(Photo: Imam Ali (as) Shrine, Najaf Al Ashraf, Irak)
Almarhum Sayyid Bahrul
Ulum adalah salah satu contoh orang yang memiliki hubungan dengan Imam Mahdi
as. Beliau dikarenakan terbukanya penglihatan mata hatinya beliau melihat
hal-hal yang tidak dapat disaksikan oleh orang lain. Untuk memperjelas hal ini
kami pada tema ini kami akan menukil sebuah kisah tentang beliau:
Almarhum Muhaddis Nuri di dalam
buku Darul Islam, mengisahkan dari almarhum Syeikh Takimullah dari sebuah buku
dari salah seorang murid Ayatullah Sayyid Bahrul Ulum, dikatakan bahwa beliau
di dalam salah satu perjalanan, saya bersama dengan Sayyid Bahrul Ulum
dan kafilah di mana saya dan Sayyid Bahrul Ulum di dalam perjalanan tersebut
ketika tiba waktu beristirahat ia mengambil sebuah tempat peristirahatan yang
berbeda dengan yang lainnya dan seorang pria yang melakukan perjalanan dengan
kafilahnya yang berbeda mengambil tempat peristirahatan di tempat yang lain
pula.
Sayyid Bahrul Ulum melihat
laki-laki tersebut satu kali di dalam perjalanan itu dan meminta kepada pria
tersebut untuk datang kepadanya. Ketika pria itu datang mendekati Sayyid Bahrul
Ulum, pria tersebut mencium tangan beliau, pada saat itu sayyid menanyakan
kondisi setiap orang laki laki dan perempuan di antara mereka, pria itu
kemudian menjawab bahwa semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Ketika pria itu
pergi, kami kemudian datang kepada Sayyid Bahrul Ulum bahwa dari pakaian yang
dipakai oleh pria tersebut menandakan bahwa pria itu bukanlah dari penduduk
Irak, kemudian sayyid berkata benar bahwa dia adalah orang Yaman.
Kami berkata kepada beliau
anda belum pernah pegi ke Yaman bagaimana mungkin anda mengetahui nama dari
kafilah tersebut dan engkau menanyakan keadaan mereka bahkan engkau mengenal
laki-laki dan wanita di antara mereka. Sayyid terdiam sejenak kemudian berkata:
Subhanallah, betapa anehnya seandainya saya ditanyakan setiap jengkal dari
jengkal permukaan bumi saya mengetahui semuanya dan mengenalnya.
Muhaddis Nuri mengatakan :
yang membenarkan perkataan beliau adalah mereka yang memperbaiki tempat-tempat
yang penuh berkah di Najaf, seumpama masjid Kufah, Masjid Hannanah, Kuburan
Kumail Bin Ziyad, tempat rumah Imam Ali (as), dan kuburan Nabi Hud as dan Nabi
Saleh as, kesemua ini yang menentukan dan memperbaikinya adalah Almarhum Sayyid
Bahrul Ulum, karena sejak dari masa tersebut hingga masa beliau sama sekali
tidak ada tanda-tanda yang tersisa dari tempat-tempat tersebut.
Seluruh ulama pada zaman
almarhum Sayyid Bahrul Ulum mengatakan bahwa apa yang dikatakan beliau adalah
benar dan diterima sementara tidak ada orang yang sama sekali menolaknya.
Kuburan Nabi Saleh As dan
Nabi Hud As yang tersisa di Perkuburan Badius Salam saat itu sama sekali tidak
ada tanda-tandanya dikarenakan kerusakan yang ada, akan tetapi Sayyid Bahrul
Ulum yang menentukannya sehingga tempat tersebut sampai sekarang digunakan
sebagai tempat bersejarah oleh masyarakat. [1]
Di dalam buku sejarah
Kufah ditulis bahwa Allamah, Hujattulah Haq Sayyid Muhammad Mahdi Najafi yang
terkenal dengan nama Sayyid Bahrul Ulum, dikatakan bahwa beliau memiliki
karya-karya yang abadi sebagai contoh dari tempat-tempat suci di mesjid Kufah
di mana pada masa yang lalu tempat-tempat tersebut tidaklah dikenal oleh
masyarakat kecuali bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan agama di mana
jumlah mereka sangat sedikit. Dari sisi ini Sayyid Bahrul Ulum mengambil
tanggung-jawab di dalam menentukan tempat-tempat suci tersebut dan tanda-tanda
dari mihrab-mihrab yang ada ditempat tersebut kembali dibangun dan dibuatkan
tiang batu pada mihrab Nabi untuk menentukan arah kiblat dan hal ini dikenal
dengan nama rakhama sampai hari ini.[2]
Ini adalah bagian-bagian
dari karya Sayyid Bahrum Ulum di mana pada Masjid Kufah terdapat tempat yang
dikenal dengan maqam Imam Mahdi as yang sebelumnya ada akan tetapi masyarakat
tidak mengetahuinya dan beliau memerintahkan untuk membangun sebuah menara di atas
tempat tersebut sehingga tempat itu menjadi jelas. Akan tetapi hal ini bukanlah
satu hal yang luar biasa dikarenakan beliau sebelumnya mengetahui tempat
tersebut.[3]
Allamah Syeikh Arakin
Syeikh Abdul Husein Tehrani ketika beliau pergi berziarah ke Najaf dan Karbala,
beliau datang ke Irak dan memulai pembangunan Mesjid Kufah. Beliau mencari
kuburan Mukhtar Ibn Tsaqafi dengan tujuan memperbaiki kuburan tersebut.
Sementara satu-satunya tanda yang diketahui pada saat itu bahwa kuburan Mukhtar
berdampingan dengan kuburan Muslim ibn Aqil di Masjid Jami saat itu. Akan
tetapi tanda-tanda tersebut tidak dapat menjadi bukti dan diketahui bahwa
tempat itu bukanlah kuburan dari Mukhtar. Sementara Syeikh Abdul Husein Tehrani
masih mencari tanda-tanda dari kuburan Mukhtar tersebut dia bertemu dengan
Allamah Sayyid Ridha yang merupakan putra dari Ayatullah Bahrul Ulum Thabatabai,
dia berkata bahwa setiap ayahku melewati sudut Timur dari dinding mesjid Kufah
(sekarang adalah tempat Ziarah Mukhtar) ayahku berkata mari kita
membacakan surah Al Fatihah kepada Mukhtar, kemudian Syeikh Abdul Husein
Tehrani memerintahkan untuk menggali tempat tersebut dan ditempat itu ditemukan
sebuah batu yang bertuliskan ini adalah kuburan Mukhtar Ibn Abi Ubaidah Ibn Tsaqafi
dan tempat itu sekarang dikenal sebagai kuburan Mukhtar Ibn Tsaqafi.[4],[5]
Catatan:
[5] Sebab dari hal-hal yang bersifat luar biasa yang
terlihat dari Sayyid Bahrul Ulum adalah sebuah efek yang dihasilkan dari
pertemuan beliau dengan Imam Mahdi as.
Pada pertemuan itu Imam
Mahdi as memeluk Sayyid Bahrul Ulum dan menekan dadanya, dikarenakan pertemuan
tersebut terciptalah perubahan yang sangat besar dalam diri Sayyid Bahrul Ulum.
Meskipun Ayatullah
Muhaddis Nuri mengatakan sebagian dari orang-orang yang dapat dipercaya
mengatakan bahwa almarhum mendapatkan perubahan dan mukasyafah tersebut
dikarenakan dari makanan yang sedikit yang beliau makan dari mangkuk Hamzah
Tayyibah (salam kepadanya) yang tersisa.
Dan beliau berkata “saya
memakan sisa tersebut” dan dikatakan bahwa beliau melihat hal tersebut dalam
sebuah mimpi, beliau mengatakan dalam mimpi tersebut ia melihat sebuah mangkuk
yang disajikan kepadanya dan di dalam mangkuk tersebut terdapat sedikit bubur
yang berisi dari seluruh kacang-kacangan, setelah masuk dan memberikan salam,
setelah ia menjawab salamku, kakekku berkata wahai putraku Mahdi apakah engkau
mau bubur ini?
Saya berkata: tentu saya
menginginkannya, kemudian dia memberikan mangkuk itu kepadaku. Saya melihat
tidak ada yang tersisa di mangkuk tersebut. Saya kemudian mengambil sendok dan
menyisir mangkuk tersebut hingga terkumpul saya kemudian memakannya dan saya
melihat inilah efek dari makanan tersebut (Guldzar Akbari, halaman 358).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar