Pada
Juli 2006 Hizbullah kembali terlibat adu otot dengan pasukan Israel. Perang 34
hari yang disebut-sebut oleh banyak pengamat militer sebagai “uji ketahanan
fisik dan mental” ini akhirnya dimenangkan oleh Hizbullah. Inilah tahun
pencapaian tertinggi Hizbullah yang berhasil menahan serangan udara terbesar
sepanjang sejarah bercokolnya Israel di Libanon. Rincian peristiwa yang terjadi
pun perlahan-lahan menjadi legenda. Dan juga nama seorang Pemimpin Hizbullah
menjadi sorotan utama di setiap media-media cetak maupun elektronik, yaitu
Sayyid Hasan Nashrallah yang berkibar sebagai pemimpin Arab.
Nashrallah
memanfaatkan popularitasnya untuk menggelindingkan agenda besar perlawanan
terhadap AS dan Israel ke seluruh lapisan Arab yang sudah sejak lama tertimpa
mentalitas “bangsa kalah” ini. Nashrallah menyatakan kepada seluruh pengikut
Hizbullah bahwa: “Amerika Serikat dan Israel sebagai aggresor terbesar abad ini
tidak mampu lagi menetralisasi perlawanan umat Islam secara militer.
Satu-satunya taktik mereka adalah adu domba sektarian. Secara sadar atau tidak,
kelompok-kelompok tertentu dalam tubuh Islam menjalankan misi bahaya ini di
negeri-negeri Muslim.”
Hizbullah
juga sangat berbeda dengan kelompok yang mengatasnamakan Islam lainnya, seperti
Al-Qaeda (yang sebenarnya bentukan Amerika), di mana strategi politik kedua
gerakan ini saling berseberangan. Berbeda dengan Al-Qaeda, Hizbullah telah
menerima proses politik dan bekerja secara formal dalam politik partisipatoris dan
kompetitif (meski dengan tetap mempertahankan sayap para militernya). Sementara
Al-Qaeda berjuang untuk menghancurkan seluruh rezim Arab dan sekutu-sekutunya
demi menggantikan semuanya dengan sistem pemerintahan gaya Taliban.
Hizbullah
berjuang di dalam sistem politik Libanon. Sekalipun sangat revolusioner,
Hizbullah secara tidak langsung siap bernegosiasi dan berkompromi dengan
musuh-musuhnya (seperti terbukti pada sejumlah pertukaran tawanan dengan Israel
selama dua dekade terakhir). Singkatnya, berbeda dengan Al-Qaeda, Hizbullah
siap diajak bertransaksi. Segenap perbedaan ini sebenarnya bersumber dari
perbedaan pemahaman terhadap prinsip-prinsip jihad dalam Islam. Al-Qaeda
menggunakan jihad dalam konteks penyerangan dan ekspansi pengaruh, sementara
Hizbullah membatasi jihad pada konteks perlawanan.
Dalam
perkembangannya, perbedaan ini memunculkan banyak dampak yang sangat luas, baik
pada tataran strategis, taktis, dan operasional jihad. Jika ideologi Hizbullah
dapat melahirkan strategi jihad yang menghidupkan dimensi-dimensi jihad
intelektual, sosial, politik, diplomatik, dan media yang konsisten dan
disegani, maka ideologi jihad model Al-Qaeda berangsur-angsur merosot kepada
dimensi militer yang menjauhkan partisipasi sosial di dalamnya (yang malah
acapkali menguntungkan gerakan imperialisme Barat itu sendiri) di saat Al-Qaeda
menjalankan politik sektarian di tubuh ummat Islam.
Berdasarkan
pernyataan sikap Hizbullah, pada tanggal 16 Februari 1985, ditegaskan bahwa,
“Hizbullah akan mematuhi perintah pemimpin yang bijaksana dan menjunjung tinggi
keadilan dalam bentuk Wilayatul Faqih dibawah pimpinan Ruhullah Ayatullah
Khomeini, sang pencetus lahirnya Revousi Islam dan pelopor kebangkitan Islam”.
Para
petinggi Hizbullah menyatakan bahwa hubungan kelompoknya dengan Iran berawal
dari pemahaman yang sama, yaitu Islam Syi’ah. Mereka menjadikan para pemimpin
Syi’ah di Iran sebagai rujukan dalam masalah agama dan politik. Namun setelah
wafatnya Ayyatullah Khomeini, muncul banyak pendapat yang menolak sistem
kepemimpinan ala Khomeini. Hal ini membuka kesempatan untuk berdiskusi lebih
tajam dalam mengambil setiap kebijakan. Sekalipun demikian, Hizbullah tetap
menjadikan Iran sebagai kiblat politik dan budaya. Maka wajar apabila Hizbullah
lalu mendapatkan sokongan materi dari Iran, disamping bantuan lain yang didapat
dari iuran anggota.
Program
utama Hizbullah adalah program kesatuan Islam dan menyatukan Sunni dan Syi’ah
dalam satu kesatuan, merontokkan konflik sektarian dan membawa mereka pada
iklim diskusi, dialog, baik secara ilmiah maupun fiqhiyyah. Karena, musuh
mempunyai segala cara untuk merusak keharmonisan Islam di Libanon dan bahkan
isu sektarian adalah senjata utama musuh. Persatuan antara pengikut mazhab
Islam dengan menguatkan persaudaraan yang berlandaskan Al-Qur’an dengan melawan
musuh bersama. Tidak menoleransi sesuatu yang bisa memicu perselisihan dan
perpecahan disertai upaya untuk menyelesaikan jika hal itu memang terjadi,
serta memastikan terwujudnya kebebasan penganut setiap aliran untuk menerapkan
pemahaman mereka di daerah masing-masing di bawah naungan Negara Islam yang
satu.
Keinginan
Hizbullah sangat keras dalam penentangannya terhadap dunia Barat dan Zionis
Israel. Hizbullah ingin menyelamatkan Libanon dari mengekor kepada Barat atau
Timur, mengusir penjajahan Zionis dari tanah Libanon secara total dan
menegakkan sistem pemerintahan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan
pilihan dan kebebasannya. Terbukti bahwa Hizbullah sangat serius dalam
melindungi Libonon hingga cengkraman Israel di Lebanon Selatan selama 22 tahun
pun berakhir berkat perlawan Syi’ah-Hizbullah, tepatnya pada tanggal 25 Mei
2000.
Pada
tahun 2006, Hizbullah lebih dikenal lagi atas kemenangan kelompok ini mengusir
keberadaan Israel di Negara Libanon. Mencuatlah sebuah nama pemimpin Hizbullah
yaitu Sayyid Hasan Nashrallah. Keberanian dan semangat setiap melakukan pidato
di mimbar-mimbar sangat mempengaruhi pengikut Hizbullah dan juga orang-orang
yang tidak tergabung dalam Hizbullah. Gaya berbicara dan penyampaian yang
selalu berkobar-kobar adalah ciri khas pemimpin Hizbullah tersebut.
Pada
saat salah satu intelijen Hizbullah yang bernama Imad Mugniyah menjadi syuhada
dalam ledakan bom mobil di Damaskus, Suriah, di tengah-tengah pemukiman penduduk,
banyak yang tidak mengenal seorang intelijen Hizbullah ini, sehingga pada saat
kesyahidannya, dunia tidak terlalu memberitakannya. Selama 20 tahun Badan
intelijen Amerika Serikat sendiri sulit untuk melacak keberadaan intelijen
Hizbullah tersebut. Pada saat hari memperingati ke-syahid-an Imad Mugniyah 14
Februari 2008, Sayyid Hasan Nashrallah menyampaikan pidato yang sungguh
menambah semangat juang para pejuang Hizbullah pada khususnya dan rakyat
Lebanon pada umumnya. Pidato tersebut berbunyi:
“Hari
ini, mereka telah meneror Imad Mugniyah dan mengira bahwa dengan pembunuhan
atasnya mereka dapat menekan dan meruntuhkan semangat kami. Maka, ketahuilah
bahwa perang ini masih terus berlangsung, sebab gencatan senjata sampai saat ini
belum pernah diumumkan. Perang ini masih berlangsung dari sisi materi, keamanan
dan militer, serta masih akan diteruskan oleh semua Negara yang membantu Israel
dalam perang musim panas 2006 lalu. Dunia harus tahu bahwa dibawah kepemimpinan
saya, kami siap untuk menghancurkan Israel”.
Kemudian
Nashrallah melanjutkan, “Wahai Zionis, jika kalian menginginkan perang ini
menjadi perang terbuka dan luas, kami siap. Saat itu saya memberikan janji
kemenangan pada kaum mukmin, karena saya mempercayai mereka, perjuangan mereka
dan rakyat Libanon. Secara ringkas saya katakan bahwa meski keinginan mereka
yang mengundang angkatan bersenjata untuk memerangi Libanon dan Suriah, sedang
mereka tidak mampu berperang dan mereka hanya bisa melakukan adu domba sektarian.
Maka saya katakan bahwa Libanon akan tetap kokoh. Libanon akan tetap menjadi
sebuah Negara bersatu. Kita tujukan suara kita kepada pembunuh dan musuh bahwa
perlawanan akan terus kita lanjutkan sampai akhir kemenangan.”
Nama
Sayyid Hasan Nashrallah tiba-tiba mendunia ketika konflik militer terbuka
antara Zionis Israel dan Hizbullah selama 34 hari di Libanon. Sebelumnya,
namanya hanya terekspos samar-samar karena Amerika dan Israel menempatkannya
sebagai salah satu tokoh paling berbahaya di Timur Tengah. Nashrallah memang
menantang, dialah orang pertama di dunia Arab yang mampu mengembalikan
kehormatan Arab setelah dipermalukan berulangkali oleh Israel, memberikan
kemenangan setelah kekalahan dan memberikan kekuatan pada bangsa yang sekian
lama merasa tak berdaya.
Berbeda
dari para pemimpin sekuler Arab terdahulu, Nashrallah lebih religius dan
memiliki karakter serta kharisma yang berbeda. Dia memberikan bukti, bukan
sekedar janji kosong politisi yang biasa menerapkan “Lain kata, lain pula
perbuatan”. Keberhasilannya mengusir penjajahan Israel di wilayah Libanon Selatan,
menjadikan Nashrallah sebagai figur yang disegani kawan dan lawan. Tak Cuma
memangkas dunia Arab dari bayang-bayang masa lalu menyakitkan, Nashrallah juga
mempermalukan para pemimpin Arab saat itu, yang semula mengecamnya karena
dianggap ngawur karena memicu perang melawan Israel pada 12 Juli 2006 dan
ternyata memberikan kemenangan politik dan militer.
Hampir
seluruh rezim Arab saat ini, seperti Mesir, Jordania dan Arab Saud, adalah
sekutu dekat Amerika. Ketika itu
tiga generasi bangsa Arab harus menelan rasa sakit karena dipermalukan gabungan
kekuatan Israel dan Barat. Lima kali perang Arab terbesar yang terjadi:
1948, 1956, 1967, 1973, dan 1982, semua berakhir dengan kekalahan Arab.
Tubuh
Nashrallah tidak terlalu tinggi, wajahnya agak gemuk dengan raut kekanakan di balik
janggut tebalnya. Meski penampilannya tak terlalu mengesankan, tapi dia terkenal
sebagai ahli pidato yang mampu menggugah massa. Pidato-pidatonya yang menguliti
politik dunia Arab dan strategi Hizbullah lebih bersifat analitis ketimbang
retorika tanpa makna. Ciri khas lainnya adalah ia jarang mengucapkan janji yang
tak bisa dipenuhinya. Ketika Nashrallah mengatakan kepada Rakyat Libanon: “Aku adalah
keinginanmu, aku adalah suara hatimu dan aku adalah perlawananmu”. Nashrallah
telah menggabungkan kerendahan hati sekaligus tanggung jawab untuk melaksanakan
tugas.
Sebagai
pemimpin, Sayyid Hasan Nashrallah memiliki kekerasan hati dan ketabahan yang
sulit ditiru. Ini ditunjukkannya ketika putra tertuanya yang bernama Hadi
terbunuh pada tahun 1997. Hadi ikut ambil bagian dalam kelompok perlawanan
Islam (sayap bersenjata Hizbullah) melawan tentara pendudukan Israel. Militer
Israel menyandera jenazah Hadi yang pada saat itu masih berusia 18 tahun dan
dia putra kesayangan Nashrallah. Tapi di depan pengikutnya, Nashrallah bersikap
biasa dan tak mengubah jadwal rutinnya. Nashrallah berbicara di depan para
pengikut Hizbullah pada saat merayakan ulang tahun Hizbullah:
“Kita
bangga saat putra-putra kita berada di garis terdepan dan berdiri dengan kepala
tegak ketika mereka menjadi syuhada”.
Peristiwa
kematian putranya dan sikapnya menolak bernegosiasi dengan Israel untuk mendapatkan
jenazah putranya kembali menorehkan nama Nashrallah di hati rakyat Libanon,
termasuk dari kalangan Kristen dan Sunni. Kata Nicholas Noe, pengamat Hizbullah
dan editor Mideasetwire.com yang bebasis di Beirut: “Saat itu separuh Libanon menangis”.
Masyarakat Libanon lebih kagum lagi ketika pada Mei 2000 setelah pendudukan,
Israel akhirnya keluar dari Lebanon Selatan.
Dalam
spektrum politik Timur tengah, Hizbullah kerap dilihat dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Depertemen Luar Negeri AS telah memasukkan Hizbullah
dalam daftar teroris yang harus dilenyapkan. Apapun pendapat Negara Barat,
semuanya sepakat bahwa mereka tak bisa lagi meremehkan Sayyid Hasan Nashrallah.
Dialah otak yang telah mengubah Hizbullah dari sekedar gerilyawan bereputasi
biasa menjadi organisasi tangguh yang ditakuti di medan tempur dan di hormati
di medan politik Libanon. Majalah Newsweek tak kurang menyebut Nashrallah
sebagai figur paling kharismatik di dunia Islam dan boleh jadi paling
berbahaya. Meski hanya mengenakan jubah ulama Syi’ah kelas biasa, Nashrallah
sudah masuk dalam kategori politisi kelas dunia, karena kelihaian politik dan
militernya yang sulit ditandingi siapa pun.
Dunia
Barat dan sekutunya seperti Zionis Israel telah berupaya keras dalam
mempengaruhi politik di Timur Tengah. Segala cara dan tindakan yang harus ditempuhnya
untuk membuat Timur Tengah untuk tunduk dalam segala aspek politik dan ekonomi.
Dari awal dinasti Syah Reza Pahlevi yang merupakan “Boneka Barat” timbul sebuah
revolusi yang dilakukan oleh seorang ulama tua AYATULLAH KHOMEINI, dari situlah
melahirkan perlawanan-perlawanan terhadap dunia Barat yang menjadi musuh Islam.
Tidak disangkal lagi bahwa Hizbullah adalah anak dari revolusi yang dilakukan
oleh Ayatullah Khomeini di Iran.
Banyak
yang belum terlalu mengenal apa dan siapa Hizbullah dan Sayyid Hasan
Nashrallah, sehingga Dunia hanya mengetahuinya dari buku-buku yang berpihak pada
dunia Barat. Kemudian muncullah sebuah anggapan bahwa Hizbullah adalah gerakan
Islam radikal seperti halnya Al-Qaeda (di mana Al-Qaeda ini belakangan seringkali
beroperasi sebagai mitra Amerika) dengan melakukan politik sektarian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar