Hak cipta ©Sulaiman Djaya
Setelah berjalan selama
beberapa jam di jalan setapak itu, Siswi Karina akhirnya sadar bahwa jalan
setapak yang dilaluinya tersebut berhenti pada sebuah sungai jernih, hingga
segala yang ada di dasar sungai itu tampak jelas terlihat oleh sepasang matanya
yang indah. Ia pun tergoda untuk memandangi segala yang ada di dasar sungai
tersebut, sebab apa saja yang ia lihat di dasar sungai tersebut belum pernah ia
lihat sebelumnya.
Namun tiba-tiba sebuah
perahu mungil yang dikayuh empat peri muncul begitu saja di depannya. “Naiklah!
Kami akan membawamu ke tempat-tempat yang belum pernah kau-lihat,” ujar salah
satu peri tersebut. Terbujuk oleh ajakan salah satu peri tersebut, Siswi Karina
pun segera mengangkat salah satu kakinya dan lalu menginjakkan salah satu
kakinya ke perahu mungil itu.
Empat peri itu pun mulai
mendayung, dan setelah agak lama saling terdiam, salah satu peri itu mencoba
mengajak Siswi Karina berbincang. “Apa kau senang?” “Ya aku senang. Tapi aku
tak tahu di mana aku berada sekarang ini,” jawab Siswi Karina. “Nanti juga akan
tahu!” kata peri yang lainnya lagi.
Selama satu jam lebih
mereka mendayung perahu mungil itu, sampai-lah mereka di sebuah tempat yang
mereka tuju, sebuah danau, yang entah tercipta dari apa, memiliki aneka warna
di permukaan airnya.
Mereka pun sama-sama
mendaki tepi sungai yang dipenuhi ragam tumbuhan dan bunga-bunga itu. Saat itu,
Siswi Karina pun kembali terkejut ketika perahu mungil yang baru saja
dinaikinya itu pun tiba-tiba menghilang begitu saja, hingga ia bertanya, “di
mana aku saat ini berada?” “Kau berada di sebuah dunia yang telah ada sebelum
kau ada,” jawab salah satu peri.
Sekarang mereka telah
sampai di lembah-lembah dan sebuah savana yang terhampar luas yang terasa
begitu sejuk dan damai. Pada saat itulah, sebuah bayangan yang bergerak begitu
cepat berhenti di depan mereka, yang anehnya bayangan itu tak mengepulkan debu
atau suara riuh kala bergerak datang begitu cepatnya.
Bayangan yang datang dengan
cepat di hadapan mereka itu adalah sebuah kereta kuda yang ditarik oleh delapan
kuda putih bersih yang masing-masing kuda itu memiliki sepasang tanduk runcing
di dekat telinga mereka.
Tampak seorang perempuan
cantik keluar turun dari pintu kereta kuda tersebut sesaat setelah salah satu
pintu kereta kuda itu terbuka. Perempuan itu menampakkan rambut yang sangat
indah yang sedikit terlihat dibalik kerudungnya yang berwarna merah menyala.
Lagi-lagi Siswi Karina
terkejut ketika empat peri itu terbang dan menghilang begitu saja tak lama
setelah ia diajak masuk ke dalam kereta kuda dengan delapan kuda putih yang
masing-masing memiliki tanduk runcing di kepala mereka itu.
Kereta kuda itu melaju
begitu cepat –hampir mendekati kecepatan cahaya, dan tak meninggalkan debu di
belakangnya. Di dalam kereta kuda itu Siswi Karina masih terus bertanya-tanya
di dalam hatinya seputar kejadian-kejadian aneh dan menakjubkan yang ia alami
sebelumnya itu. Perahu mungil dan empat peri yang menghilang tiba-tiba begitu
saja, dan juga hal-hal lainnya.
Ia pun memberanikan diri
untuk bertanya kepada pemilik kereta itu, “Siapakah engkau sebenarnya?” “Aku
Misyaila” jawab si empunya kereta ajaib tersebut. Mendengar nama itu, Siswi
Karina teringat nama pelukis dan seniman yang karya lukisannya pernah ia lihat
di tempat ia bekerja, Michelangelo, yang jika diterjemahkan, nama itu artinya
adalah malaikat Mikhail.
Sembari berbincang itu,
tanpa terasa mereka pun telah sampai di sebuah telaga yang di atasnya berdiri
dengan rapihnya barisan rumah-rumah indah yang belum pernah ia lihat.
Saat itu Siswi Karina pun
mendengar sayup-sayup suara musik, yang ia berusaha menduga dari mana musik
tersebut. Ia seakan mendengar petikan-petikan suara harpa, alunan biola, dan
komposisi cello, meski menurutnya itu semua hanya mirip saja.
Tempat di mana kini ia
berada itu memang lebih mirip sebuah lukisan naturalis –sebuah telaga raksasa
dengan rumah-rumah ajaib di atasnya. Lembah-lembah, savanna-savana, dan
bukit-bukit yang dipenuhi tumbuhan dan binatang-binatang yang juga belum pernah
ia lihat.
Ada unggas-unggas berwarna
hijau. Ada kambing-kambing yang memiliki sepasang tanduk hijau dan memiliki
sepasang sayap di punggung mereka. Ada capung-capung yang ukuran tubuhnya sama
dengan burung-burung dan memiliki sepasang sayap berwarna merah terang. Semua
itu membuat Siswi Karina takjub.
Siswi Karina pun melihat
Unicorn berwajah lelaki tampan, yang tersenyum ke arahnya saat ia memandang
Unicorn tersebut. Unicorn itu memiliki sepasang sayap berwarna hijau di
punggugnnya –sepasang sayap yang menakjubkan.
Karena masih didera
keheranan sekaligus kekaguman, Siswi Karina pun berusaha memuaskan sepasang
matanya untuk melihat dan mengetahui segala yang ada di sekitaran telaga
raksasa itu. Bagaimana ternyata rumah-rumah yang seakan mengambang di telaga
itu dihuni oleh manusia-manusia yang lebih kecil dari ukuran tubuh dirinya,
namun memiliki wajah-wajah yang cantik, menawan, dan tampan.
“Semua ini sudah ada
sebelum engkau ada”, ujar si pemilik kereta kuda super cepat itu kepada Siswi
Karina, yang seakan mengingatkan dirinya bahwa dirinya memiliki seorang sahabat
dan tidak sendirian.
Mereka pun berjalan menuju
susunan alias barisan rumah-rumah (yang seperti mengambang di atas telaga ajaib
tersebut) melalui jembatan yang tersusun dari batu-batu yang entah karena apa,
juga mengambang dan tidak tenggelam. Semula Siswi Karina mengira rumah-rumah
itu tampak begitu dekat, namun ternyata cukup jauh juga.
Tahu bahwa Siswi Karina
ingin segera sampai di rumah-rumah itu, tanpa disadarinya Misyaila menyentuhkan
tongkat ajaibnya ke salah satu kaki Siswi Karina, dan tiba-tiba Siswi Karina
pun sudah ada di depan salah-satu rumah, tentu saja berbarengan dengan Misyaila
sendiri, yang menggunakan salah-satu rahasia ilmu Tuhan yang ia dapatkan dari
salah seorang Rasul.
“Shalom ‘Eleykum” ujar
Misyaila sembari mengetuk pelan pintu salah satu rumah tersebut. Tak berapa
lama, muncul seorang perempuan yang tingginya hanya separuh tinggi Siswi
Karina. Ia adalah Zipora, yang sekaligus kepala rumah tangga yang menggantikan
posisi dan tugas suaminya yang gugur dalam perang melawan para penyusup yang
bekerja untuk kekuatan buruk (jahat).
Ia telah mengenal
Misyaila, namun belum mengenal Siswi Karina, dan karena itu ia memperkenalkan
dirinya sembari agak membungkuk, dan segera dibalas oleh Sisiwi Karina dengan
memperkenalkan diri pula.
Di rumah itu, tentu saja,
Zipora tidak sendiri: ia ditemani satu anak lelakinya (si sulung) yang bernama
Ilias dan dua putrinya yang masing-masing bernama Hagar dan Sophia.
“Bolehkah kami menginap
semalam saja, Zipora,” ujar Misyaila, dan Zipora mengangguk tanda mengiyakan
permintaan Misyaila. Ia menyeru nama Sophia agar menyiapkan hidangan untuk
Siswi Karina dan Misyaila, serta untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya,
sementara ia sendiri mempersilahkan kedua tamunya tersebut untuk segera masuk.
Kini mereka bersama-sama
sudah duduk di lantai rumah tersebut, yang seperti terbuat dari susunan batu
Kristal, di mana rumah itu sendiri meski dari luar tampak mungil, ternyata
begitu luas saat di dalam, yang lagi-lagi membuat Siswi Karina takjub.
Menu makan malam yang
disediakan Sophia untuk mereka adalah sebuah buah yang bernama Buah Barakat
yang berwarna merah menyala, tapi bentuk seperti mentimun, namun lebih panjang
dari mentimun normal, yang oleh Sophia telah dipotong-potong dan ditempatkan ke
masing-masing bejana berwarna hijau.
Semula Siswi Karina ragu apakah
dengan hanya memakan dua potong Buah Barakat tersebut rasa laparnya akan hilang
dan tenaganya akan pulih. Dan lagi-lagi, ia kembali heran ketika merasakan
nikmatnya buah tersebut, namun pada saat bersamaan ia pun merasa terpuaskan
dengan hanya memakan dua potong saja. Ia belum pernah merasakan kenikmatan buah
tersebut selama hidupnya.
Buah itu memiliki rasa
yang mirip anggur, tapi ia lebih nikmat dari anggur. Memiliki kelenjar cair
yang seperti jeruk, tapi rasa asam dan manisnya jauh melebihi rasa jeruk.
Sungguh Kuasa Tuhan yang Agung yang takkan pernah terpikirkan oleh akal manusia
yang acapkali arogan dan merasa diri mereka sanggup memahami misteri, padahal
hanya menduga-duga. Dan mereka tak perlu minum setelah memakan Buah Barakat
tersebut –karena buah tersebut menghilangkan lapar sekaligus haus.
Sementara itu, Misyaila
sendiri sudah sering singgah ke rumah Zipora, yang salah-satu alasannya adalah
karena ingin mengetahui keadaan anak-anak Zipora secara berkala. Barangkali ia
memang memiliki misi dan rahasia khusus kenapa ia begitu perhatian kepada
anak-anak Zipora, semenjak ayah mereka, yaitu Iliyyun, gugur ketika memimpin
pertempuran melawan para penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (atau
perintah jahat) dari sebuah dunia yang untuk sementara belum diketahui
Misyaila.
Usai makan bersama, dan
kemudian diteruskan dengan perbincangan yang tidak terlalu lama itu, Siswi
Karina dan Misyaila pun beristirahat di satu kamar dengan dua alat tidur yang
telah disediakan Zipora untuk masing-masing mereka. Esok mereka akan menuju
sebuah tempat yang sudah tentu tidak diketahui oleh Siswi Karina dan hanya
diketahui oleh Misyaila.
Sebuah tempat yang teramat
sangat purba, yang dikenal oleh para penduduk Telaga Kahana itu bernama Jaham,
sebuah tempat yang untuk sementara dicurigai oleh Misyaila sebagai asal pasukan
penyusup yang dikendalikan kekuatan buruk (kendali jahat) yang telah menewaskan
suami Zipora dan sejumlah penduduk lainnya beberapa tahun silam.
Negeri Telaga Kahana, di
mana Siswi Karina dan Misyaila menginap dan makan bersama di rumah Zipora itu,
adalah negeri yang damai dan dihuni oleh penduduk yang hatinya dipenuhi cinta
dan kasih-sayang kepada segenap yang hidup dan mencintai alam serta lingkungan
mereka. Meskipun demikian, negeri itu pun tak luput dari invasi mereka yang
hidupnya didasarkan pada nafsu kekuasaan dan hasrat untuk menguasai dan
menaklukkan.
Hari itu, seperti yang
telah diniatkan, Misyaila mengarahkan tongkat ajaibnya pada suatu tempat, dan
seketika kereta kuda yang sebelumnya dinaikinya bersama Siswi Karina muncul di
hadapan mereka. Kali ini mereka akan kembali bertualang ke sebuah negeri, yang
tentu saja, tidak pernah diketahui atau dikunjungi Siswi Karina.
Kereta kuda itu melesat
begitu cepat setelah mereka berada di dalamnya. Suatu keajaiban lainnya adalah
bahwa delapan kuda putih yang masing-masing memiliki sepasang tanduk kristal di
kepala mereka itu seakan begitu saja telah mengerti tujuan mereka melalui semacam
telepati dengan Misyaila. Semacam ilmu laduni yang dimiliki oleh mereka yang
memiliki kedekatan dengan Tuhan.
Mereka melewati
gunung-gunung, rawa-rawa, lembah-lembah, dan hutan-hutan aneh yang ditumbuhi
pohon-pohon raksasa. Meskipun demikian, kereta kuda itu seperti terbang dan
agak mengambang melewati hutan-hutan, mengambang di rawa-rawa, atau sesekali
seperti berlari dengan begitu cepat di antara lembah-lembah dan kelokan-kelokan
pegunungan.
Ternyata negeri yang
hendak mereka tuju dan hendak mereka selidiki itu begitu jauh –sebuah negeri
yang diberi nama oleh para penghuninya, yaitu kaum yang menyukai kekuasaan dan
perang, dengan nama Negeri Amarik.
Negeri itu begitu
mempesona, di mana tempat-tempat tinggal para penghuninya menjulang tinggi. Di
negeri itu juga terdapat kawasan-kawasan khusus megah yang hanya boleh
ditinggali para prajurit, sementara di kawasan-kawasan khusus lainnya terdapat
semacam pabrik-pabrik dan gedung-gedung yang senantiasa menciptakan senjata
super canggih.
Hasrat berkuasa dan
menguasai negeri-negeri lain membuat para penduduk atau penghuni negeri itu
begitu ulet mengembangkan tekhnologi persenjataan dan melakukan riset-riset dan
inovasi-inovasi persenjataan. Negeri itu dipimpin oleh seorang yang gila perang
dan memiliki hasrat berkuasa yang sangat besar, yang bernama Jarjus Bushan,
seorang pemimpin yang anehnya sangat idiot.
Dan yang membuat Misyaila
kaget adalah negeri itu ternyata dibentengi oleh semacam kubah cermin
maha-raksasa yang senantiasa menampakkan kilatan-kilatan cahaya, mirip
gelombang-gelombang kilatan listrik, hingga Misyaila hanya bisa melihat
sebagian kecil Negeri Amarik yang menakjubkan dan super canggih itu lewat
kejernihan kubah pelindungnya tersebut.
Dari ketinggian pegunungan
di mana mereka berhenti itu, Misyaila pun tahu bahwa negeri itu dilindungi oleh
benteng yang sangat tebal dan tinggi, dan mereka dapat melihat sebuah menara
besar yang sangat tinggi terletak di negeri tersebut. Jika negeri itu
dilindungi kubah raksasa, dari manakah para penduduknya bisa keluar ketika
mereka melakukan invasi ke negeri-negeri lain? Demikian kira-kira yang jadi
pertanyaan Misyaila di batin-nya. Dan tentu saja, rasa heran dan ketakjuban
serupa juga dirasakan oleh Siswi Karina.
Demi menyelidiki dan
meneliti negeri tersebut, dan tentu saja dengan sangat hati-hati, agar tidak
ketahuan para spion negeri tersebut, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk
menuruni gunung di mana kereta kuda mereka ditinggalkan –dan tentu saja,
menghilang begitu saja bila tak dibutuhkan, dan akan hadir bila dibutuhkan.
Setelah mengetahui Negeri
Amarik yang terlindungi dengan tekhnologi super canggih tersebut dari balik bukit
sebuah gunung, Misyaila dan Siswi Karina memutuskan untuk kembali ke Negeri
Telaga Kahana, sementara kala itu waktu sudah tiba di jung senja. Betapa indah
cahaya senja saat itu, sementara aneka keindahan pohon dan yang ada si
sekitarnya turut pula menyusun lanskap-lanskap keindahan yang lain. Dan seperti
biasa, kereta super cepat mereka pun kembali hadir begitu saja ketika mereka
hendak menempuh perjalanan, kali ini perjalanan kembali ke Negeri Telaga
Kahana.
Segera saja, setelah
mereka telah berada di dalam kereta super cepat mereka tersebut, kereta yang
ditarik kuda-kuda putih bertanduk indah (yang mirip para Unicorn) itu melesat
bak kecepatan cahaya, menempuh perjalanan pulang ke Negeri Telaga Kahana dari Negeri
Amarik yang jaraknya memang sangat jauh.
Sesampainya di Negeri
Telaga Kahana, mereka pun kembali menuju rumah keluarga Zipora, dan Zipora pun
dengan ikhlas mempersilakan mereka masuk, seperti sebelumnya. Mereka pun
kembali makan dan menginap di rumah tersebut, juga seperti yang mereka lakukan
sebelumnya.
“Bolehkah saya tahu apa
telah kalian lakukan?’ ujar Zipora membuka perbincangan setelah makan malam
itu. “Kami telah mengetahui tempat keberadaan sebuah bangsa yang orang-orangnya
dulu pernah menghancurkan negeri kamu ini.” Jawab Misyaila. “Negeri itu sungguh
di luar dugaan kami dan memiliki perlindungan yang sangat kuat. Sepertinya,
jika kalian ingin melindungi negeri kalian ini, kalian harus juga membangun
pertahanan dan perlindungan yang kuat dan harus memiliki orang-orang yang
terlatih untuk berperang dalam keadaan yang akan terjadi kapan saja. Kalian
harus mempersiapkan diri untuk sesuatu yang bisa saja terjadi di masa depan.”
Mendengar apa yang
dikatakan Misyaila tersebut, Zipora tampak sedikit agak sungkan dan sedikit
merenung. Ingin rasanya ia tidak membenarkan apa yang dikatakan Misyaila
tersebut, namun pada sisi yang lain, kebenaran apa yang dikatakan oleh Misyaila
itu tak bisa ditolak sebagai sebuah fakta tak terbantahkan bila nasib Negeri
Telaga Kahana tidak ingin terulang, nasib yang membuat suami Zipora gugur dalam
perjuangan perlawanan yang gagah berani menghadapi para agressor dari Negeri
Amarik dengan senjata-senjata super canggih mereka.
Kala itu, Negeri Telaga
Kahana nyaris musnah jika saja tak ada bantuan, semacam mukjizat, ketika
penduduk negeri tersebut kedatangan sebuah pasukan burung-burung yang tangkas
melemparkan batu-batu panas yang menimpa para agressor dari Negeri Amarik yang
menyerang dengan ganas negeri Zipora yang dikunjungi Misyaila dan Siswi Karina
itu.
Saat itulah, Misyaila
adalah salah satu pemimpin pasukan burung-burung yang membantu para penduduk
Negeri Telaga Kahana yang ketika itu menghadapi kekuatan luar biasa yang nyaris
saja memusnahkan mereka semua.
“Aku sendiri yang akan
melatih anakmu, Ilias, menjadi seorang prajurit dan panglima perang!” Lanjut
Misyaila kepada Zipora. “Watak dan kecerdasan anakmu itu cukup memberitahuku
bahwa ia yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai pemimpin yang kuat.
Sementara itu dua adik-adik Ilias, dua anakmu yang bernama Hagar dan Sophia,
akan kami didik sebagai perempuan-perempuan yang memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang kami miliki.”
Saat Misyaila berbicara
kepada Zipora tersebut, ketiga anak Zipora tersebut: Ilias, Hagar, dan Sophia,
hadir dan mendengarkan apa yang dikatakan Misyaila. Jika Zipora menyetujui
usulan dan keinginan Misyaila itu, maka Ilias, Hagar, dan Sophia akan dibawa ke
Negeri Farsa, negeri yang dikenal karena kecerdasan para pemimpinnya dan
karena kemajuan ilmu pengetahuan mereka yang setara dengan ilmu pengetahuan
orang-orang di Negeri Amarik.
Sementara itu, di Negeri
Amarik yang megah dan canggih itu, pemimpin negeri itu, yaitu Jarjus Bushan
yang tolol tapi ditaati para menteri, para korporat, dan para senat negeri
tersebut, tampak sedang mengadakan rapat tertutup dengan sejumlah anggota ordo
rahasia. Tampak dalam rapat itu hadir pimpinan ordo tersebut, yaitu Mayar
Rother, yang terkenal cerdik dan kaya-raya hingga rumahnya lebih menyerupai
istana megah, dan memiliki banyak pembantu lelaki dan perempuan.
Rapat tersebut rupanya
rapat sepihak yang tidak boleh bocor di kalangan menteri dan para anggota senat
negeri itu. Hanya pimpinan dinas rahasia yang dilibatkan, selain para anggota
ordo rahasia yang merupakan inisiator rapat tersebut. Dan Jarjus Bushan
sendiri, tanpa sepengetahuan rakyat Negeri Amarik, adalah juga anggota ordo
rahasia tersebut.
Salah-satu yang dibahas
dalam rapat tersebut adalah bagaimana agar mereka dapat mengendalikan sejumlah
negeri-negeri lain dengan jalan mengendalikan para pemimpin negeri-negeri yang
ingin mereka kuasai, dan kalau cara ini tak berjalan, maka langkah yang akan
mereka tempuh adalah dengan kekuatan senjata dan militer, alias dengan perang
atau menciptakan perang.
Salah-satu kekuatan utama
ordo tersebut terletak pada kekuasaan finansial mereka yang mengendalikan
ekonomi dan kehidupan Negeri Amarik dan sejumlah negeri yang berada dalam kuasa
dan kendali mereka, melalui korporasi-korporasi yang mereka kuasai. Dan untuk
menghidupkan korporasi-korporasi dan pabrik-pabrik persenjataan mereka di
Negeri Amarik tersebut, mereka membutuhkan banyak bahan mentah dan sumber daya
alam yang tidak tercukupi dari Negeri mereka, dan karena itulah mereka harus
mendapatkannya dari negeri-negeri yang berada dalam kekuasaan mereka.
Cara lain untuk melebarkan
kekuasaan mereka adalah dengan jalur doktrin dan pendidikan, contohnya dengan
banyak menyekolahkan orang-orang dari luar negeri mereka di sekolah-sekolah
mereka agar mereka dapat mendoktrin orang-orang tersebut dengan doktrin mereka,
dan pada akhirnya akan menjadi orang-orang yang dikendalikan tanpa mereka sadar
bahwa mereka telah menjadi agen-agen kekuasaan mereka ketika mereka berhasil
mendoktrin orang-orang dari luar negeri mereka yang dididik di negeri Amarik.
Tentu saja, para anggota
ordo rahasia tersebut juga dikenal sebagai para otak intelektual sejumlah
perang, agar senjata-senjata mereka dapat digunakan jika ada perang. Bagi
mereka, selain dapat menguntungkan secara ekonomi dan finansial bagi
berjalannya korporasi mereka, perang juga merupakan ajang uji-coba dan
eksperimentasi bagi senjata-senjata yang mereka ciptakan.
Mereka adalah otak di
balik setiap perang yang terjadi di dunia, selain mereka juga tak segan-segan
memerangi negeri-negeri yang tidak mau dikontrol oleh keuangan dan perdagangan mereka.
Banyak negeri yang telah menjadi korban siasat kotor dan kejahatan mereka,
seperti Negeri Lubyan, Negeri Suryan, Negeri Yumnan, dan banyak negeri lainnya.
Ada dua negeri yang menjadi sekutu setia Negeri Amarik dalam segala hal, yaitu
Negeri Asrail dan Negeri Najdan.
Rakyat yang hidup di
Negeri Amarik terbilang makmur, meski acapkali terjadi kejahatan dan
ketidak-adilan.
Begitulah, hanya ada satu
negeri yang tidak sanggup mereka kuasai secara penuh, yaitu Negeri Farsa,
meski negeri Farsa pun sempat mereka kuasai ketika Negeri Farsa dipimpin oleh
seorang raja bernama Shah Raza. Namun kemudian rakyat Negeri Farsa tersebut
memberontak karena kala itu rakyat Negeri Farsa tahu bahwa banyak kekayaan
Negeri Farsa yang dibawa ke Negeri Amarik, sementara hidup mereka menderita
dalam kekuasaan Shah Raza. Tapi sekarang Negeri Farsa dipimpin oleh seorang
yang bersahaja yang bernama Najad.
Selepas Negeri Farsa
merdeka dari cengkeraman Negeri Amarik, negeri tersebut memiliki pasukan yang
kuat dan persenjataan yang juga tak kalah canggihnya dengan persenjataan Negeri
Amarik. Dan dahulu kala, Negeri Farsa dijuluki sebagai Negeri Bulan Sabit
Subur karena sebagian wilayah negeri itu mirip Negeri Sunda yang masyhur yang
kini telah lenyap akibat gempa maha-besar yang menghancurkan kemegahan Negeri
Tersebut.
Negeri Farsa inilah yang
tengah dituju oleh Misyaila, Siswi Karina, Hagar, Ilias, dan Sophia dengan
sebuah kereta yang membawa mereka tanpa merasakan kelelahan karena keajaiban
kuda-kuda putih bertanduk indah yang mirip Unicorn yang menarik kereta tersebut
dengan kecepatan super jet. Adakalanya kereta tersebut seperti terbang, dan
yang lebih aneh lagi adalah bahwa kuda-kuda dan kereta tersebut dapat melintasi
laut tak ubahnya berlari di daratan. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar