Salah satu bagian utama Nahjul Balaghah membahas tentang ketuhanan
dan metafisika. Sekitar empat puluh kali kajian ini diulas dalam ceramah,
surat, dan kata mutiara Nahjul Balaghah. Kendatipun sebagiannya hanya berupa
kalimat pendek, tapi umumnya sampai mencapai beberapa baris, dan bahkan, sekian
halaman. Ulasan tauhid Nahjul Balaghah terhitung bagian yang sangat
menakjubkan.
Tidak
berlebihan apabila pembahasan ini dikatakan setara dengan mukjizat. Tentunya
hal itu dapat diterima jika situasi dan kondisi atau konteks kajian-kajian itu
diperhatikan. Diskursus Nahjul Balaghah tentang ketuhanan dan metafisika sangat
beragam. Ada yang berbentuk telaah ciptaan dan hikmah Ilahi, seperti sistem
universal langit dan bumi, dan terkadang meneliti eksistensi tertentu, seperti
kelelawar, merak, atau semut, dan memperhatikan managemen serta tujuan dari
penciptaannya. Akan bisa lebih dimengerti jika kita mengambil satu contoh
keterangan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib As tentang semut dalam ceramah
ke-177 beliau berikut ini:
أَلاَ
يَنْظُرُوْنَ إِلَى صَغِيْرِ مَا خَلَقَ، كَيْفَ أَحْكَمَ خَلْقَهَ وَ أَتْقَنَ
تَرْكِيْبَهُ وَ فَلَقَ لَهُ السَّمْعَ وَ الْبَصَرَ، وَ سَوَّى لَهُ الْعَظْمَ وَ
الْبَشَرَ، انْظُرُوْا إِلَى النَّمْلَةِ فِيْ صِغَرِ جُثَّتِهَا وَ لَطَافَةِ
هَيْئَتِهَا لاَ تَكَادُ تُنَالُ بِلَحْظِ الْبَصَرِ وَلاَ بِمُسْتَدْرَكِ
الْفِكَرِ، كَيْفَ دَبَّتْ عَلَى أَرْضِهَا وَ صَبَّتْ عَلَى رِزْقِهَا، تَنْقُلُ
الْحَبَّةَ إِلَى جُحْرِهَا وَ تَعُدُّهَا فِيْ مُسْتَقَرِّهَا، تَجْمَعُ فِيْ
حَرِّهَا لِبُرْدِهَا وَ فِيْ وَرْدِهَا لِصَدْرِهَا، مَكْفُوْلَةً بِرِزْقِهَا،
مَرْزُوْقَةً بِوِفْقِهَا، لاَ يَغْفُلُهَا الْمَنَّانُ وَلاَ يَحْرُمُهَا
الدَّيَّانُ وَلَوْ فِي الصَّفَا الْيَابِسِ وَ الْحَجَرِ الْجَامِسِ، وَلَوْ
فَكَّرْتَ فِيْ مَجَارِيْ أَكْلِهَا فِيْ عُلُوِّهَا وَ سُفْلِهَا، وَمَا فِي
الْجَوْفِ مِنْ شَرَاسِيْفِ بَطْنِهَا، وَمَا فِي الرَّأْسِ مِنْ عَيْنِهَا وَ
أُذُنِهَا لَقَضَيْتَ مِنْ خَلْقِهَا عَجَبًا …
“Apakah mereka tidak meneliti ciptaan-Nya yang kecil? Bagaimanakah
Dia kuatkan ciptaannya dan tegakkan susunannya. Dia bekali pendengaran dan
penglihatan, Dia isi tulang dan lapisi dengan kulit? Pikirkanlah semut dengan
posturnya yang amat kecil dan bentuknya yang lembut. Begitu kecilnya sehingga
hampir tak terlihat oleh mata dan tak tercerna oleh pemikiran. Bagaimana ia
berjalan di atas bumi dan berusaha mengumpulkan rejeki? Ia angkut biji-bijian
ke dalam lubang dan disimpannya di sarangnya. Dia kumpulkan makanan itu di
musim panas untuk perbekalan di musim dingin nanti, dan di musim dingin dia
sudah dapat memperkirakan saat keluar dan bebas. Dengan demikian rejeki makhluk
kecil ini sudah terjamin secara rapih dan teratur. Allah Maha Pemberi tidak
akan pernah melupakannya walau dia terletak di bawah batu yang keras. Apabila
kalian teliti dan pikirkan jalur keluar dan masuknya makanan, struktur perut,
telinga, dan mata yang terletak di kepalanya, niscaya kalian akan sangat
terheran-heran oleh ciptaan ini”.
Namun demikian,
puncak dominasi pembahasan Nahjul Balaghah terletak pada tauhid dan kajian
rasional filosofis. Semua argumentasinya berakhir pada kemutlakan,
ketidakterbatasan, cakupan, dan kemandirian Dzat Allah SWT. Di sini, Amirul
Mukminin Ali Bin Abi Thalib As melantangkan pembicaraannya. Tiada seorang pun
sebelum dan sesudah beliau mengucapkan hal ini, sebagaimana tidak seorang pun
yang sampai pada tingkatan ini.
Hal berikutnya
yang sering ditekankan adalah kesederhanaan tanpa batas dan negasi segala bentuk
pluralitas, pembagian, analisa, dan kelainan sifat dari Dzat. Ada berbagai
masalah pelik lainnya yang dipaparkan dalam Nahjul Balaghah seputar tema di
atas, seperti kemulaan Allah sekaligus keakhiran-Nya, ke-lahiriah-an sekaligus
kebatinan-Nya, kedahuluan-Nya atas waktu dan bilangan, kedahuluan-Nya bukan
dalam kategori waktu dan keesaan-Nya bukan dalam kategori bilangan, ketinggian
dan kerajaan, serta kekayaan Dzat Allah, kreatoritas-Nya (mubdi’) dan bahwa
kaadaan tertentu tidak menyibukkan-Nya dari keadaan yang lain. FirmanNya adalah
tindakan-Nya itu sendiri. Keterbatasan akal dalam mengenali-Nya dan bahwa
makrifat terhadap-Nya terbilang pengejewantahan Dia pada akal-akal, bukan
seperti cakupan benak atas makna dan konsep tertentu, negasi kebendaan, gerakan,
kediaman, perubahan, ruang, waktu, serupa, lawan, sekutu, duplikat, bantuan
alat tertentu, keterbatasan dan juga negasi keterbilangan.
Itulah tadi
sekilas tema dan sub-tema yang dipaparkan Nahjul Balaghah berkisar tentang
ketuhanan dan metafisika. Seorang filsuf yang pakar dalam ideologi dan
pemikiran filsafat kuno dan modern akan tenggelam dan terheran-heran
membacanya. Sebuah warisan Islam yang mestinya menjadi bahan berharga bagi
setiap muslim, bahkan ummat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar