Oleh Rosa
Luxemburg (1900)
2 – Adaptasi Kapitalisme
Menurut Bernstein, sistem kredit, sarana
komunikasi yang disempurnakan dan persekutuan-persekutuan baru kapitalis,
adalah faktor-faktor penting yang memajukan adaptasi ekonomi kapitalis.
Kredit memiliki beragam aplikasi dalam
kapitalisme. Dua fungsinya yang paling penting adalah untuk memperluas
produksi, dan untuk memfasilitasi pertukaran. Ketika kecenderungan-dalam (inner
tendency) produksi kapitalis untuk meluas secara tak terhingga membentur
dimensi-dimensi terbatas dari kepemilikan pribadi, maka kredit muncul sebagai
suatu sarana untuk mengatasi batas-batas ini dengan cara kapitalis yang
luarbiasa. Melalui kepemilikan saham, kredit menggabungkan besarnya modal dari
sejumlah besar modal-modal individu. Hal ini memungkinkan masing-masing
kapitalis untuk menggunakan uang para kapitalis lainnya – dalam bentuk kredit
industri. Sebagai kredit komersial, ia mempercepat pertukaran komoditas,
sehingga juga mempercepat kembalinya modal ke dalam produksi, dan dengan begitu
berarti membantu keseluruhan siklus produksi. Cara bagaimana kedua fungsi utama
kredit ini mempengaruhi terbentuknya krisis juga cukup jelas. Jika benar bahwa
krisis timbul sebagai akibat dari kontradiksi yang ada di antara kapasitas
perluasan, kecenderungan produksi untuk meningkat serta kapasitas konsumsi
pasar yang terbatas, maka kredit tepatnya justru merupakan –dalam pandangan
seperti dinyatakan di atas- sarana spesifik yang menyebabkan kontradiksi ini
meledak sesering mungkin. Sebagai permulaannya, kredit secara tidak sebanding
meningkatkan kapasitas perluasan produksi, sehingga menimbulkan suatu kekuatan
motif-dalam (inner motive) yang secara konstan mendesak produksi untuk
melampaui batas-batas pasar. Akan tetapi, kredit menggempur dari dua sisi.
Setelah (sebagai faktor dalam proses produksi) memprovokasi terjadinya produksi
berlebihan, kredit (sebagai faktor dalam pertukaran) juga menghancurkan –selama
masa krisis- kekuatan-kekuatan sangat produktif yang ia ciptakan sendiri.
Pada gejala pertama krisis, kredit
memudar. Kredit meninggalkan pertukaran ketika sesungguhnya ia masih sangat
dibutuhkan, sehingga kemudian kredit nampak menjadi tidak efektif dan tak
berguna. Dan ketika pertukaran masih berlanjut, kredit mengurangi kapasitas
konsumsi pasar sampai ke batas minimal.
Selain menyebabkan dua akibat utama itu,
kredit juga mempengaruhi terbentuknya krisis dengan cara-cara berikut. Kredit
memunculkan sarana teknis yang memungkinkan tersedianya modal bagi seorang
pengusaha, padahal modal itu adalah kepunyaan pemilik lain. Kredit sekaligus
merangsang penggunaan kepemilikan orang lain secara berani dan tanpa peduli
benar atau salah. Ini berarti bahwa kredit memicu terjadinya spekulasi. Kredit
tidak hanya memperparah krisis dalam kapasitasnya sebagai sarana pertukaran
yang tersembunyi, melainkan juga membantu membawa dan memperluas krisis dengan
mentransformasikan semua pertukaran ke dalam suatu mekanisme yang sangat rumit
dan artifisial, yang –karena hanya memiliki tingkat minimal uang logam sebagai
basis riil-nya- mudah sekali diobrak-abrik pada peluang paling kecil sekalipun.
Kini kita melihat bahwa kredit bukannya
menjadi instrumen untuk meniadakan atau mengurangi krisis, melainkan
sebaliknya, adalah suatu instrumen yang luar biasa kuat bagi terbentuknya
krisis. Ia tak bisa menjadi sesuatu selain itu. Kredit menghapuskan kakunya
hubungan-hubungan kapitalis yang masih ada. Ke mana-mana ia mengintrodusir
elastisitas sebesar mungkin. Kredit menyebabkan semua kekuatan kapitalis
menjadi bisa diperluas, relatif dan sensitif secara mutual sampai ke tingkat
yang paling tinggi. Dengan cara ini, kredit memfasilitasi dan memperparah
krisis yang –tak lebih, tak kurang- adalah tabrakan periodik dari
kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dalam ekonomi kapitalis.
Hal ini mengarahkan kita pada sebuah
pertanyaan lain. Mengapa kredit umumnya memiliki penampilan sebagai “sarana
adaptasi” kapitalisme? Tak menjadi persoalan, apapun bentuk atau relasi di mana
“adaptasi“ ini direpresentasikan oleh orang-orang tertentu, namun jelas ia
hanya bisa berisikan kekuasaan untuk meniadakan satu dari beberapa relasi yang
bertentangan dalam ekonomi kapitalis, yakni kekuasaan untuk menekan atau
melemahkan salah satu dari kontradiksi-kontradiksi ini, dan memungkinkan adanya
kebebasan bergerak –pada satu titik atau lainnya- bagi kekuatan-kekuatan
produktif yang, jika tidak dibebaskan, akan terbelenggu. Kenyataannya, memang
kreditlah yang mempertajam kontradiksi-kontradiksi ini sampai ke tingkat yang
paling tinggi. Kredit mempertajam pertentangan antara corak produksi dan corak
pertukaran dengan merentangkan produksi sampai pada batasnya, dan sekaligus
melumpuhkan pertukaran pada dalih yang paling kecil. Kredit mempertajam
pertentangan antara corak produksi dan corak apropriasi (pemakaian tanpa ijin)
dengan memisahkan produksi dari kepemilikan, yakni dengan mentransformasikan
modal yang dipakai dalam produksi menjadi modal “sosial”, dan sekaligus
mentransformasikan sebagian keuntungan –dalam bentuk bunga atas modal- menjadi
suatu hak kepemilikan yang sederhana. Kredit mempertajam pertentangan yang ada
antara relasi-relasi kepemilikan dan relasi-relasi produksi dengan memasukkan
tenaga-tenaga produktif yang sangat besar ke dalam sejumlah kecil tangan, dan
mengambil alih sejumlah besar dari para kapitalis kecil. Akhirnya, kredit
mempertajam pertentangan yang ada antara watak sosial produksi dan kepemilikan
kapitalis swasta dengan menganggap perlu intervensi negara ke dalam produksi.
Singkatnya, kredit mereproduksi semua
pertentangan fundamental dalam dunia kapitalis. Ia memperkuat
pertentangan-pertentangan tersebut. Kredit mempercepat berkembangnya
pertentangan itu, sehingga mendesak dunia kapitalis untuk bergerak maju menuju
kehancurannya sendiri. Tindakan utama adaptasi kapitalis, sejauh berkaitan
dengan kredit, seharusnya betul-betul terwujud dalam penghancuran dan peniadaan
kredit. Kenyataannya, kredit jauh dari bisa menjadi sarana adaptasi kapitalis.
Sebaliknya, kredit merupakan sarana kehancuran dari signifikansi revolusioner
yang paling ekstrem. Apakah watak revolusioner dari kredit ini sebetulnya belum
memberi inspirasi bagi rancangan-rancangan reformasi “sosialis”? Demikianlah,
kredit telah memiliki beberapa tokoh pendukung yang termahsyur, yang beberapa
di antaranya (seperti, Isaac Pereira di Perancis) adalah –sebagaimana disebut
oleh Marx- separoh nabi, separoh bajingan.
Yang sama rapuhnya adalah “sarana
adaptasi” yang kedua, yakni: organisasi-organisasi para majikan. Menurut
Bernstein, organisasi-organisasi seperti itu akan mengakhiri anarki produksi
dan menghapuskan krisis melalui pengaturan produksinya. Pengaruh berlipat-ganda
dari perkembangan kartel dan trust (gabungan perusahaan) belum
dipertimbangkan dengan sangat teliti sampai sekarang. Namun keduanya
memprediksikan sebuah permasalahan yang hanya bisa dipecahkan dengan bantuan
teori marxis.
Satu hal yang pasti. Kita bisa berbicara
tentang pembendungan anarki kapitalis melalui biro persekutuan-persekutuan
kapitalis hanya dengan patokan bahwa kartel, trust dan
lain-lain lebih-kurang telah menjadi bentuk dominan dari produksi. Tetapi
kemungkinan seperti itu menjadi terabaikan dengan adanya sifat hakiki dari
kartel-kartel. Tujuan ekonomi dan hasil akhir dari persekutuan-persekutuan itu
adalah sebagai berikut.
Melalui peniadaan persaingan dalam suatu
cabang produksi tertentu, distribusi sebagian besar keuntungan yang
direalisasikan di pasar dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga terdapat
peningkatan saham yang masuk ke cabang industri ini. Organisasi dalam bidang
seperti itu dapat menaikkan tingkat keuntungan pada satu cabang industri dengan
mengorbankan cabang industri lainnya. Itulah tepatnya mengapa hal tersebut
tidak bisa digeneralisir, karena ketika ia diperluas ke semua cabang industri
yang penting, maka kecenderungan ini akan meniadakan pengaruhnya sendiri.
Lebih jauh lagi, dalam batas-batas
penerapan praktisnya, hasil dari persekutuan-persekutuan tersebut justru adalah
kebalikan dari peniadaan anarki industri. Kartel-kartel biasanya berhasil dalam
mendapatkan suatu peningkatan keuntungan di pasar dalam negeri, dengan cara
memproduksi untuk pasar luar negeri dengan tingkat keuntungan yang lebih
rendah, yang dengan begitu berarti menggunakan porsi tambahan dari modal yang
tidak bisa mereka gunakan untuk kebutuhan-kebutuhan dalam negeri. Maksudnya
ialah bahwa mereka menjual ke luar negeri dengan harga yang lebih murah
daripada harga dalam negeri. Akibatnya adalah menajamnya persaingan di luar
negeri – justru sangat berlawanan dengan apa yang ingin didapati oleh
orang-orang tertentu. Hal ini ditunjukkan secara sangat jelas oleh sejarah
industri gula dunia.
Secara umum, persekutuan-persekutuan yang
diperlakukan sebagai suatu manifestasi dari corak produksi kapitalis hanya bisa
dipandang sebagai suatu fase tertentu dari perkembangan kapitalis. Kartel
secara fundamental tak lain adalah suatu cara yang digunakan oleh corak
produksi kapitalis untuk tujuan menahan kejatuhan fatal tingkat keuntungan
dalam cabang-cabang produksi tertentu. Metode apa yang digunakan oleh kartel
untuk tujuan ini? Yaitu dengan mempertahankan agar sebagian dari modal yang
terakumulasi tidak aktif. Maksudnya ialah bahwa mereka menggunakan metode yang
sama, yang dalam bentuk lainnya digunakan di saat krisis. Obat dan sakitnya
menyerupai satu sama lain laksana dua tetes air. Sesungguhnya, obat itu bisa
dianggap tak begitu buruk hanya sampai suatu titik tertentu. Apabila
saluran-saluran pembuangan itu mulai menutup, dan pasar dunia telah diperluas
sampai pada batasnya, serta menjadi kelelahan dengan adanya persaingan di
antara negeri-negeri kapitalis –dan cepat atau lambat pasti tiba- maka sebagian
dari modal yang terpaksa menganggur (menjadi tak berguna) itu akan mencapai
dimensi-dimensi sedemikian rupa, sehingga obat tersebut akan bertransformasi
menjadi suatu penyakit. Dan modal, yang telah cukup banyak “tersosialisasi”
melalui regulasi, akan cenderung berbalik kembali kepada bentuk modal individu.
Berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang meningkat untuk mencari pasar, maka
masing-masing porsi individu dari modal akan memilih untuk mengambil peluang
ini sendirian. Ketika itu, organisasi-organisasi pengatur yang besar akan
meletus seperti gelembung-gelembung busa sabun, dan membuka jalan bagi
persaingan yang menajam.
Oleh karena itu, dalam cara yang umum,
kartel, seperti juga kredit, muncul sebagai suatu fase yang pasti dari
perkembangan kapitalis, yang dalam analisis terakhirnya memperparah anarki
dunia kapitalis dan mengekspresikan serta mematangkan kontradiksi-kontradiksi
internalnya. Kartel-kartel mempertajam pertentangan yang ada antara corak
produksi dan pertukaran dengan mempertajam perjuangan antara produsen dan
konsumen, seperti khususnya kasus Amerika Serikat. Lebih jauh lagi,
kartel-kartel mempertajam pertentangan yang ada antara corak produksi dan corak
apropriasi dengan mempertentangkan –melalui model yang paling brutal- kepada
kelas pekerja, kekuatan superior modal yang terorganisir, yang dengan begitu
berarti meningkatkan antagonime antara modal dan kerja.
Akhirnya, kombinasi-kombinasi kapitalis
mempertajam kontradiksi yang ada antara watak internasional dari ekonomi dunia
kapitalis dengan watak nasional negara – sejauh kombinasi-kombinasi itu selalu
disertai dengan perang tarif secara umum, yang mematangkan perbedaan-perbedaan
di antara negara-negara kapitalis. Untuk hal ini, kita harus menambahkan adanya
pengaruh revolusioner secara tegas oleh kartel-kartel dalam hal konsentrasi
produksi, kemajuan teknis, dan lain-lain.
Dengan kata lain, jika dievaluasi dari
sudut dampak akhir terhadap ekonomi kapitalis, maka kartel dan kredit gagal
sebagai “sarana adaptasi”. Kartel dan trust gagal mengurangi
kontradiksi-kontradiksi kapitalisme. Sebaliknya, kartel dan kredit itu muncul
menjadi suatu instrumen anarki yang lebih besar. Mereka justru mendorong
terjadinya perkembangan lebih lanjut dari kontradiksi-kontradiksi internal
kapitalisme. Kartel dan trust mempercepat datangnya kejatuhan
umum kapitalisme.
Namun apabila sistem kredit, kartel dan
semacamnya tidak meniadakan anarki kapitalisme, maka mengapa kita belum
mengalami krisis perdagangan yang besar selama dua dekade, sejak 1873? Apakah
ini bukan suatu tanda bahwa –bertentangan dengan analisis Marx – ternyata corak
produksi kapitalis telah mengadaptasikan diri, setidaknya dengan suatu cara
yang umum, terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat? Begitulah pada tahun 1898
Bernstein menolak keras teori Marx tentang krisis, padahal sebuah krisis besar
pecah pada tahun 1900. Dan tujuh tahun kemudian, sebuah krisis baru yang mulai
muncul di Amerika Serikat pun memukul pasar dunia. Fakta membuktikan bahwa
teori “adaptasi” itu keliru. Fakta itu juga sekaligus menunjukkan bahwa
orang-orang yang mengabaikan teori Marx tentang krisis –hanya karena tidak ada
krisis yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu- kebingungan antara esensi
dari teori ini dengan salah satu aspek eksteriornya, yakni siklus sepuluh
tahunan. Uraian tentang siklus industri kapitalis moderen sebagai suatu periode
sepuluh tahunan bagi Marx dan Engels di tahun 1860 dan 1870 hanyalah suatu
pernyataan sederhana tentang fakta-fakta. Pernyataan tersebut tidak didasarkan
pada suatu hukum alam, melainkan pada serangkaian situasi historis tertentu
yang berhubungan dengan pesatnya persebaran aktivitas kapitalisme muda.
Dahulu pernah terjadi krisis pada tahun
1825 akibat penanaman modal yang luas dalam pembangunan jalan raya, kanal, dan
kilang gas yang terjadi selama dekade terdahulu, khususnya di Inggris di mana
krisis itu pecah. Krisis berikutnya pada 1836-1839 secara serupa adalah akibat
investasi yang sangat besar dalam pembangunan sarana transportasi. Krisis tahun
1847 diprovokasi oleh demam pembangunan jalan kereta api di Inggris (sejak 1844
sampai 1847, selama tiga tahun Parlemen Inggris konsesi untuk jalan kereta api
sampai senilai 15 milyar dollar AS). Pada masing-masing dari tiga kasus yang
disebutkan tadi, sebuah krisis muncul setelah basis-basis baru bagi
perkembangan kapitalis terbangun. Pada tahun 1857, akibat yang sama ditimbulkan
oleh pembukaan secara tiba-tiba pasar-pasar baru bagi industri Eropa di Amerika
dan Australia setelah ditemukannya tambang emas dan perluasan pembangunan jalan
kereta api, terutama di Perancis, di mana contoh Inggris ketika itu sangat
ditiru. (Di Perancis sendiri, jalan-jalan kereta api baru sampai senilai 1,25
juta franc dibangun dari 1852 sampai 1856). Dan akhirnya, kita mengalami krisis
besar pada tahun 1873 – sebuah konsekuensi langsung dari booming dahsyat
industri besar di Jerman dan Austria, yang diikuti dengan kejadian-kejadian
politik tahun 1866 dan 1871.
Jadi, sampai sekarang, perluasan tiba-tiba
ranah ekonomi kapitalis –dan bukan penciutannya- setiap kali merupakan penyebab
terjadinya krisis perdagangan. Bahwa krisis internasional berulang sendiri
setiap sepuluh tahun adalah murni suatu fakta eksterior, sebuah persoalan
peluang. Rumusan marxis untuk krisis seperti yang disajikan oleh Engels dalamAnti-Duehring,
dan oleh Marx dalam jilid pertama serta jilid ketiga Kapital,
berlaku bagi semua krisis hanya dalam hal bahwa rumusan tersebut menyingkap
mekanisme internasionalnya serta sebab-sebab pokoknya yang umum.
Krisis bisa berulang sendiri setiap lima
atau sepuluh tahun, ataupun bahkan setiap delapan atau duapuluh tahun. Tetapi
apa yang paling membuktikan kekeliruan teori Bernstein ialah bahwa justru di
negeri-negeri yang mengalami perkembangan terbesar dalam “sarana adaptasi” yang
terkenal –kredit, sarana komunikasi yang disempurnakan, dan trust-
itulah, krisis terbaru (1907-1908) terjadi secara paling ganas.
Keyakinan bahwa produksi kapitalis mampu
“mengadaptasikan diri” terhadap pertukaran mengasumsikan satu dari dua hal:
apakah pasar dunia bisa menyebar secara tak terbatas, atau sebaliknya,
perkembangan tenaga produktif begitu terbelenggu, sehingga tidak bisa melewati
batas-batas pasar. Hipotesis pertama menimbulkan suatu kemustahilan material.
Sedangkan hipotesis kedua dianggap tidak mungkin dengan adanya kemajuan teknis
yang konstan, yang setiap hari menciptakan tenaga-tenaga produktif baru di
semua cabang.
Masih ada satu fenomena lain yang, menurut
Bernstein, bertentangan dengan perjalanan perkembangan kapitalis sebagaimana
ditunjukkan di atas. Dalam barisan mantap perusahaan-perusahaan berskala
menengah, Bernstein melihat adanya tanda perkembangan industri besar yang tidak
bergerak dalam arah revolusioner, dan tidaklah seefektif –dilihat dari sudut
konsentrasi industri- seperti yang diperkirakan oleh “teori” keruntuhan. Namun
demikian, di sini Bernstein adalah korban dari kekurang-pahamannya sendiri;
karena memandang lenyapnya perusahaan berskala menengah sebagai akibat pasti
dari perkembangan industri besar, berarti –sangat menyedihkan- salah memahami
sifat dari proses ini.
Menurut teori marxis, dalam kurun umum
perkembangan kapitalis, para kapitalis kecil memainkan peran sebagai pelopor
perubahan teknis. Mereka memiliki peran itu dalam makna ganda. Mereka memulai
metode-metode produksi baru dalam cabang-cabang industri yang telah sangat
mapan; mereka adalah instrumen dalam penciptaan cabang-cabang produksi baru
yang belum dieksploitasi oleh kapitalis besar.
Adalah keliru bila kita membayangkan
sejarah kemapanan-kemapanan kapitalis menengah bergerak dalam garis lurus ke
arah melenyapnya mereka secara progresif. Sebaliknya, kurun perkembangan ini
murni dialektis dan bergerak secara konstan di antara kontradiksi-kontradiksi.
Lapisan-lapisan kapitalis menengah mendapati dirinya –sama seperti pekerja-
berada di bawah pengaruh dua kecenderungan yang bertentangan, yang satu ascendant (berpengaruh/berkuasa),
yang lainnya descendant (menurun/melemah). Dalam hal ini,
kecenderungan descendant adalah terus naiknya skala produksi
yang secara periodik membanjiri dimensi-dimensi paket modal berukuran
rata-rata, dan melepaskannya secara berulang dari arena persaingan dunia. Kecenderungan ascendant pertama-tama
merupakan depresiasi periodik dari modal yang ada, yang untuk suatu waktu
tertentu menurunkan kembali skala produksi sebanding dengan nilai dari jumlah
minimum yang diperlukan modal. Selain itu, hal ini direpresentasikan oleh
penetrasi produksi kapitalis ke dalam ruang-ruang lingkup baru. Perjuangan
perusahaan berskala kecil melawan modal besar tidak bisa dianggap suatu
pertempuran yang bergerak secara reguler, di mana pasukan dari pihak yang lebih
lemah terus memudar secara langsung dan kuantitatif. Perjuangan itu seharusnya
lebih dipandang sebagai berondongan periodik perusahaan-perusahaan kecil yang
dengan pesat tumbuh kembali, hanya akan diberondong habis sekali lagi oleh
industri besar. Kedua kecenderungan itu bermain bola dengan lapisan-lapisan
kapitalis menengah. Kecenderungan yang menurun pada akhirnya pasti akan menang.
Padahal, justru kebalikannyalah yang benar
mengenai perkembangan kelas pekerja. Kemenangan kecenderungan yang menurun
tidak harus menunjukkan kepada dirinya sendiri menyusutnya bilangan
perusahaan-perusahaan berskala menengah secara mutlak. Ia haruslah menunjukkan
kepada dirinya sendiri, pertama-tama, dalam peningkatan progresif jumlah
minimum modal yang diperlukan untuk pemfungsian perusahaan-perusahaan dalam
cabang-cabang produksi lama. Kedua, dalam penyusutan konstan selang waktu, yang
selama itu para kapitalis kecil melestarikan peluang untuk mengeksploitasi
cabang-cabang produksi baru. Sejauh berkenaan dengan kapitalis kecil, maka
akibatnya adalah masa tinggalnya yang secara progresif lebih pendek dalam
industri baru, dan suatu perubahan yang secara progresif lebih pesat dalam hal
metode-metode produksi sebagai suatu bidang investasi. Untuk strata kapitalis
rata-rata, jika dihitung secara keseluruhan, terdapat suatu proses asimilasi
dan disimilasi yang makin dan makin pesat.
Bernstein sangat memahami hal ini. Dia
sendiri berkomentar tentang hal tersebut. Tetapi yang nampaknya dia lupakan,
ialah bahwa hal ini memang merupakan hukum gerak dari rata-rata perusahaan
kapitalis. Jika seseorang mengakui bahwa para kapitalis kecil adalah pelopor
kemajuan teknis, dan apabila benar bahwa kemajuan teknis merupakan urat nadi
ekonomi kapitalis, maka, bahwa para kapitalis kecil merupakan bagian integral
dari perkembangan kapitalis, adalah sesuatu yang manifes. Dan para kapitalis
kecil itu akan hilang hanya dengan adanya perkembangan kapitalis. Melenyapnya
perusahaan berskala menengah secara progresif -dalam pengertian mutlak yang
dipandang oleh Bernstein- bukanlah berarti, sebagaimana yang dia kira,
perjalanan revolusioner dari perkembangan kapitalis, melainkan justru
sebaliknya, adalah penghentian, perlambatan perkembangan. “Tingkat keuntungan,
yakni kenaikan modal secara relatif,” kata Marx, “adalah penting pertama-tama
bagi para penanam modal baru, yang mengelompok sendiri secara independen. Dan
segera setelah pembentukan modal jatuh secara eksklusif ke dalam sejumlah
kapitalis besar, maka api penyala produksi itu menjadi padam, menjadi sirna.” (Bersambung ke bagian selanjutnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar