Oleh Syekh Hasan bin Farhan al-Maliki
Apa yang saya maksud dengan para pembenci keluarga Nabi Muhammad
(saw), atau lebih dikenal dengan istilah “Nawashib”, tentu tidak saya maksudkan
Ahlussunnah. Sebab, saya termasuk salah seorang yang bermazhab Ahlussunnah. “Nawashib”
yang dimaksud di sini adalah mereka yang dapat dianggap sebagai para penyusup
ke dalam tubuh Ahlussunnah. Mereka adalah para pembenci keluarga Nabi. Mereka
sungguh berada dalam dilema. “Nawashib” adalah satu-satunya kelompok muslim
yang tidak dapat memproklamirkan diri mereka sebagai kaum pembenci keluarga
Nabi Muhammad (saw). Sebab, Allah (SWT) telah mematenkan penyebutan nama
‘Muhammad’ di dalam azan, dan nama ‘Keluarga Muhammad’ di dalam tasyahud!!!
Karena itu, mereka tak mampu menghapus nama ‘Muhammad’ dari azan.
Salah seorang dari Bani Umayyah bahkan sempat berkata, “Nama suku kami tidak
disebut-sebut, sedangkan putra Abi Kabsyah (maksudnya adalah Rasulullah saw)
disebut-sebut dalam setiap azan sebanyak 5 kali dalam setiap hari. Adapun kami,
nama suku kami, benar-benar telah terkubur dalam-dalam.” Nawashib kemudian
berupaya memisahkan penyebutan nama ‘Muhammad’ dari ‘Keluarga Muhammad’… Salah
seorang dari mereka bahkan sampai ada yang memfatwakan perlunya menghindari
ucapan salawat kepada keluarga Muhammad. Hal ini merupakan sebuah dilema bagi
Nawashib, sekaligus ‘borok’ serta ‘cacat’ pada keyakinan mereka, yang sepanjang
zaman selalu mereka perlihatkan sendiri kepada khalayak umat Islam. Nawashib
adalah kaum pengecut dan munafik. Sebagian mereka ada yang kemudian menunjukkan
boroknya seraya mengatakan, “Maksud dari keluarga Muhammad adalah segenap umat
Islam”.
Demikianlah, Ahlul Bait Nabi (saw) adalah dilema bagi para
Nawashib. Ahlul Bait Nabi (saw) adalah barometer kerusakan keberagamaan mereka.
Sikap mereka terhadap Ahlul Bait sepanjang sejarah menunjukkan hakikat mereka
yang sesungguhnya. Ini juga merupakan salah satu keberkahan Ahlul Bait
sepanjang zaman. Ahlul Bait Nabi (saw), salawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada mereka, ibarat sebongkah batu yang menghadang Nawashib. Mereka
adalah ‘mimpi buruk’ yang setiap saat mengganggu Nawashib. Para Nashibi tak
mampu melenyapkan penyebutan mereka, apalagi melenyapkan kecintaan terhadap
mereka. Sungguh hal ini merupakan dilema yang selalu membuat Nawashib tidak
pernah stabil, selalu saja tampak kemurkaan pada wajah-wajah mereka.
Tak heran jika Anda selalu menemukan wajah para Nashibi itu
bermuram durja, tampak mengalami tekanan jiwa, pendengki, cenderung takfiiri
(mudah mengafirkan sesamanya). Ini merupakan sanksi yang dipersegerakan oleh
Allah (swt) terhadap mereka. Mereka selalu tampak mengalami kondisi kejiwaan
yang rumit, tertekan, jenuh, dan lelah. Andai saja mereka mencintai keluarga
Nabi Muhammad (saw) dan selalu menyegarkan ingatan mereka dengan selalu
mengenang keluarga Nabi (saw), lantas mereka tak menyibukkan diri dengan segala
bentuk penentangan atas riwayat-riwayat keutamaan mereka dan memurkai setiap
hadis sahih yang menceritakan keutamaan keluarga Nabi (saw),,,,,, niscaya
mereka mengalami ketenteraman jiwa. Senyum manis pun tentunya akan selalu
menghiasi wajah mereka.
Rasulullah Muhammad (saw), semoga salawat serta salam senantiasa
tercurah kepada beliau dan kepada keluarga sucinya, telah menerima aneka ujian
Allah (SWT) agar beliau menempati suatu kedudukan yang tak tertandingi oleh
siapapun di dunia ini. Di masa hidupnya, beliau (saw) pernah menangis karena
beliau mengetahui, berdasarkan informasi yang beliau terima melalui wahyu,
bahwa musibah besar akan menimpa Ahlulbaitnya. Rasulullah (saw) pun menangisi
cucunya, Al-Husain ra. Rasulullah (saw) kemudian memberitahukan Ahlulbaitnya
akan musibah tersebut. Sebuah hadis, Rasulullah (saw) pernah bersabda, “Tidak
ada seorang pun nabi yang mengalami gangguan seperti yang aku alami.” Mengapa?
Sebab gangguan itu berlangsung hingga kepada anak cucu beliau (saw) sampai hari
Kiamat.
Hal serupa diungkapkan oleh Ali bin Abi Thalib (ra): “Suatu ketika
Nabi (saw) pernah memeluk aku seraya menangis. Kutanya penyebab tangisannya.
Beliau menjawab, ‘Kedengkian yang terpendam di dada sejumlah kaum. Mereka tidak
akan mengungkapkan kedengkian itu kecuali sepeninggalku nanti.’” Riwayat di
atas disebutkan melalui tujuh jalur periwayatan, antara lain yang paling
populer diriwayatkan melalui Imam Ali bin Abi Thalib langsung. Sahabat lain
seperti Ibn Abbas, Anas bin Malik, ‘Imran bin Hushain, Abu Ubaidah Al-Azdi,
Al-Abbas, Sa’d bin Ubadah, juga memperkuat kebenaran hadis di atas. Ibn Abi
Syaibah juga meriwayatkan hadis tersebut dengan redaksi yang sedikit berbeda.
Abu Ya’la, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Bazzar juga
meriwayatkannya. Al-Hakim pun men-shahih-kannya. Al-Ajuri meriwayatkannya
secara terputus. Abu Asy-Syeikh, Ibn ‘Asakir dan masih banyak lagi perawi lain
juga meriwayatkannya. Ketika saya katakan bahwa hadis tersebut “shahih” artinya
shahih secara sanad (rantai periwayatan) dan didukung oleh sejumlah penguat. Hadis
Nabi (saw) tentang pembantaian cucunya Al-Husain di Karbala, adalah hadis yang
diriwayatkan melalui sejumlah jalur periwayatan yang cukup banyak. Diriwayatkan
misalnya oleh Umm Salamah, Ali bin Abi Thalib, Ibn ‘Abbas dan perawi lainnya.
Mata rantai periwayatan hadis tersebut adalah bernilai “shahih” bahkan
di-shahih-kan oleh Nasiruddin Al-Albani, meski ia dikenal sangat fanatik. Hadis
tersebut diriwayatkan dengan berbagai redaksi yang cukup banyak. Pada intinya
hadis tersebut mengisahkan bahwa suatu saat Jibril (as) turun menemui
Rasulullah (saw) untuk mengabarkan bahwa kelak cucunya akan dibantai di
Karbala. Mendengar kabar tsb, Rasulullah (saw) pun langsung menangis. Nabi
(saw) juga telah mengetahui bahwa “manusia yang paling celaka” akan membunuh
saudara sepupu sekaligus menantunya, Imam Ali bin Abi Thalib (ra).
Kesimpulannya, Nabi (saw) telah mengetahui keniscayaan sejumlah
musibah besar yang akan menimpa Ahlul Baitnya sepeninggalnya. Ujian yang
dialami Rasulullah (saw) adalah sama dengan ujian yang dialami para nabi
sebelumnya. Nabi Ya’qub (as) misalnya, kehilangan putranya Yusuf (as). Nabi
Zakariya (as) dan putranya Nabi Yahya (as), disembelih oleh musuh-musuh Allah
di zamannya. Para Nabi adalah hamba-hamba Allah (SWT) yang paling besar
ujiannya. Mereka sungguh telah mempersembahkan nyawa serta segenap jiwa mereka
kepada Allah (SWT). Allah (SWT) menguji mereka untuk meninggikan kedudukan
mereka, memberi mereka ganjaran tiada tara sesuai kadar derita dan pengorbanan
mereka. Ini adalah sunnatullah atas manusia di alam dunia. Setiap hamba yang
teraniaya pasti memiliki tempat yang agung di surga, yg tidak dapat diraih
kecuali dengan ujian berat yang dialaminya serta yg dialami oleh sanak famili
terdekatnya. Sebaliknya, setiap pelaku kezaliman memiliki tempatnya tersendiri
di neraka yang tak dapat diraih kecuali melalui perbuatan zalim mereka itu.
Filosofi “Sunnatullah” terkait permasalahan yg sedang kita bahas
ini, tidak dipahami oleh para Nawashib. Mereka mengira bahwa siapa saja yang
telah dibunuh, maka ia memang pantas dibunuh dan Allah meridhai pembunuhan
atasnya itu. Mereka melupakan peristiwa terbunuhnya Nabi Zakariyya dan Nabi
Yahya (as). Apakah mereka pantas dibunuh?? Tentu tidak!! Para Nawashib sejati
takkan pernah Allah beri mereka petunjuk. Mengapa? Sebab, kecintaan kepada
kerabat terdekat adalah suatu kecenderungan fitrah yang harusnya terkandung di
dalam setiap jiwa manusia sehingga, tentunya siapapun takkan pernah
menginginkan atau merelakan putranya dibunuh. Apabila salah seorang dari mereka
misalnya berpikir, “Akankah seseorang yang mencintaiku kemudian membunuh
manusia yang paling aku cintai sepeninggalku? Membunuh seseorang yang merupakan
kerabat terdekatku yang menegakkan ajaranku, metode pendidikanku, serta agama
yg kubawa..?? Tentu Tidak!! Dengan demikian, mereka telah menyalahi kesucian
fitrah.
Rasulullah Muhammad beserta keluarga sucinya, Ahlul Baitnya, telah
Allah (SWT) uji dengan sekelompok kaum yang merasa terpuaskan apabila telah
menganiaya, menzalimi mereka. Karena itu, dapat kita saksikan dalam sejumlah
karya tulis mereka, sebagian Nawashib tak segan-segan mengekspresikan
kebahagiaan mereka, kepuasan mereka, atas setiap apa saja yang telah menimpa
keluarga suci Rasulullah (saw), padahal dalam tasyahud, para Nawashib itu mau
tak mau tetap membacakan shalawat kepada keluarga suci Rasulullah (saw)..!! Ini
merupakan bentuk lain kemunafikan!!!
Kebencian terhadap Ahlul Bait mulia Rasulullah (saw) semacam ini,
tak mungkin dapat muncul kecuali melalui sebuah pengaruh kuat “budaya setan”
yang selalu menunjukkan penentangan terhadap keutamaan-keutamaan Rasulullah
(saw) dan keluarga sucinya dan yang selalu berlebih-lebihan dalam menunjukkan
sikap permusuhan. Kebencian setani ini kemudian mengisi pikiran, perasaan dan
hati para Nawashib dengan sejumlah informasi palsu, dusta, serta mengisinya
dengan sikap iri dan kedengkian, seraya menjejali mereka dengan berbagai
argumen. Padahal, di lain pihak, para Nawashib itu, apabila mereka menemukan
putra seorang Syekh atau tokoh tertentu yang mereka cintai, mereka pasti kontan
mengagung-agungkannya, mengelu-elukannya dan tak sudi menyaksikannya mengalami
sedikit pun gangguan. Apalagi, misalnya kalau mereka menyaksikan sang putra tsb
masih menyusui, apa kira-kira pendapat dan kebijakan mereka terhadap sang
pembunuh??
Keluarga suci Rasulullah Dicintai oleh Syiah maupun Sunni
Hanya para Nawashib saja yang murka manakala disebutkan keutamaan
mereka. Merekalah yang selalu mendambakan adanya perpecahan hingga mereka dapat
“menyelinap” masuk ke dalam tubuh umat Islam dengan penuh leluasa. Keutamaan
keluarga Rasulullan saw sungguh telah membakar hati kaum munafik yang Nawashib
itu, melelahkan mereka, menciptakan bagi mereka sejumlah bencana yang hanya
Allah-lah saja yang mengetahui derita mereka. Itu baru berupa siksa duniawi. Karena
itu, perbanyaklah bacaan salawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad!!!
(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ….
Pesan saya kepada segenap pengikut Ahlussunnah, apabila Anda ingin
mengetahui hakikat para Nawashib, maka perbanyaklah membaca salawat kepada
Muhammad dan keluarga suci Muhammad. Di saat itulah Anda akan menyaksikan
mereka para Nawashib menentang Anda, murka terhadap Anda. Ini adalah cara
paling mudah untuk mengetahui para Nawashib. Mereka kemudian akan bereaksi
dengan mengalihkan perhatian Anda misalnya balik bertanya kepada Anda:
“Baiklah, apa pendapat Anda tentang masalah ini, Masalah itu, dan aneka rupa
pertanyaan pengalihan lainnya.
Katakan pada mereka: “Saya tak memiliki urusan atau kesibukan lain
selain bersalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad!!!”
(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ….
Kemarahan dan kedengkian mereka setelah itu pasti akan semakin
bertambah. Anda tak perlu repot. Biarkan mereka terbakar oleh kedengkian dan
kemarahan mereka sendiri!!!
Teruslah Anda memperbanyak salawat!!!
(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ….
Mereka takkan pernah berhenti sampai di situ. Mereka akan
mengatakan kepada Anda bahwa Anda adalah Rafidhi…!!! Katakan pada mereka, “Itu
bukan urusanmu!!! Yang penting kami mencintai Muhammad dan keluarga
Muhammad…!!!!”
(( اللهم صلي على محمد وال محمد)) ….
“Silahkan kalian kelompokkan kami sesuka kalian, tuduh kami sebagai
Rafidhi atau apapun!” Mereka pasti takkan tahan mendengar ucapan Anda. Mereka
pasti akan selalu terbakar setiap kali mendengar nama Muhammad dan keluarga
Muhammad diucapkan!! Inilah cara yang sangat mudah sekali yang dapat mengungkap
hakikat para Nawashib di sekitar kita. Anda takkan dapat mengenali mereka
dengan cara berdebat, beradu argumen dg mereka. Sebab mereka akan selalu
mengalihkan permasalahan. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana kita
selalu berada di luar persoalan Muhammad dan keluarga Muhammad. Silahkan Anda
coba teknik jitu di atas.
Anda pun akan secara otomatis mampu membedakan siapa Ahlussunnah
yang sesungguhnya, yaitu para pengikut Sunnah Nabi Muhammad (saw), dan siapa
para Nawashib. Ahlussunnah yang sesungguhnya akan tampak selalu bergembira
manakala disebutkan nama Rasulullah (saw) Muhammad dan Ahlul Baitnya. Adapun
Nawashib, sebaliknya mereka akan tampak bermuram durja, jengkel dan marah. Tentu,
menyebut nama Rasulullah Muhammad (saw) dan keluarga sucinya merupakan cerminan
keimanan. Hal itu adalah suatu kewajiban yang saya atau Anda melakukannya atas
dasar keimanan. Marilah terus kita kaji, kita gali, keutamaan-keutamaan mereka,
pelajari sejarah hidup mereka, agar kita dapat menangkap rahasia Allah pada
diri mereka.
Para Nawashib akan menyibukkan Anda dengan sejumlah kutipan-kutipan
referensi yang dinisbatkan kepada Syiah, namun Wallahu A’lam mengenai
kesahihannya. Pada intinya, sebaiknya Anda memotong dan mempersingkat jalan
Anda di hadapan mereka. Tak perlu mempedulikan semua yang mereka lontarkan.
Katakan: “Aku tidak peduli, Aku tak punya urusan dengan mereka yang kalian
sebut sebagai Syiah, tak peduli apapun keadaan mereka yang kalian sebut Syiah!!
Kafirkah mereka, berimankah mereka, bukan urusanku. Yang penting bagiku adalah
kecintaanku kepada Rasulullah Muhammad (saw) dan Ahlul Baitnya.”
Apabila Anda menyebutkan kisah-kisah para musuh Allah yang
menyembelih putra-putra para nabi, mereka pasti segera akan mengalihkan
perhatian Anda dengan menyebutkan musibah-musibah yang dialami oleh kelompok
lain.
Yang penting bagi mereka adalah, jangan pernah Anda mengenang
musibah yang dialami oleh Rasulullah dan Ahlul Baitnya, agar Anda tak dapat
mengungkap hakikat sebenarnya dari para pelaku kejahatan kemanusiaan sepanjang
sejarah. Karena, para penjahat sepanjang zaman itu adalah panutan para
Nawashib…!!! Dengan cara yang saya sampaikan di atas, Anda akan mengenali
secara jelas sekaligus membedakan antara Nawashib dengan Ahlussunnah sejati,
mulai sekarang. Anda akan temukan para Nawashib itu berkata, “Engkau bukan
termasuk kelompok kami, semoga Allah melaknat Anda, Anda Rafidhi, Majusi, dll.”
Karakter para Nawashib sungguh culas dan menjijikkan. Mereka gemar
memuji siapapun dari tokoh-tokoh sejarah kecuali Rasulullah (saw) dan Ahlul
Baitnya. Rasulullah (saw) dan Ahlul Baitnya bagi mereka merupakan bencana besar
yang tak mampu mereka tanggung.Bagi mereka, silahkan Anda memuji seorang
penjahat, namun jangan pernah Anda memuji Sayyidina Muhammad dan Ahlul Bait
Sayyidina Muhammad!!! Sayyidina Muhammad dan Ahlul Bait Sayyidina Muhammad
adalah tolok ukur, sekaligus filter yang dapat memisahkan antara pendusta
dengan pelaku kejujuran, antara seorang mukmin dengan munafik, yang berakal
dengan yang gila. Pada manusia-manusia suci itu terkandung rahasia Allah (swt)
yang teramat ajaib.
Dengan perantara keberkahan mereka, kita dapat menyaksikan segala
sesuatunya terwujud dengan mudah. Cukup Anda menyebut dan mengenang mereka
setiap saat, dan Anda akan menyaksikan keajaiban!! Ya Allah, sampaikan salawat
kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga Sayyidina Muhammad, meskipun para
Nawashib dan manusia-manusia bodoh tak menghendaki hal itu, Ya Allah, sampaikan
salawat kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga Sayyidina Muhammad, meski para
pendengki tak menyukainya.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar