Dipublikasi di harian
Radar Banten, 9
Mei 2014 (dengan judul Pelita Islam)
Tulisan ini dimaksudkan sebagai
berbagi pemahaman pada ummat muslim yang menyamakan antara Wahabi dengan Salafi
dan Ahlus Sunnah, karena kekurangan pengetahuan tentang hal ini menjadi
penyebab timbulnya fitnah di tengah–tengah ummat muslim yang berfaham Salafi
dan Ahluss Sunnah, terutama sekali di kalangan masyarakat awam, sehingga banyak
di antara kita baik dari golongan yang mengaku akhwat dan juga ikhwan yang
menyatakan bahwa Salafi adalah sama halnya dengan Wahabi. Tentu saja, sekali
lagi ditegaskan, Wahabi bukan Ahlus Sunnah atau pun Salafi. Dan jika
diumpamakan sebuah virus yang merusak, virus Wahabi pun boleh dikatakan telah
mulai merasuki daging kaum muslim dengan kegemaran mereka mengatasnamakan
Salafi dan Ahlus Sunnah, padahal mereka (Khawarij-Wahabi) sesungguhnya palsu
dan bertentangan dengan kaidah ajaran Islam yang sesungguhnya, menjadi noda kotor
dalam secarik kain yang putih dan demikianlah kenyataan yang ada.
ARTI MANHAJ SALAF
Kata dan istilah Al-Salaf atau
Salafiyah diambil dari kata Salaf yang berarti “orang-orang terdahulu”
(pendahulu), seumpama kata Salafushshalih yang berarti orang–orang shalih
sebagai pendahulu kaum muslim sesudahnya, baik dari sisi ilmu, keimanan,
keutamaan atau jasa kebaikan. Dalam hal ini, kata salaf merujuk kepada sahabat
dan orang-orang salih di jaman Islam awal, di jaman Nabi SAW dan para sahabat.
Namun demikian, Wahabi-Khawarij tidak sahih ketika mereka mengatakan sebagai
pewaris salaf, sebab pada kenyataannya mereka memutus sanad dari As-Salaf, dari
Islam yang dijaga Nabi SAW dan ahlul bayt-nya, seperti terdapat dalam sebuah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada puterinya Fathimah radhiyallahu
‘anha (as):
Sungguh aku (Rasulullah) tahu
bahwa ajalku telah dekat. Sesungguhnya kamu adalah orang yang paling pertama
menyusulku dari kalangan ahlul baitku. Sebaik-baik pendahulumu adalah aku.
Fatimah berkata, Mendengar bisikan itu, maka aku pun menangis. Kemudian ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbisik lagi kepadaku, Hai Fatimah,
maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-orang mukmin atau sebaik-baiknya
wanita umat ini? Lalu aku pun tertawa karena hal itu (HR Muslim 4488).
Namun kelompok Wahabi-Khawarij
hanya mengutip bagian awal tersebut demi meligitimasi klaim sepihak mereka agar
dianggap sebagai pewaris salaf, yaitu hanya dengan menggunakan matan (redaksi):
“Sesungguhnya aku adalah sebaik-baik salafmu.”
Di sini, perlu diterangkan, apabila para ulama
akidah membahas dan menyebut-nyebut kata salaf maka yang mereka maksud adalah
salah satu di antara 3 kemungkinan berikut:
PERTAMA, para Shahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
KEDUA, shahabat dan murid-murid mereka
(tabi’in).
KETIGA, shahabat, tabi’in dan juga para Imam
yang telah diakui kredibilitasnya di dalam Islam yaitu mereka yang senantiasa
menghidupkan sunnah dan dikenal sebagai mujtahid mutlak.
Berikut adalah rincian yang membedakan antara
wahabi dengan salafi, dengan rincian yang sangat membedakan pemahaman yang jauh
dan bertolak belakang antara keduanya.
[1]
Manhaj ulama As-Salaf yang sebenarnya adalah ulama Islam yang hidup dalam
lingkungan 300 Hijriah yaitu Tanzih yang mensucikan Allah dari persamaan dengan
makhluk-Nya. Sedangkan pemahaman Wahabi menyamakan Allah dengan makhluk. Maka
Wahabi tidak layak dilsebut sebagai Salafi atau pun Ahlus Sunnah.
[2]
Aqidah ulama As-Salaf yang sebenarnya pada ayat-ayat mutasyabihat dan
hadith-hadith mutasyabihat adalah tidak berpegang dengan yang zahir maknanya
tetapi ditolak makna zahirnya dan dinafikan segala perumpaan Allah dengan
makhluk.
Manakala aqidah Wahabi adalah berpegang kepada
yang zahir makna ayat-ayat mutasyabihat dan hadith-hadith mutasyabihat yang
membawa kepada persamaan Allah dengan makhluk kemudian ditambah lagi Wahabi
yang menyifatkan Allah kepada seluruh sandaran yang bukan sifat pada
hakikatnya, maka Wahabi sangat tidak layak dinamakan sebagai As-Salaf.
[3]
Ulama As-Salaf yang sebenarnya adalah ulama Islam yang hidup dalam 3 kurun
pertama yaitu ulama yang pernah hidup pada zaman sebelum 300 Hijrah.
Manakala Wahabi muncul pada lingkungan 1111 Hijrah.,
amat jauh perbedaan antara yang benar dan yang bathil. Maka Wahabi sangat tidak
boleh dinamakan sebagai Al-Salaf.
[4]
Dakwah ulama Salaf yang sebenarnya adalah tidak mengkafirkan umat Islam sebagai
individu maupun khalayak ramai selagi seseorang itu muslim dan tidak melakukan
perkara yang membatalkan ke-Islam-annya.
Manakala Wahabi mengkafirkan ulama Islam dan
umat Islam tanpa hak secara umum tanpa had dan seluruhnya dikafirkannya, maka
Wahabi diharamkan daripada mempergunakan nama Salaf.
[5]
Fiqh ulama Al-Salaf adalah tidak jumud dan tidak sempit serta tidak menghukum
amalan umat Islam yang mempunyai dalil sebagai bid’ah sesat. Manakala Wahabi
berfiqh secara jumud, sempit dan suka menghukum seluruh amalan umat Islam
khasnya yang mempunyai dalil sebagai bid’ah, sesat, dan syirik, maka Wahabi
tidak sepatutnya dinamakan sebagai Salafiyyah.
TENTANG WAHABI
Kelompok Wahabi seringkali tidak
memiliki sanad, ketika mereka mengklaim sebagai pewaris salafi, dan mungkin
sudah resiko mereka karena bersikap ekstrem keluar (kharaja) dari pemahaman
Islam yang dijaga Nabi SAW dan Ahlul Bayt.
Mereka mengaku-ngaku mengikuti
pemahaman Salafush Sholeh dan menamakan diri mereka sebagai Salafi. Tentu
mereka tidak bertemu dengan Salafush Sholeh sehingga mendapatkan pemahaman
Salafush Sholeh. Apa yang para tokoh mereka katakan sebagai pemahaman Salafush
Sholeh adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun
dari Tabi’ut Tabi’in, Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa
mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman
mereka sendiri terhadap hadits, yang sayangnya dengan sanad yang cacat, dan tak
jarang melakukan pemalsuan, karena mereka tentu tidak bertemu salafus sholeh
disebabkan mereka memutus diri dari sanad-sanad sahih.
Mereka berijtihad dengan
pendapatnya terhadap hadits tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits
tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri.
Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir
dari kepala mereka sendiri.
Sayangnya mereka mengatakan
kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush
Sholeh. Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar
dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid
Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atasnamakan
kepada Salafush Sholeh.
Jika hasil ijtihad mereka salah,
inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh. Fitnah dari orang-orang
yang serupa dengan Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim Al-Najdi yang karena
kesalahpahamannya atau karena pemahamannya telah keluar (kharaja) dari
pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a’zham) sehingga berani menghardik
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Telah bercerita kepada kami Abu
Al-Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az-Zuhriy berkata, telah
mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy
radliallahu ‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian (harta), datang Dzul
Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai
Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!.
Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh
kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil.
Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang
lehernya! Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki
teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding
shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al-Qur’an namun
tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya
anak panah dari target (hewan buruan) (HR Bukhari 3341).
Orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah At-Tamim An-Najdi dipanggil oleh Rasulullah sebagai “orang-orang
muda” yakni mereka suka berdalil atau berfatwa dengan Al-Qur’an dan Hadits
namun salah paham. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Akan keluar
suatu kaum akhir jaman, orang-orang muda yang pemahamannya sering salah paham.
Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyyah” (maksudnya: suka
berdalil dengan Al-Qur’an dan Hadits). Iman mereka tidak melampaui tenggorokan
mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana meluncurnya anak panah dari
busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa denganmu perangilah mereka (luruskan
pemahaman mereka)” (HR Bukhari 3342).
“Orang-orang muda” adalah
kalimat majaz yang maknanya orang-orang yang kurang berpengalaman atau kurang berkompetensi
dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka mengatakan bahwa “istilah salaf
atau dakwah salaf bukanlah istilah baru. Istilah ini sudah dikenal sejak masa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yakni ketika ucapan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam kepada Fathimah “Aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu)
bagimu” (HR. Muslim).
Padahal hadits selengkapnya
adalah: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sungguh aku
(Rasulullah) tahu bahwa ajalku telah dekat. Sesungguhnya kamu adalah orang yang
paling pertama menyusulku dari kalangan ahlul baitku. Sebaik-baik pendahulumu
adalah aku. Fatimah berkata, Mendengar bisikan itu, maka aku pun menangis.
Kemudian ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbisik lagi kepadaku,
Hai Fatimah, maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-orang mukmin atau
sebaik-baiknya wanita umat ini? Lalu aku pun tertawa karena hal itu” (HR Muslim
4488).
Jika demikian, mereka secara
tidak langsung telah memfitnah Rasulullah karena hadits tersebut sama sekali
bukan menceritakan tentang “Manhaj Salaf”. Hadits tersebut menceritakan bahwa
pemimpin pendahulu Fatimah Radhiallahu Anha adalah Rasulullah yang merupakan
sebaik-baik pemimpin sedangkan pemimpin yang menyusul dari kalangan ahlul bait
untuk para istri orang-orang mukmin adalah Fatimah Radhiallahu Anha.
Kata salaf dalam hadits ini
adalah semata-mata artinya pendahulu bukan menerangkan adanya istilah “manhaj
salaf” ataupun “mazhab salaf”. Para Imam Lima Mazhab (Ja’fari, Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hanbali) yang merupakan pemimpin ijtihad kaum muslim karena telah
diakui berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak dan bertalaqqi (mengaji)
langsung dengan Salaf yang Sholeh tidak pernah menyampaikan adanya manhaj salaf
atau mazhab salaf.
Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah
al-Muhadzdzab berkata “dan tidak boleh bagi orang awam bermazhab dengan mazhab
salah seorang daripada imam-imam di kalangan para Sahabat radhiallahu ‘anhum
dan selain mereka daripada generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih
tinggi darajatnya dibandingkan dengan (ulama’) selepas mereka, hal ini karena
mereka tidak meluangkan masa sepenuhnya untuk mengarang (menyusun) ilmu dan
meletakkan prinsip-prinsip asas/dasar dan furu’/cabangnya. Tidak ada salah
seorang daripada mereka (para sahabat) sebuah mazhab yang dianalisa dan diakui.
Sedangkan para ulama yang datang setelah mereka (para sahabat) merupakan
pendukung mazhab para Sahabat dan Tabi’in dan kemudian melakukan usaha
meletakkan hukum-hukum sebelum berlakunya perkara tersebut; dan bangkit
menerangkan prinsip-prinsip asas/dasar dan furu’/cabang ilmu seperti (Imam)
Malik dan (Imam) Abu Hanifah dan selain dari mereka berdua.”
Prof. Dr. Muhammad Sa’id
Ramadhan Al-Buthi, yang wafat dan syahid karena dibunuh kelompok teroris Wahabi
di Suriah itu, dalam As-Salafiyyah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah, La Mazhab
Islami yang sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Gema Insani
Press menjelaskan bahawasanya, “istilah salaf itu bukanlah suatu mazhab dalam
Islam, sebagaimana yang dianggap oleh sebagian mereka yang mengaku sebagai
salafi, tetapi istilah salaf itu sendiri merujuk kepada suatu zaman awal umat
Islam“.
Mereka termakan hasutan atau
ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionisme dengan periodisasi
salaf dan khalaf yang bertujuan agar umat Islam tidak mengikuti para ulama yang
sholeh yang mengikuti salah satu dari Imam Mazhab yang lima seperti yang telah
disebutkan dan tentunya termasuk ulama khalaf karena mereka hidup setelah
generasi Salafush Sholeh sampai akhir zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar