(Foto: Nama-nama 12 Imam Ahlulbiat di Dinding Masjid Nabawi Madinah)
Pada suatu ketika, Abu Shakir, salah seorang
musuh Imam Ja’far as-Sadiq as, yang selalu mengkritik Imam Ja’far as-Sadiq as, berkata
kepada Imam Ja’far as.
ABU
SHAKIR: “Bolehkah aku mengatakan sesuatu dan
menanyakan beberapa pertanyaan kepadamu?”
IMAM
JA’FAR: “Tentu saja. Engkau boleh bertanya
kepadaku.”
Abu Shakir: “Bukankah Allah itu sekedar mitos
belaka? Engkau ingin agar orang-orang percaya kepada sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Apabila memang Allah itu ada, maka kita akan merasakan keberadaan-Nya
dengan menggunakan indera-indera kita.
Engkau bisa saja berkata bahwa kita bisa
merasakan keberadaan-Nya dengan menggunakan indera-indera di dalam tubuh kita,
akan tetapi indera-indera di dalam tubuh kita juga tergantung pada lima indera
yang ada di luar tubuh kita.
Kita tidak bisa membayangkan sebuah gambaran
dari sesuatu tanpa menggunakan lima indera kita. Kita tidak bisa membayangkan
sebuah gambaran dari seseorang yang belum pernah kita lihat sebelumnya,
misalnya. Kita tidak bisa mengingat-ingat suaranya apabila kita memang belum
pernah mendengar suaranya sebelumnya.
Kita tidak bisa merasakan apakah tangannya itu
kasar atau halus apabila kita belum pernah memegangnya atau merasakannya dengan
indera-indera yang berada di dalam tubuh kita.”
Engkau bisa juga berkata bahwa kita bisa
membayangkan Allah atau mendeteksi keberadaan Allah itu dengan menggunakan
kecerdasan kita dan bukan dengan indera-indera dalam atau indera-indera luar
kita.
Akan tetapi kecerdasan kita juga membutuhkan
bantuan dari 5 indera luar kita yang kalau tidak berfungsi dengan baik (semua
indera itu) maka kita tidak bisa membayangkan keberadaan Allah. Kita tidak bisa
berpikir, membuat dan menarik kesimpulan tanpa bantuan indera-indera itu.
Dengan menggunakan kekuatan imajinasi, Anda bisa
menciptakan sesuatu—yang tergantung dari bayangan yang Anda buat sendiri.
Karena Anda bisa melihat, berbicara,
mendengar, bekerja, dan beristirahat, maka DIA juga melakukan sesuatu yang Anda
lakukan.
Anda tidak mau menunjukkan DIA kepada siapa pun
agar Anda bisa mempertahankan ide Anda bahwa Allah itu memang tidak bisa
dilihat mata. Anda juga berkata bahwa DIA itu tidak dilahirkan dari rahim
seorang wanita. DIA tidak melahirkan dan dilahirkan dan tidak akan pernah mati.
Aku pernah mendengar bahwa ada sebuah berhala
di India sana yang disembunyikan dibalik sebuah tirai dan tidak boleh diijinkan
untuk dilihat para penganut agama Hindu. Para penjaga kuil yang menjaga berhala
itu mengatakan bahwa Tuhan (berhala) itu tidak bisa dilihat orang karena kalau
mereka melihat-NYA dengan mata mereka, maka mata mereka akan mengalami kebutaan
dan mereka akan mati.
Tuhan anda, Allah, juga mirip-mirip dengan
Tuhannya orang-orang Hindu tadi yang disembunyikan dari penglihatan
orang-orang. Bukan karena Tuhan itu penuh kasih sayang kepada kita sehingga ia
tidak mau menampakkan dirinya di hadapan kita karena takut bahwa kita akan mati
mendadak.
Engkau mengatakan bahwa alam semesta ini
diciptakan oleh Allah, yang tidak pernah berbicara kepada siapapun, kecuali
kepada Nabi Islam. Sebenarnya alam semesta ini terjadi dengan sendirinya.
Apakah ada yang menciptakan rumput yang tumbuh
di padang rumput? Apakah ada yang menciptakan rumput itu supaya berwarna hijau?
Apakah ada yang menciptakan semut dan nyamuk? Bukankah mereka itu semua
tercipta begitu saja dengan sendirinya?
Aku katakan kepadamu. Engkau ini adalah orang
yang mengaku-ngaku sebagai seorang ulama dan seorang penerus Nabi; dan dari
seluruh cerita yang engkau karang itu—yang sekarang beredar di kalangan
masyarakat, semuanya adalah omong kosong belaka.
Semuanya hanyalah cerita isapan jempol dan
tidak berdasar sama sekali dan cerita itu lebih gila lagi bila dibandingkan
dengan cerita tentang Allah yang tidak bisa dilihat mata. Masih banyak lagi
cerita lainnya yang juga tidak ada dasarnya sama sekali akan tetapi walaupun
begitu memang sebagian darinya itu menggambarkan kehidupan nyata.
Cerita-cerita yang engkau ceritakan itu
menggambarkan manusia dan kepribadiannya yang mungkin saja hanya khayalan dan
bukan kenyataan walaupun perbuatan dan tingkah laku manusia-manusia yang engkau
ceritakan itu terlihat nyata seperti manusia lainnya.
Mereka
makan dan minum; mereka tidur dan beranak-pinak; mereka berbicara dan jatuh
cinta dan lain-lain. Ketika kita membaca cerita-cerita khayalan ini, kita
menyukainya. Kita tahu bahwa itu cerita palsu dan rekaan belaka, akan tetapi
kita lihat di dalam cerita itu ada wajah-wajah yang mirip kita; kehidupan yang
mirip kita.
Orang-orang
yang diceritakan itu boleh jadi tak pernah ada dan tak pernah hidup dalam
kehidupan nyata, tapi akal kita menerima keberadaan orang-orang seperti itu di
dunia ini. Akan tetapi ketika kita tidak bisa melihat, merasakan dan menyentuh
Allah, Tuhan Anda, akal sehat kita dan logika kita—yang tergantung pada panca
indera kita—tidak pernah bisa menerima keberadaan-Nya.
Aku
tahu bahwa beberapa orang yang telah tertipu oleh Anda itu akhirnya percaya
pada Tuhan Anda yang tidak bisa dilihat mata, akan tetapi maaf saja, anda tidak
bisa menipu saya dan memaksa saya untuk percaya kepada DIA.”
Aku
sendiri menyembah TUHAN. Tuhan yang terbuat dari kayu dan batu. Meskipun Tuhan
aku itu tidak pernah bisa bicara, akan tetapi aku bisa melihat Dia dengan mata
kepalaku sendiri dan aku bisa menyentuhnya dengan kedua belah tanganku.
Engkau
mengatakan bahwa Tuhan yang aku buat sendiri itu tidak layak untuk aku sembah,
sementara engkau sendiri menyuruh orang-orang untuk menyembah Tuhan yang engkau
buat sendiri dengan khayalanmu. Engkau telah tega sekali menipu orang-orang
yang tidak berdosa dengan mengatakan bahwa Tuhan khayalanmu itu telah
menciptakan alam semesta. Aku sendiri tidak pernah menipu orang lain. Aku tidak
pernah mengatakan bahwa Tuhanku itu menciptakan alam semesta. Tidak diperlukan
Tuhan untuk menciptakan alam semesta ini karena alam semesta ini terjadi dengan
sendirinya. Tuhan tidak pernah menciptakan apapun. Dia sendiri yang kita
ciptakan. Aku menciptakan Tuhan dengan kedua belah tanganku dan engkau membuat
Tuhan dengan khayalanmu.
IMAM JA’FAR AS-SHADIQ (as) tidak berkata sepatah katapun
selama Abu Shakir berbicara. Beliau dengan tenang mendengarkan setiap perkataan
Abu Shakir. Sementara itu murid-muridnya—yang kebetulan juga masih ada di
sekitar beliau—kelihatan sekali ingin ikut campur dalam diskusi itu. Akan
tetapi Imam Ja’far melarang mereka dengan memberikan isyarat dengan tangannya
untuk diam. Ketika Abu Shakir menghentikan pembicaraannya yang panjang lebar,
barulah Imam bertanya kepadanya apakah masih ada lagi yang ingin ia
sampaikan.
ABU SHAKIR kembali berbicara dengan
ketus: “Dengan memperkenalkan Tuhan-mu yang tidak bisa dilihat itu,
engkau ingin memperoleh kekayaan dan kedudukan serta kemuliaan dan kehormatan
selain kehidupan yang mewah dan nyaman. Itulah kata-kata yang terakhir. Aku
tidak ingin berbicara lagi.”
IMAM JA’FAR AS-SHADIQ (as) kemudian berkata: “Saya
akan mulai menjawab tuduhan Anda dan saya akan mulai dengan menjawab tuduhan
terakhir. Anda menuduh bahwa saya menginginkan uang, kedudukan, dan kehidupan
yang mewah serta nyaman. Semua tuduhan itu bisa berdasar seandainya saya ini
hidup seperti khalifah. Anda lihat sendiri bahwa saya sendiri hanya
memakan beberapa keping roti dan tidak lebih dari itu. Saya bisa mengundang Anda
untuk datang ke rumah saya dan melihat sendiri apa yang akan saya santap untuk
makan malam saya. Selain itu juga Anda bisa melihat bagaimana saya hidup
sehari-hari.
Wahai
Abu Shakir! Seandainya saya ini menginginkan kekayaan dan kehidupan yang mewah
serta nyaman—seperti yang Anda tuduhkan—maka saya tidak usah mengajar dan
memberikan kuliah untuk menjadi kaya. Saya bisa mendapatkan uang dan menjadi
kaya dengan memanfaatkan pengetahuan saya dalam ilmu kimia. Cara lain yang bisa
saya gunakan untuk menjadi kaya ialah dengan cara berbisnis.
Saya
punya pengetahuan yang luas tentang pasar-pasar luar negeri dibandingkan dengan
para pedagang manapun di kota Madinah ini. Saya tahu bahwa barang-barang itu
diproduksi di negara-negara yang berbeda dan saya juga tahu kemana saya harus
jual barang-barang itu untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Saya juga tahu
bagaimana caranya untuk membawa barang-barang itu ke sini untuk mengurangi
biaya transportasi. Para pedagang kita itu mengimpor barang-barang dari Suriah,
Irak, Mesir, dan beberapa Negara Arab lainnya. Mereka tidak tahu barang-barang
apa saja yang ada di kota Isfahan, Rasht, dan Roma. Kalau saja mereka tahu,
maka mereka akan mengimpornya dari sana dan menjualnya dengan keuntungan
berlipat ganda.
Wahai
Abu Shakir! Engkau telah mengatakan bahwa saya ini meminta orang-orang untuk
menyembah Allah untuk menipu mereka agar saya bisa mendapatkan uang dan menjadi
kaya. Saya harus mengatakan ini kepada Anda bahwa saya tidak mendapatkan apapun
dari siapapun, kecuali beberapa buah-buahah sebagai hadiah dari mereka. Salah
seorang temanku suka mengirimkan kepadaku buah kurma setiap tahun yang ia petik
dari kebunnya sendiri. Seorang teman lainnya suka mengirimkan buah delima dari
Thaif. Saya menerima semua itu sebagai pemberian dan saya menerimanya agar
mereka tidak merasa terhina.
Saya
dengar bahwa ayah Anda itu adalah seorang pedagang permata. Mungkin Anda tahu
sedikit banyak tentang permata. Tapi saya jauh lebih mengetahui tentang semua
permata dan intan berlian serta batu-batuan lainnya yang berharga. Saya juga
bisa menakar berapa harga pasar dari batu-batuan berharga itu. Apabila saya
ingin kaya, maka saya akan bekerja sebagai pedagang permata. Dapatkah Anda mengenali
yang mana batuan yang berharga dan mana yang tidak? Dapatkah Anda mengetahui
kadarnya dan harga pasarnya? Apakah Anda tahu berapa banyak jenis batuan rubi
yang ada di dunia ini?
ABU SHAKIR menjawab pelan: “Tidak. Aku
tidak tahu semua itu.”
IMAM JA’FAR melanjutkan: “Apakah Anda tahu
berapa banyak jenis intan yang ada di dunia dan warna-warna apa saja yang
dimilikinya?”
ABU SHAKIR menjawab lagi, lebih
pelan: “Tidak. Aku tidak tahu.”
IMAM JA’FAR AS-SHADIQ (as) melanjutkan: “Saya ini
bukan pedagang permata, tapi saya tahu betul tentang itu semua. Saya tahu
tentang permata dan batu berharga lainnya. Saya juga tahu dari mana saja mereka
berasal. Setiap pedagang permata itu harus tahu tentang keaslian sebuah
permata. Dan saya juga tahu tentang itu. Akan tetapi hanya sedikit sekali
pedagang permata yang tahu dari mana saja permata-permata itu berasal. Apakah
anda tahu bagaimana cara membuat sebuah permata itu supaya bersinar terang?”
ABU SHAKIR menjawab ketus: “Aku ini bukan
seorang ahli intan dan permata, begitu juga ayahku. Ia bukan seorang ahli dalam
hal itu. Bagaimana aku bisa tahu mengapa dan bagaimana sebuah intan bisa
berkilau terang.”
IMAM JA'FAR kembali melanjutkan: “Intan itu
didapatkan di dasar sungai-sungai dan jeram. Intan yang kasar kemudian dipotong
oleh para ahli intan. Cara memotong berlian itulah yang membuat sebuah intan
bisa berkilauan. Mereka yang ahli dalam memotong intan dulunya dididik dan
diajari sejak kecil oleh seorang ayah yang juga ahli intan. Dan ayahnya dulu
diajari oleh kakeknya. Memotong intan itu harus hati-hati. Pekerjaan memotong
intan itu memerlukan ketelitian dan rasa seni yang tinggi. Dan sebuah intan
hanya bisa dipotong oleh sebuah intan yang lainnya.
Abu
Shakir, saya ini hanya mengatakan ini semua hanya untuk menunjukkan kepada Anda
bahwa kalau saya ingin kaya atau mengumpulkan kekayaan, maka itu mudah saja.
Saya bisa memanfaatkan pengetahuan saya tentang permata dan intan berlian. Saya
telah menjawab tuduhan Anda dan sekarang saya akan menjawab keberatan anda
tentang keyakinan saya.” (Bersambaung ke Bagian Kedua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar