menulis: “Empat tahun setelah kematian Justinian, A.D. 569 di Mekkah Arabia, telah lahir seorang yang telah meninggalkan banyak sekali kesan agung terhadap manusia dan dia adalah Muhammad [s.a.w.], yang kebanyakan orang-orang Eropa menganggapnya ‘pendusta’. .. Akan tetapi beliau memiliki kelebihan dan keistimewaan yang telah menentukan perjalanan nasib berbagai bangsa. Beliau seorang prajurit yang bertabligh, mempunyai kefasihan berbicara sangat tinggi dan gagah berani di medan peperangan. Agama beliau hanyalah “Tuhan adalah Tunggal” (Ikhtisar agama hanya satu yaitu Tuhan itu Satu)… Untuk menjelaskan kebenaran ini, beliau tidak membahas dengan lisan saja, namun beliau membuat masyarakat Islam lebih baik dengan mengajar para pengikutnya dalam praktik tentang kebersihan, rajin menunaikan shalat, melaksanakan puasa dan amal-amal saleh lainnya. Beliau mengutamakan derma diatas perkara-perkara lainnya.” [7]
William Montgomery seorang Orientalis telah menulis didalam sebuah bukunya ‘Muhammad at Medina’, “Lebih banyak merenungkan Sirat Muhammad [s.a.w.] dan Tarikh awal permulan Islam, manusia akan merasa lebih kagum dan heran menyaksikan kemenangan dan kemajuan sangat luas yang telah diraih oleh beliau. Situasi seperti pada waktu itu telah dijumpai oleh beliau yang sangat jarang sekali dijumpai oleh orang-orang lain, sehingga beliau seorang insan yang sangat cocok dan sesuai sekali dengan keadaan zaman pada waktu itu. Jika beliau tidak mempunyai pandangan jauh ke depan, sebagai negarawan, tidak mempunyai kemampuan yang istimewa untuk menjalankan pemerintahan, tidak tawakkal kepada Allah dan tidak yakin sepenuhnya bahwa Allah Ta’ala telah mengutus beliau [s.a.w.] maka kisah kehidupan beliau yang sangat penting dan patut dikenang itu akan terlupakan oleh Tarikh. Saya sangat berharap semoga hasil penelitian riwayat hidup beliau yang saya susun ini akan menolong dan menambah segar dalam memberikan penilaian dan penghargaan terhadap salah seorang Bani Adam yang sangat agung dan sangat mulia ini.” [8] Perlu diketahui bahwa kesaksian mengenai Nabi [s.a.w.] ini diberikan oleh seorang yang tidak pernah melihat sendiri Nabi s.a.w..
Pendapat Reginald Bosworth Smith
Selanjutnya, sejarawan Kristen terkenal, Reginald Bosworth Smith, telah menulis: “Sebagai Pemimpin agama dan negara, dan berkualitas sebagai Governor (bakat dan kemampuan memerintah), dan dua kepribadian Raja dan Kaisar telah terkumpul dalam satu pribadi Muhammad [s.a.w.]. Beliau seorang Pope (Paus) tapi tanpa kebesaran sebagai Pope, beliau seorang Kaisar namun tanpa pasukan kebesaran Kaisar. Jika di dunia ada orang yang berhak berkata bahwa tanpa pasukan tentara pengawal kebesaran, tanpa pasukan Pengawal Istana dan tanpa pengawal pribadi, hanya atas nama Allah Ta’ala menegakkan keamanan dan kedamaian di atas dunia, maka tiada lain orang itu hanyalah Muhammad [s.a.w.]. Beliau memperoleh semua kekuatan tanpa dukungan siapapun.” [9]
Selanjutnya
R. Bosworth Smith menulis dalam bukunya ‘Muhammad and Muhammadanism’: “Orang-orang yang
mula-mula sekali menerima misi beliau adalah orang-orang yang betul-betul tahu
pribadi beliau [s.a.w.], misalnya istri beliau, hamba sahaya beliau, saudara
sepupu beliau dan sahabat beliau sejak lama. Tentang mana [] Muhammad [s.a.w.]
sendiri berkata, ‘Diantara orang-orang yang mula-mula masuk Islam adalah
manusia-manusia nomor satu yang tidak pernah mundur dalam menghadapi setiap
jenis rintangan dan tidak pernah menyatakan gelisah.’ Seperti utusan-utusan
Tuhan lainnya, takdir [] Muhammad [s.a.w.] tidaklah kecil [biasa saja], sebab,
yang menolak keagungan beliau hanyalah orang-orang yang tidak mempunyai pengetahuan
yang benar tentang jati diri beliau s.a.w..” [10]
Selanjutnya
Bosworth juga menulis: “Muhammad [s.a.w.] bukan hanya melarang adat kebiasaan
terlarang saja bahkan beliau menghapuskannya secara total. Seperti kebiasaan
orang mengorbankan anak kecil yang disayanginya dengan membunuhnya, permusuhan
berdarah, mengawini sejumlah perempuan tanpa batas, penganiayaan terhadap para
sahaya yang tidak kenal henti, minum arak dan judi. (Jika beliau tidak
bertindak demikian) maka adat kebiasaan buruk ini akan terus merebak tanpa
mengenal berhenti sampai ke wilayah-wilayah Arab dan negara-negara sekitarnya..
(dan beliau telah mengakhiri semua.)” [11]
Selanjutnya
ia menulis: “[] Muhammad [s.a.w.] dalam kebaikan maksud dan
tujuannya dan dalam semua kebaikan-kebaikannya mempunyai dasar iman yang sangat
mendalam. Apa yang beliau kerjakan, orang lain tidak dapat melakukannya tanpa
memiliki keyakinan yang sedalam-dalamnya.” (Yakni, keimanan dan keyakinan
beliau yang besar atas kebenaran dakwah beliau dan pengutusan beliau dari Allah
Ta’ala-lah yang membuat perubahan ini dapat terjadi.). [12] “Setiap
peristiwa yang terjadi dalam kehidupan beliau, menguatkan bukti bahwa beliau
adalah seorang insan pecinta kebenaran, gelora semangat untuk berkarya
(beramal) sambil bertahan dengan tabah dan sabar menghadapi berbagai macam
kesulitan dan kesusahan yang akhirnya secara setapak demi setapak sampai ke
tujuannya.”[13]
Selanjutnya
ia menulis, “Perkataan bahwa bangsa Arab di waktu itu memerlukan
inqilaab (revolusi) atau dalam kata lain waktu untuk kedatangan seorang Rasul
baru sudah tiba, jika memang demikian maka Muhammad-lah orangnya. Para penulis
zaman sekarang yang mengemukakan pendapat tentang itu Springer telah
membuktikan bahwa kedatangan Muhammad [S.a.w.] adalah sesuai dengan yang
ditunggu-tunggu bertahun-tahun lamanya dan telah dinubuatkan juga.” [14]
Selanjutnya
Bosworth Smith menjelaskan, “Secara keseluruhan saya tidak merasa heran apabila
terjadi banyak perubahan terhadap Muhammad [s.a.w.] disebabkan timbul berbagai
macam keadaan, namun yang menakjubkan saya adalah keadaan kepribadian beliau
sangat sedikit mengalami perubahan sekalipun dirundung dengan terjadinya
berbagai macam peristiwa, sebagai penggembala kambing di belantara padang
pasir, sebagai pedagang ke negeri Syam, pengalaman di hari-hari bersemedi
(bertahannuts) di Gua Hira, sebagai Muslih (reformer) sebuah Jemaat minoritas
ketika berada di Mekkah, di masa-masa pengasingan di Medinah, sebagai Pemenang
yang gemilang, memiliki kedudukan sederajat dengan Kaisar dan Kisra Iran, kita
dapat menyaksikan keteguhan hati dan ketabahan beliau [s.a.w.] berjalan secara
konstan (tetap teguh). Keadaan luar Muhammad [s.a.w.] mengalami
perubahan-perubahan namun keagungan pribadi dan akhlaki beliau sedikitpun tidak
mengalami perubahan. Saya tidak yakin jika orang lain akan mampu menghadapi
keadaan luar yang banyak sekali mengalami beraneka macam perubahan.” [15]
Pendapat Washington Irving dan Sir William Muir
Washington
Irving dalam bukunya ‘Life of Muhammad’ menulis: “Dalam meraih
kemenangan-kemenangan di waktu peperangan beliau [s.a.w.] tidak pernah
menunjukkan kebanggaan, tidak pernah takabbur dan tidak pernah menunjukkan
suatu kebesaran atau kemegahan. Jika dalam kemenangan itu ada unsur tujuan
pribadi maka pasti beliau berlaku seperti itu. Di waktu memegang kekuasaan yang
cemerlang pun beliau bersikap sederhana dan merendahkan diri sekalipun beliau
dalam keadaan yang sangat sulit sehingga dalam kehidupan sebagai raja pun jika
seseorang masuk kedalam ruangan rumah beliau dan melakukan penghormatan yang
tidak perlu, beliau menyatakan tidak senang terhadapnya.” [16]
Sir William Muir, yang disamping seorang Orientalis juga adalah
seorang yang cukup menentang [Islam], beliau pun telah menulis: “Beliau menyempurnakan
tiap-tiap pekerjaan beliau sendiri, dan kebiasaan beliau adalah tidak
menjangkau apa-apa jika tidak betul-betul ada di hadapan beliau. Begitu juga
kebiasaan beliau dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat apabila beliau
sedang bercakap dengan seseorang sambil menatap mukanya maka beliau tidak
menghadap kepadanya dengan separuh muka melainkan dengan sepenuh muka dan badan
menghadap kepadanya dan dengan sikap yang serius kepadanya. Di waktu berjabat
tangan beliau tidak melepaskan tangan sebelum orang lain melepaskan tangan
beliau. Begitu juga bila beliau bercakap-cakap dengan orang yang asing tidak
meninggalkannya di tengah percakapan dan tidak pula memalingkan telinga
darinya.Beliau menjalani kehidupan dengan penuh kesederhanaan. Kebiasaan beliau
adalah setiap memerlukan sesuatu, beliau lakukan dengan tangan beliau sendiri.
Apabila memberi sedekah beliau berikan dengan tangan sendiri langsung kepada
pengemis. Beliau membantu istri-istri beliau dalam pekerjaan rumah tangga...
Para delegasi dan tamu-tamu yang datang dari luar daerah beliau sambut dengan
ramah-tamah dan muka ceria sambil mengucapkan selamat datang kepada mereka
dengan penuh hormat dan mesra. Beliau sangat mudah dihubungi laksana air sungai
mengalir menuju tepi. Dalam menyambut kedatangan para delegasi dan dalam
memecahkan perkara-perkara pemerintahan lainnya dapat dibuktikan dari Sejarah
bahwa dalam diri Muhammad [s.a.w.] tersimpul semua kemampuan dan kebijaksanaan
yang sempurna. Dari semua perkara yang mengherankan adalah beliau tidak dapat
menulis.”
Selanjutnya,
inilah tulisan William Muir, “Yang mengherankan lagi, Muhammad [s.a.w.] mempunyai
kesopanan dan pertimbangan akhlak yang luhur sekalipun terhadap pengikut yang
dianggap rendah dan tidak begitu penting. Kerendahan hati, kebaikan, kesabaran,
pengorbanan diri dan kemurahan menghiasi keindahan prilakunya dan menciptakan
kecintaan dalam hati orang-orang di sekelilingnya. Beliau tidak suka menolak
dengan mengeluarkan perkataan ‘tidak.’ Jika beliau tidak bisa memenuhi permintaan
seseorang dengan jawaban yang positif beliau memilih sikap diam. Beliau tidak
pernah menolak undangan sekalipun dari orang yang sangat miskin sekali. Dan
beliau tidak pernah menolak hadiah sekecil apapun dari para sahabat beliau.
Yang sangat menakjubkan lagi adalah apabila beliau berada di tengah-tengah
suatu pertemuan setiap orang menganggap beliau tamu yang paling penting dan
paling utama.
Apabila
beliau menjumpai seseorang telah meraih suatu kejayaan maka beliau dengan
hangat menyambut sambil menjabat tangannya dan merangkulnya. Beliau dengan
lemah lembut menyatakan rasa simpati terhadap orang-orang yang lemah dan
miskin. Beliau berlaku sangat kasih sayang terhadap anak-anak kecil yang kerap
kali mengerumuni beliau. Tanpa merasa enggan beliau mengucapkan salam terhadap
anak-anak yang sedang bermain-main di tepi jalan. Di musim paceklik dimana
banyak orang kelaparan beliau mengajak orang-orang makan bersama dan
beliau selalu berusaha mencari kemudahan bagi orang lain. Kebaikan, kedermawanan
dan kelemahlembutan tabiat beliau menembus dan menghiasi semua akhlak karimah
beliau.
Muhammad
[s.a.w.] seorang kawan yang sangat setia. Beliau mencintai Abu Bakar lebih dari
mencintai saudara sendiri. Kasih sayang terhadap Ali seperti saudara kandung
sendiri. Zaid seorang sahaya beragama Kristen begitu lekat mencintai Muhammad
[s.a.w.] sehingga ia enggan kembali kepada ibunya yang sedang sakit dan
merindukannya dan memilih tinggal di Mekkah bersama beliau [s.a.w.]. Sambil
melekatkan diri kepada Muhammad [s.a.w.] Zaid berkata: ‘Saya tidak akan
meninggalkan engkau! Engkaulah ibu dan bapak saya!’ Persahabatan Muhammad
berakhir sampai Zaid meninggal dunia, dan anaknya, Usamah diperlakukan secara
istimewa oleh Muhammad [s.a.w.] demi menghormati ayahnya.
Utsman
dan Umar juga mempunyai hubungan yang istimewa dengan Muhammad [s.a.w.]. Di
waktu Bai’at Ridwan di Hudaibyah demi keselamatan menantu yang istimewa itu
beliau bertekad untuk menyerahkan jiwa-raga beliau sebagai bukti hubungan
persahabatan yang sangat kuat dan erat sekali. Masih banyak lagi contoh
kecintaan Muhammad tanpa ragu terhadap para sahabat beliau. Kecintaan beliau
kepada siapapun, tidak syak lagi, sungguh pada tempatnya, dan kecintaan yang
hangat dan sangat mendebarkan hati sungguh menjadi teladan bagi semua.”
Selanjutnya
ia menulis: “Di kala kekuatan dan kekuasaan sudah sampai ke
puncaknya juga Muhammad [s.a.w.] tetap adil dan sederhana. Perlakuan lemah
lembut terhadap musuh-musuh juga beliau tidak menguranginya sedikitpun,
sehingga merekapun dengan senang hati menerima da’wa beliau. Kejahatan dan penganiayaan penduduk Mekkah secara
terus-menerus terhadap beliau sampai waktu yang sangat panjang, diwaktu terjadi
Fatah Mekkah menghendaki agar pembalasan terhadap mereka secara berdarah berhak
dilakukan. Akan tetapi selain beberapa pelaku kejahatan beserta semua penduduk
Mekkah telah dimaafkan oleh Muhammad [s.a.w.]. Dan semua kejahatan yang telah
berlaku terhadap beliau dimasa lampau telah dilupakannya. Sekalipun
pelaku-pelaku penghinaan, caci maki dan pengkhianatan itu bahkan orang yang
sangat keras memusuhi beliau juga telah diperlakukan dengan pertimbangan yang
sangat baik.
Di
Madinah, Abdullah bin Ubay bersama rekan-rekanya yang munafik yang selama
bertahun-tahun melakukan pelanggaran dan hambatan-hambatan terhadap kegiatan
Missi beliau dan selalu melukai perasaan hati beliau [s.a.w.], memberi ma’af
kepada mereka juga merupakan teladan cemerlang yang patut ditiru. Begitu juga perlakuan
lemah-lembut terhadap Kabilah-kabilah yang melakukan permusuhan keras dihadapan
beliau dan sebelum terjadi Fatah Mekkah juga melakukan perlawanan yang sangat
keras, terhadap mereka juga beliau berlaku sangat lunak.” [17]
Meskipun ia menulis di
beberapa tempat yang menentang Al-Qur'an dll, di
sini ia menulis: Untuk kebenaran Muhammad [s.a.w.] ada satu tanda
pendukung kebenaran yang sangat kuat yaitu siapapun yang beriman dan
masuk Islam pada awal permulaan da’wa beliau, mereka itu orang-orang yang
memiliki perangai dan prilaku yang bermutu tinggi. Bahkan kawan-kawan dekat dan
kaum keluarga beliau juga, yang betul-betul mengetahui seluk-beluk kehidupan
beliau [s.a.w.], mereka tidak dapat melihat sedikit pun suatu kelemahan beliau
seperti yang biasa dilakukan orang munafik, dimana gerak-gerik dan perangai di
luar berlainan dengan yang diperbuat di dalam rumah tangga sendiri.” [18]
Pendapat Sir Thomas Carlyle
Sir
Thomas Carlyle menulis mengenai keadaan ummi beliau s.a.w., “Satu perkara yang
tidak dapat dilupakan bahwa beliau tidak menerima pendidikan sekolah apapun.
Sekalipun di sebuah sekolah yang disebut ‘school-learning’ pun beliau tidak
pernah belajar. Kebudayaan menulis bagi Bangsa Arab adalah hal baru [kemudian].
Pendapat yang mengatakan bahwa Muhammad [s.a.w.] tidak pernah bisa menulis,
adalah benar. Pendidikan beliau berlaku di sekitar pengalaman lingkungan padang
Sahara dan bukit-bukit pegunungan tandus. Dengan sarana dunia terbatas, dari
tempat yang gelap, dengan daya kekuatan mata dan daya pikir sendiri apa yang
dapat diperolehnya? Lebih mengherankan lagi, apabila kita memikirkan hal itu,
buku-buku pun tidak ada di sana. Di padang Sahara Arab yang sunyi senyap,
seseorang tidak dapat mengetahui suatu ilmu apapun kecuali dengan tutur tinular
(pembicaraan dari mulut ke mulut, dari satu keturunan ke keturunan selanjutnya)
dan apa-apa yang dapat disaksikan oleh kedua matanya sendiri.
Perkataan-perkataan hikmah kebijaksanaan yang sudah ada sebelum beliau atau
yang suduh ada di daerah Arab yang lain, disebabkan tidak ada sarana untuk
menyampaikannya kepada beliau, hal itu bagi beliau sama saja dengan tidak ada
sama sekali. Dengan demikian manusia yang sangat agung ini tidak pernah
mengadakan wawan-cakap langsung dengan penguasa atau pun ulama. Beliau tinggal
seorang diri bersama alam di tengah-tengah Gurun Sahara tandus, dan alam dan
poros pemikiran beliau terus dalam keadaan demikian.” [19]
Selanjutnya
ia menulis mengenai pernikahan beliau dan hubungan rumahtangga beliau: “Bagaimana beliau
menjadi teman hidup Khadijah (r.a.)? Bagaimana beliau menjadi pelaksana bisnis
seorang janda kaya raya, kemudian berjalan jauh memburu pasar-pasar di Negeri
Syam (Suriah)? Bagaimana beliau melakukan itu semua? Setiap orang tahu betul
bahwa beliau lakukan itu semua dengan sangat jujur dan ketangkasan serta
kepakaran yang luar biasa. Mengapa timbul rasa hormat dan syukur dalam hati
Khadijah (r.a.) kepada beliau? Kisah perkawinan mereka, sebagaimana para
penulis Arab telah menguraikannya, adalah sangat mengesankan hati dan layak
untuk diketahui. Umur Muhammad [s.a.w.] pada waktu itu 25 tahun sedangkan
Khadijah 40 tahun. Dapat diketahui bahwa kehidupannya dengan wanita yang baik
hati itu sangat bahagia, tenteram dan penuh kasih sayang satu sama lain. Beliau
sangat mencintai Khadijah dengan kecintaan yang hakiki dan telah menjadi buah
hati beliau sendiri. Beliau tidak mungkin disebut Nabi palsu sebab sepanjang
kehidupan beliau sedikitpun tidak ada suatu yang mengundang kritik. Sepanjang
kehidupan beliau sangat tenang dan tenteram, hingga masa muda beliau
berlalu.” [20]
Selanjutnya
Thomas Carlyle menulis, “Perkara yang masyhur di kalangan kita orang-orang
Kristen masa kini menuduh Muhammad [s.a.w.] seorang Nabi palsu dan pendusta.
Agamanya semata-mata khayalan belaka dan palsu penuh dusta. Sekarang semua
anggapan dan tuduhan orang-orang itu telah terbukti salah. Kata-kata dusta
orang-orang Kristen yang penuh kebencian ditujukan terhadap Muhammad [s.a.w.],
sekarang tuduhan itu betul-betul telah membuat noda hitam terhadap diri kita
sendiri (Kristen). Dan Bahasa yang keluar dari mulut orang ini (Muhammad
s.a.w.) telah menjadi sarana hidayah (petunjuk) bagi 180 juta manusia sejak
1200 tahun yang lalu. (Hal ini disampaikan pada di abad 19) Pada zaman sekarang
ini tidak ada satu pun manusia yang perkataannya dipercayai orang lain melebihi
ia [Nabi s.a.w.] yang dipercayai dan diimani oleh para pengikutnya. Menurut
saya tidak ada yang lebih buruk dari pada tuduhan, bahwa orang ini telah
menyebarkan agama dusta.” (Dengan kata lain ini adalah pandangan
yang sama sekali tidak benar.). [21]
Pendapat Alphonse de Lamartime
Seorang Filosof Prancis bernama Lamartime telah menulis dalam bukunya bernama ‘History of Turkey’ (Sejarah Turki) sebagai berikut: “Jika untuk mengukur kepandaian seseorang ditetapkan tiga kriteria yaitu pertama, sejauh mana keagungan maksud dan tujuannya [cita-citanya], kedua, terbatasnya sarana yang dia miliki, ketiga, hasilnya yang agung. Maka sekarang di zaman modern ini siapakah yang dapat menandingi Muhammad [s.a.w.] dalam ketiga hal tersebut? Manusia berjiwa global yang hanya dengan beberapa gelintir pasukan tentara telah mengalahkan sejumlah kerajaan dan pemerintahan besar-besar yang telah menegakkan undang-undang pemerintahan duniawi namun telah porak poranda menghadapi pasukan tentera beliau. Akan tetapi Muhammad [s.a.w.] bukan hanya bala tentara dunia, semua undang-undang pemerintahan, negara-negara, berbagai macam bangsa dan suku-suku bangsa, melainkan semua penduduk dunia telah dihimpun olehnya menjadi satu. Selain dari itu beliau telah mengadakan reformasi tempat-tempat berkorban, ketuhanan, agama, itikad-itikad, pikiran-pikiran dan spirit manusia.Dasar hukum Muhammad [s.a.w.] hanya sebuah Kitab yang setiap hurufnya menjadi undang-undang. Orang itu menjadikan setiap pengguna bahasa dan setiap Bangsa sebagai satu kepribadian rohaniah.” [22]
Selanjutnya
Lamartime, filosof Prancis ini menulis, “Muhammad [s.a.w.] seorang filosof, orator,
utusan Tuhan, pakar hukum, panglima perang, juara diatas semua ahli pikir,
pembaharu ajaran-ajaran rasional, penegak berpuluh-puluh macam pemerintahan
menjadi satu pemerintahan. Sekarang cobalah, tentukanlah seorang pakar
kemanusiaan untuk menilai dapatkah ia menemukan seorang manusia telah lahir di
dunia lebih agung dari Muhammad [s.a.w.]?” [23]
Pendapat John Devonport dan Michael H. Hart
John Devonport menulis, “Apakah mungkin, jika kita pikir, orang ini (Muhammad s.a.w.), seorang reformer agung terhadap orang-orang musyrik di negerinya yakni para penduduk Arab yang secara keseluruhan terbenam ratusan tahun menyembah berhala-berhala memperbaiki menjadi penyembah Tuhan Yang Tunggal kemudian merombak mereka menjadi manusia-manusia Ilahi yang taat, kita menganggapnya sebagai Nabi palsu dan dusta? Dapatkah kita mengira semua misinya itu perbuatan makar yang dibuat-buat oleh nafsunya sendiri? Sekali-kali tidak! tanpa ragu sedikit pun Muhammad [s.a.w.] berjuang dengan gigih semenjak wahyu Ilahi pertama turun sampai akhir hayat beliau tiada lain sebabnya selain karena niat baik dan sifat jujur dapat dipercaya dan disebabkan demikian teguh kokohnya diri beliau. Orang-orang yang selalu dekat dengan beliau dan yang selalu mengadakan hubungan erat dengan beliau tidak pernah melihat adanya sifat pamer pada pribadi beliau.” [24]
Selanjutnya
ia menulis: “Dengan penuh yakin secara sempurna dapat dikatakan
bahwa jika putra-putra mahkota Barat menjadi Penguasa di Asia pengganti
mujahidin Muslim dan Penguasa Bangsa Turki, mereka tidak akan dapat berlaku
toleran terhadap orang-orang Muslim seperti orang-orang Muslim melakukannya
terhadap orang-orang Kristen. Sebab, orang-orang non Kristen dijadikan oleh
mereka target penganiayaan dengan kezaliman dan kefanatikan yang memuncak
disebabkan perbedaan-perbedaan agama.” [25]
Selanjutnya
John Devenport menulis, "Tidak ragu-ragu lagi bahwa diantara semua orang
yang sangat adil dan berjaya tidak ada seorangpun mempunyai riwayat hidup
seperti yang dimilki oleh Muhammad [s.a.w.] yang sangat rinci dan
betul-betul asli dan bersih.” [26]
Michael Hart dalam bukunya bertajuk ‘The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History’ menulis: “Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad [s.a.w.] dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Muhammad [s.a.w.] satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi. [27]
Apakah
pengaruh Muhammad [s.a.w.] yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia?
Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya
terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar
di dunia semua dapat tempat dalam buku ini.
Ia
menulis, “Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk Agama
Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam [pada waktu buku itu
ditulis], dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan
Muhammad [s.a.w.] lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar. “Akan tetapi saya
mempunyai dua alasan penting dibalik keputusan saya itu. Pertama, Muhammad
[s.a.w.] memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam
ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani.. Biarpun Nabi Isa
bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen, (yakni,
sampai batas tertentu Kristen berbeda dengan Yahudiyyat/Yudaisme), Saint Paul
(Santo Paulus) memegang peran utama dalam mengembangkan teologi atau ilmu
ketuhanan dan pembuat dasar baru penyebaran agama Kristen serta penulis utama
sebagian besar Kitab Perjanjian Baru.
Kemudian
ditulis: “Sebaliknya dalam Agama Islam, yang bertanggung jawab
terhadap semua kaidah akhlaki dan asas-asas pendidikan agama adalah Muhammad
[s.a.w.]. Muhammad [s.a.w.] sendiri yang telah memberi bentuk terhadap
seluk-beluk agama baru ini, dan beliau menjadi perancang dan pembangun dalam
pendidikan serta pengajaran agama Islam.
“Selain
dari itu, Kitab Suci orang-orang Muslim yakni Al-Qur’an yang ditulis oleh
Muhammad menjadi bukti visi intuisinya [s.a.w.]”. (yakni penentang yang ini, ia
menulis demikian) ia menulis, “Yang mengenainya beliau (yakni s.a.w.)
berkata, ia [Al-Qur’an] dari Allah Ta`ala, diwahyukan kepadanya. Sebagian
terbesar dari wahyu ini dihimpun [dihapal, disalin, ditulis] dengan penuh
kesungguhan selama Muhammad [s.a.w.] masih hidup dan kemudian tak lama sesudah
dia wafat dihimpun secara keseluruhan dan terlindungi [tak tergoyahkan].
Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad
[s.a.w.] serta ajaran-ajarannya, dan dengan demikian, dari beberapa segi,
Al-Qur’an itu adalah perkataan beliau. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan
yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa
sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya
dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad [s.a.w.] dengan perantaraan
Al-Quran teramatlah besarnya. Kemungkinan pengaruh Muhammad [s.a.w.] dalam Islam
lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi
satu. Diukur dari semata-mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad [s.a.w.]
setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan. (Menurut pendapat mereka martabat
Nabi Muhammad s.a.w. dan Nabi Isa a.s. adalah sama). [28]
Selanjutnya
iapun menulis: “Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad [s.a.w.]
bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi, akan tetapi Nabi Isa
[a.s.] tidak mendapat kedudukan seperti itu.” Pendek kata, keteladanan beliau
dalam setiap hal menggambarkan kepribadian beliau yang suci dalam corak yang
semakin bertambah terang.
Pendapat Karen Armstrong
Karen Armstrong dalam bukunya ‘Muhammad-A Biography of the Prophet’ menulis: “Untuk mengajarkan masalah rohaniah berdasarkan tauhid, Muhammad [s.a.w.] secara amaliah harus memulai dari nol. Ketika beliau memulai menyampaikan misi dakwah nampaknya tidak mungkin dapat menyampaikannya di tengah-tengah bangsa Arab yang betul-betul tidak bersedia menerima ajaran Tauhid. Mereka itu tidak mampu untuk memahami ajaran yang sangat luhur ini. Sebenarnya memperkenalkan ajaran Tauhid kepada masyarakat yang beringas dan ganas itu betul-betul sangat berbahaya. Dan Muhammad [s.a.w.] sangat bernasib baik ketika jiwa beliau selamat terlepas dari bahaya keganasan mereka itu. Sesungguhnya nyawa Muhammad selalu berada dalam keadaan sangat berbahaya, dan selamatnya nyawa beliau merupakan mu’jizat dari Allah Ta’ala. Akan tetapi Muhammad [s.a.w.] tetap waspada dan berjaya. Sampai akhir hayat Muhammad [s.a.w.] berhasil menumpas serangan Kabilah ganas yang memusuhi beliau dan bagi masyarakat Arab tidak ada masalah pelik lagi tentang agama. Akhirnya Bangsa Arab sendiri betul-betul sudah siap untuk mengukir sejarah zaman baru mereka.” [29]
Selanjutnya
ia menulis mengenai agama Kristen atau Barat, “Akhirnya orang-orang Baratlah, bukan orang
Islam yang melarang mengadakan diskusi tentang Agama. Di zaman Inkuisisi dan
perang Salib nampaknya Eropa berusaha sekuat tenaga menekan pendapat-pendapat
yang timbul dari Bangsa lain, dan hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada para
penentang mereka demikian kejamnya sehingga tidak terdapat tandingannya dalam
sejarah suatu agama apapun. Kezaliman yang dilakukan terhadap para penentang
pendirian mereka, kezaliman orang-orang Protestan terhadap orang-orang Katolik,
sebaliknya kezaliman orang-orang Katolik terhadap orang-orang Protestan yang
bernafaskan perbedaan-perbedaan akidah agama yang dalam sudut pandang kedua
agama, Yahudiyyat dan Islam, hanyalah menyangkut urusan-urusan pribadi belaka.
Akidah Kristen berbau bid’ah mengenai kepercayaan ketuhanan manusia tidak ada
kaitannya dengan Yahudiyyat maupun Islam, tidak dapat diterima, bahkan membawa
kepada kemusyrikan.” [30]
Pendapat Annie Besant dan Ruth Cranston
Annie Besant dalam bukunya ‘The Life and Teachings of Muhammad’ menulis: “Tidak mungkin bagi seseorang yang telah mempelajari riwayat hidup dan akhlak Nabi Agung asal Arab ini dan dia mengetahui ajaran yang disampaikannya dan mengetahui bagaimana dia menjalani kehidupannya, tanpa memberi penghormatan terhadap Nabi agung dari antara nabi-nabi Allah ini. Apa yang sedang saya katakan ini mungkin orang-orang lain sebelumnya telah mengetahuinya. Akan tetapi bila saja saya membaca hal ini maka timbul perasaan baru dalam hati saya untuk menghormati Nabi Arabi yang agung ini dan nampak warna baru untuk memujinya.” [31]
Ruth
Cranston menulis dalam ‘World Faith’: Muhammad orang Arab
itu [s.a.w.] tidak pernah menjadi orang yang memulai peperangan. Setiap perang
yang beliau lakukan sifatnya membela diri. Apabila beliau berperang tujuannya
hanyalah untuk menyelamatkan diri. Beliau berperang dengan cara dan menggunakan
senjata sesuai zamannya. Dengan yakin dapat dikatakan bahwa tidak ada negara
Kristen dari 140.000.000 orang pada hari ini (buku ini ditulis tahun 1949) yang
telah membinasakan 120.000 orang sipil tak berdaya hanya dengan satu ledakan
bom saja dapat melakukan tuduhan jahat terhadap seorang pemimpin agung yang
telah melakukan penyerangan dan diserang di dalam seluruh peperangan yang telah
membunuh hanya 500 atau 600 orang saja dianggap paling kejam. Membandingkan
jumlah kematian di tangan Nabi Arabia [s.a.w.] di alam kegelapan abad ketujuh
ketika manusia sedang haus darah satu sama lain dengan jumlah kematian di abad
kita abad kedua puluh yang gilang-gemilang ini merupakan kebodohan. Tidak perlu
diceritakan lagi pembantaian massal oleh orang-orang Kristen di zaman inkuisisi
dan Perang Salib ketika para prajurit Kristen dengan bangga mencatat semua
peristiwa ketika mereka berjalan di sela-sela mayat orang-orang tak beriman
terendam darah sedalam mata kaki.” [32]
Pendapat Godfrey Higgins
Selanjutnya,
Godfrey Higgins menulis: “Mengenai hal ini, umumnya, tidak apa-apa bahwa mayoritas
pendeta Kristen mencaci-maki agama Muhammad [S.a.w.] dikarenakan kefanatikan
dan tidak adanya toleransi mereka. Itu adalah sangat mengherankan dan merupakan
sebuah kemunafikan yang aneh. Siapakah yang mengusir orang-orang Muslim dari
Spanyol hanya karena setelah mereka menjadi Kristen lalu dianggap bukan orang
Kristen yang baik? Siapakah yang membunuh ribuan orang di Meksiko dan di Peru,
dan menjadikan mereka budak hanya karena mereka tidak mau menjadi Kristen?
Demikian berbeda dan tingginya keteladanan yang dilakukan oleh orang-orang
Muslim saat mereka menguasai Yunani. Ratusan tahun mereka membiarkan
orang-orang Yunani pada agama mereka, membiarkan kaum pendeta, para rahib dan
biarawan beribadah dengan aman di gereja-gereja mereka.” [33]
Pendek
kata, penulis memperbandingkan antara kaum Kristen dan Muslim. Selanjutnya,
Godfrey ini menulis lagi, “Dalam sejarah seluruh khalifah Islam, kami tidak
menemukan adanya Inquisisi sebagaimana biasa ia disebut demikian buruk. Satu
kali pun peristiwa tidak terjadi bahwa dikarenakan pertentangan keyakinan atau
suatu hal lalu memberikan hukuman mati, ‘Kenapa tidak menerima agama
Islam?’” [34] Inilah pengaruh
dari ajaran yang diberikan oleh Rasulullah S.a.w. kepada orang-orang
Muslim.
Pendapat Edward Gibbon
Pendapat Edward Gibbon
Selanjutnya, dalam ‘History of the Saracen Empire’ karya Edward Gibbon tertulis bahwa, “Bukan penyebaran agama beliau [s.a.w.] yang mengherankan kita melainkan terus menerus berdirinya agama ini. Muhammad [s.a.w.] yang telah memberikan kesan istimewa dan sempurna di Mekkah dan Madinah. Pengaruh yang ditinggalkan oleh Muhammad [s.a.w.] yang murni dan sempurna yang beliau letakkan di Mekkah dan Madinah itu, selama 12 abad revolusi pun, penganut baru Al-Qur`an baik di India, Afrika maupun Turki sampai sekarang masih tetap menjaganya. Mazhab dan akidah murid-murid Muhammad [s.a.w.] menguatkan wawasan teruji manusia, dan mereka tetap teguh melawan perasaan was-was. Sesungguhnya syahadat Islam itu demikian sederhana dan tidak dapat berubah, yaitu, “Aku beriman kepada satu Tuhan dan Rasul Tuhan [.a.w.].” Yakni, Laa ilaha Illallaah Muhammad Rasuluullaah. Ini adalah suatu gambaran, bahwa Tuhannya orang-orang Muslim itu bukanlah berhala. Penghormatan (pengikutnya) kepada Nabi Islam ini tidak melewati batas-batas standar sifat-sifat kemanusiaan, dan penghargaan dan semangat kebaikan para pengikutnya atas sabda-sabdanya yang kekal menghidupkan tetap berada dalam batas agama dan akal.” [35] Apa yang ia katakan adalah bahwa di sisi lain orang-orang Kristen telah menjadikan manusia menjadituhan.
Semoga dunia memahami kedudukan manusia teragung di dunia ini, berusaha untuk bernaung di bawah telapak kaki beliau s.a.w. [menjadi pengikut beliau s.a.w.] bukan menjauhi atau berusaha memusuhi dan mencemoohkan beliau s.a.w. agar dunia selamat dari azab Allah Ta’ala. Hanya dan hanya beliau s.a.w.-lah penyelamat dunia dan setiap hakikatnya juga dijelaskan oleh orang-orang non Muslim yang obyektif seperti telah saya jelaskan kepada saudara-saudara dari kutipan tulisan mereka dan masih ada lagi tak terhitung banyaknya.
Kebenaran para nabi terdahulu juga telah terbukti melalui ajaran-ajaran beliau. Itulah kedudukan Khatamun Nubuwwah yang setiap orang Islam harus menyebarkannya kepada dunia. (Penerjemah: Dildaar Ahmad Dartono)
Endnotes References
George
Sale. To the Reader. In: The Koran: Commonly called the Alkoran of
Mohammed. J. B. Lippincott & Co., PA. pp.vi-vii (1860).
Stanley
Lane-Poole. Introduction. In: Speeches and Table Talk of the Prophet
Muhammad. Macmillan & Co., London. p xlvi (1882).
H.G.
Wells. Part II: Muhammad and Islam. In: The Outline of History. University
of Michigan Library., MI. p 269 (1920).
De
Lacy O’Leary. Islam at the Crossroads. Kegan Paul., London, p.8
(1923).
Mahatma
Gandhi. Young India. September 23rd 1924.
John
Bagot Glubb. The Life and Times of Muhammad. Hodder &
Stoughton. 1970 (reprint 2002).
John
Bagot Glubb. The Life and Times of Muhammad. Hodder &
Stoughton. 1970 (reprint 2002).
John
William Draper, M.D., L.L.D. A History of the Intellectual Development
of Europe. Harper and Brothers Publishers., NY. P.244 (1863).
William
Montgomery Watt. Muhammad at Madina. Oxford University Press. pp.
335 (1981).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 235 (1876).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 127 (1876).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 125 (1876).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 127 (1876).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 133 (1876).
Rev.
Bosworth Smith. Character of Mohammad. In: MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM.
Smith, Elder & Co., London. p. 133 (1876).
Washington
Irving. The Life of Mahomet. Bernard Tauchnitz,.
Leipzig. pp. 272-3(1850).
Sir
William Muir. Life of Muhammad.(Volume IV). Smith, Elder and
Company., London.pp. 303-307 (1861).
Sir
William Muir. Life of Muhammad.(Volume II). Smith, Elder and
Company., London.pp. 97-8 (1861).
Thomas
Carlyle. On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History. Wiley
and Putnam., NY. p.47 (1846).
Thomas
Carlyle. On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History. Wiley
and Putnam., NY. p.48 (1846).
Thomas
Carlyle. On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History. Wiley
and Putnam., NY. pp.60-1 (1846).
A. De
Lamartine. History of Turkey (English Translation). D.
Appleton &Co., NY. p.154 (1855-7).
A. De
Lamartine. History of Turkey (English Translation). D.
Appleton &Co., NY. p.155 (1855-7)
John
Davenport. An Apology for Mohammed and the Koran. J.Davy &
Sons., London. p.139 (1869).
John
Davenport. An Apology for Mohammed and the Koran. J.Davy &
Sons., London. p.82 (1869).
John
Davenport. An Apology for Mohammed and the Koran. J.Davy &
Sons., London. (1869).
Michael
H. Hart. THE 100: A RANKING OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY.
Carol publishing group., p.3.
Michael
H. Hart. THE 100: A RANKING OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY.
Carol publishing group., pp.8-9.
Karen
Armstrong. Muhammad – A Biography of the Prophet. Harper Collins
Publishers., NY. p.53-54 (1993).
Karen
Armstrong. Muhammad – A Biography of the Prophet. Harper Collins
Publishers., NY. p.27 (1993).
Annie
Besant. The Life and Teachings of Muhammad. Theosophical
Publishing House., India. p. 4 (1932).
Ruth
Cranston. World Faith. Harper and Row Publishers., NY. P. 155 (1949).
Godfrey
Higgins. Apology for Mohammed. Lahore. Pp. 123-4 (1829).
Godfrey
Higgins. Apology for Mohammed. Lahore. Pp. 52 (1829).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar