Di dalam Al-Qur’an, ada
begitu banyak ayat yang menceritakan dan menerangkan tentang Isa Al-Masih ‘alayhis-salam
dan tentu saja juga tentang Maryam (Maria) ‘alayhas-salam, semisal ayat-ayat
dalam Surah Maryam, Surah Aali Imran, Surah Al-Anbiya dan sejumlah surat
lainnya, selain tercatat juga dalam kitab-kitab yang ditulis para ‘ulama Islam.
Menurut Al-Qur’an dan
sejumlah kitab para ‘ulama Islam itu, Isa Al-Masih (as) diutus di tengah-tengah
kaum yang dijerumuskan oleh falsafah yang dasarnya mengatakan bahwa penciptaan
alam memiliki sumber pertama, seperti sebab dari akibat. Jadi, alam memiliki
wujud yang mendahuluinya. Di tengah-tengah masa yang materialis ini, di mana
ruh diingkari, maka secara logis mukjizat Isa Al-Masih as terkait dengan usaha
menunjukkan alam ruhani.
Demikianlah Isa Al-Masih
dilahirkan tanpa seorang ayah. Mukjizat ini cukup untuk membungkam kaum yang
mengatakan bahwa alam memiliki sumber pertama. Jelas bahwa alam tidak memiliki
wujud yang mendahuluinya. Kita berada di hadapan Sang Pencipta yang mengadakan
sistem bagi segala sesuatu dan menjadikan sebab bagi segala sesuatu. Dia menjadikan
proses kelahiran anak berasal dari hubungan laki-laki dan wanita, tetapi
Pencipta ini sendiri menciptakan sebab-sebab dan sebab-sebab itu tunduk
kepadanya sedangkan Dia tidak tunduk kepada sebab-sebab itu.
Dengan kehendak-Nya yang
bebas, Dia mampu memerintahkan kelahiran anak tanpa melalui ayah sehingga anak
itu lahir. Dan, kelahiran Isa Al-Masih pun terjadi tanpa seorang ayah. Cukup
ditiupkan ruh kepadanya: "Lalu Kami tiupkan ke dalamnya (tubuhnya) roh
dari Kami dan Kami jadikan dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar
bagi semesta alam" (Al-Qur’an Surah Al-Anbiya: 91).
Kelahiran Isa Al-Masih
membawa mukjizat yang luar biasa yang menegaskan dua hal: Pertama, kebebasan
kehendak Ilahi dan ketidak terkaitannya dengan sebab karena Dia adalah Pencipta
sebab-sebab, dan Kedua pentingnya ruh dan menjelaskan kedudukannya serta
nilainya di antara kaum yang hanya mementingkan fisik sehingga mereka
mengingkari ruh.
Seandainya kita mengamati
sebagian besar mukjizat Isa Al-Masih as, maka kita akan melihatnya dan
mendukung pandangan tersebut. Misalnya mukjizat Isa Al-Masih as yang mampu
membentuk tanah seperti burung lalu beliau meniupkan nafasnya sehingga tanah
itu menjadi burung yang hidup. Mukjizat ini pun menguatkan adanya ruh. Semula
ia berupa tanah yang bersifat fisik yang tidak dapat disifati dengan kehidupan
tetapi ketika Isa Al-Masih as meniupnya, maka segenggam tanah itu menjadi
burung yang memiliki kehidupan.
Sungguh sesuatu yang bukan
fisik masuk ke dalamnya. Sesuatu itu adalah ruh. Ruh itu masuk ke dalam tanah
sehingga ia menjadi burung. Jadi, ruh adalah nilai yang hakiki, bukan jasad
atau fisik. Disamping itu, juga ada mukjizat menghidupkan orang-orang yang
mati. Bukankah ini juga menunjukkan adanya ruh dan adanya hari akhir atau hari kebangkitan?
Orang yang mati telah ditelan oleh bumi di mana anggota tubuhnya telah hancur
berantakan sehingga ia hampir menjadi tulang-belulang yang hancur lalu Isa
Al-Masih memanggilnya dan tiba-tiba dia hidup kembali dan bangkit dari
kematiannya.
Sungguh, seandainya orang
yang mati hanya berupa fisik sebagaimana dikatakan kaum atheis materialis, maka
ia tidak akan mampu bangkit dari kematiannya karena fisiknya telah hancur,
tetapi mayit itu mampu bangkit dari kematian seperti ditunjukkan Isa Al-Masih as
dengan mukjizatnya. Bukankah di dalam Injil juga dikatakan: "Sesungguhnya
manusia hidup bukan dari roti semata, tapi dari firman Tuhan".
Selain itu, dii jaman Isa
Al-Masih as, para pemimpin agama menjalani hidup yang korup, melembagakan agama
demi kepentingan diri mereka, agama hanya dijadikan legitimasi bagi kepentingan
duniawi mereka semata. Dalam konteks ini-lah Isa Al-Masih as diutus ke dunia
–di sebuah dunia yang terjangkiti korupsi dan pandangan materialisme, di mana
agama telah diperdagangkan (dipolitisasi) hanya untuk kepentingan para pemegang
otoritas keagamaan dan kaum imperialis (Romawi).
Di dalam Talmud disebutkan
bahwa kaum Shaduqiyun (Saduki) menjual merpati di toko-toko mereka yang mereka
miliki. Mereka sengaja memperbanyak kesempatan-kesempatan yang diharuskan di
dalamnya untuk mengorbankan burung-burung merpati sehingga harga seekor burung
merpati saja mencapai beberapa Dinar.
Melihat hal itu, salah
satu tokoh Farisiun (Kaum Pharisi) yaitu Sam'an bin Amlail mengeluarkan fatwa
yang intinya mengurangi kesempatan-kesempatan yang diharuskan di dalamnya
seseorang menyerahkan merpati sebagai kurban. Setelah itu, harga burung cuma
mencapai seperempat Dinar.
Pergulatan (persaingan)
antara kedua kelompok itu mendatangkan pukulan berat bagi pemilik toko yang
menyimpan burung merpati terutama anak-anak dari kepala pemimpin agama.
Isa Al-Masih as
memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia melihat kaum fakir yang
tidak mampu membeli hewan kurban sehingga mereka tidak mampu berkurban. Isa Al-Masih
as melihat bagaimana para pendeta memperlakukan mereka dan memangsa mereka
seperti serigala yang buas.
Isa Al-Masih berpikir di
dalam dirinya, mengapa binatang-binatang itu mereka bakar lalu dagingnya
menjadi asap di udara, padahal di sana terdapat ribuan kaum fakir yang mati
kelaparan? Mengapa mereka mengira bahwa Allah SWT ridha ketika tempat
penyembelihan dilumuri dengan darah, lalu hewan kurban itu dibawa ke
rumah-rumah para pendeta dan toko-toko mereka untuk dijual?
Mengapa orang-orang fakir
banyak berhutang dan mengeluarkan banyak uang untuk membeli binatang-binatang
kurban? Mengapa binatang-binatang kurban itu harus dimiliki dan hanya dirawat
oleh para pendeta lalu apa yang mereka lakukan dengan uang-uang ini? Lalu, di
manakah tempat orang-orang fakir di Haikal (kuil suci) itu?
Dengan demikian, betapa
Islam sangat menghormati Isa Al-Masih (dan juga Maryam) as, yang mana Isa
Al-Masih menurut Islam merupakan salah-satu dari Nabi dari lima Nabi yang masuk
kategori ‘ulul azmi, yang berarti juga kaum muslim dapat banyak belajar tentang
hikmah diutusnya Isa Al-Masih as, yang kemudian risalahnya diteruskan oleh Nabi
kita, Muhammad saw sebagai Nabi Pamungkas dan penghulu-nya para Nabi dan Rasul.
Salam!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar