Oleh Sulaiman Djaya (Sumber:
Radar Banten, 6 Juli 2015)
Kita barangkali memang tak
dapat menafikan bahwa dalam ranah dan hasrat politik Barat, diskursus humaniora
dan saintifik acapkali “ada” demi kekuasaan itu sendiri, yang di sini contohnya
adalah orientalisme, sebagaimana dipaparkan Edward W. Said dalam bukunya yang
berjudul Orientalism yang diterbitkan
pada tahun 1978 oleh penerbit Vintage Books itu, yang di sana banyak sekali
disinggung bagaimana para orientalis menarasikan Islam dan Timur secara tidak
adil, acapkali bertabur tuduhan dan prasangka yang tanpa bukti. Namun,
belakangan ini, semakin banyak yang menulis tentang Islam dengan narasi yang
simpatik dan menghadirkan diskursus Islam secara objektif bagi publik atau para
pembaca, terutama sekali untuk para pembaca di Barat. Salah-satunya adalah Annemarie Schimmel.
Bagi kita dan kaum
intelektual yang konsen pada kajian Islam, Schimmel masyhur sebagai Islamolog
langka yang memandang sejarah Islam dengan kaca mata objektif dan perspektif
yang adil, yang tidak teracuni ‘kebencian’ kaum orientalis lama. Dalam hal ini,
menurut sebagian orang dan pakar, Annemarie Schimmel adalah orang yang cinta
Islam, seorang pecinta yang telah rela berkorban demi cintanya.
Saat itu, ketika ia
mengomentari doa-doa Islam, khususnya Shahifah Sajjadiyah (Kumpulan Munajatnya
Imam Ali Zainal Abidin as Sajjad as), Annemarie Schimmel mengutarakan: “Saya selalu membaca doa-doa, hadits, dan
sejarah Islam dari Bahasa Arab dan tidak pernah merujuk ke terjemahan apapun.
Saya pernah menerjemahkan dan mencetak sebagian Shahifah Sajjadiyah ke dalam
Bahasa Jerman”.
“Sekitar 70 tahun lalu,” demikian paparnya, “ketika sedang menerjemahkan doa melihat hilal Bulan Ramadhan dan doa
perpisahan dengan Bulan Ramadhan, ibuku terbaring di rumah sakit. Saya
menemaninya. Setelah ibuku tertidur, saya duduk di sebuah pojok kamar dan
menulis ulang terjemahan yang telah saya lakukan. Kamar ibuku memiliki dua
ranjang. Di ranjang yang lain terbaring seorang wanita penganut Kristen
Katholik yang sangat fanatik dan kuat akidahnya. Ketika melihat saya sedang
menerjemahkan doa-doa Islam, ia serta merta memprotes saya: Memangnya kita
memiliki kekurangan doa di agama Kristen dan Kitab Suci sehingga kamu memilih
doa-doa Islam?
Setelah buku itu dicetak, saya mengirimkan satu naskah
kepada wanita Kristen itu. Sebulan setelah itu, ia menelpon saya seraya
berkata: “Saya sangat berterimah kasih atas hadiah buku itu. Setiap hari saya
membaca buku itu sebagai ganti dari doa-doa (Kristen). Imam Zainal Abidin as
Sajjad as bisa membuat solusi bagi mayoritas masyarakat Barat.” Dan yang sangat
menarik, di atas batu nisan Annemarie Schimmel tertulis hadis Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib as dengan khat Nasta’liq yang sangat indah: “Seluruh manusia
tertidur pulas. Ketika ajal tiba, mereka baru sadar”.
Annemarie Schimmel lahir
pada bulan April 1922 di kota Erfurt, Jerman (sebuah bangsa yang telah
melahirkan banyak ilmuwan dan pujangga masyhur), dari sebuah keluarga tingkat
menengah. Kegemarannya membaca kisah-kisah Arab dari sejak masa kecil telah
menanamkan benih yang dapat menentukan jalan kehidupannya di masa mendatang.
Demikian pula, pada usia 15 tahun, Annemarie Schimmel mempelajari Bahasa Arab
dengan penuh semangat cinta, dan pada tahun 1956 telah berhasil menjadi dosen
di Universitas Marburg, Jerman. Hanya saja, lantaran ia masih berusia muda,
Annemarie Schimmel malah mengajar di Universitas Ankara dengan menggunakan
Bahasa Turki, bukan Universitas Marburg. Selain Bahasa Arab, Turki, Persia, dan
Urdu, ia juga menguasai mayoritas bahasa negara-negara Eropa.
Di tahun 1951, Annemarie
Schimmel berhasil meraih gelar doktor dalam jurusan sejarah agama-agama, dan
pada tahun 1961 dinobatkan sebagai dosen Universitas Bonn, Jerman. Annemarie
Schimmel juga pernah mengajar di Harvard, Cambridge, dan perguruan-perguruan
tinggi Turki, Iran, Pakistan, dan Afghanistan. Benazzir Bhutto (Perdana Menteri
Pakistan) yang telah terbunuh merupakan salah satu mahasiswa orientalis ini.
Singkatnya, ia telah mengenal banyak sumber Islam sekaligus jazirah dan
kawasan-kawan kaum muslim.
Schimmel dan Rushdi
Berkat kerja keras dan dedikasinya yang tinggi tak kenal lelah itu, Schimmel telah memperoleh aneka hadiah berharga di sepanjang aktivitas ilmiah yang pernah digelutinya. Hadiah Perdamaian yang setiap tahun diberikan kepada para limuwan Jerman sebelum penyelenggaraan pameran internasional Frankfurt berhasil diraih olehnya pada tahun 1995. Setelah menerima Hadiah Perdamaian ini, seorang wartawan salah satu saluran televisi datang menjumpainya menanyakan pendapat Annemarie Schimmel tentang Salman Rushdi. Dan opininya sungguh membanggakan, di mana bertentangan dengan opini negara-negara Eropa kala itu yang memang disetir untuk mendiskreditkan Negara Islam, Schimmel membela Dunia Islam dengan berani dan menegaskan bahwa tulisan Salman Rushdi sangat dangkal dan ditulis hanya demi menggembirakan Barat.
Berkat kerja keras dan dedikasinya yang tinggi tak kenal lelah itu, Schimmel telah memperoleh aneka hadiah berharga di sepanjang aktivitas ilmiah yang pernah digelutinya. Hadiah Perdamaian yang setiap tahun diberikan kepada para limuwan Jerman sebelum penyelenggaraan pameran internasional Frankfurt berhasil diraih olehnya pada tahun 1995. Setelah menerima Hadiah Perdamaian ini, seorang wartawan salah satu saluran televisi datang menjumpainya menanyakan pendapat Annemarie Schimmel tentang Salman Rushdi. Dan opininya sungguh membanggakan, di mana bertentangan dengan opini negara-negara Eropa kala itu yang memang disetir untuk mendiskreditkan Negara Islam, Schimmel membela Dunia Islam dengan berani dan menegaskan bahwa tulisan Salman Rushdi sangat dangkal dan ditulis hanya demi menggembirakan Barat.
Menurut Annemarie
Schimmel, Salman Rushdi dengan bukunya yang buruk itu telah melukai perasaan
seluruh Muslimin dan juga perasaan diri Annemarie Schimmel. Setelah wawancara
televisi inilah para pembela Salman Rushdi menyerang wanita orientalis yang
penuh tanggung jawab ini, yang salah-satunya adalah Ludger Lutkehaus yang
menyerang wanita orientalis sejati ini melalui sebuah makalah di Koran Sued
Deutsche Zeitung pada tanggal 11 Mei 1995. Setelah itu, seorang dosen di
Universitas Hamburg melalui makalah di Koran Diezeit pada tanggal 12 Mei 1995
menuntut supaya Hadiah Perdamaian itu dicabut dari tangan Schimmel.
Begitu pun, dalam sebuah
wawancara dengan Koran Der Spiegel
pada tanggal 22 Mei 1995, Annemarie Schimmel mengaku, “Dengan menulis 80 buah buku, saya ingin menggambarkan sejarah Islam
yang benar kepada masyarakat Eropa. Saya menilai hal ini adalah sebuah
aktivitas politik. Saya telah mewakafkan seluruh umur saya guna mewujudkan
kesepahaman antara Barat dan Timur.” Sekalipun serangan dan kritikan
tersebut, Professor Stephan Field, Dekan Institut Sastra Universitas Bonn,
memberikan pembelaan tegas. Roman Herzog mantan Presiden Jerman dalam acara
peringatan hari wafat Annemarie Schimmel menyatakan: “Jika tidak ada Annemarie Schimmel, bangsa Jerman tidak akan pernah
memahami Islam yang sebenarnya.”
Dan tentu saja, banyak
karya tulis yang telah dipersembahkan oleh Annemarie Schimmel kepada Dunia
Islam. Karya tulis terakhir yang ia tulis pada tahun 2002 mengupas kehidupan
Rasulullah Saw. Di pembukaan buku ini, Schimmel menautkan sebuah puisi
berbahasa Urdu dari seorang pemeluk Agama Hindu. Arti puisi ini adalah: “Mungkin saya kafir dan mungkin juga saya
mukmin. Ilmu tentang semua ini berada di tangan Tuhan. Tetapi aku ingin
menazarkan diriku sebagai seorang hamba yang bersih; nazar untuk seorang figur
agung Muhammad Rasulullah.” Lantaran buku ini, Schimmel banyak memperoleh
kritik pedas. Tapi ia hanya menjawab, “Saya
hanya mencintai Muhammad.”
Sang intelektual, peneliti
dan pejuang yang gigih dan tekun ini wafat pada tahun 2003 dalam usia lebih
dari 80 tahun. Salah seorang dosen berkebangsaan Arab bernama Muhammad Abul
Fadhl Badran di Universitas Bonn menulis: “Ketika
menerima berita kewafatan Schimmel, saya ingat suatu hari ketika ia mengundang
saya ke rumahnya, sebuah rumah yang penuh dengan tanda-tanda ketimuran dan
Islami. Ketika Schimmel menyuguhkan teh dan kurma, saya bertanya kepadanya
bagaimana ia bisa menanggung seluruh serangan media massa itu. Ia hanya
tersenyum dan menjawab: Saya tidak pernah menggubris serangan-serangan media
massa ini, karena mereka menulis semua itu lantaran kedengkian, dan orang
dengki tidak akan pernah melihat keindahan. Saya menulis kebenaran dan hakikat.
Saya sangat mencintai Dunia Islam dan hingga ajal tiba pun tetap akan
mencintainya”.
(Terjemah
inskripsi Arab –Hadits Imam Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah- pada Nisan
Schimmel: “Seluruh manusia tertidur pulas. Ketika ajal tiba, mereka baru
sadar”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar