Oleh Dr. Yulduz N. Khaliulin (Moscow)
Cendekiawan Pakistan yang
terkenal, seorang primadona dari antara para ahli fisika teoritis dari abad
yang baru saja lalu, pemenang Hadiah Nobel yaitu Profesor Abdus Salam
(1926-1996) secara abadi telah menorehkan namanya di kalangan sains dunia
sebagai seorang periset akbar mengenai hukum interaksi partikel nuklir
elementer dan strukturnya. Ia telah memberikan kontribusi besar bagi penelitian
dan pemahaman dunia yang multi kompleks dan bersifat probabilistik sedemikian
rupa dimana ia telah mencapai tingkatan saatnya teori mekanika klasik Newton
berakhir dan kaidah-kaidah Fisika Quantum mulai berperan.
Profesor Abdus Salam
merupakan salah seorang pencipta dari ‘model standar’ modern dari struktur
atom. Konsep paling modern dari fisika teoritis (untuk mana Profesor Abdus
Salam beserta dua orang ilmuwan Amerika Serikat yaitu S. Gleshou dan S.
Vajnberg mendapat Hadiah Nobel tahun 1979) menghasilkan gambaran konstruksi
dari suatu teori yang menggabungkan elektromagnetisme dengan interaksi lemah
dari partikel nuklir. Albert Einstein yang terkenal tidak berhasil sepanjang
hidupnya untuk menciptakan teori tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa seorang ilmuwan Muslim telah sampai di tubir pengungkapan kaidah-kaidah
fundamental yang berlaku umum baik dalam suatu mikrokosmos atau pun
makrokosmos. Kaidah yang ditemukan menjelang abad 21 telah membawa fajar baru
dalam pemahaman filosofis Ketunggalan Alam Semesta.
Sosok penata ilmu dengan
nama yang diakui seluruh dunia, pendiri dan selama periode tigapuluh tahun
telah menjadi pemimpin dari International Centre of Theoretical Physics (ICTP)
di Trieste, Italia, Profesor Abdus Salam sekarang ini diakui sebagai ikon dan
sumber ilham dari kebangkitan kembali sains di dunia Islam. Tidak saja di dunia
Islam, tetapi juga di semua negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika
Latin.
Menurut perkiraan
terakhir, lebih dari 70.000 ilmuwan muda dari 80 negara di dunia, umumnya dari
negara-negara berkembang, telah lulus dari Sentra Ilmiah yang diberi nama
menurut Profesor Abdus Salam. Berkat upayanya yang sangat luar biasa, dalam
waktu singkat Sentra ini telah menjadi ‘tempat menempa’ beberapa generasi ahli
fisika. Di sini mereka bisa menggeluti dan bercengkerama dengan tokoh-tokoh
utama dari dunia sains.
Jalan Menuju Puncak Ilmu
Ahli fisika terkenal di
masa depan itu lahir pada tanggal 26 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil
pedusunan yang terletak di barat laut perbatasan India. Sejak tahun 1947,
daerah ini menjadi bagian dari Punjab, salah satu dari empat provinsi Pakistan.
Profesor Abdus Salam meninggal dunia dalam bulan November 1996 dan sesuai
dengan wasiatnya, ia dimakamkan tidak jauh dari kota asalnya di sebuah
pemakaman Muslim di kota Rabwah, berdekatan dengan makam orang-tuanya.
Di antara dua tanggal
tersebut terentang periode dimana 50 tahun di antaranya dicurahkan dalam kerja
riset berkesinambungan di berbagai tempat di dunia. Tahun-tahun tersebut dipenuhi
dengan keberhasilan kreativitas, kekecewaan politis, ketegangan dramatis tetapi
juga kedamaian ruhaniah. Dan hasil akhirnya memang suatu yang akbar. Profesor
Abdus Salam menulis berpuluh-puluh buku dan monograf ilmiah disamping lebih
dari tigaratus artikel mengenai problema paling kompleks dari fisika nuklir
serta permasalahan aktual mengenai persiapan ilmuwan muda di negara-negara
berkembang.
Sebagai hasil akhir dari
penelitian fundamental di bidang fisika nuklir ini telah menghasilkan
kemenangan dalam bentuk pengakuan dan ketenaran dunia. Bukti daripada itu
adalah dimana Profesor Abdus Salam ditunjuk sebagai anggota dari sekitar 50
lembaga ilmiah akademisi disamping beberapa asosiasi ilmiah dunia. Ia mendapat
duapuluh penghargaan internasional dan medali emas di bidang fisika, termasuk
Hadiah Nobel itu sendiri. Sebagai pengakuan atas kontribusi besar bagi
perdamaian dunia dan pengembangan kerjasama ilmiah internasional, ilmuwan ini
mendapat 14 penghargaan utama dari organisasi-organisasi internasional. Ia juga
memperoleh gelar Doctor Honoris Causa dari lebih 40 universitas terkenal di
lima benua.
Sedikit sekali ahli fisika
di abad duapuluh yang pernah menerima penghargaan dan pengakuan dunia seperti
yang diterimanya, yaitu tiga di antaranya merupakan pendahulu dirinya seperti
Albert Einstein, Ernest Rutherford dan Niles Bore. Menurut para ahli sejarah
keilmuan, Profesor Abdus Salam sebagai pengarang dari teori universal tentang
elektromagnetisme dan interaksi lemah dari partikel nuklir, sesungguhnya patut
menjadi salah satu bintang dalam konstelasi para cendekiawan terkemuka.
Jalannya menuju puncak
ketenaran di bidang ilmiah sebenarnya agak luar biasa sehingga perlu ditengok
sepintas perjalanan hidup dari awal, rintangan-rintangan serius yang harus
diatasi, dari sejak ia masih bocah kecil dari sebuah desa di Punjab yang secara
gradual beralih warna menjadi seorang ilmuwan dunia yang terkemuka. Di rumah ia
memperoleh pendidikan Islam yang solid di antara sekian banyak anak-anak.
Ibunya secara teratur membacakan doa-doa Islam kepada anak-anaknya. Ibunya inilah
yang pertama kali menyadari kemampuan ingatan phenomenal dari anaknya tersebut.
Abdus Salam dengan mudah dan sangat tepat menghafal keseluruhan surah-surah Al-Qur’an.
Ayahnya, Hazrat Mohammad Hussein, sebagai seorang guru segera menyadari bahwa
sekolah lokal tidak akan menambah banyak pada pendidikan putranya. Karena
itulah ia berusaha sekuat tenaga guna mengirim putranya ini ke akademi negeri
untuk studi intensif.
Karena itu pada tahun
1938, Abdus Salam yang berusia dua belas tahun dikirim ke Lahore yang merupakan
kota pusat kebudayaan dan politik yang besar di sub-benua India. Kota ini juga
terkenal karena mahakarya di bidang arsitektur Muslim abad pertengahan. Pada
tahun 1940 di kota ini dicanangkan Deklarasi Lahore yang menjadi rintisan jalan
menuju pembentukan negara Pakistan di tahun 1947.
Hanya saja ketika Abdus
Salam sebagai seorang anak kecil pertama kalinya tiba di Lahore dari desa
terbelakang (qasba) dimana ia baru pertama kalinya melihat lampu listrik,
ternyata ia mempunyai pikiran dan pandangan yang lain. Ia secara tekun mulai
mempelajari hukum dasar dari elektromagnetisme yang pertama kali ditemukan oleh
Faraday dan Maxwell lama sebelumnya. Anak lelaki ini harus mempelajari formula
paling sulit dalam matematika dan subyek-subyek lainnya. Tak lama kemudian ia
akan mencengangkan dunia ilmiah dengan penemuan dirinya sendiri dalam bidang
ruang lingkup pengetahuan yang lebih kompleks. Muncul istilah baru yaitu
‘Electroweak’ (electro weak interaction interaksi lemah elektro) dalam dunia
fisika nuklir. Konsep ini pertama kalinya diperkenalkan Abdus Salam di kota
London yang menjadi tempat kelahiran para ahli fisika terkemuka, dan memperoleh
tempat mencolok di lingkungan ilmiah modern.
Abdus Salam menjadi
pemenang pertama dari Premium Maxwell dan medali Maxwell yang diberikan oleh
Scientific Organisation of the United Kingdom. Berikutnya adalah
penghargaan-penghargaan dan nominasi lainnya yang tidak kalah prestisenya
seperti Premium Robert Oppenheimer (1971), medali Einstein (UNESCO, Paris),
Birla Premium (India), medali emas Lomonosov (USSR Academy of Sciences) dan
banyak lagi lainnya.
Ia merupakan siswa yang
rajin dari Punjab University, dari mana ia lulus dengan pujian pada tahun 1946.
Ia tercatat sebagai yang teratas dalam segala mata ujian akhirnya. Keberhasilan
dalam studi telah memberinya kesempatan untuk memperoleh beasiswa guna
melanjutkan pendidikan ke Inggris di Cambridge University yang terkenal ke
seluruh dunia. Dalam tahun 1949 ia memperoleh gelar MA dengan pujian tertinggi
di bidang matematika dan fisika.
Dari tahun 1950 sampai
1952, cendekiawan muda ini sibuk dengan penelitian awal dalam bidang Fisika
Quantum di Laboratorium Cavendish yang terkenal, sebuah lembaga yang sejak
pertengahan abad ke duapuluh telah menjadi pusat utama dari fisika teoretikal.
Laboratorium ini telah menghasilkan selusin pemenang Hadiah Nobel. Pernah
bekerja di laboratorium ini antara lain beberapa ilmuwan akbar seperti Ernest
Rutherford dari New Zealand, Niles Bore dari Belanda, Peter Kapitsa dari Rusia
dan banyak ahli fisika dunia yang terkenal lainnya.
Cendekiawan Muslim muda
dari Pakistan, yang nama negerinya baru saja muncul dalam peta politik dunia,
secara tak terduga melesat masuk ke dalam konstelasi dunia ahli fisika
teoretikal. Dalam tahun 1952 ia berhasil mendapatkan gelar doktor dalam fisika
teoretikal. Thesis yang dikemukakannya adalah tentang elektrodinamika quantum
dan untuk itu ia mendapat penghargaan premium Smith, justru sebelum thesis itu
disetujui secara formal. Setelah ini maka jalan menuju ‘Ilmu’ dengan huruf
besar serta pintu-pintu gerbang laboratorium riset terbaik dunia menjadi
terbuka bagi Abdus Salam.
Dengan dipublikasikannya
thesis tersebut maka Abdus Salam menjadi bintang baru di bidang fisika
teoretikal. Pendekatan orisinil dan baru yang dilakukannya atas topik
penelitian dan aparatus matematikal sempurna yang digunakan ilmuwan muda ini
telah menempatkan dirinya sebagai fokus perhatian seluruh komunitas fisika
internasional. Untuk itu ia memperoleh berbagai penawaran menggiurkan di Eropa.
Namun dengan adanya semua
kesempatan menguntungkan demikian, ia memutuskan kembali ke tanah airnya
sendiri. Ia menjadi profesor pengajar Matematika di State College yang
merupakan bagian dari Punjab University. Abdus Salam berusaha keras namun tidak
berhasil untuk menciptakan kelompok nasional para ahli teoritis di bidang
fisika di Pakistan. Segera ia menyadari dengan lingkungan seperti itu, tidak
akan ada kesempatan baginya untuk mewujudkan visinya. Ditambah lagi ia memahami
bahwa jauh dari sentra-sentra riset Eropa yang terkemuka maka ia tidak akan
bisa melanjutkan studinya dalam fisika teoretikal.
Pada tahun 1954, Profesor
Abdus Salam kembali ke Cambridge dimana ia mengajar Matematika. Selama 35 tahun
berikutnya (1957-1993) ia menjabat sebagai profesor fisika teoretikal di London
University. Secara aktif ia meretas jalan ke riset berbagai bidang fisika
modern. Studi yang dilakukannya mendapat penghargaan berbagai premium
internasional. Kota London dimana ia menghabiskan 40 tahun dari usianya, bagi
Profesor Abdus Salam merupakan tempat yang nyaman guna refleksi atau renungan
keilmiahan. Ia selalu mengunjungi kota ini setiap bulan bahkan ketika ia
memimpin lembaga Centre of Theoretical Physics di Trieste. (Bersambung ke Bag. 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar