“Tanpa
revolusi Imam Husain, maka Islam akan berubah menjadi pemberi stempel
pemerintahan imperialis sebagaimana yang terjadi sebelum Islam”
HIZBULLAH adalah organisasi politik dan
paramiliter Muslim Syi’ah yang berbasis di Libanon. Hizbullah didirikan pada
tahun 1982 dan mempunyai pengaruh besar dalam politik Libanon dengan memberikan
pelayanan sosial, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakit, membuka daerah
pertanian serta perlayanan lainnya untuk ribuan Muslim Syi’ah Libanon. Dengan
sendirinya, Hizbullah kemudian dianggap sebagai cermin gerakan perlawanan di
dunia Arab dan Muslim dunia.
Pada awalnya para pemimpin Hizbullah
mengatakan bahwa gerakan ini bukanlah sebagai sebuah organisasi, oleh karena
itu tidak mempunyai kartu anggota, hiraki kepemimpinan dan struktur organisasi
yang jelas. Sejarah kelahiran Hizbullah memiliki kaitan erat dengan revolusi
Islam di Iran –di bawah pimpinan Ruhullah Al-Musawi Khomeini pada tahun 1979.
Semenjak tahun 1982 Hizbullah mulai mendapatkan legalitas dalam memberikan
perlawanan terhadap penjajah Israel di Lebanon. Pada tahun 1985 Hizbullah
secara resmi mendukung Revolusi Islam di Lebanon. Strategi politik dan militer
Hizbullah pun dinilai sukses, terbukti dengan hengkangnya Zionis Israel yang
didukung Amerika, Perancis dkk dari tanah Libanon pada tahun 2000.
Berdirinya organisasi Hizbullah tidak terlepas
dari spirit Islam Syi’ah yang berkiblat ke Madrasah Ad-Diniyah Najaf Irak dan
partai dakwah Islam yang diketuai oleh Muhammad Baqir As-Shadr di Irak. Lembaga
ini telah mencetak generasi-generasi militan Syi’ah di Lebanon. Satu di
antaranya adalah Musa As-Shadr, pendiri Harakah AMAL (Batalyon Perlawanan
Libanon).
Ketika kancah perpolitikan Libanon mulai
nampak keruh pada tahun 1978, Musa As-Shadr tiba-tiba menghilang dari kancah
perpolitikan. Bersamaan dengan itu muncullah nama Muhammad Husain Fadlullah
sebagai figur di dunia pendidikan dan politik, yang secara tidak langsung
memengaruhi kondisi perpolitikan di Libanon. Namanya kian mencuat seiring
dengan berdirinya Hizbullah. Bahkan ia sempat dinobatkan sebagai pimpinan
spiritual Hizbullah. Akan tetapi ia menolaknya. Namun tak seorang pun
memungkiri kiprah Fadlullah dalam memajukan Hizbullah –baik dalam bidang
politik maupun militer.
Berbicara Hizbullah sangat dekat dengan
organisasi Muslim Syi’ah di Libanon dan memiliki hubungan dengan Negara Islam
Iran. Sebab, pendiri utama Hizbullah adalah kebanyakan dari kalangan Tokoh
Muslim Syi’ah. Salah seorang Tokoh kalangan Syiah adalah Musa Al-Shadr, yang
lahir di kota Qum, Iran, di salah satu daerah yang bernama Zaqaq ‘Isyaq Ali
(Asyqali). Musa Al-Shadr disebut sebagai Bapak Spiritual Hizbullah. Pada
tanggal 25 Agustus 1978, Musa Al-Shadr pergi ke Libya dan bertemu dengan
Kolonel Moammar Qaddafi.
Namun setelah itu beliau hilang tanpa jejak.
Beberapa media mengatakan bahwa Libya dicurigai telah membunuh Musa Al-Shadr
akibat perselisihan tajam antara Qaddafi dengan Musa Al- Shadr perihal peran
Libya di balik perang saudara Libanon pada tahun 1970-an.
STRATEGI
DAN DOKTRIN HIZBULLAH
Paradigma baru Hizbullah tidak terlepas dari peran ideolog sekaligus pemimpin Hizbullah, Sayid Hasan Nasrallah. Pasca tewasnya Imad Mughniyeh, sang komandan perangnya yang dibom agen Israel di Damaskus, 12 Februari 2008, Nasrallah menjelaskan pergeseran paradigma dan doktrin perang Hizbullah. Menurut Nasrallah, gerakan perlawanan telah memasuki proses tahapan ketiga dari “perlawanan bersenjata yang mengandalkan perlawanan rakyat secara spontan” menjadi “aksi militer bersenjata yang terorganisir”. Kini perlawanan memasuki tahap akhir, dengan “memanfaatkan mazhab baru perang yang belum ada sebelumnya, yakni kombinasi peran tentara regular dengan pejuang gerilya”.
Paradigma baru Hizbullah tidak terlepas dari peran ideolog sekaligus pemimpin Hizbullah, Sayid Hasan Nasrallah. Pasca tewasnya Imad Mughniyeh, sang komandan perangnya yang dibom agen Israel di Damaskus, 12 Februari 2008, Nasrallah menjelaskan pergeseran paradigma dan doktrin perang Hizbullah. Menurut Nasrallah, gerakan perlawanan telah memasuki proses tahapan ketiga dari “perlawanan bersenjata yang mengandalkan perlawanan rakyat secara spontan” menjadi “aksi militer bersenjata yang terorganisir”. Kini perlawanan memasuki tahap akhir, dengan “memanfaatkan mazhab baru perang yang belum ada sebelumnya, yakni kombinasi peran tentara regular dengan pejuang gerilya”.
Hizbullah sukses mensintesiskan metode
konvensional dengan non-konvensional, baik strategi, taktik, senjata maupun
organisasi. Hizbullah bergerak dari sebuah kelompok perlawanan menjadi tentara
perlawanan. Dalam level strategi, gerakan Hizbullah berevolusi dari kelompok
gerilya klasik yang berhasil memaksa Israel mundur dari Lebanon selatan di
tahun 2000 menjadi “kekuatan perlawanan quasi konvensional” yang mampu mencegah
pasukan Israel melakukan pendudukan lagi.
Nasrallah menjelaskan perubahan radikalnya
tersebut sebagai berikut: “Saya membedakan antara kelompok perlawanan yang
berperang melawan tentara regular yang menduduki suatu wilayah dan mereka
melakukan operasinya dari dalam wilayah tersebut atau sering disebut perang
gerilya dengan kelompok perlawanan yang melawan agresi yang hendak mencaplok
wilayah dengan mencegah mereka dari melakukan hal itu dan menimpakan kekalahan
atas mereka. Kelompok perlawanan tidak lagi membebaskan wilayah itu namun
mencegah agresi musuh.”
Hingga tahun 2000, konsep perlawanan Hizbullah
sejalan dengan pengertian konvensional, kelompok pembebasan rakyat yang
berjuang melawan pendudukan asing. Misi satu-satunya adalah mengusir penjajah.
Namun pasca penarikan mundur tentara Israel di tahun 2000, Hizbullah mengembangkan
doktrin militernya yang difokuskan mencegah Israel menyerang Libanon. Oleh
karena itu, definisi perlawanan diperluas dengan mencakup kemampuan menghadapi
invasi dan melawan ancaman pendudukan. Melalui rekonstruksi konsep perlawanan
seperti ini, yakni menjalankan misi mempertahankan wilayah Libanon dari
serangan musuh, maka gerakan ini memerankan diri mereka sebagai aparat militer
negara.
Penggabungan kedua strategi itu terefleksikan
dalam kemampuan mereka menggunakan pelbagai jenis persenjataan dasar yang
biasanya dipakai kalangan gerilyawan, disamping juga sistem persenjataan modern
yang sebanding dengan persenjataan yang dimiliki beberapa negara. Bukan hanya
itu saja yang membentuk keunikan gerakan perlawanan itu selama perang, karena
keterbatasannya, Hizbullah juga mampu mensistesiskan keterampilan atas keduanya
(penggunaan senjata dasar dan modern) secara lebih kreatif.
Misalnya, Hizbullah sukses melumpuhkan Israel
Utara dengan tembakan rutin roket jarak pendek Katyusha tipe kuno. Hizbullah
mampu menghindari sergapan tameng anti misil Israel yang canggih. Hizbullah
mampu memetik nilai strategis dari persenjataan kuno yang dimilikinya. Meski
demikian, Hizbullah juga menggunakan roket artileri jarak menengah yang lebih
modern sehingga mampu menghantam kota-kota besar Israel termasukTel Aviv.
Yang cukup mengejutkan, Hizbullah mampu
memberikan serangan kejutan atas kapal perang Israel dengan misil anti kapal
yang dipandu radar. Misil ini diduga adalah varian dari misil China C-802.
Selain mengembangkan model baru yang sejenis, Hizbullah juga menggunakan misil
anti tank model kuno buatan Rusia seperti AT-3 Sagger, AT-4 Spigot dan AT-5
Spandrel serta model yang lebih canggih seperti AT-14 Kornet, AT-13 Metis-M dan
RPG 29. Hasilnya, Hizbullah sukses menewaskan banyak prajurit Israel, selain
menghantam ratusan tank dan kendaraan tempur mereka.
Dalam perang elektronik, Hizbullah berhasil
menetralisir keunggulan teknologi Israel dengan cara yang sangat sederhana.
Dalam berkomunikasi, Hizbullah hanya mengandalkan sistem fiber optik darat
ketimbang memanfaatkan jaringan nir-kabel yang lebih canggih. Hizbullah dapat
menghindari upaya pengacauan sinyal elektronik Israel. Dengan demikian, pasukan
Hizbullah dapat bergerak leluasa, lepas dari pantauan peralatan elektronik
Israel. Walhasil, sistem kendali komando tetap berjalan dengan baik selama
perang.
Sebaliknya, Hizbullah berhasil menyusup
kedalam sistem elektronik Israel dan mengumpulkan data intelijen secara
canggih. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pesawat pengintai tanpa awak
Mirsad-1 buatan Iran yang dimilikinya. Pesawat itu mampu menembuh wilayah udara
Israel di 2004 tanpa terdeteksi. Pesawat itu mampu menyadap pembicaraan telpon
selular antara para tentara Israel dengan keluarganya. Hizbullah juga mampu memecah
sandi komunikasi radio Israel sehingga dapat melacak pergerakan tank Israel
serta memonitor laporan korban dan rute suplai.
Faktor itu pula yang mendorong Israel
mengembangkan Trophy System (TAPS). Sistem ini dilengkapi radar untuk melacak
misil yang datang. Agustus 2009, Israel menanam alat ini dalam tank Merkava
generasi terbarunya. Sebelumnya, banyak tank Israel yang menjadi korban dalam
perang tahun 2006.
IDEOLOGI
GERAKAN HIZBULLAH
Syaikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, suatu kali pernah menegaskan bahwa Hizbullah memiliki model gerakan yang berbeda dengan model-model gerakan Islam lain. Salah satu dasar perbedaan itu ialah perbedaan dalam memaknai konsep jihad di antara gerakan-gerakan Islam itu sendiri. Hizbullah, misalnya, memiliki konsep jihad yang defensif dan bersandarkan pada legitimasi moral keagamaan yang kuat, yang secara konsisten diistilahkan dengan muqâwamah (perlawanan, resistence) sebagai ganti dari istilah generik jihad. Penggunaan istilah khas ini bertujuan untuk memisahkan Hizbullah dari ideologi-ideologi gerakan Islam lain yang mengagungkan jihad ofensif (ibtidâi) tanpa dasar-dasar legitimasi moral keagamaan yang kokoh. Hal ini terungkap semakin jelas dengan digunakannya nama Al-Muqâwamah Al-Islâmiyyah (Perlawanan Islam) pada sayap militer Hizbullah.
Syaikh Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal Hizbullah, suatu kali pernah menegaskan bahwa Hizbullah memiliki model gerakan yang berbeda dengan model-model gerakan Islam lain. Salah satu dasar perbedaan itu ialah perbedaan dalam memaknai konsep jihad di antara gerakan-gerakan Islam itu sendiri. Hizbullah, misalnya, memiliki konsep jihad yang defensif dan bersandarkan pada legitimasi moral keagamaan yang kuat, yang secara konsisten diistilahkan dengan muqâwamah (perlawanan, resistence) sebagai ganti dari istilah generik jihad. Penggunaan istilah khas ini bertujuan untuk memisahkan Hizbullah dari ideologi-ideologi gerakan Islam lain yang mengagungkan jihad ofensif (ibtidâi) tanpa dasar-dasar legitimasi moral keagamaan yang kokoh. Hal ini terungkap semakin jelas dengan digunakannya nama Al-Muqâwamah Al-Islâmiyyah (Perlawanan Islam) pada sayap militer Hizbullah.
Watak defensif dari ideologi jihad Hizbullah
semakin tampak jelas melalui tema dan figur utama yang diangkatnya, yakni jihad
Imam Husain di hari Asyura yang datang dengan segelintir keluarga dan
sahabatnya yang berjumlah tidak lebih dari 72 orang untuk menghadapi ribuan
pasukan Yazid di Karbala. Imam Husain menjadi model pengorbanan dan darah yang
mengalahkan pedang. Imam Husain mengajarkan prioritas masyarakat di atas
individu, betapa pun agung dan suci individu tersebut. Jika perbaikan suatu
masyarakat dan penegakan keadilan membutuhkan pada pengorbanan individu atau
sekelompok orang, maka individu atau kelompok itu wajib berkorban di jalan
tersebut. Meskipun Imam Husain seolah-olah mengalami kekalahan militer di hari
Asyura, namun kemenangan abadi justru telah diraihnya dengan gugur sebagai
syahid di jalan kebenaran dan keadilan.
Tanpa revolusi Imam Husain, maka Islam akan
berubah menjadi pemberi stempel pemerintahan imperialis sebagaimana yang
terjadi sebelum Islam.
Dalam hampir semua diskursus Hizbullah tentang
jihad, semangat perlawanan Asyura itulah yang paling ditonjolkan –semangat
melawan tanpa kenal menyerah dan menjadikan kesyahidan sebagai sarana menggapai
kemenangan abadi di hadapan keganasan dan kebrutalan yang tidak mengenal batas.
Asyura merupakan ideologi dan strategi jihad yang menempatkan pengorbanan diri
di jalan maslahat kebenaran, kebaikan dan keadilan terbesar.
Disamping itu, ideologi jihad Hizbullah
terikat secara keagamaan dengan lembaga wilâyah al-faqîh yang berfungsi sebagai
pengendali strategis dalam segenap aktivitas jihad. Dengan demikian, Hizbullah
meletakkan ideologi dan strategi jihadnya dalam kerangka legitimasi keagamaan
dan tidak membiarkan ideologi berjalan secara terpisah dari strateginya.
Interaksi ideologi dan strategi ini melahirkan konsep jihad yang utuh, koheren
dan berpijak pada Islam yang autentik.
Hizbullah menolak takfir –dan dengan demikian
tidak menyatakan permusuhan dengan kelompok-kelompok Muslim lain. Bahkan, dalam
banyak kesempatan, Hizbullah menekankan pada pentingnya persatuan dan kesatuan
umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar