Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah bersabda:
وَمَنْ مَاتَ
وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati dan dilehernya tidak ada bai’at maka dia
mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim No. 1851, Ath Thabarani dalam Al
Kabir No. 769, dari Muawiyah, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal
No. 14810, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16389).
Maka, kematian orang yang tidak berbai’at kepada khalifah –jika dia
ada- bermakna:
- Matinya seperti orang yang mati pada zaman
jahiliyah
- Bukan dia-nya yang jahiliyah dan kafir
- Dihitung sebagai orang yang bermaksiat
Para sahabat dan tabi’in ada yang tidak berbai’at. Ada pun tidak berbai’at kepada khalifah al ‘uzhma, telah terjadi
pada masa-masa awal Islam. Imam Ath Thabari menceritakan, bahwa Ali Radhiallah
‘Anhu berkata pada Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu: “Berbai’atlah
Engkau!” Sa’ad menjawab: “Aku tidak akan berbai’at sebelum orang-orang semua
berbai’at. Tapi demi Allah tidak ada persoalan apa-apa bagiku.” Mendengar itu
Ali berkata: “Biarkanlah dia.” Lalu Ali menemui Ibnu Umar dan berkata yang sama, maka jawab Ibnu Umar
Radhiallahu ‘Anhuma: “Aku tidak akan berbai’at sebelum orang-orang semua
berbai’at.” Jawab Ali: “Berilah aku jaminan.” Jawab Ibnu Umar : “Aku tidak
punya orang yang mampu memberi jaminan.” Lalu Al Asytar berkata: “Biar
kupenggal lehernya!” Jawab Ali : “Akulah jaminannya, biarkan dia.” (Imam Ibnu
Hazm, Al Fashl fil Milal wal Ahwa’ An Nihal, 4/103)
Imam Al Waqidi mencatat ada 7 orang kibarus shahabah
yang tidak memberikan bai’at pada Khalifah Ali Radhiallahu ‘Anhu yaitu:
Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar, Shuhaib bin Sinan, Zaid bin Tsabbit,
Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Aqwa’ dan Usamah bin Zaid Radhiallahu
‘Anhum. (Tarikh Ar Rusul, 4/429). Satu persoalan utama yang sering terlepas pandang oleh umat Islam
adalah sejak dari masa dini Islam ini adalah kasus penting, perlunya
keberadaan ‘Penunjuk Jalan’ atau Imam yang mana telah disabdakan oleh Rasul
Junjungan Saw:
Ibn Abu Asim di dalam kitab al-Sunnah, halaman 489 meriwayatkan
hadis ini:
من مات وليس
عليه إمام مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang mati tanpa memiliki Imam, maka matinya adalah mati
Jahiliyyah.
al-Albani di dalam komentarnya tentang hadis ini, menulis:
إسناده حسن
ورجاله ثقات
Isnadnya hasan dan semua perawinya Tsiqah.
Ibn Hibban juga meriwayatkan di dalam Sahihnya, jilid 7 hlm 49:
من مات بغير
إمام مات ميتة جاهلية
Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati Jahiliyyah.
Imam Muslim meriwayatkan di dalam sahihnya, kitab al Imarah:
“Barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada
Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.”
Maka, hadis ini adalah hadis yang sahih dan dipersetujui oleh semua kelompok Islam. Walaupun terdapat perbedaan pandangan tentang maksudnya, kesahihan dan terkenalnya hadis ini diperakui sedemikian rupa hingga para pemimpin yang zalim pun gagal dalam menafikannya, makanya mereka mencari ulah dalam memutarbelitkan maknanya. Allamah Amini berkata setelah mengutip hadis ini dari sumber-sumber Sunni yang sahih: Adalah sebuah kenyataan abadi bahawa sumber-sumber Sunni yang sahih telah membuktikannya dan umat tidak memiliki pilihan kecuali tunduk patuh kepadanya, dan keislaman seseorang itu tidak menjadi sempurna kecuali dia menerima konsep dan kandungan hadis ini
Konsepnya menjelaskan tentang kesudahan yang dahsyat bagi mereka
yang matinya tanpa Imam, dan orang seperti itu adalah jauh dari keselamatan dan
rahmat. Kematian zaman Jahiliyyah adalah sebuah kematian yang mengerikan, iaitu
kematian atheisme dan tanpa iman. Bagi menjelaskan hadis ini, maksud kata Jahiliyyah haruslah
terlebih dahulu difahami. Dari sudut pandang Al Quran dan hadis, zaman kenabian Rasul saaw
adalah zaman ilmu, manakala zaman sebelum misi kenabian adalah zaman
Jahiliyyah, iaitu, sebelum misi kerasulan Baginda saaw, umat tidak mengetahui
cara dan jalan untuk mengenali realiti-realiti kewujudan disebabkan oleh
penyimpangan pada agama-agama yang diwahyukan dan apa yang jelas pada
masyarakat saat itu atas nama agama adalah tidak lebih dari tahyul dan ilusi
Bahkan agama-agama yang sudah diselewengkan dan penuh dengan
kepercayaan-kepercayaan ilusi ini, telah dijadikan alat oleh segelintir pihak
yang kaya dan berkuasa saat itu untuk menguasai dan menekan masyarakat awam,
sebuah realiti yang dirakam kemas dalam sejarah. Misi suci Rasul saaw adalah permulaan bagi era ilmu pengetahuan.
Misi dasar dan utama Rasul saaw adalah memerangi kepercayaan tahyul dan
penyimpangan dan menjelaskan pada masyarakat tentang kebenaran.
MENGENALI IMAM YANG MANA?
Dengan sedikit pertimbangan terhadap kandungan hadis yang kita
bicarakan ini dan atas apa yang kita bicarakan di atas, langsung tidak membuka
ruang keraguan buat kita untuk mencari jawaban pada persoalan yang dikemukakan:
Imamah Imam yang manakah yang menjamin keberlangsungan Islam yang murni, yang
jika diabaikan oleh umat, bisa menjerumuskan mereka pada status Jahiliyyah? Mungkinkah yang dimaksudkan oleh hadis suci ini adalah mentaati
siapapun yang berkuasa untuk mengurus umat yang kita diwajibkan taat dan patuh,
jika mana kita ingkar, akan mengakibatkan kita mati Jahiliyyah, tanpa peduli
samada pemimpin itu bejat dan menyeleweng, atau sebagaimana yang disebut oleh
Al Quran:
“Imam-imam yang mengajak orang ke neraka”. (QS. al-Qashash: 41)
Menjadi bukti bahawa semua pemimpin yang menyeleweng sepanjang
sejarah Islam telah menggunakan hadis ini guna melegalisasikan kepemimpinan dan
mengukuhkan penguasaan mereka ke atas umat. Bahkan ulama-ulama yang biasa
mendatangi istana para Raja dan para pendakwah di istana-istana menterjemahkan
hadis Nabi saaw ini lalu mengalungkannya ke leher para pemerintah yang
menyeleweng ini. Adalah jelas, perbuatan mereka itu bukanlah disebabkan oleh
salahfaham mereka tentang maksud sebenar akan hadis ini, sebaliknya ia adalah
mainan kata semata-mata.
Adalah sukar untuk kita percaya, sebagaimana yang dijelaskan di
dalam Syarah Nahjul Balaghah oleh Ibn Abi al Hadid, bahawa Abdullah ibn Umar
enggan membaiah Amirul Mukminin Ali bin Abi Talib as disebabkan oleh
kesalahfahaman dan tidak memiliki pengetahuan mendalam, namun berpegang teguh
pada hadis “Barangsiapa mati tanpa Imam…” yang dia riwayatkan sendiri lalu,
tanpa membuang waktu telah pergi bertemu dengan Hajjaj bin Yusuf pada malam
hari untuk memberikan bai’ahnya kepada Abdul Malik bin Marwan, sang
Khalifah…kerana dia tidak mahu melalui malamnya tanpa adanya Imam!
Namun, apakah orang yang zalim dan kejam seperti para pemimpin dari
Bani Umayyah dan Bani Abbassiyah layak untuk digelar Imam?
Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa
kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim
berkata: ” (Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku
(ini) tidak mengenai orang yang zalim”.
QS. al-Baqarah (2) : 124
Dalam ayat yang kami bawakan ini, jelas, Imam tidak bisa disandang
oleh mereka yang zalim, itu janji Allah.
Imamah adalah satu janji Allah, dikurniakanNya hanya kepada orang
yang adil, zuhud dan suci maksum. Andai para Imam tidak memiliki ciri ciri
kemaksuman ini, pastilah mereka terdedah pada kesalahan dan akan menjerumuskan
umat pada kesalahan juga. Ini bertentangan dengan firman Allah yang berikut:
a) Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai
seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.
QS. Hud (11) : 113
b) Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu,
dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara
mereka.
QS. al-Insan (76) : 24
Dalam kedua dua ayat di atas, Allah telah memerintahkan kita agar
jangan cenderung pada orang yang zalim dan jangan mengikuti orang yang berdosa.
Maka, tanggapan kelompok jumhur bahawa para Khalifah wajib ditaati tanpa
bantahan adalah bertentangan dengan perintah Allah dalam ayat ayat di atas.
Andaikata Imam bisa melakukan kesalahan, umat sendiri akan turut
melakukan kesalahan kerana mengikuti Imam yang salah. Hal seperti ini tidak
bisa diterima memandangkan kepatuhan dalam dosa adalah suatu dosa, dilarang dan
bertentangan dengan syariah. Tambahan pula, Imam akan dipatuhi dan diingkari
pada masa yang sama dan ini adalah mustahil.
Kepercayaan kelompok Jumhur bahawa umatlah yang memilih pemimpin
atau Imam juga adalah bertentangan dengan firman Allah berikut:
a) Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih-Nya.
Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). QS. al-Qashash (28) : 68
b) Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka
mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah
mereka selalu menyembah. QS. al-Anbiya (21) : 73
c) Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami. QS. as-Sajdah (32) : 24
Ayat ayat di atas dengan jelas membuktikan bahawa para pemimpin
atau Imam adalah dipilih oleh Allah sendiri, dan ini berlawanan dengan
kepercayaan jumhur. Lalu siapakah para Imam yang Allah pilih ini yang jika kita
tidak mengenalnya, maka mati kita adalah matinya jahiliyah? Mari kita telusuri
hadis suci Nabi saaw untuk mendapatkan gambaran jelas tentang hal ini.
الْأَئِمَّةُ
مِنْ قُرَيْشٍ
.
“ Para imam itu dari suku Quraisy.”
Hadits di atas (Al-a`immatu min Quraisy) diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, dalam Al-Musnad (11859) dari Anas bin Malik dan Abu Barzah Al-Aslami
(18941); An-Nasa`i dalam As-Sunan Al-Kubra (5942); Ibnu Abi Syaibah dalam
Al-Mushannaf dari Anas (54/8) dan Ali bin Abi Thalib (54/17); Abdurrazaq dalam
Al-Mushannaf dari Ali (19903); Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (7061) dari Ali;
Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dari Anas (724) dan dalam Ash-Shaghir
dari Ali (426); Al-Baihaqi dalam Ma’rifatu As-Sunan wa Al-Atsar dari Anas
(1595); Ath-Thayalisi dalam Al-Musnad (957) dari Abu Barzah dan Anas (2325);
Al-Khallal dalam As-Sunnah (34) dari Salman Al-Farisi dan Ali (64); Ibnu Abi
Ashim dalam As-Sunnah (929) dari Anas dan Abu Barzah (934); Ar-Ruyani dalam
Al-Musnad (746, 750) dari Abu Barzah; Abu Ya’la Al-Maushili dalam Al-Mu’jam
(155); Ibnul A’rabi dalam Al-Mu’jam (2259) dari Ali; Ibnu Asakir dalam Tarikh
Dimasyq (4635) dari Anas; dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil (biografi Ibrahim bin
Athiyah Al-Wasithi) dari Anas.
Tentang sanadnya, Imam Al-Haitsami berkata, “Diriwayatkan Ahmad,
Abu Ya’la, Ath-Thabarani dalam Al-Awsath, dan Al-Bazzar ( Dalam riwayat
Al-Bazzar dengan lafal, “Al-Mulku fi Quraisy.”) Para perawi Ahmad adalah
orang-orang tsiqah (terpercaya)” (Majma’ Az- Zawa`id (8978). Al-Hafizh Al-Iraqi
berkata, “Diriwayatkan An-Nasa`i dan Al-Hakim dari hadits Anas dengan sanad
shahih” (Takhrij Ahadits Al-Ihya` (3711). Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
berkata, “Diriwayatkan An-Nasa`i dari Anas, Ath-Thabarani dalam Ad-Du’a`, dan
Al-Bazzar serta Al-Baihaqi dengan beberapa jalur periwayatan dari Anas. Saya
katakan, sungguh saya telah mengumpulkan jalur-jalur riwayat hadits ini dalam
satu juz tersendiri dimana ia diriwayatkan oleh hampir empat puluh orang
sahabat. … Dan sanadnya hasan” (At-Talkhish Al-Habir (1987). Syaikh Syu’aib
Al-Arna`uth berkata, “Hadits shahih dengan berbagai jalur periwayatan dan
hadits-hadits lain yang menguatkannya” (Musnad Ash-Shahabah fi Al-Kutub
At-Tis’ah (527). Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih, diriwayatkan dari sejumlah
sahabat, di antaranya yaitu: Anas bin Malik, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Barzah
Al-Aslami” (Irwa` Al-Ghalil (520). Al-Albani juga menshahihkan hadits ini dalam
Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (4523 dan 4524) dan dalam Shahih At-Targhib wa
At-Tarhib (2188 dan 2259).
Secara ringkas, demikian para ulama lain yang menshahihkan hadits
ini; Imam Al-Munawi ( Faidh Al-Qadir (3108). Syaikh Muhammad Ja’far Al-Kattani
( Nuzhum Al-Mutanatsir min Al-Hadits Al-Mutawatir (175). Al-Ajluni (Kasyfu
Al-Khafa` (850), Al-Burhanfuri (Kanzu Al-‘Ummal (1649, 14792, 23800) dan lain
lain. Maka dari hadis ini kita tahu bahawa para Imam itu adalah dari Quraisy.
Namun, berapa ramaikah mereka ini? Hadis berikut menjelaskannya. Jabir bin
Samurah berkata: “Aku mendengar Rasulullah saaw bersabda: “Islam akan
senantiasa kuat di bawah 12 Khalifah”. Baginda kemudian mengucapkan kata kata
yang tidak aku fahami, lalu aku bertanya bapaku apakah yang dikatakan oleh
Rasulullah saaw. Beliau menjawab: “Semuanya dari Quraisy” (Muslim. Sahih, jilid
VI, hlm 3, Bukhari, Sahih, jilid VIII, hlm 105, 128). Apakah semua yang
berstatus Quraisy layak menyandang gelaran Imam atau Khalifaf ini? Hadis
berikut pula merincikan siapakah para Imam atau Khalifah yang berjumlah 12
orang itu Nabi saaw bersabda: “Setelahku akan ada 12 Khalifah, semuanya dari
Bani Hasyim” (Qunduzi Hanafi, Yanabi’ al Mawaddah, jilid III, hlm 104). Mungkin
ada di kalangan yang berpenyakit dalam hati akan menyanggah hadis ini dan
mengatakan ianya tidak sahih. Jika demikian, kami persilakan anda teruskan
membaca hadis berikutnya pula
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu
Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta
KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di
Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam
Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad
Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath
Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az
Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga
disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau
menyatakan hadis tersebut Shahih.). Maka, jika kita menyusun kembali semua
premis premis yang dibawakan di atas, kita bisa menyimpulkan seperti berikut:
1. Sepeninggalan Rasul saaw, ada pengganti beliau yang dipanggil
Imam/ khalifah
2. Imam/Khalifah ini berjumlah 12 orang
3. Kesemua mereka adalah dari Quraisy
4. Kesemua mereka adalah dari Bani Hasyim
5. Kesemua mereka adalah Ahlul Bayt Nabi as
Maka dengan ini, siapapun selain dari Ahlul Bayt as yang mendakwa
diri mereka sebagai Khalifah atau Imam umat, dakwaan mereka tertolak. Hujjah
yang kami bawakan di atas tidak membuka ruang walau sekecil apapun untuk
memberikan jabatan Khalifah/ Imamah pada selain Ahlul Bayt as. Masalah
Kekhalifahan adalah masalah yang sangat penting dalam Islam. Masalah ini adalah
dasar penting dalam penerapan kehidupan keislaman, setidaknya begitu yang saya
tahu . Kata Khalifah sendiri menyiratkan makna yang beragam, bisa sesuatu
dimana yang lain tunduk kepadanya, sesuatu yang menjadi panutan, sesuatu yang
layak diikuti, sesuatu yang menjadi pemimpin, sesuatu yang memiliki kekuasaan
dan mungkin masih ada banyak lagi.
Saat Sang Rasulullah SAW yang mulia masih hidup maka tidak ada
alasan untuk Pribadi Selain Beliau SAW untuk menjadi khalifah bagi umat Islam.
Hal ini cukup jelas kiranya karena sebagai sang Utusan Tuhan maka Sang Rasul
SAW lebih layak menjadi seorang Khalifah. Sang Rasul SAW adalah Pribadi yang
Mulia, Pribadi yang selalu dalam kebenaran, dan Pribadi yang selalu dalam
keadilan. Semua ini sudah jelas merupakan konsekuensi dasar yang logis bahwa
Sang Rasulullah SAW adalah Khalifah bagi umat Islam. Lantas bagaimana kiranya
jika Sang Rasul SAW wafat? siapakah Sang Khalifah pengganti Beliau SAW? Atau
justru kekhalifahan itu sendiri menjadi tidak penting. Pembicaraan ini bisa
sangat panjang dan bagi sebagian orang akan sangat menjemukan. Dengan asumsi
bahwa kekhalifahan akan terus ada maka Sang khalifah setelah Rasulullah SAW
bisa berupa
* Khalifah yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW
* Khalifah yang diangkat oleh Umat Islam
Kedua Premis di atas masih mungkin terjadi dan tulisan ini belum
akan membahas secara rasional premis mana yang benar atau lebih benar. Tulisan
kali ini hanya akan menunjukkan adanya suatu riwayat dimana Sang Rasulullah SAW
pernah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah Khalifah bagi Umat Islam. Bagaimana
sikap orang terhadap riwayat ini maka itu jelas bukan urusan penulis
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu
Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta
KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di
Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam
Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad
Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath
Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az
Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga
disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau
menyatakan hadis tersebut Shahih.). Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan
matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih
sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah
Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah
Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat
beralasan
KHALIFAH UMAT ISLAM ADALAH AHLUL BAIT
Rasulullah SAW menegaskan bahwa khalifah umat Islam yang sah
sepeninggal beliau adalah dari kalangan Ahlul Bait dan keturunannya. Simak
hadis berikut di bawah ini.
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda
: “ Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua
Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang
terbentang antara bumi dan langit, serta Keturunanku Ahlul BaitKu.
Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di Telaga Surga Al Haudh ”.
Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad
jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan
bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam
Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal
170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As
Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis
tersebut Shahih.
Hadis ini adalah hadis yang sahih sanadnya dan dengan jelas
menyatakan bahwa Al Ithrah , Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi
Umat Islam sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW. Hal ini juga menegaskan
bahwa Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah
SAW sendiri.
KEHARUSAN BERIMAMAH
Mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah, meyakini
dengan seyakin – yakinnya bahwa Kepemimpinan Umat ( IMAMAH )
dalam urusan agama dan dunia sepeninggal Nabiyullah Muhammad SAW telah
ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dan wasiat para Imam sesudah beliau.
Kami meyakini dengan seyakin – yakinnya bahwa Pemimpinan Umat ,
dengan berbagai istilah seperti Imam, Khalifah, Ulil Amri, Wali dan
lain – lain – hanya berhak disandang oleh para pemimpin dari kalangan Ahlul
Bait Nabi SAW dan keturunannya yang berjumlah 12 orang. Kenapa kami harus
memiliki keyakinan seperti ini ?. Apakah karena kami tertipu oleh ulah si
Yahudi Abdullah bin Saba’ , seperti yang sering diembus – embuskan oleh musuh –
musuh dan pembenci Syi’ah ?. Absolutely, not !.
Sebabnya ialah – meminjam ungkapan Sayyid Syarafuddin Al Musawi –
bahwa dalil – dalil ( petunjuk, nash ) syari’ah telah memaksa
kami untuk berpegang teguh hanya kepada para Imam Ahlul Bait Nabi SAW dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kepemimpinan umat dan rujukan agama.
Dalil – dalil yang pasti dan meyakinkan itulah yang telah menghilangkan pilihan
lain bagi setiap mukmin dan menghalanginya dari apa yang diinginkannya (
andaikata ia ingin memilih sesuatu yang lain )!. Dalil – dalil syari’ah yang
kami maksud tidak saja terdapat di dalam kitab – kitab hadis yang berasal dari
kalangan ulama kami, tetapi juga termaktub di banyak kitab –hadis dari para
ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ( Sunni ). Diantaranya ,misalnya, keharusan
berimam atau memiliki Imam dan mengenal Imam zamannya.
Banyak sekali hadis dari kalangan Ahlus Sunnah yang meriwayatkan
sabda Nabi SAW tentang keharusan ber- Imam atau memiliki Imam dan mengenal Imam
zamannya, diantaranya:
“Barangsiapa mati tanpa Imam, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”
“Barangsiapa meninggal dan tidak mengetahui Imam zamannya, maka ia
meninggal dalam keadaan jahiliyah “
Orang yang tidak berImam dan tidak mengenal Imam zamannya akan mati
dalam keadaan jahiliyah. Mati dalam keadaan jahiliyah diartikan sebagai mati
tidak dalam keadaan Islam. Jadi, keharusan ber-Imam dan mengenal Imam
zamannya merupakan kewajiban setiap mukmin. Sehingga tidak bisa dipungkiri lagi
bahwa Imamah merupakan salah satu pokok ajaran agama.
12 IMAM / KHALIFAH
Mazhab Syi’ah Imamiyah ‘Itsna Asyariyah meyakini bahwa
Kepemimpin Umat ( Imamah ) sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW, dengan
berbagai jabatan seperti Imam, Khalifah, Walidan sebagainya
berjumlah 12 orang yang semuanya berada dalam garis keturunan Ahlul Bait Nabi
SAW. Riwayat – riwayat tentang 12 Pemimpin ini dapat kita
temukan di dalam kitab – kitab hadis di kalangan ulama Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah SAW bersabda : “ Agama ( Islam ) akan selalu
tegak dan kukuh sampai tiba saatnya atau sampai berlalu dua belas
khalifah( pemimpin ), semuanya dari Quraisy “
( Sahih Muslim, jilid 6 halaman 3 – 4 , Bab
“ Manusia Mengikuti Orang Quraisy, Kitab Pemerintahan. Hadis ini juga terdapat
di dalam kitab Shahih Tirmidzi, Bab “ Apa yang terjadi pada
para khalifah melalui pintu fitnah “, Sunan Abi Dawud, jilid 3
halaman 106, dll ).
2. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang berkata : “
Aku mendengar Nabi SAW bersabda : “ Akan ada dua belas amir ( pemimpin
) dan kemudian belia bersabda dengan kalimat yang tidak aku pahami.
Dan, ayahku berkata : “ Semuanya dari orang Quraisy “.
Dan, dalam riwayat lain lagi ; “ Kemudian Nabi bersabda
dengan kalimat yang sulit aku pahami dan aku bertanya kepada ayahku apa yang
disabdakan Rasulullah SAW, maka ( ayahku ) berkata : “ Semuanya orang Quraisy
“. ( Fat’l Al Bari, jilid 16, hal. 338, Mustadrak
Shahihain, jilid 3, hal. 617 )
3. Rasulullah bersabda : “ Urusan manusia ( amr an nas )
tidak akan berlalu sebelum berlalu dua belas orang yang menjadi wali (
penguasa )” ( Shahih Muslim bi Syarh Nawawi, jilid 12 hal.
202, Jalaluddin As Suyuthi, Tarikh Al Khulafa, hal. 10 dll ).
4. Rasulullah SAW bersabda : “ Urusan umat ini ( amr hadzihil
ummah ) senantiasa akan jaya sampai berlalu dua belas imam ( pemimpin
), semuanya orang Quraisy “ ( Kanzul – ‘Ummal, jilid 13, hal.
27 ).
5. Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al Hakim dengan lafal
seperti yang pertama, dari Masruq yang berkata : “ Kami sedang duduk
suatu malam di rumah ‘Abdillah ( Ibnu Mas’ud ) yang membacakan kepada kami Al
Qur’an. Seorang lelaki mengajukan pertanyaan : “ Ya ayah dari ‘Abdurrahman,
apakah kamu pernah bertanya kepada Rasul Allah SAW berapa khalifah dari
umat ini ? “. Maka, ‘Abdillah menjawab : “ Tiada seorangpun
bertanya tentang masalah ini sampai saya datang dari Iraq sebelum anda !”.
Menanyakannya dan beliau SAW bersabda : “ Dua belas seperti jumlah dua
belas nuqaba ( pemimpin ) Banu Israil “ ( Musnad Ahmad,
jilid 1, hal. 398, 406 ; Al Hakim, Mustadrak, jilid 4, hal. 501, Fat’h
– Al Bari, jilid 16, hal. 339 dll ). Lantas, siapa 12 Imam / Khalifah yang wajib dikenal dan ditaati itu
yang dengannya kita tidak akan mati dalam keadaan jahiliyah ?. Kami, kaum
muslimin dari mazhab Syi’ah Imamiyah ‘Itsna ‘Asyariyah ( Syi’ah 12 Imam )
berkeyakinan mereka adalah para Imam / Khalifah dari Ahlul Bait Nabi SAW dan
Keturunannya , dimulai dari Imam Ali bin Abi Abi Thalib dan berakhir pada Imam
Mahdi afs.
Nah,
pertanyaan buat Ustad Aswaja Sunni dan para pengikutnya
. Tolong sebutkan siapa saja nama – nama 12 Imam yang wajib kalian kenal dan
kalian ta’ati itu ? Firman Allah SWT di dalam KitabNya yang menjadikan
kontinuitas kepemimpinan di dalam keturunan Nabiyullah Ibrahim AS. Simak
Surah Al Baqarah ( 2 ) ayat 124. “ Dan ( ingatlah ) ketika
Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
( perintah
dan larangan ), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman : “
Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin ( imam ) bagi manusia “.
Ibrahim berkata : “ Dan dari keturunanku ( juga ) ! “. Allah
berfirman : “ Janjiku ( ini ) tidak akan diperoleh orang – orang yang zalim “.
Ayat di atas menegaskan bahwa Allah SWT akan menjadikan para Imam di dalam
garisi keturunan Nabi Ibrahim AS . Di bagian lain Ibrahim AS berdo’a kepada
Allah SWT seperti termaktub di dalam Surah Ibrahim ( 14 ) ayat 37,
sbb : “ Tuhan kami, sesungguhnyab aku telah menempatkan sebagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam – tanaman di dekat
rumahMu ( baitullah ) yang dihormati. Ya Tuhan kami, ( yang demikian itu ) agar
mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada
mereka dan berilah mereka rezeki dari buah – buahan, mudah – mudahan
mereka bersyukur “ Semua ahli tafsir sependapat bahwa Nabi Muhammad SAW dan
Ahlul Bait beliau merupakan keturunan ( dzurriyah ) dari
Nabi Ibrahim AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar