Kisah Nabi Yusuf terdapat
dalam satu surah penuh yang juga bernama surah Yusuf. Disebutkan bahwa sebab
turunnya surah Yusuf adalah karena orang-orang Yahudi meminta kepada Rasulullah
saw untuk menceritakan kepada mereka kisah Nabi Yusuf. Kisah Nabi Yusuf telah
mengalami perubahan pada sebagiannya dan terdapat penambahan pada sebagiannya.
Lalu Allah SWT menurunkan satu surah penuh yang secara terperinci menceritakan
kisah Nabi Yusuf. Allah SWT berfirman: "Kami menceritakan kepadamu kisah
yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya
kamu sebelum (kami mewahyukan-)nya adalah termasuk orang-orang yang belum
mengetahuinya" (QS. Yusuf: 3).
Kisah dalam surah tersebut
bermuara dari awal sampai akhir pada satu bentuk di mana Anda akan merasakan
adanya kekuasaan Allah SWT dan terlaksananya perintah-Nya meskipun banyak
manusia berusaha menentangnya: "Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya"
(QS. Yusuf: 21).
Nabi Yusuf mendapatkan
berbagai ujian dalam hidupnya. Beliau menghadapi persekongkolan jahat yang
justru datang dari orang-orang yang dekat dengannya, yaitu saudara-saudaranya.
Mereka merencanakan untuk membunuhnya. Rencana itu mereka buat saat Yusuf masih
kecil. Kemudian Yusuf dijual di pasar budak di Mesir lalu ia dibeli dengan
harga yang sangat murah. Kemudian beliau menghadapi rayuan dari istri seorang
lelaki yang memiliki jabatan penting. Ketika ia menolak rayuannya, ia pun
dijebloskan ke dalam penjara. Dalam beberapa waktu, beliau menjadi tahanan di
penjara. Meskipun mendapatkan berbagai kehinaan ini, pada akhirnya beliau mampu
menduduki tampuk kepemimpinan di Mesir. Beliau menjadi menteri dari raja yang
pertama. Ia memulai dakwahnya di jalan Allah SWT dari atas panggung kekuasaan.
Ia melaksanakan rencana Allah SWT dan menunaikan perintah-Nya. Demikianlah
kandungan dari kisahnya.
Kisah tersebut seolah-olah
menggambarkan suatu adegan film yang sangat mengagumkan, episode demi episode.
Disamping itu, Anda akan dihadapkan pada satu bagian dari bagian-bagian
peristiwa yang membuat Anda tercengang dan cukup mengganggu daya imajinasi
Anda. Itu adalah kisah seni yang sangat mengesankan yang tidak mampu
diungkapkan oleh seniman mana pun dari kalangan manusia.
Pada mulanya kisah itu
mengungkap mimpi dan pada akhirnya menakwilkan mimpi ini. Mimpi para nabi pasti
selalu berisi kebenaran, di mana Allah SWT menyingkapkan di dalamnya berbagai
peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal kisah, kita tidak
mengetahui bahwa Yusuf adalah seorang Nabi. Begitu juga konteks Al-Qur'an
terkesan menyembunyikan nama ayahnya, yaitu Nabi Yakub sebagaimana disampaikan
oleh Nabi Muhammad saw. Jadi, kita berhak untuk merenungkan mimpi tersebut
dengan penuh keheranan. Layar akal pertama-tama menampilkan pemandangan mimpi.
Perhatikanlah film yang dimulai dengan mimpi. Mimpi identik dengan tidur, dan
permulaan kisah apa pun yang dimulai dengan tidur tidak terlepas dari rasa
kantuk. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor daya tarik cerita
itu sendiri. Al-Qur'an menceritakan bagaimana Nabi Yusuf menyampaikan mimpinya
kepada ayahnya, "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: Wahai
ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat
semuanya sujud kepadaku" (QS. Yusuf: 4).
Amatilah bentuk tantangan
yang diwujudkan oleh adanya mimpi yang membangkitkan daya khayal. Perhatikanlah
potensi imajinasi bagaimana ia menjalankan aktivitasnya. Sesungguhnya otak
manusia merupakan sumber masalah di mana ia menciptakan di dalamnya suatu
gambar dari sujudnya matahari, bulan dan bintang. Dengan gambaran mukjizat ini
yang menantang imajinasi para ahli seni dan film, kisah Nabi Yusuf dimulai.
Atau, dimulailah video visual dari kisah Nabi Yusuf sebagaimana yang
diceritakan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya.
Nabi Yusuf melihat mimpi
dan ia sekarang membeberkannya kepada ayahnya, "Ayahnya berkata: Hai
anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka
mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya Setan itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia" (QS. Yusuf: 5).
Si ayah mengingatkannya
agar jangan sampai ia menceritakannya kepada saudara-saudaranya. Sesungguhnya
saudara-saudara Nabi Yusuf tidak mencintainya dan tidak menyukai kedekatannya
dengan ayahnya, dan mereka juga tidak simpati dengan perhatian si ayah padanya.
Yusuf bukanlah saudara kandung mereka di mana Nabi Yakub menikahi istri kedua
yang tidak melahirkan baginya anak-anaknya dan lahirlah darinya Yusuf dan
saudara kandungnya. Yusuf bin Yakub dan Yakub bin Ishak bin Ibrahim. Silsilah
suci dalam rotasi suci.
Ketika mendengar mimpi
anaknya, Nabi Yakub merasa bahwa anaknya itu akan mengemban suatu urusan besar,
yaitu rotasi kenabian yang berada di sekitarnya. Sebagian ulama berkata:
"Nabi Yakub merasa bahwa Allah SWT memilih Yusuf melalui mimpi ini",
"Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi nabi) dan di
ajarakan-Nya kepadamu sebagian dari tabir mimpi-mimpi" (QS. Yusuf: 6).
Makna takwil adalah mengetahui akhir dari sesuatu dan
kemampuan untuk menyingkap suatu kesimpulan, juga mengetahui rahasia yang belum
terjadi. Lalu apa yang dimaksud
dengan ahadist? Mereka mengatakan bahwa ia adalah mimpi. Nabi Yusuf akan mampu
menafsirkan mimpi dimana melalui simbol-simbolnya yang tersembunyi, ia mampu
melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Ada yang mengatakan bahwa ‘ahadist’
adalah peristiwa-peristiwa. Nabi Yusuf akan mengetahui kesudahan dari suatu
peristiwa, baik dari permulaannya dan akhirannya. Allah SWT akan memberikan
ilham padanya sehingga ia mengetahui takwil mimpi. "Sesungguhnya Tuhanmu
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. Yusuf: 6).
Pada akhir pembicaraannya,
Nabi Yusuf mengembalikan ilmu dan hikmah kepada Allah SWT. Sebagian ulama ada
yang mengatakan bahwa ayat tersebut bukan termasuk bagian dari dialog Nabi
Yakub bersama anaknya Yusuf, namun ia merupakan pujian dari Allah SWT terhadap Yusuf.
Perkataan tersebut dimasukan dalam rangkaian kisah sejak permulaannya, padahal
ia bukan bagian darinya. Jadi, sejak semula Nabi Yusuf dan Nabi Yakub tidak
mengetahui takwil dari mimpinya. Kami memilih pendapat ini (pendapat ini
dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam tafsirnya, Al-Jami' li Ahkamil Qur'an.
Kalau begitu, kita
memahami dialog dalam bentuk pemahaman yang lain. Sesungguhnya Allah SWT
menceritakan di sini bagaimana Dia memilih Yusuf. Ini berarti proses kenabian
Yusuf, dan bukan mengajarinya untuk menakwilkan mimpi serta memberitahunya
tentang hakikat simbol-simbol yang ada dalam kehidupan atau dalam mimpi, selain
mukjizat-mukjizatnya sebagai seorang nabi. Dan Allah SWT Maha Mengetahui kepada
siapa agamanya diserahkan. Nabi Yakub mendengarkan mimpi anaknya dan
mengingatkannya agar jangan menceritakannnya kepada saudara-saudaranya. Yusuf
memenuhi permintaan ayahnya. Ia tidak menceritakan pada saudara-saudaranya apa
yang dilihatnya. Yusuf berprasangka bahwa mereka membencinya sampai pada batas
di mana sulit baginya untuk merasa nyaman bersama mereka, dan kemudian
menceritakan kepada mereka rahasia-rahasianya yang khusus dan mimpi-mimpinya.
Tersembunyilah penampilan Nabi Yakub dan anaknya, lalu layar film menampilkan
kejadian lain, yaitu saudara-saudara Nabi Yusuf yang membuat persengkokolan:
"Sesungguhnya ada
beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya
bagi orang-orang yang bertanya. (Yaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya
Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita daripada
kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya
ayah kita ada dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke
suatu (daerah yang tidak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu
saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik. Seorang di
antara mereka berkata, 'Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke
dalam sumur, supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak
berbuat" (QS. Yusuf: 7-10).
Di dalam lembaran-lembaran
Perjanjian Lama disebutkan bahwa Nabi Yusuf menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya. Tidak terdapat isyarat Al-Qur'an yang menunjukkan hal itu.
Kalau memang demikian, niscaya saudara-saudaranya akan menceritakan hal itu dan
kedengkian mereka akan semakin bertambah sehingga mereka segera membunuhnya.
Yusuf percaya dengan pesan ayahnya dan ia tidak menceritakan mimpinya kepada
saudara-saudaranya. Meskipun demikian, saudara-saudaranya tetap merencanakan
konspirasi dan niat jahat padanya.
Salah seorang mereka
berkata: "Mengapa ayah kita lebih mencintai Yusuf daripada kita?"
Saudara yang kedua berkata: "Barangkali karena ketampanannya."
Saudara ketiga berkata: 'Yusuf dan saudaranya kedua-duanya mendapat tempat di
hati ayahnya." Saudara yang pertama berkata: "Sungguh ayah kita telah
sesat." Salah seorang mereka mengusulkan sebuah solusi: "Kalau begitu
bunuhlah Yusuf." "Mengapa kita membunuhnya? Lebih baik kita
membuangnya di bumi yang jauh. Mengapa kita tidak membunuhnya, lalu kita merasa
tenang." Salah seorang di antara mereka berkata: "Mengapa ia harus
dibunuh? Apakah kalian ingin menghindar darinya? Kalau begitu, lebih baik kita
membuangnya ke dalam sumur yang di situ menjadi tempat lewatnya para kafilah.
Maka kafilah itu akan mengambilnya dan membawanya ke tempat yang jauh sehingga
ia jauh dari wajah ayahnya. Dengan jauhnya Yusuf, maka tujuan kita tercapai.
Kemudian setelah itu, kita bertaubat dari kejahatan kita dan kita kembali
menjadi orang-orang yang baik."
Dialog tersebut terus
berlanjut setelah timbul ide untuk memasukan Yusuf ke sumur. Namun mereka tetap
kembali pada ide-ide itu karena ia dianggap sebagai ide yang paling aman. Ide
untuk membunuh diurungkan. Kemudian timbullah ide untuk menjauhkan dan membuang
Yusuf. Itu dianggap ide yang paling cemerlang. Dari sini kita memahami bahwa
saudara-saudara Yusuf, meskipun kejahatan mereka dan kedengkian mereka sangat
kental, namun dalam hati mereka masih tersisa titik-titik kebaikan. Akhirnya,
ide untuk membuangnya ke sumur diputuskan. Kemudian mereka sepakat untuk
melaksanakan rencana itu:
"Mereka berkata,
'Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf,
padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya.
Biarkan dia pergi bersama kami esok pagi, agar ia (dapat) bersenang-senang dan
(dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya.' Berkata Yakub,
'Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkankanku dan aku
khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya. Mereka
berkata, 'Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang
kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi'" (QS.
Yusuf: 11-14).
Terjadilah dialog antara
mereka dan ayahnya dengan penuh kelembutan dan dendam yang tersembunyi. Mengapa
engkau tidak merasa aman ketika kami pergi dengan Yusuf? Apakah Yusuf dapat
menjadi saudara kandung kami, lalu mengapa engkau khawatir kepada kami jika
kami membawanya. Bukankah kami mencintainya dan nanti akan menjaganya. Mengapa
engkau tidak membiarkannya pergi bersama kami besok untuk bersenang-senang dan
bermain. Bukankah ketika ia pergi dan main-main, itu dapat menghiburnya?
Lihatlah wajahnya tampak pucat karena ia sering berdiam di rumah, seharusnya ia
harus bermain agar tampak ceria.
Masalahnya adalah Yakub
khawatir terhadap serigala-serigala gurun. Apakah yang dimaksud Yakub adalah
serigala-serigala yang ada dalam diri mereka atau serigala-serigala hakiki,
yaitu binatang yang buas? Tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Mereka
membujuk ayahnya agar mengizinkan Yusuf pergi dengan mereka. Akhirnya, mereka
berhasil meyakinkan ayahnya yang sangat khawatir kalau-kalau Yusuf dimakan oleh
serigala. Apakah ini masuk akal? Kami sepuluh orang laki-laki, maka mana
mungkin kami yang banyak ini lalai darinya? Sungguh kami akan kehilangan sifat
kejantanan kami seandainya terjadi peristiwa itu. Kami jamin bahwa tidak ada
seekor serigala pun yang akan memakannya. Karena itu, tidak ada yang perlu
dikhawatirkan. Si ayah berdiri di bawah tekanan anak-anaknya. Mereka pun
berhasil menemani Yusuf pada hari berikutnya dan pergi dengannya ke gurun.
Mereka menuju tempat yang
jauh yang belum pernah mereka berjalan sejauh itu. Mereka mencari sumur yang di
situ sering dilewati oleh para kafilah dan mereka berencana untuk memasukan
Yusuf ke dalam sumur itu. Allah SWT mengilhamkan kepada Yusuf bahwa ia akan
selamat, maka ia tidak perlu takut. Allah SWT menjamin bahwa Yusuf akan bertemu
dengan mereka pada suatu hari dan akan memberitahu mereka apa yang mereka
lakukan kepadanya.
Salesailah satu adegan dan
akan dimulai adegan yang lain. Kita bisa membayangkan bahwa Yusuf sempat
melakukan perlawanan kepada mereka namun mereka memukulnya dan mereka
memerintahnya untuk melepas bajunya, lalu mereka menceburkannya ke dalam sumur
dalam keadaan telanjang. Kemudian Allah SWT mewahyukan kepadanya bahwa ia akan
selamat dan karenanya ia tidak perlu takut.
Di dalam sumur itu
terdapat air, namun tubuh Nabi Yusuf tidak terkena hal yang membahayakan. Ia
sendirian duduk di sumur itu, kemudian ia bergantungan dengan batu:
"Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis.
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Yakub
berkata, 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang
buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah
yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.'" (QS.
Yusuf: 16-18). Peristiwa ini terjadi di malam yang gelap. Tetapi kegelapan itu
segera dipecah oleh tangisan sepuluh orang lelaki. Sementara itu, si ayah duduk
di rumahnya lalu anak-anaknya masuk menemuinya di tengah-tengah malam di mana
kegelapan malam menyembunyikan kegelapan hati dan kegelapan kebohongan yang
siap ditampakkan. Nabi Yakub bertanya, "Mengapa kalian menangis? Apakah
terjadi sesuatu pada kambing? Mereka berkata sambil meningkatkan tangisannya,
"Wahai ayah kami,
sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat
barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau sekali-kali tidak
akan pernah percaya kami, walaupun kami adalah orang-orang yang benar"
(QS. Yusuf: 17). Setelah kembalinya kita dari adu lari, kita dikagetkan ketika
melihat Yusuf telah berada di perut serigala. Kita tidak menemukan Yusuf.
Mungkin engkau tidak percaya kepada kami meskipun kami jujur, tetapi kami
menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Kita tidak berbohong kepadamu.
Sungguh Yusuf telah dimakan oleh serigala. Inilah pakaian Yusuf. Kita menemukan
pakaian Yusuf berlumuran darah sedangkan Yusuf tidak kita temukan: "Mereka
datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu" (QS.
Yusuf: 18).
Mereka menyembelih kambing
atau rusa lalu melumurkan darah palsu ke pakaian Yusuf. Mereka lupa untuk merobek-robek
pakaian Yusuf. Mereka malah membawa pakaian sebagaimana biasanya (masih utuh)
tetapi hanya berlumuran darah. Mereka melemparkan pakaian Yusuf di
depan ayahnya yang saat itu sedang duduk. Nabi Yakub memegang pakaian anaknya.
Lalu ia mengangkat pakaian itu dan memperhatikannya di bawah cahaya yang
terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu di tangannya namun ia
mendapatinya masih utuh dan tidak ada tanda-tanda cakaran atau robek.
Serigala apa yang makan
Yusuf? Apakah ia memakannya dari dalam pakaian tanpa merobek pakaiannya? Seandainya
Yusuf mengenakan pakaiannya lalu ia dimakan oleh serigala, niscaya pakaian
tersebut akan robek. Seandainya ia telah melepas bajunya untuk bermain
dengan saudara-saudaranya, maka bagaimana pakaian tersebut dilumuri dengan
darah sementara saat itu ia tidak menggunakan pakaian? Melalui bukti-bukti itu,
Nabi Yakub mengetahui bahwa mereka berbohong. Yusuf tidak dimakan oleh
serigala. Si ayah mengetahui bahwa mereka berbohong. Ia mengungkapkan hal ini
dalam perkataannya, "Yakub berkata: 'Sebenarnya dirimu sendirilah yang
memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang
kamu ceritakan'" (QS. Yusuf: 18).
Demikianlah perilaku nabi
yang bijaksana. Ia meminta agar diberi kesabaran dan memohon pertolongan kepada
Allah SWT atas apa yang mereka lakukan terhadap anaknya. Selanjutnya, terdapat
kafilah yang berjalan menuju ke Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan
cukup jauh sehingga dinamakan ‘sayyarah’. Semua kafilah itu menuju ke sumur.
Mereka berhenti untuk menambah air. Mereka mengulurkan timba ke sumur. Lalu
Yusuf bergelantungan dengannya. Orang yang mengulurkannya mengira bahwa
timbanya telah penuh dengan air lalu ia menariknya. Tiba-tiba, "Oh ini
anak kecil."
Di zaman itu ditentukan
bahwa siapa yang menemukan sesuatu yang hilang, maka ia akan memilikinya.
Demikianlah undang-undang yang ditetapkan saat itu. Mula-mula orang yang
menemukannya gembira tetapi ia berpikir tentang tanggung jawab yang harus
dipikulnya, dan kemudian timbullah rasa khawatir dalam dirinya. Kemudian untuk
menghindar darinya ia menetapkan untuk menjualnya saat ia tiba di Mesir.
Akhirnya, ketika ia sampai di Mesir ia segera menjualnya di pasar budak dengan
harga yang sangat murah di mana ia dibeli oleh seorang lelaki yang mempunyai
kepentingan dengannya,
"Kemudian datanglah
kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka
dia menurunkan timbanya, dia berkata: 'Oh; kabar gembira, ini seorang anak
muda!' Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga
yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka tidak tertarik hatinya
hepada Yusuf. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya,
'Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi ia bermanfaat
kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.' Dan demikianlah Kami berikan
kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir) dan agar Kami ajarkan
kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan
manusia tiada mengetahuinya" (QS. Yusuf: 19-21).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar