“Postmodernisme
dapat dikatakan sebagai perayaan keragaman dan perbedaan itu sendiri, persis
ketika menggugat totalitarianisme narasi dan kekerasan atas-nama pengetahuan dan
klaim-klaim yang acapkali menyembunyikan motif politis dan kekuasaan dari suatu
wacana, diskursus, dan pengetahuan. Di sini, dua filsuf akbar yang dapat
dikatakan sebagai jenius postmodernis adalah Nietzsche dan Derrida”
Secara garis besar, postmodernisme termasuk
interpretasi skeptis terhadap budaya, sastra, seni, filsafat, sejarah, ekonomi,
arsitektur, fiksi, dan kritik sastra. Hal ini sering dikaitkan dengan
dekonstruksi dan post-strukturalisme karena penggunaannya sebagai istilah
mendapatkan popularitas yang signifikan pada waktu yang sama. Dengan demikian,
postmodernisme adalah paham yang berkembang setelah era modern dengan
modernisme-nya. Postmodernisme bukanlah paham tunggal sebuah teori, namun
justru menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang
tunggal.
Banyak tokoh-tokoh yang memberikan arti
postmodernisme sebagai kelanjutan dari modernisme. Namun kelanjutan itu menjadi
sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, postmodernisme adalah pemutusan
secara total dari modernisme. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard,
postmodernisme merupakan bentuk radikal dari kemodernan yang akhirnya bunuh
diri karena sulit menyeragamkan teori-teori. Sementara itu, bagi David Graffin,
postmodernisme adalah koreksi terhadap beberapa aspek dari modernisme. Lalu
bagi Giddens, posmodernisme adalah bentuk modernisme yang sudah sadar diri dan
menjadi bijak. Dan yang terakhir, yaitu bagi Jurgen Habermas, merupakan satu
tahap dari modernisme yang belum selesai.
Tentu saja, bila didasarkan pada asal-usul
kata postmodernisme itu sendiri, postmodernisme berasal dari bahasa Inggris
yang artinya paham (-isme), yang berkembang setelah (post) modern. Istilah ini
muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico de Onis
untuk menunjukkan reaksi dari modernisme. Kemudian pada bidang Sejarah oleh
Toynbee dalam bukunya Study of History pada tahun 1947. Setelah itu berkembang
dalam bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidangnya
masing-masing.
Namun penting untuk ditegaskan, postmodernisme
dibedakan dengan postmodernitas. Jika postmodernisme lebih menunjuk pada konsep
berpikir, maka postmodernitas lebih menunjuk pada situasi dan tata sosial
produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gaya hidup, konsumerisme
yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan sarana publik, usangnya negara dan
bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi. Hal ini secara
singkat sebenarnya ingin menghargai faktor lain (tradisi, spiritualitas) yang
dihilangkan oleh rasionalisme, strukturalisme, dan sekularisme.
Setidak-tidaknya kita melihat dalam bidang
kebudayaan yang diajukan Frederic Jameson, bahwa postmodernisme bukan kritik
satu bidang saja, namun semua bidang yang termasuk dalam budaya. Ciri pemikiran
di era postmodern ini adalah pluralitas berpikir dihargai, setiap orang boleh
berbicara dengan bebas sesuai pemikirannya. Postmodernisme menolak arogansi
dari setiap teori, sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing.
Singkatnya, postmodernimse juga acapkali suatu gerakan intelektual dan politis
yang ingin menyatakan bahwa tak ada lagi metanarasi atau totalitarianisme
narasi.
Robert Venturi dan Arsitektur
Sejak 1960-an, di Amerika Serikat dan Eropa
Barat, terjadi perubahan pemikiran arsitektur modernis. Sebelumnya, setelah
Perang Dunia II, arsitektur modernis di banyak bagian dunia menjadi tren
arsitektur dominan. Tapi kemudian di gedung-gedung modernis segera mulai lahir
bentuk dan model yang menyimpang dan beberapa ide-ide arsitektur modernis mulai
menuai kritik. Pada tahun 1966, arsitek Amerika, Robert Venturi, mulai
memperkenalkan “kompleksitas arsitektur dan kontradiksinya”. Di tahun 1970,
oposisi industri konstruksi untuk menjauh dari kecenderungan modernis lebih
kuat. Untuk kecenderungan ini, telah ada nama yang berbeda, seperti
“anti-modernisme”, “setelah modernisme” dan “post-modernisme”.
Robert Venturi telah menyelamatkan arsitektur
modern dari sejenis kebosanan, dan ia mendefinisikan kembali apa itu seni dalam
ranah “arsitektur”. Arsitektur Robert Venturi, meskipun mungkin tidak seperti
sekarang akrab seperti buku-bukunya, membantu mengarahkan arsitektur Amerika
jauh dari modernisme, secara luas dipraktekkan sering dangkal, pada tahun 1960
untuk pendekatan, desain yang lebih eksploratif, dan akhirnya eklektik yang
secara terbuka menarik pelajaran dari sejarah arsitektur dan menanggapi dengan
konteks sehari-hari dari kota Amerika. Bangunan Venturi itu biasanya
mendekatkan sistem arsitektur, elemen dan bertujuan, untuk mengakui konflik
yang sering melekat dalam suatu proyek atau situs.
Dengan sikapnya tersebut, Robert Venturi
berkeyakinan akan membentuk hubungan dengan kenyataan dan kehidupan sehari-hari
dan meluaskan kekuasaan. Pada tahun 1972 Venturi menggaris-bawahi peran dan
penggunaan metoda semiotik (lihat bukunya: Learning from Las Vegas). Dalam buku
yang terbit tahun 1972 itu, melalui metode semiotik Venturi menjelaskan bahwa
arsitek harus mempelajari kebudayaan “kiwari” alias kontemporer daripada
mengacuhkannya. Dalam hal ini, ia lebih tertarik terhadap kualitas dekorasi
daripada kerumitan struktur. Menurutnya penekanan simbol dalam arsitektur harus
terpisah dari bangunan.
Robert Venturi menggunakan asas klasik
“arsitektur dapat menyatakan idenya secara struktural tidak hanya melalui
ornamen atau simbol”. Pada pokoknya, arsitek harus mempelajari kebudayaan
kiwari atau kultur mutakhir beserta bangunannya daripada menghilangkannya.
Venturi lebih simpatik dengan dekorasi dan dia menginterpretasikan arsitektur
dengan struktur arsitektural yang bersahaja. Bagi Venturi, simbol arsitektur
harus terpisah dari kenyataan bangunan supaya semua sukses dan simbol tertuju
pada kehidupan kiwari alias kekinian. Pencampuran antara simbol dan fakta dan
instansi ke-kiwari-an adalah kunci dari alasan dia mengapa tidak pernah
merancang dalam gaya historik yang lurus/langsung, karena dia menganggapnya
terlalu mudah. Dan di tahun 1975, Venturi menerima aliran klasik dalam
bangunannya dan membuatnya sebagai wakil dari seluruh bangunan dan karya
arsitekturnya.
Ia menyatakan: “Architects can no longer
afford to be intimidated by the pruitanically moral language of orthodox Modern
architecture. I like elements which are hybrid rather than “pure”, compromising
rather than “clean”, distorted rather than “straightforward”, ambiguous rather
than “articulated”, perverse as well as impersonal, boring as well as
“interesting”, “conventional” rather than “designed”, accomodating rather than
excluding, redundant rather than simple, vestiglal as well as innovating,
inconsistent and equivocal rather than direct and clear”.
Secara umum Arsitektur Postmodern lahir karena
beberapa hal, yang antara lain Arsitektur Modern dipermalukan karena tidak
begitu menghargai sejarah ,kemudian terjadinya Gerakan Internasional Mahasiswa
di berbagai negara dengan tujuan secara umum yang sama, yaitu menuntut
kebebasan karena sebelum masa pemberontakan tersebut pada umumnya pusat-pusat
intelektual /sekolah-sekolah secara politik dikuasai pemerintah, sehingga
melalui gerakan mahasiswa ini kemandirian mahasiswa dihargai. Kemudian
tumbuhnya peristiwa kebudayaan dalam gaya hidup dan munculnya demonstrasi orang
tua yang menurut mereka orang-orang modern bisanya cuma merusak bukan
memelihara.
Aliran “Late Modern” itu sendiri merupakan
aliran Modern karena pada dasarnya hanya mengolah segi bahan, tampak dan
struktur bangunan, sedangkan Postmodern suatu mutasi karena mencoba memasukkan
kembali nilai-nilai sejarah dan yang tradisional dalam arsitektur, suatu hal
yang sebelumnya sangat ditentang Modernisme. Di sini, sebagaimana telah
dinyatakan sebelumnya, Postmodernisme timbul pada saat aliran Modern sudah
mencapai klimaks pertumbuhannya dan sebagai suatu aliran baru yang merupakan
perubahan dramatis arsitektur Modern dan Internasional Style.
Tepat di sini lah, slogan ‘Less is More‘
diubah menjadi ‘Less is Bore‘ oleh Robert Venturi. Sebenarnya, istilah
Postmodern pertama kali dikatakan oleh Arnold Toynbee, tetapi bukan dalam
konteks Arsitektur. Kemudian dipindahkan dalam konteks Arsitektur oleh Arsitek
Joseph Hudnut pada tahun 1949 dan kemudian Geoffrey Barraclouyh (sesudah
Toynbee), yaitu untuk menggambarkan suatu jaman yang penuh dengan
keanekaragaman dalam peradaban yang saling berdampingan satu dengan yang
lainnya.
Sulaiman
Djaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar