CIA didirikan pada
1947. Tugasnya yang utama adalah kontra-intelejen, untuk melindungi Amerika
dari gangguan subversi komunis atau apa pun yang memusuhinya. Tiga huruf itu
kemudian bergetar di seluruh dunia sebagai tangan-tangan hitam Amerika.
Artikel ini adalah kutipan dari buku Portrait of a Cold Warrior: G.P. Putnam’s
Sons karya Joseph
Burkholder Smith, bekas agen Central Intelligence Agency, terbitan 1976. Dan salah
satu kiprah CIA adalah mendongkel (mengkudeta) Soekarno dengan membantu gerakan
separatis PRRI dan Permesta.
“Butuh waktu
buat saya untuk membiasakan diri memakai papan nama yang dikalungkan ke leher.
Untuk membiasakan diri menyadari bahwa kerja saya selanjutnya akan didominasi
oleh lemari dengan tiga kombinasi. Setiap malam, segala sesuatu, sampai pita
mesin ketik pun, mesti diamankan di dalam lemari itu. Sementara itu, tiga
petugas berganti-ganti memeriksa, untuk meyakinkan segala sesuatu normal-normal
saja. Siapa pun melanggar aturan-aturan tersebut akan dihukum: harus menempuh
ulang pendidikan sekuriti selama satu minggu. Kabar burung mengatakan, tiga pelanggaran
akan membawa pemecatan.
Dipikir-pikir, segala macam peraturan
pengamanan yang mengatur hidup saya dengan edannya itu tak lebih sejumlah keanehan
saja, bahkan seringkali lucu. Coba pikir, sudah ada pagar jangkung, ada
pengawal gerbang yang melindungi dan memelihara keamanan gedung, ada seabrek
aturan sekuriti, masih ada lagi akal: tak memasang papan nama. Tampaknya, tak
ada yang ingat bahwa jajaran gedung CIA yang tak diberi tanda pengenal itu
justru akan mengundang kecurigaan. Karena itulah satu-satunya bangunan tanpa
tanda pengenal.
Aturan sekuriti pribadi tak kalah lucunya,
karena bertentangan dengan aturan fisik di kantor. Para karyawan mendapat
instruksi: tidak boleh mengatakan bahwa mereka bekerja buat CIA. Terutama para
pejabat di Bagian Klandestin, tempat saya bekerja. Tapi anehnya, tak ada
seorang pun yang berpikir untuk memperlengkapi kami dengan semacam topeng
samaran. Dalam hal itu, kami jadi mengandalkan pada kelihaian masing-masing.
Sementara itu, untuk hal-hal yang penting seperti referensi kredit atau
referensi dalam menyewa rumah, dan membuka rekening di bank, kami hanya diberi
referensi yang sama — Viola Pitts, 2430 “E” Street, N.W.
Selalu diingatkan agar kami tidak membiarkan
siapa pun melihat pas kami. Dengan pas tersebut kami diperbolehkan masuk ke
dalam kompleks setiap pagi. Tapi tampaknya tak ada seorang pun yang berpikir
tentang masalah sekuriti di pelataran parkir. Setiap pagi serentetan orang,
bagaikan parade, dengan santainya berjalan dari lapangan parkir dan masuk ke
dalam gedung-gedung. Barisan kami demikian jelasnya, sehingga tak diperlukan
tanda pengenal lain untuk masuk. Mata-mata Soviet pasti akan tahu siapa
“barisan manusia yang masuk ke dalam gedung tak dikenal” itu.
Jam kerja di Gedung “L” dan “K” dimulai pukul
0.30, tapi persoalan mendapatkan tempat parkir menyebabkan hampir semua orang
mesti datang lebih pagi. Mereka yang datang pagi biasanya berkumpul di
kafetaria buat minum kopi.
Setiap pagi saya mendapat kesempatan
mengamat-amati rekan-rekan sekerja. Dari kebiasaan itu, dapat saya simpulkan
bahwa perubahan masa jelas sekali tergambar pada kami. Umumnya “karyawan” tipe
baru sangat muda usia. Yang lebih senior selalu memasuki kafetaria dengan topi.
Mereka benamkan kepalanya dalam-dalam ke topi sampai hampir kehilangan alis.
Atribut itu sudah lama lenyap dari busana mereka yang lebih muda. Entah kenapa
orang-orang yang lebih tua itu masih saja mempertahankannya.
Saya tak kuasa menahan diri untuk tidak
mengomentari pemakaian topi itu. “Kau pasti akan melihat sendiri nanti pada
waktu menjalani latihan untuk Bagian Klandestin,” kata John, seorang rekan baru
saya. “Memang masih agak lama. Tapi baiklah, supaya tidak penasaran, aku
ceritakan sekarang saja. Orang-orang itu adalah bekas agen FBI atau perwira
dalam Bagian Kontraintelijen Tentara. Mereka biasanya diajar, betapa pentingnya
seorang agen rahasia selalu memakai topi.”
“Mengapa?” tanya saya penasaran. “Kita mesti
pakai topi. Itu upaya terbaik supaya sukar dikenal,” jawab John.
Menurut buku pintar latihan FBI, kata John,
sebuah topi akan menyulitkan orang memandang kita, bila berpapasan. Khususnya
agen rahasia musuh. Walhasil, pakailah topi, dan, simsalabim, tak akan mudah
dikenal.
Lantaran kemahiran Direktur FBI J. Edward
Hoover dalam bidang PR, FBI memiliki reputasi tinggi sebagai organ yang paling
profesional dalam bidang rahasia-rahasiaan. Cara-cara yang digunakannya diikuti
oleh Korps Intelijen Angkatan Darat. CIA pun, terutama Direktorat Klandestin,
kemudian menguntitnya. Mitos topi yang aneh itu demikian hebatnya, sehingga
perlu waktu sepuluh tahun bagi Direktorat Klandestin untuk menyadari kenyataan:
bahwa orang yang duduk di pojok tanpa banyak omong dan memakai topi adalah
manusia yang paling dlperhatikan di dalam ruangan atau jalanan.
Ada juga beberapa meja yang para penghuninya
langsung bisa dilacak dengan mudah. Mereka mengenakan celana kedodoran dengan
jas tak pernah sampai ke bagian belakang celananya. Pakaian mereka seperti
kantung yang dibuat untuk mengepak peti, bukan melindungi tubuh manusia. Pada
mulanya mereka itu agak menakutkan saya. Tapi lama-lama saya teringat pada
foto-foto di koran tentang tokoh-tokoh yang sedang mengamati parade 1 Mei dari
atas kuburan Lenin. Tahulah saya bahwa orang-orang itu tak lain dari para
spesialis masalah-masalah Eropa Timur.
Membedakan para petugas, di bagian mana mereka
bekerja dalam CIA, bukan hanya lewat cara berpakaian dan ciri-ciri ras. Juga
gamblang dari pengelompokannya waktu minum kopi. Ada kelompok yang bekerja pada
Biro Operasi Khusus (OSO Office of Special Operations), ada yang bekerja pada
Biro Koordinasi Kebijaksanaan (Office of Policy Coordination) lebih dikenal
dengan nama OPC. Mereka mengadakan pembagian kerja di antara mereka, tapi
bekerja sama sesedikit mungkin. Di Divisi Timur Jauh, ketika saya mulai bekerja
pada 1951, misalnya, walaupun para personel OPC dan OSO bekerja di kantor yang
berdekatan, mereka tak campur.
OSO dibentuk tak lama setelah CIA didirikan
pada 1947. Tugasnya yang utama adalah kontraintelijen, untuk melindungi Amerika
dari gangguan subversi komunis atau apa pun yang memusuhinya. Ia juga bertugas
menjalankan operasi yang berarti mengumpulkan informasi tentang aktivitas kaum
komunis atau kegiatan lain yang diperintahkan pemerintah.
OPC lahir di kala keadaan dunia sedang
memburuk. Rekrutan pertamanya mulai membentuk badan itu pada awal 1949. Tugas
OPC demikian rahasianya, sehingga itu dengan sengaja disembunyikan di balik
nama Biro Koordinasi Kebijaksanaan, yang begitu menyesatkan. Pada musim gugur
1951, digosipkan bahwa OPC dan OSO akan dilebur menjadi satu. Cerita yang
beredar mengatakan bahwa semua personel OSO akan dipecat, tapi ada juga yang
mengatakan justru orang-orang OPC-lah yang akan mengalami nasib seperti itu.
Dua kelompok yang dinamakan “Adso” dan “Adpic” sedang mengadakan tur keliling
dunia untuk mencari “data” bagaimana caranya melebur kedua biro tersebut.
Kay mengatakan kepada saya agar tak terlalu
memperhatikan segala gosip itu dan menyuruh saya agar lebih memperhatikan
keadaan dalam negeri enam negara Asia Tenggara. Demi kemudahan geopolitis, CIA
ternyata telah mengelompokkan keenam negara itu. Padahal, kompleksitas di
negara-negara itu tak semudah seperti yang dibayangkan.
Di Indocina, pemimpin komunis terkemuka yang
telah aktif berjuang melawan Jepang sedang sibuk-sibuknya melakukan perlawanan
terhadap kedatangan kembali Prancis. Itulah Ho Chi Minh, dulu seorang anak dari
Annam yang pernah menjadi jongos pada sebuah kapal dagang Prancis. Orang itu
demikian hebatnya, sehingga Legiun Asing yang begitu terkenal dalam kemiliteran
Prancis dibikin tak berdaya oleh tentara Viet Minh yang dipimpin Ho.
Di Muangthai, dengan rakyat yang begitu setia
kepada Jepang pada 1942, keadaan tampaknya lebih baik. Pepatah “kalau kau tak
bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka” sebenarnya bukanlah
peribahasa kuno orang Thai. Tapi pada 1951 mereka dengan sepenuh hati bersedia
bekerja sama dengan kami untuk membendung ekspansi komunis di Asia Tenggara.
Divisi Timur Jauh Biro Koordinasi Kebijaksanaan (FE-OPC) telah membentuk suatu
unit besar di bawah selimut (cover) organisasi sipil yang bergerak di bidang
pembangunan dengan nama SEA Supply Company. Dari laporan-laporannya, ternyata
organisasi itu terlibat dalam usaha merencanakan suatu penyerbuan ke Cina
Daratan. Untuk maksud tersebut, telah digalang kerja sama antara biro CIA di
Taiwan dan sisa-sisa laskar Kuomintang di perbatasan Burma-Cina.
Di Malaya orang-orang. Inggris sedang
berperang melawan pasukan gerilya komunis. Para pemimpin mereka telah
memperoleh keahlian dalam perang berkat pengalaman mereka menentang pendudukan
militer Jepang. Keadaan di sana banyak sekali persamaannya dengan apa yang
sedang berkembang di kawasan Indocina. Sementara itu, Burma, yang baru saja
berhasil memerdekakan diri, dipimpin oleh seorang sarjana yang penuh mistik,
yakni U Nu. Ia menyatakan dirinya sedang memgembangkan suatu sistem demokrasi
yang sosialistis. Sayangnya, para pemimpin Burma, termasuk U Nu sendiri,
seperti tak dapat menerangkan apa sosialisme Burma itu.
Di seberang sana Soekarno dan Mohammad Hatta,
kedua pemuka nasionalis Indonesia, telah memproklamasikan kemerdekaan negara
kepulauan itu pada 17 Agustus 1945. Itu terjadi hanya tiga hari setelah Jepang
bertekuk lutut. Empat tahun berikutnya terjadi perundingan-perindingan yang
diselingi oleh pertempuran dengan Belanda.
Problem utama yang dihadapi oleh
pemerintah-pemerintah baru itu sama: mereka menghadapi ancaman kaum komunis
yang tengah melancarkan perang gerilya. Dan itu semua membuat kami juga
prihatin. Demikianlah yang saya baca dalam file-file tentang negeri-negeri
tersebut.
Pada Februari 1948, Uni Soviet mensponsori
pertemuan partai-partai komunis seluruh Asia di Kalkuta. Partai Komunis Australia
juga turut hadir. Konferensi tersebut dipublikasikan dalam media massa kaum
komunis. Pertemuan itu menyerukan agar “semua kekuatan anti-imperialis bersatu
untuk menentang penindasan imperialis dan kaum reaksioner di setiap negeri”.
Menurut laporan itu, semua kekacauan dan kesukaran yang terjadi di Burma,
Malaya, Filipina, dan Indonesia bersumber pada konferensi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar