Oleh
Alfian Syahrani
Di
tengah banyak klaim tentang kebenaran yang berujung saling menghakimi satu sama
lain, terdapat sekian banyak perdebatan yang tak kunjung usai. Perdebatan
seputar kebenaran ini biasanya diperdebatkan oleh seorang atau sekelompok orang
yang awam atau bodoh. Mereka yang datang dari kelompok A merasa pemikiran atau
alirannya yang paling benar, mereka yang datang dari kelompok B merasa pemikiran atau alirannya yang diinginkan oleh Tuhan,
serta mereka yang datang dari kelompok C merasa pemikiran atau alirannya adalah
keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat, sesuai dengan keinginan Tuhan,
harus ditegakkan meskipun dengan jalan kekerasan atau propoganda dusta. Karena,
bagi mereka, itu adalah misi suci dan akan dibalas dengan surga oleh Tuhan.
Sebagian
besar umat manusia memang memiliki rasa ingin tahu yang amat tinggi. Rasa ingin
tahu memungkinkan manusia untuk berproses lebih jauh. Berbeda dengan hewan,
manusia memiliki peradaban yang jauh lebih maju ketimbang hewan. Manusia mampu
membaca, menulis, mendengarkan berbagai macam berita, argumen, dan lainnya,
kemudian menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan. Manusia memiliki fitrah
sebagai makhluk yang bijaksana. Akal yang sehat memungkinkan manusia menjadi
seorang yang bijaksana. Melalui akal sehat, manusia mampu membedakan mana yang
baik dan buruk, salah dan benar, bahkan kemampuan analisa manusia sangat tinggi.
Hanya saja, sejauh yang saya ketahui, tidak semua manusia menggunakan akal
sehat mereka dan rasa ingin tahu tersebut. Akal sehat dan rasa ingin tahu
seolah-olah terkubur dalam karena agama dan atau kitab suci. Saya tidak sedang
mengatakan bahwa kitab suci adalah sesuatu yang usang dan tidak penting. Akan
tetapi, saya ingin menekankan peran akal sehat serta keseimbangan antara akal,
agama, dan kitab suci.
Memang,
saya adalah seorang mahasiswa Filsafat yang membiarkan akal sehat saya untuk terbang
stinggi-tingginya. Saya memeluk agama Islam. Saya menganut mazhab Ja’fariyah.
Dan mengikuti garis kepemimpinan para imam setelah meninggalnya Nabi Muhammad
SAW. Orang-orang biasa menyebut mereka yang berwilayah pada Imam Ali sebagai
seorang Syi’ah. Terlahir dari ayah yang menganut mazhab Hambali dan Ibu yang menganut mazhab Syafi’i, tidak
mengakibatkan saya sebagai seorang anak yang menganut mazhab Hambali maupun
Hanafi. Sejak kecil bahkan hingga saat ini, orang tua saya selalu mengajarkan
saya beragama Islam, bukan bermazhab. Menjadi pengikut para imam suci
sepeninggal Nabi Muhammad SAW, terjadi setelah melalui perjalanan panjang. Belajar,
berdiskusi, dan mendengarkan ceramah-ceramah adalah kegiatan yang tak pernah
saya tinggalkan.
Sebagai
seorang mahasiswa Filsafat di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah sebuah kebanggaan
bagi saya. Saya berada di antara dosen, teman, dan lingkungan yang mendukung
kebebasan berpikir. Dan manakala kebebasan berpikir itu berbuah manis, dengan
menemukan berbagai macam nilai-nilai kebenaran yang ada, ingin rasanya saya
menari kegirangan. UIN Sunan Kalijaga adalah sebuah universitas yang bisa dikatakan
sebagai kampus ‘liberal’ dan menjadi barometer kajian keagamaan di Yogyakarta,
Indonesia, bahkan dunia. Di UIN Sunan Kalijaga Anda bisa menemukan berbagai
macam aliran pemikiran. Aliran-aliran pemikiran tersebut eksis hingga saat ini.
Aliran garis keras hingga moderat terdapat di UIN Sunan Kalijaga. Aliran yang
bernuansa Arab, Indonesia, bahkan Persia bisa Anda temukan di universitas ini.
Kesemuanya membentuk harmoni yang saling bersatu padu satu sama lain.
Saya
berada di fakultas Ushuluddin. Sebuah fakultas yang berdiri di kampus Timur. Di
fakultas ini terdapat jurusan Perbandingan Agama. Jurusan Perbandingan Agama adalah
sebuah jurusan yang bisa dikatakan plural. Jurusan Perbandingan agama memungkinkan
kita untuk mengkaji agama-agama selain Islam, mulai dari Hindu, Buddha, Yahudi,
hingga Nasrani. Apa artinya semua itu? Artinya adalah di universitas ini, anda
bisa berpikir terbuka, toleran, dan adil dalam berpikir, karena anda juga
mengkaji kebenaran-kebenaran yang ada di luar agama Islam. Selain itu, mereka
yang datang dari kalangan NU, Muhammadiyah, IJABI, juga bisa menyuarakan
pemikiran mereka dengan sesuka hati. Tak hanya itu, di universitas ini, anda
juga mampu menemukan literatur-literatur Sunni maupun Syi’ah. Bahkan, Iranian
Corner pun eksis dengan berbagai macam buku kajian tentang Iran dan Syi’ah,
yang dapat Anda jumpai di perpustakaan lantai 3.
Saya
banyak terinspirasi oleh dosen saya. Mereka mengajak kami untuk membuka
cakrawala pemikiran Islam tanpa harus bersikap fanatik dan mementingkan
ideologi kelompok atau golongan. Kami mengkaji setiap pemikiran yang ada.
Mempelajari pemikiran berbagai macam tokoh, walaupun kami tidak sejalan dengan
pemikirannya. Tetapi itulah kami. Bagi kami, belajar adalah sebuah keharusan. Belajar adalah kebutuhan, yang dengan semua itu kami mampu
menjadi seorang pemikir yang universal.
Tidak
ada salahnya jika di sini saya mencoba untuk mengkaji Syi’ah melalui jendela
UIN Sunan Kalijaga. Berbagai macam pertanyaan muncul tatkala Syi’ah menjadi sebuah
topik pembahasan. Syi’ah yang kita kenal di kebanyakan tempat, identik dengan
hal-hal buruk. Bahkan sejumlah situs yang menamakan diri mereka ‘Islam’ macam
Arrahmah.com, Muslim.or.id, Voa-Islam, atau sederet situs kebencian yang berkedok
Islam, tak bisa diabaikan begitu saja. Situs-situs ini konsisten menebarkan
kebencian kepada Syi’ah, di manapun dan kapanpun, bahkan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta tak luput dari pengaruh situs yang katanya ‘Islami’ ini.
Tentu,
orang akan bertanya, bagaimana bisa UIN Sunan Kalijaga yang dikenal sebagai
kampus liberal, mendadak menjadi kampus yang ramai di isi oleh poster-poster
kebencian kepada Syi’ah? Jawabannya ada pada mahasiswa yang bermasalah. Kita
tentu tidak bisa membandingkan kualitas pemahaman politik keislaman mahasiswa
Indonesia dengan kualitas pemahaman politik mahasiswa di Iran. Karena,
sejujurnya, tingkat kecerdasan mahasiswa di Indonesia, masih berada di bawah Iran apabila dilihat secara menyeluruh. UIN Sunan
Kalijaga yang saya kenal sebagai sebuah universitas liberal, mendadak menjadi
kampus yang berisi kebencian terhadap Syi’ah dikarenakan ulah sekelompok
mahasiswa/i yang menjadi agen kebencian atas nama mazhab atau agama. Agen-agen
ini rutin menyebar buletin, poster, dan fitnah tentang Syi’ah.
Pengakuan Pahit
Sebagaimana
yang sudah saya jelaskan, kelompok mahasiswa/i yang menjadi agen kebencian ini,
biasanya datang dari kalangan garis keras atau orang awam yang otaknya sudah
dicuci (brain washing) kemudian ikut-ikutan. Mereka sibuk melakukan perpecahan,
tanpa memikiran persatuan. Otak mereka dicuci oleh orang yang tidak bertanggung
jawab. Kebencian yang membabi buta mengakibatkan mereka buta akan kejujuran dan
membunuh akal sehat mereka. Dengan lantang mereka meneriakkan slogan kebencian,
mungkin tidak hanya kepada para muslim Syi’ah, bahkan umat beragama lain yang mereka
anggap kafir.
Saya
mencoba mendalami literatur apa yang mereka pergunakan serta kepada siapa
mereka berguru, dan pengajian apa yang mereka ikuti. Maka dari itu, saya
melakukan penelitian atas permasalahan ini. Dan ternyata, kebanyakan dari
mereka memperoleh bacaan dari media-media yang katanya ‘Islami’ seperti
arrahmah atau islampos sebagai rujukan utama. Jadi, dapat dikatakan, mereka
adalah para penggila situs berkedok ‘Islam’ yang hampir semua isinya adalah
sampah. Karena dalam hal ini saya memfokuskan pengkajian ini dengan menelusuri
situs yang menjadi rujukan utama mereka, maka, saya akan memberikan situs
perbandingan. Mengenai literatur dalam bentuk buku, saya akan membahasnya pada
tulisan selanjutnya. Anda bisa melihat salah satu fitnahnya, http://www.islampos.com/saat-akan-dikuburkan-khomeini-tiga-kali-jatuh-dari-keranda-dan-auratnya-terbuka-71913/
Kemudian membandingkannya, http://liputanislam.com/tabayun/menjawab-fitnah-takfiri-imam-khomeini-dihinakan-allah-bagian-kedua-tamat/
Lantas
mengapa mereka mampu berbuat demikian? Ada banyak faktor mengenai permasalahan ini. Akan tetapi, yang menjadi faktor utama adalah lingkungan dan literatur. Lingkungan
yang sehat, adalah lingkungan yang bersifat terbuka dalam pemikiran serta
menjunjung tinggi akal sehat dan rasa ingin tahu. Manusia, memiliki akal dan
rasa ingin tahu dalam menjalani hidup. Dengan akal mereka dapat membedakan mana
yang baik dan buruk, mana yang salah dan benar. Dan, rasa ingin tahu akan mengantarkan
manusia untuk belajar, mencari, dan menemukan sesuatu yang ingin ia ketahui.
Tuhan menciptakan manusia dan menganugerahkannya akal serta rasa ingin tahu
agar manusia menjadi manusia yang merdeka dalam memilih (free will). Manusia
memilih mana yang baik dan buruk, surga atau neraka? Seandainya, jika Tuhan
tidak menganugerahkan akal dan rasa ingin tahu pada manusia, bukankah kedudukan
kita akan jauh lebih rendah daripada hewan? Bukankah itu bertentangan dengan
penciptaan manusia? Maka dari itu, gunakanalah akal dan rasa ingin tahu guna
berproses lebih jauh, karena ayat al-Qur’an untuk ditafsirkan, bukan ditelan mentah-mentah.
Dan untuk menafsirkannya, akal sehat sangat diperlukan.
Tetapi,
sayangnya, mahasiswa/i ini telah mengantarkan dirinya selevel bahkan berada di
bawah level hewan. Mereka, secara membabi buta memfitnah, menebar kebencian,
dikarenakan doktrin-doktrin sesat yang mereka dapatkan. Tanpa membiarkan akal
mereka untuk terbang setinggi-tingginya. Dan yang lebih parah, mahasiswa/i ini tidak
hanya menyebar kebencian dan mempengaruhi orang awam untuk membeci Syi’ah. Saat
ini, mereka, tengah mencoba menyeret Indonesia menuju negara yang katanya
‘khilafah akan berjaya’ dengan mengimpor pemahaman takfiri dan perang Suriah.
A:
Yang tidak shalat adalah kafir!
Yang tidak shalat adalah kafir!
B:
Mengapa Anda kafirkan dia?
Mengapa Anda kafirkan dia?
A:
Karena dia tidak shalat, jadi dia adalah kafir.
Karena dia tidak shalat, jadi dia adalah kafir.
B:
Lalu, bagaimana caranya agar ia tidak dikatakan kafir dan kembali menjadi seorang muslim?
Lalu, bagaimana caranya agar ia tidak dikatakan kafir dan kembali menjadi seorang muslim?
A:
Ia ucapkan kembali dua kalimat syahadat.
Ia ucapkan kembali dua kalimat syahadat.
B:
Lah, ini, dia tidak pernah meninggalkan dua kalimat syahadat. Mengapa Anda suruh ia mengucapkan dua kalimat syahadat lagi?
Lah, ini, dia tidak pernah meninggalkan dua kalimat syahadat. Mengapa Anda suruh ia mengucapkan dua kalimat syahadat lagi?
Jadi,
Dia bukan orang kafir. Tetapi, muslim yang berdosa!!!
Prof.
Dr. Quraish
Shihab, pengantar buku putih mazhab Syi’ah.
Shihab, pengantar buku putih mazhab Syi’ah.
Jujur Pada Diri
Sendiri
Mungkin
anda teringat akan kalimat seorang filsuf legendaris Prancis, Rene Descartes “Cogito
ergo sum” yang artinya, “aku berpikir, maka aku ada”. Descartes mengajak
manusia menjadi seorang ‘manusia’. Maksudnya, adalah manusia yang mampu
menggunakan akal sehat mereka. Membaca, membandingkan, menganalisa, kemudian
menyimpulkan. Selain itu, berkenaan
dengan kasus semacam ini, al-Qur’an memberikan gambaran, "Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu". [Al Hujurat : 6].
Sejarah
telah menunjukkan bahwa Islam berjaya tatkala mereka masih menghidupkan filsafat.
Berbagai pemikiran para pemikir seperti Ibnu Sina, ar-Razi, Ibnu Rusyd, dan
filsuf lainnya, telah mengantarkan Islam sebagai sebuah agama rasional. Banyak
tokoh pemikir Islam yang membahas matematika, fisika, ruh, kosmologi, dan
sederet pembahasan lain yang saat itu belum mampu dicapai oleh Barat dikarenakan
pemikiran para tokoh Islam yang sangat mengagumkan saat itu. Apa rahasia dari
semua itu? Mungkin lebih tepatnya dikarenakan mereka berpikir jauh lebih jauh
(kritis).
Seiring
dengan berjalannya waktu, geliat filsafat mulai berkurang bahkan melemah di kalangan
umat Islam. Dan banyak di antara mereka yang menolak filsafat dan cenderung
meneriakkan slogan kembali pada al-Qur’an dan Sunnah. Henry Corbin, dalam
bukunya, Histoire De La Philospohie Islamique, mengatakan bahwa sepeninggal
Ibnu Rusyd, filsafat tarsus berlanjut di kalangan Syi’ah. Apakah itu artinya pemikiran
kritis hanya terdapat pada muslim Syi’ah? Tentu saja tidak. Sunni, yang kaya
akan para pemikir, tentu memiliki pandangan yang mirip bahkan sama dalam banyak
hal dengan Syi’ah. Namun, ketika Sunni di sandingkan dengan Wahabbi? Atau
Syi’ah di sandingkan dengan Wahabbi? Perbedaannya terlalu jauh, baik itu dari
segi pemikiran maupun kebudayaan. Sehingga, pemikiran kritis juga dapat
dimiliki oleh mereka yang datang dari kalangan non-Syi’ah. Tetapi Wahabbi? Saya
meragukannya. Hanya saja, sejujurnya, dalam hal ini, Syi’ah lebih menyadarinya
daripada Sunni terkait dengan konflik Suriah. Karena, kebanyakan mereka (Sunni)
beranggapan bahwa perang yang terjadi di Suriah adalah perang antara
Sunni-Syi’ah. Padahal, yang sebenearnya terjadi adalah perang antara Sunni-Syi’ah
melawan takfiri Wahabi.
Seperti
yang kita ketahui bersama, Indonesia adalah sebuah negara yang mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam. Kebanyakan dari mereka menganut mazhab Syafi’i.
Selanjutnya, terdapat mazhab-mazhab lain seperti Ja’fariyah, Hambali, Hanafi,
dan Maliki. Saya teringat akan kalimat yang pernah dikatakan oleh alm. Gus Dur,
“Kita ini sebenarnya orang Islam yang kebetulan tinggal di Indonesia, atau
orang Indonesia yang kebetulan memeluk agama Islam?” Sepintas, memang terkesan
sepele, tetapi, jika dicermati secara mendalam, maknanya sangat jelas. Kalimat
itu mengajak kita untuk mengenal diri sendiri. Apakah kita memeluk agama Islam
melalui proses pencarian? Atau kita hanya memeluk agama Islam lantaran faktor
geografis dan terlahir di keluarga yang kebetulan memeluk agama Islam?
Apakah
hal itu penting? Jelas penting! Mengapa penting? Karena, Anda tidak mungkin menghakimi kelompok atau aliran lain seolah-olah Anda sangat memahami pemikiran kelompok yang Anda benci. Padahal, Anda sendiri tidak paham atau sok paham, dan, belum tentu memahami mazhab yang Anda anut. Atau mungkin Anda tidak tahu mazhab apa yang Anda anut serta alasan Anda menganut atau mengikutinya.
Almarhum Gus Dur juga pernah mengatakan, “NU itu adalah Syi’ah minus imamah”.
Artinya, secara garis besar, tradisi yang terdapat di kalangan NU, hampir sama
dengan tradisi yang ada di Syi’ah, seperti tahlilan, ziarah kubur, dan
sebagainya. Sehingga, tidak perlu ada yang diperdebatkan. Mengapa kita
memberikan perhatian yang lebih pada NU? Karena di Indonesia, NU adalah
mayoritas.
Duri Dalam Daging
Fakta
yang ada di lapangan menunjukkan bahwa terdapat ‘duri’ yang menjadi penyebab
hancurnya persatuan antara Sunni-Syi’ah (baik itu antara NU, Muhammadiyah,
IJABI, atau lainnya) di Indonesia. Melalui pengamatan atas berbagai persitiwa
yang marak terjadi, seperti pembantaian muslim Syi’ah di Sampang, mengakibatkan
orang bertanya-tanya, sekiranya Sunni-Syi’ah memiliki banyak kesamaan atau benang
merah, lantas, mengapa mereka harus di bantai di Sampang? Bukankah ini sangat bertentangan
dengan jalan pemikiran para petinggi NU yang menyatakan bahwa Sunni dan Syi’ah
itu bersaudara?
Jawabannya,
karena, di dalam tubuh Sunni (bahkan ‘duri’ ini berpura-pura menjadi NU)
terdapat penumpang gelap yang mengatasnamakan diri mereka membela Sunni dan para penumpang
gelap ini biasanya gemar menyesatkan dan mengkafirkan orang lain. Kelompok ini mengharamkan
tahlilan, ziarah kubur, dan praktek lainnya. Bagi mereka, semua itu adalah
bid’ah, karena pemahaman mereka yang minim.
Apa Hubungan
Kelompok Ini Dengan Konflik Suriah?
Apabila
Anda mengkaji sebuah permasalahan, ada banyak faktor yang harus anda
pertimbangkan. Marilah kita bertanya, mengapa konflik itu bisa terjadi? Apa
penyebab utamanya? Siapa pelakunya? Siapa yang menjadi korban? Siapa yang
terlibat? Dan yang terpenting adalah, apa akibat dari konflik tersebut? Penumpang gelap ini, biasanya datang dari kalangan
Islam garis keras. Mereka menggunakan ‘power’ (dana atau posisi strategis) yang
mereka miliki untuk mempengaruhi masyarakat awam. Tidak sampai di situ, mereka
juga tengah menyeret bangsa Indonesia untuk terlibat dalam konflik Timur
Tengah, terutama konflik Suriah. Lebih tepatnya, menginginginkan masyarakat
muslim Indonesia untuk mendukung teroris Takfiri Wahabi yang tengah berperang
di Suriah.
Di
Indonesia, kelompok garis keras ini (Wahabi) membawa misi me-wahabi-kan
Indonesia. Hanya saja, kelompok ini belum terlalu terang-terangan memusuhi
kelompok Sunni, karena, Sunni di Indonesia adalah mayoritas. Sehingga, mereka
melakukan gerakan mereka secara perlahan namun pasti. Memanfaatkan orang-orang
awam dari kalangan Sunni untuk membantai saudara mereka yaitu muslim Syiah,
adalah pesanan dari Saudi Arabia. Bagaimana mereka bisa melakukannya? Sederhana
saja, mereka membawa seni adu domba, memfitnah dan berbohong pada level baru.
Perang di Suriah, bukan hanya masalah ideologi semata. Namun, perang di Suriah
adalah perebutan pengaruh kawasan dan kepentingan global. Suriah, sebuah negara
yang didominasi oleh mayoritas muslim Sunni tak luput dari pembantaian yang
dilakukan oleh kelompok Wahabi yang mengatakan diri mereka tengah berjihad ke
Suriah. Kelompok Wahabi ini datang dari berbagai negara, bahkan banyak pula
yang berasal dari negara Barat. Kelompok Wahabi ini sangat memusuhi Syi’ah.
Karena, Iran dan Hizbullah (Syi’ah) mendukung pemerintahan Bashar al-Assad yang
konon dikatakan mendirikan pemerintahan Syi’ah? Terutama setelah Hizbullah
terlibat dalam perang Suriah pada perebutan kota strategis, Qusyair. Padahal,
faktanya adalah pemerintahan di Suriah didominasi oleh kalangan Sunni (perdana
menteri, mufti agung, bahkan semua menteri adalah Sunni). Dan yang lebih hebat
lagi, 75% tentara Suriah adalah Sunni.
Perlu
saya paparkan bahwa perang di Suriah memiliki kepentingan tersendiri. Rusia, China,
Iran, Hizbullah, dan sekutunya berdiri tegak membela Suriah untuk melawan teroris
berkedok jihad yang didukung oleh Arab Saudi, Qatar, Turki, Amerika Serikat,
Israel, dan sekutunya. Saya membaginya menjadi empat bagian;
Pertama, Suriah adalah
sebuah negara jalur sutera yang memiliki letak yang sangat strategis dan sumber
daya alam yang melimpah (gas dan minyak), sehingga Suriah adalah aset yang
sangat besar untuk dimiliki oleh Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya. Menduduki
Suriah sama dengan mengendalikan pipa-pipa minyak Suriah. Terlebih dikarenakan
kegagalan mereka menguasai Iran, yang juga kaya akan minyak dan gas. Sehingga
Suriah adalah batu loncatan untuk menguasai Iran. Selain itu, Suriah adalah jalur
suplai senjata oleh Iran untuk Hizbullah dan Hamas yang tengah berjuang melawan
Israel. Suriah, dianggap negara yang merusak kawasan karena enggan tunduk pada
Barat dan Israel. Tercatat beberapa kali Suriah berperang melawan Israel. Sama
halnya seperti Arab Saudi, namun, Arab Saudi sudah berada dalam cengkraman
Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya. Bahkan rezim yang berkuasa di Arab
Saudi, rezim Saud adalah hasil kudeta yang dimotori oleh Inggris. Itulah
sebabnya anda tidak mungkin menemukan Arab Saudi berperang melawan Israel atau
Amerika Serikat. Kecuali rezim Saud tumbang dan diganti oleh rezim yang anti
Israel.
Kedua,
Suriah
adalah negara yang tidak memiliki hutang pada IMF. IMF memberikan pinjaman kepada
negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, dengan bunga yang sangat tinggi
yang sangat sulit untuk dibayar oleh negara. Sehingga untuk menaklukkan Suriah
tanpa ada intervensi militer, maka, Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya
menggunakan kelompok takfiri Wahabbi untuk menyerang Suriah dari dalam dengan
berkedok ‘jihad’ melawan pemerintahan Bashar al-Assad. Para teroris Takfiri
Wahabbi yang mengaku sedang berjihad ke Suriah ini, melakukan pengerusakan
makam, situs bersejarah, pembunuhan massal dengan cara menggorok, menyalib,
menyemblih, dengan alasan seseorang dianggap kafir, dan yang tentu mengakibatkan
kerugian besar adalah menghancurkan infrastruktur yang terdapat di Suriah.
Dengan begitu, IMF akan menawarkan pinjaman uang guna menguasai Suriah, karena
Suriah harus membangun kembali fasilitas-fasilitas yang hancur selama perang.
Namun, Bashar al-Assad menolaknya. Untuk lebih jauh lagi, silahkan membaca
ini, http://liputanislam.com/wawancara/mahasiswa-indonesia-suriah-hutang-luar-negeri-suriah-nol/
Ketiga, penyebaran ideologi Wahabi. Dalam perang Suriah, Arab Saudi memiliki peranan yang sangat besar dalam menyuplai dana dan senjata kepada para teroris takfiri Wahabi. Meskipun Israel, Turki, Qatar dan beberapa negara Barat mendukung para teroris ini dengan senjata, Arab Saudi memiliki pengaruh yang sangat besar. Hal itu bisa dilihat dari para kelompok yang berperang melawan pemerintahan Bashar al-Assad didominasi oleh kelompok yang menganut paham Wahabbi. Sehingga, apabila pemerintahan Suriah tumbang, maka dipastikan kelompok garis keras ini akan memegang pemerintahan. Apabila kelompok Wahabbi ini berkuasa, bisa dipastikan seluruh situs dan makam bersejarah akan rata dengan tanah. Contohnya, beberapa saat yang lalu teroris ini menggali makam sahabat Nabi Muhammad SAW, Hujr Ibn Adi, dan mencuri jenazahnya. Apakah tindakan itu benar? Akal sehat dan nurani yang jujur tentu akan berkata tidak.
Keempat, pendirian
khilafah. Perlu diketahui, agenda perang di Suriah juga didasarkan pada jihad
pendirian khilafah. Para pemuda dari berbagai Negara berbondong-bondong datang
ke Suriah untuk ikut berperang. Hizbut Tahrir, menyatakan baiat mereka kepada
kelompok ini. Dengan segala kemampuannya, menyebarkan buletin di masjid dengan
memfitnah dan menggambarkan bahwa pemerintah Suriah adalah pemerintah yang
kejam dan haus darah. Mereka menganggap misi mereka adalah misi suci dan
kematian mereka adalah syahid. Hal itu dikarenakan ulah dari ulama-ulama
bayaran yang menyeru jihad ke Suriah. Jika Anda sedikit kritis, mungkin anda
akan bertanya, jika memang mereka ingin berjihad, mengapa mereka tidak
melakukannya ke Palestina? Bukankah Palestina telah menanggung luka lebih dari
60 tahun? Atau mungkin bagi mereka (teroris takfiri Wahabbi/orang yang hobi
mengkafirkan) Palestina adalah negara kafir sehingga tidak perlu dibela. Anda bisa
membandingkannya, dan membacanya dengan akal sehat anda http://dinasulaeman.wordpress.com/2014/02/14/update-suriah-baiat-dari-indonesia/
http://kabarislamia.com/2013/07/23/kenapa-iran-tidak-pernah-menyerang-israel/
Kemudian,
di mana konflik antara Syi’ah dan Sunni? Jawabannya, tidak ada! Jika tidak ada
mengapa media macam CNN, FOX, Al Jazeera, dan media propaganda munafik Barat
lainnya mengatakan perang Suriah adalah perang antara Sunni melawan Syiah.
Media arrahmah dan beberapa media ‘Islami’ lainnya di Indonesia juga mengatakan
perang Suriah adalah perang antara Sunni melawan Syi’ah. Mengapa konflik Suriah
dibalut dengan nuansa agama? Karena agama adalah hal yang seksi untuk dijadikan
kedok. Hukum? itu kerang menarik.
Bertanyalah
pada diri sendiri, mengapa berita yang mereka sampaikan selalu sama? Pertontonan
apa ini? Apakah tujuan mereka sama? Ya! Tujuannya sama! Karena dengan menyerang
Islam dari dalam, melalui berita-berita palsu, umat Islam akan terpecah belah.
Semua dikarenakan, tidak semua umat Islam Indonesia memiliki sifat yang kritis.
Jika memang pemerintahan Bashar al-Assad adalah pemerintah yang dzalim? Mengapa
hingga hari ini rakyat dan militer Suriah mendukungnya? Bukankah mayoritas masyarakat
Suriah adalah Sunni? Bukankah mufti Suriah, Syaikh Ahmad Badrouddin Hassoun
adalah Sunni? Dan, bukankah Syaikh Ramadhan al-Bouti adalah ulama Sunni terkenal?
Namun tewas di bom oleh para teroris ini? Juga Sunni? Silahkan lihat; http://www.youtube.com/watch?v=bWNzxP5eOyw
Jika
memang Bashar al-Assad tidak memiliki tempat di Suriah dan ditolak oleh rakyat Suriah,
seharusnya ia tidak mampu bertahan hingga saat ini. Tetapi, pada kenyataannya,
ia didukung oleh mayoritas rakyat Suriah. Sehingga mampu bertahan hingga saat
ini. Untuk memperoleh dukungan, kelompok teroris seperti ISIS yang tengah
berperang di Suriah, memiliki pendukung di Indonesia. Pendukung di Indonesia
juga aktif mengkampanyekan perang dan jihad di Suriah. Kelompok Wahabi jaringan
ISIS di Indonesia gencar melakukan propoganda melalui buletin, jejaring sosial,
bahkan seminar terkait konflik Suriah dengan mengatasnamakan diri mereka ahlus
sunnah wal jamaah. Segalanya, mereka lakukan demi memperoleh dukungan dari masyarakat
awam. Untuk lebih jauh, silahkan membaca artikel ini, http://www.arrahmah.com/news/2014/02/20/kurang-cerdas-melarang-kaum-muslimin-indonesia-jihad-ke-suriah.html
http://dinasulaeman.wordpress.com/2014/02/14/update-suriah-baiat-dari-indonesia/
Melalui
jejaring sosial, mereka juga menyebarkan berbagai macam foto yang diedit sedemikian
rupa dan digambarkan seolah-olah akibat dari kekejaman Bashar al-Assad.
Sehingga, orang-orang awam yang tidak kritis tentu akan terkena propoganda
sesat ini dan akan menganggap semua orang Syi’ah sama seperti Bashar al-Assad
yang konon difitnah sebagai penguasa haus darah (Alawi). Jika memang benar
Bashar al-Assad adalah penguasa haus darah? Atau di sini, http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/06/11/apa-sebenarnya-kata-rakyat-suriah/
http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/06/11/sudah-terbit-prahara-suriah/
Terkadang saya berpikir, seandainya saja orang-orang bodoh ini diam. Tentu
masalah kekerasan antar Sunni-Syi’ah di Indonesia bahkan di dunia tidak akan
terjadi.
Bagaimana Kita Menyikapinya?
Islam
adalah agama rasio. Islam adalah sebuah agama yang menekankan pengkajian atau
verifikasi. Artinya, Islam mengajak kita untuk menjadi manusia yang kritis dan
cerdas. Beberapa kasus yang saya temukan, banyak pemuda yang hingga hari ini
beranggapan bahwa Islam adalah agama doktrin. Bagi mereka mungkin iya, tetapi,
tidak bagi saya. Kita tidak sedang membicarakan bahwa filsafat identik dengan
kritis atau sebaliknya. Kita juga tidak sedang membicarakan suatu ajaran dalam
agama Buddha ‘Datang dan Buktikan’. Tetapi, kita harus melihat kebenaran dari
berbagai macam sudut pandang. Karenanya, membandingkan informasi yang kita
peroleh adalah suatu keharusan. Anda tidak bisa menelan mentah-mentah informasi
yang anda peroleh melalui situs garis keras, kemudian mengenyampingkan situs
Islam moderat (jika Anda pengguna dunia maya). Anda juga tidak bisa
mendengarkan ceramah dari para ulama intoleran tanpa membandingkannya dengan
ceramah ulama moderat. Jika Anda hanya mendengar atau melihat informasi dari
satu sumber, katakanlah sumber yang bernuansa kebencian, garis keras, kemudian
mengenyampingkan bacaan serta mendengar informasi moderat, itu adalah naif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar