Kata Rahasia
Diceritakan
oleh sang sufi Jalaludin Rumi dan yang lain-lain, pada suatu hari Isa As putra
Maryam, berjalan-jalan di padang pasir dekat Baitulmakdis bersama sekelompok
orang yang masih suka mementingkan diri sendiri. Mereka meminta dengan sangat
agar Isa As memberitahukan kepada mereka Kata Rahasia yang telah
dipergunakannya untuk menghidupkan orang mati. Isa As berkata, “Kalau kukatakan
itu padamu, kau pasti menyalahgunakannya.” Mereka berkata, “Kami sudah siap dan
sesuai untuk pengetahuan semacam itu; tambahan lagi, hal itu akan menambah
keyakinan kami.” “Kalian tak memahami apa yang kalian minta,” katanya –tetapi
diberitahukannya juga Kata Rahasia itu. Segera setelah itu, orang-orang
tersebut berjalan di suatu tempat yang terlantar dan mereka melihat seonggok
tulang yang sudah memutih. “Mari kita uji keampuhan Kata itu,” kata mereka, dan
diucapkanlah Kata itu. Begitu Kata diucapkan, tulang-tulang itupun segera
terbungkus daging dan menjelma menjadi seekor binatang liar yang kelaparan,
yang kemudian merobek-robek mereka sampai menjadi serpih-serpih daging.
Quote: “Setiap perkataan (sesuatu) ada
tempatnya (konteksnya) dan setiap tempat (konteks) ada perkataan (sesuatu)-nya
sendiri”.
‘Irfan dan
Politik
Seorang salik yang sedang mengadakan
perjalanan lewat sebuah perbukitan yang terpencil tiba-tiba berhadapan dengan
raksasa–setan tinggi besar, yang akan menghancurkannya. Sang salik itu berkata,
“Baik, silahkan mencobanya; tetapi aku
bisa mengalahkanmu, sebab aku sangat perkasa dalam pelbagai hal, lebih dari
yang kau bayangkan.” “Omong kosong,” kata Raksasa. “Kau ahli Sufi, yang terpikat pada masalah rohani. Kau tak akan bisa
mengalahkan aku, sebab aku memiliki kekuatan badaniah, aku tiga puluh kali
lebih besar darimu.”
“Kalau kau menginginkan uji kekuatan,” kata Sufi, “ambil
batu ini dan perahlah air darinya.” Ia memungut sebutir batu kecil lalu
memberikannya kepada Si Setan. Setelah berusaha sekuat tenaga, Raksasa itu
menyerah. “Tak mungkin; tak ada air dalam
batu ini. Coba tunjukkan kalau memang ada airnya.” Dalam keremang-remangan,
Sang Sufi mengambil batu itu, juga mengambil sebutir telur dari kantungnya,
lalu memerah keduanya, meletakkan tangannya di atas tangan Raksasa. Sang
Raksasa sangat terkesan; sebab orang memang suka terkesan oleh hal-hal yang
tidak dipahami, dan menghargaiya tinggi-tinggi, lebih tinggi dari yang
seharusnya mereka berikan.
“Aku harus memikirkan hal ini,” katanya. “Mari kuajak
kau ke guaku, dan akan kujamu engkau malam ini.” Sang Sufi mengikutinya
masuk ke sebuah gua yang sangat besar, penuh dengan barang-barang milik para
pengembara tersesat yang sudah dibunuh, benar-benar merupakan gua Aladdin. “Berbaringlah di sebelahku, dan tidurlah,”
kata Si Setan, “besok aku akan
rnemberikan keputusan.” Ia pun membaringkan dirinya dan segera tertidur.
Sang Sufi, yang secara naluri
mengetahui adanya bahaya pengkhianatan, segera merasa harus bangkit dan
menyembunyikan diri di tempat yang agak jauh dari Raksasa. Itu dilakukannya
sesudah mengatur tempat pembaringannya tadi, agar seolah-olah nampak ia masih
tidur di samping Si Raksasa.
Tidak lama setelah ia pindah tempat
itu, Si Raksasa pun bangun. Ia mengambil sebuah batang pohon, menghajar Ahli
Sufi yang dikiranya masih tidur di sebelahnya itu dengan tujuh pukulan yang
sangat kuat. Lalu ia berbaring lagi, langsung tidur. Sang Sufi kembali ke
tempat tidurnya semula, berbaring lalu memanggil Raksasa.
“O Raksasa, guamu ini sangat menyenangkan, tetapi aku baru
saja digigit nyamuk tujuh kali. Kau harus menyingkirkan nyamuk itu.”
Hal ini tentu saja sangat
mengejutkan si Raksasa, sehingga ia tidak berani lagi menyerang Sang Sufi.
Bagaimanapun, kalau seorang telah dipukul tujuh kali dengan sebuah batang pohon
oleh Raksasa yang menggunakan tenaga sekuat-kuatnya…
Paginya, Si Raksasa memberikan
kantong kulit lembu kepada Sang Sufi, katanya, “Ambil air untuk makan pagi, agar kita bisa membuat teh.” Sang Sufi
tidak mengambil kantong itu (yang begitu besar sehingga diangkat pun sulit),
tetapi pergi menuju ke sebuah sungai kecil untuk menggali saluran air kecil ke
arah gua. Si Raksasa menjadi haus, “Kenapa
tak kau bawa air?”
“Sabar, saya sedang membuat saluran tetap menuju mulut gua,
agar nantinya kau tak usah membawa-bawa kantong berat itu untuk mengambil air.” Tetapi Raksasa itu terlalu haus dan tak sabar menanti.
Diambilnya kantong kulit itu, lalu ia menuju ke sungai mengisinya dengan air.
Ketika teh sudah tersedia, ia meminum beberapa galon, dan pikirannya mulai
menjadi agak jernih. “Kalau kau memang
kuat –dan kau memang telah membuktikannya– kenapa tak bisa kau gali saluran itu
secara cepat, tetapi sejengkal demi sejengkal?”
“Sebab,” kata Sang Sufi, “tak
ada hal yang sungguh-sungguh berharga bisa dikerjakan tanpa penggunaan tenaga
sesedikit mungkin. Setiap hal menuntut penggunaan tenaga sendiri-sendiri; dan
saya menggunakan tenaga sesedikit mungkin untuk menggali saluran. Di samping
itu, aku tahu bahwa kau begitu terbiasa menggunakan kantong kulit itu
sehingga tidak bisa meninggalkan kebiasaanmu.”
Quote: ‘Irfan adalah zuhud yang tidak membuat seseorang
meninggalkan dunia, tetapi menjadikan dunia sebagai medan (ladang) untuk
menaburkan kebajikan (kezuhudan) itu sendiri sebagai bekal untuk hidup yang
akan datang. Sebagaimana dinarasikan puisinya Fariduddin ‘Attar,
Ketika Singa Tuhan Imam Ali hadir di sebuah pertemuan
Seseorang melontarkan kutukan pada dunia
Sayidina Ali menjawab, “Dunia, Nak, bukan untuk dikutuk”
Celakalah kau jika mengucilkan diri dari hikmah
Dunia ini seisinya adalah hamparan ladang
Untuk didatangi siang dan malam
Segala yang memancar dari martabat dan kekayaan iman
Seluruhnya berasal dari kehidupan di dunia ini
Buah hari esok adalah kembang dari benih hari ini
Orang yang ragu akan merasakan pahitnya buah penyesalan
Dunia ini adalah tempat terbaik bagimu
Di dalamnya bekal di hari kemudian dapat kausiapkan
Pergilah ke dunia, namun jangan dalam hawa nafsu tenggelam
Dan siapkan dirimu bagi dunia yang lain
Jika demikian, maka dunia itu akan pantas bagimu
Berkariblah dengan dunia, demi tujuan semua itu.
Untuk didatangi siang dan malam
Segala yang memancar dari martabat dan kekayaan iman
Seluruhnya berasal dari kehidupan di dunia ini
Buah hari esok adalah kembang dari benih hari ini
Orang yang ragu akan merasakan pahitnya buah penyesalan
Dunia ini adalah tempat terbaik bagimu
Di dalamnya bekal di hari kemudian dapat kausiapkan
Pergilah ke dunia, namun jangan dalam hawa nafsu tenggelam
Dan siapkan dirimu bagi dunia yang lain
Jika demikian, maka dunia itu akan pantas bagimu
Berkariblah dengan dunia, demi tujuan semua itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar