Apa
yang pada akhirnya ditangkap oleh naskah kuno adalah sebagian atau seluruh
bahasa yang digunakan di zaman purbakala. Namun, sebagaimana Anda mungkin
perhatikan, semua bahasa manusia berkembang sepanjang waktu. Contohnya, syair
Inggris yang ditulis di masa Shakespeare tidak lagi berima dengan benar, tapi
jika menengok ejaan lamanya, ia pasti berima. Seiring
bertambahnya perubahan sepanjang waktu, teks-teks kuno menjadi tak dapat
dipahami bila pengetahuan tentang bahasanya lenyap. Dalam beberapa kasus, teks
tersebut bisa dibaca, tapi tak bisa dipahami. Contoh terbaik adalah Etruscan
(bahasa Etruria kuno di Italia—penj), yang ditulis dalam naskah yang hampir
identik dengan abjad Romawi, sehingga masing-masing bunyi dan kata bisa
dipisahkan. Namun, karena tidak ada seorangpun yang tahu pengertian kata dan
aturan gramatikal Etruscan, teks-teksnya tetap relatif samar. Untung, tidak
semua lenyap. Jika bahasa kuno bertahan dan berkembang menjadi “anak” bahasa
berikutnya yang bisa dipahami, maka kita dapat mengetahui sesuatu yang
dilibatkan oleh bahasa “induk” dan prosesnya dalam evolusi tersebut. Studi
perubahan bahasa sepanjang waktu ini disebut historical linguistics.
Mengapa Bahasa Berubah?
Mengapa Bahasa Berubah?
Mengapa
bahasa berubah? Well, sudah ada banyak teori mengenai sebab perubahan bahasa.
Ini telah membangkitkan rasa ingin tahu orang-orang sejak zaman dahulu sekali
dan sepertinya hampir setiap orang mempunyai pemikiran tersendiri. Satu contoh
awal dapat dijumpai dalam Bibel dalam bentuk Menara Babel, di mana Tuhan
memutuskan bahwa manusia terlalu sombong (ups…mitologi yang salah) dan membuat
hidup mereka menyedihkan dengan memberikan bahasa yang berlainan kepada setiap
orang. Seiring sains menjadi kekuatan yang semakin dominan di masyarakat,
penjelasan ilmiah tentang perubahan bahasa diajukan. Berikut adalah segelintir
[penjelasan ilmiah] yang dikemukakan bertahun-tahun:
Pembusukan Bahasa?
Pembusukan Bahasa?
Pandangan
abad 18 mengenai bahasa salah satunya adalah pembusukan dan kemerosotan.
Pertimbangannya adalah bahwa bahasa-bahasa Indo-Eropa kuno seperti Sanskerta,
Yunani, dan Latin semuanya mempunyai skema deklensi/pentasrifan (perubahan
bentuk kata—penj) dan konjugasi yang rumit, sedangkan bahasa Indo-Eropa modern
mempunyai bentuk pentasrifan dan konjugasi yang jauh lebih sedikit.
“Kehilangan” bentuk pentasrifan dan konjugasi ini merupakan akibat dari penutur
bahasa yang semakin tak peduli dengan cara berbicara mereka (baca: “malas”),
jadi penutur modern “merosot” karena memperbolehkan bahasa yang dulunya rumit
membusuk menjadi bahasa demikian “sederhana”.
Tak pelak lagi, argumen “kemerosotan” ini mempunyai satu cacat utama. Meskipun jumlah pentasrifan dan konjugasi telah berkurang, bagian lainnya seperti partikel dan kata kerja bantu telah berkembang mengisi tempat mereka. Segala sesuatu yang dapat diekspresikan dalam bahasa kuno masih dapat diekspresikan hari ini. Pada akhirnya, teori ini sangat subjektif, sebab bersandar pada pendapat pribadi, bukan fakta ilmiah, atas apa yang “amat berkembang” dan apa yang “merosot” Oleh karena itu ini bukan sains.
Catatan pinggir: Meskipun lingistik menggeser teori pembusukan bahasa sehabis abad 18 ini, banyak ahli masih memakai dalih ini untuk memadamkan variasi dialek di seluruh dunia dengan menjustifikasi dialek-dialek itu sebagai sesuatu yang “merosot”. Ini tentu saja sama sekali tak masuk akal, sebab dialek yang paling terdengar aneh sekalipun memiliki struktur gramatikal tetap dan bekerja sempurna untuk mengekspresikan ide dan juga bahasa standar.
Hukum Alam?
Tak pelak lagi, argumen “kemerosotan” ini mempunyai satu cacat utama. Meskipun jumlah pentasrifan dan konjugasi telah berkurang, bagian lainnya seperti partikel dan kata kerja bantu telah berkembang mengisi tempat mereka. Segala sesuatu yang dapat diekspresikan dalam bahasa kuno masih dapat diekspresikan hari ini. Pada akhirnya, teori ini sangat subjektif, sebab bersandar pada pendapat pribadi, bukan fakta ilmiah, atas apa yang “amat berkembang” dan apa yang “merosot” Oleh karena itu ini bukan sains.
Catatan pinggir: Meskipun lingistik menggeser teori pembusukan bahasa sehabis abad 18 ini, banyak ahli masih memakai dalih ini untuk memadamkan variasi dialek di seluruh dunia dengan menjustifikasi dialek-dialek itu sebagai sesuatu yang “merosot”. Ini tentu saja sama sekali tak masuk akal, sebab dialek yang paling terdengar aneh sekalipun memiliki struktur gramatikal tetap dan bekerja sempurna untuk mengekspresikan ide dan juga bahasa standar.
Hukum Alam?
Teori
berikutnya, diajukan oleh para Neogrammarian (Junggrammatiker) di akhir abad
19, adalah proses alam. Neogrammarian menyatakan bahwa perubahan [bahasa]
bersifat otomatis dan mekanis, dan karenanya tidak bisa diamati atau
dikendalikan oleh penutur bahasa. Mereka menemukan bahwa apa yang terdengar
seperti “bunyi” tunggal bagi telinga manusia sebetulnya merupakan kumpulan
bunyi-bunyi yang sangat serupa. Mereka menyebut bunyi-bunyi serupa ini sebagai
“penyimpangan tingkat rendah” dari “bentuk ideal”. Mereka berargumen bahwa
perubahan bahasa adalah semata pergeseran lambat “bentuk ideal” dengan yang
penyimpangan kecil.
Persoalan kentara di sini adalah bahwa tanpa suatu jenis penguatan, penyimpangan tersebut bisa maju mundur dan membatalkan perubahan. Lantas Neogrammarian menambal teori ini dengan menambahkan sebab untuk penguatan penyimpangan seperti penyederhanaan bunyi, atau anak-anak yang mempelajari cara berbicara orangtua mereka secara tak sempurna.
[Argumen] penyederhanaan bunyi pada dasarnya menyatakan bahwa bunyi tertentu lebih mudah untuk dilafalkan daripada yang lain, sehingga kecenderungan alami penutur adalah memodifikasi bunyi yang sulit diucapkan menjadi bunyi yang lebih mudah. Contohnya adalah kata /camera/ proto-Romance (bahasa turunan Latin pertama—penj; /camera/ artinya “room”, ruang/kamar) yang berubah menjadi /camra/ Prancis awal. Sulit untuk mengucapkan /m/ dan /r/ secara berturut-turut, sehingga “disederhanakan” dengan menambahkan /b/ di antara keduanya, menjadi /cambra/ (karenanya membawa pada “chambre” Prancis modern). Contoh yang lebih baru adalah kata “nuclear” Inggris, yang dilafalkan oleh banyak orang sebagai “nucular”.
Persoalan pada penambalan ini adalah bahwa karena tidak semuanya dalam sebuah bahasa sulit untuk dilafalkan (kecuali jika Anda berbahasa Klingon), proses tersebut hanya akan bekerja pada sebagian kecil, dan tidak bisa bertanggung jawab atas sebagian besar perubahan bunyi. Kedua, untuk menentukan apakah “nucular” atau “nuclear” lebih mudah dilafalkan adalah amat meragukan. Anda akan mendapat jawaban berlainan dari orang-orang berbeda. Penyederhanaan memang ada, tapi mempergunakannya sebagai sebab (bukan gejala) perubahan bahasa adalah terlalu subjektif untuk dianggap ilmiah.
Tambalan berikutnya, yakni anak-anak yang mempelajari bahasa orangtua mereka secara tidak benar, juga tidak bekerja. Mari kita ambil kasus ekstrim dalam bentuk imigran. Yang teramati adalah bahwa anak-anak para imigran hampir selalu mempelajari bahasa teman-teman mereka di sekolah tanpa menghiraukan dialek atau bahasa asli orangtua mereka. (Dan benar, anak-anak tersebut menjadi multibahasa, tapi itu cerita lain…) Kenyataannya, anak-anak imigran Inggris di AS hampir selalu berbicara dengan salah satu dari sekian banyak aksen regional Amerika. Jadi dalam kasus ini, kontribusi bahasa orangtua menjadi kurang penting dibanding kelompok sosial di mana anak berada. Yang membawa pada…
Ikatan Sosial
Persoalan kentara di sini adalah bahwa tanpa suatu jenis penguatan, penyimpangan tersebut bisa maju mundur dan membatalkan perubahan. Lantas Neogrammarian menambal teori ini dengan menambahkan sebab untuk penguatan penyimpangan seperti penyederhanaan bunyi, atau anak-anak yang mempelajari cara berbicara orangtua mereka secara tak sempurna.
[Argumen] penyederhanaan bunyi pada dasarnya menyatakan bahwa bunyi tertentu lebih mudah untuk dilafalkan daripada yang lain, sehingga kecenderungan alami penutur adalah memodifikasi bunyi yang sulit diucapkan menjadi bunyi yang lebih mudah. Contohnya adalah kata /camera/ proto-Romance (bahasa turunan Latin pertama—penj; /camera/ artinya “room”, ruang/kamar) yang berubah menjadi /camra/ Prancis awal. Sulit untuk mengucapkan /m/ dan /r/ secara berturut-turut, sehingga “disederhanakan” dengan menambahkan /b/ di antara keduanya, menjadi /cambra/ (karenanya membawa pada “chambre” Prancis modern). Contoh yang lebih baru adalah kata “nuclear” Inggris, yang dilafalkan oleh banyak orang sebagai “nucular”.
Persoalan pada penambalan ini adalah bahwa karena tidak semuanya dalam sebuah bahasa sulit untuk dilafalkan (kecuali jika Anda berbahasa Klingon), proses tersebut hanya akan bekerja pada sebagian kecil, dan tidak bisa bertanggung jawab atas sebagian besar perubahan bunyi. Kedua, untuk menentukan apakah “nucular” atau “nuclear” lebih mudah dilafalkan adalah amat meragukan. Anda akan mendapat jawaban berlainan dari orang-orang berbeda. Penyederhanaan memang ada, tapi mempergunakannya sebagai sebab (bukan gejala) perubahan bahasa adalah terlalu subjektif untuk dianggap ilmiah.
Tambalan berikutnya, yakni anak-anak yang mempelajari bahasa orangtua mereka secara tidak benar, juga tidak bekerja. Mari kita ambil kasus ekstrim dalam bentuk imigran. Yang teramati adalah bahwa anak-anak para imigran hampir selalu mempelajari bahasa teman-teman mereka di sekolah tanpa menghiraukan dialek atau bahasa asli orangtua mereka. (Dan benar, anak-anak tersebut menjadi multibahasa, tapi itu cerita lain…) Kenyataannya, anak-anak imigran Inggris di AS hampir selalu berbicara dengan salah satu dari sekian banyak aksen regional Amerika. Jadi dalam kasus ini, kontribusi bahasa orangtua menjadi kurang penting dibanding kelompok sosial di mana anak berada. Yang membawa pada…
Ikatan Sosial
Teori
terakhir yang maju selama abad ini adalah teori sosial, dianjurkan oleh pakar
bahasa asal Amerika, William Labov. Apa yang dia temukan adalah bahwa pada
awalnya sebagian kecil masyarakat melafalkan kata tertentu yang mempunyai,
misalnya, vokal sama secara berbeda dari mayoritas masyarakat. Ini terjadi
secara alami karena manusia tidak mereproduksi bunyi yang persis sama. Namun,
pada suatu waktu kemudian, untuk alasan tertentu, perbedaan pelafalan ini mulai
menjadi sinyal identitas sosial dan budaya. Orang lain dalam masyarakat
tersebut yang ingin diidentifikasi dengan kelompok itu secara sadar atau (yang
lebih mungkin) tak sadar mengadopsi perbedaan ini, melebih-lebihkannya, dan
menerapkannya untuk mengubah pelafalan kata lain. Jika diberi cukup waktu, perubahan
tersebut akhirnya mempengaruhi semua kata yang mempunyai vokal sama, sehingga
ini menjadi perubahan bunyi bahasa yang tetap.
Kita dapat berargumen bahwa fenomena serupa berlaku pada grammar dan pada kosakata bahasa. Contoh yang menarik adalah kata-kata yang berkaitan dengan komputer yang merayap ke dalam bahasa Amerika standar, seperti “bug”, “crash”, ”net”, “email”, dan lain-lain. Ini akan sesuai dengan teori tersebut dalam hal bahwa kata-kata ini mulanya dipakai oleh sekelompok kecil (yakni ilmuwan komputer), tapi dengan adanya boom Internet setiap orang ingin melek teknologi. Dan dengan demikian kata-kata ilmu komputer ini mulai merembes ke dalam bahasa mainstream. Sekarang ini kita berada di fase pelebih-lebihan, di mana masyarakat menciptakan istilah-istilah aneh seperti “cyberpad” dan “dotcom” yang tak hanya membuat saya gila tapi juga tidak eksis sebelumnya dalam ilmu komputer.
Menurut saya, teori sosial perubahan bahasa terdengar jauh lebih masuk akal daripada teori-teori sebelumnya. Manusia, bagaimanapun, adalah makhluk sosial, dan jarang kita melakukan sesuatu tanpa faktor sosial.
Rumpun Bahasa Indo-Eropa
Kita dapat berargumen bahwa fenomena serupa berlaku pada grammar dan pada kosakata bahasa. Contoh yang menarik adalah kata-kata yang berkaitan dengan komputer yang merayap ke dalam bahasa Amerika standar, seperti “bug”, “crash”, ”net”, “email”, dan lain-lain. Ini akan sesuai dengan teori tersebut dalam hal bahwa kata-kata ini mulanya dipakai oleh sekelompok kecil (yakni ilmuwan komputer), tapi dengan adanya boom Internet setiap orang ingin melek teknologi. Dan dengan demikian kata-kata ilmu komputer ini mulai merembes ke dalam bahasa mainstream. Sekarang ini kita berada di fase pelebih-lebihan, di mana masyarakat menciptakan istilah-istilah aneh seperti “cyberpad” dan “dotcom” yang tak hanya membuat saya gila tapi juga tidak eksis sebelumnya dalam ilmu komputer.
Menurut saya, teori sosial perubahan bahasa terdengar jauh lebih masuk akal daripada teori-teori sebelumnya. Manusia, bagaimanapun, adalah makhluk sosial, dan jarang kita melakukan sesuatu tanpa faktor sosial.
Rumpun Bahasa Indo-Eropa
Yang
paling dikenal dari semua rumpun bahasa adalah Indo-Eropa, yang terdiri dari
kurang-lebih 12 kelompok utama dan ratusan bahasa. Kelompok utama atau
subrumpun tersebut adalah Celtic, Italia (mencakup Romance), Baltik, Slavia,
Jerman, Anatolia, Yunani, India, Iran, Tochari, Albania, dan Armenia. Di
samping itu, kelihatannya Baltik dan Slavia semestinya membentuk kelompok
Balto-Slavia, dan India dan Iran semestinya ditempatkan dalam kelompok
Indo-Iran.Berikut adalah daftar kecil kata-kata yang lazim pada sebagian besar
bahasa Indo-Eropa:
[Catatan:
1. Phrater Yunani berarti “clan member”]
Sino-Tibet
Rumpun
bahasa besar lainnya adalah Sino-Tibet, mencakup Sinitik (semua bentuk bahasa
China) di satu cabang utama dan Tibeto-Burma (bahasa Tibet, Burma, dan ribuan
lainnya) di cabang utama lain.Dalam contoh berikut nada diabaikan sehingga saya
hanya sedikit bekerja. Selain itu, catat bahwa saya membuang transliterasi
Pinyin (sistem ejaan Romawi untuk mentransliterasikan bahasa China—penj) dan
memakai punya saya sendiri yang bekerja pula pada dialek lain: /ś/ ekuivalen
dengan konsonan desah palatal tanpa suara (/x/ dalam Pinyin) mirip /ch/ dalam ich
Jerman; /x/ adalah konsonan desah velar tanpa suara, mirip /ch/ dalam loch
Skotlandia; /a/ adalah vokal tengah; /ʔ/
adalah glottal stop (penghentian suara dalam celah suara/suara yang dihasilkan
oleh pembukaan atau penutupan mendadak celah suara—penj); dan /C/ berarti stop
consonant (konsonan letusan).
(Huruf palatal adalah huruf yang dihasilkan oleh kontak lidah dengan langit-langit mulut; huruf velar adalah huruf yang dihasilkan kontak lidah dengan bagian belakang langit-langit mulut).
(Huruf palatal adalah huruf yang dihasilkan oleh kontak lidah dengan langit-langit mulut; huruf velar adalah huruf yang dihasilkan kontak lidah dengan bagian belakang langit-langit mulut).
[TB:
Tibet-Burma]
Uto-Aztec
Salah
satu kelompok bahasa di Amerika yang paling dipelajari adalah rumpun Uzo-Aztec,
atau Yuto-Nahuan. Saat ini ia membentang dari barat dan baratdaya Amerika
Serikat sampai ke El Salvador, walaupun di masa lampau ia menjangkau bagian
baratlaut Kosta Rika. Bahasa yang paling terkenal dari kelompok ini adalah
Nahuatl, bahasa suku Aztec.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar